Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

KATARAK KONGENITAL

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Program Studi Profesi Kedokteran
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum UKI

Disusun oleh:
Arin Mulanatio
Nandina Rosa
I Wayan Pande Adhyaksa
Vinka Gatriningtyas
Vania Revanita

Pembimbing:
Dr. Reine Natalie Cristine, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PERIODE 10 DESEMBER – 19 JANUARI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan anugerah-Nya referat berjudul “Katarak Kongenital” ini dapat
diselesaikan. Adapun maksud penyusunan referat ini adalah dalam rangka
memenuhi tugas kepaniteraan bagian Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit Umum
UKI dengan berbekal pengetahuan dan bimbingan yang diperoleh baik selama
kepaniteraan berlangsung maupun pada saat kuliah dalam program sarjana
kedokteran.
Banyak pihak yang turut membantu dan berperan dalam penyusunan
referat ini, dan untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Dr. Reine Natalie Cristine, Sp.M, selaku pembimbing referat
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari masih
terdapat kekurangan dalam penulisan referat ini, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menjadi pembelajaran penulisan
selanjutnya.

Jakarta, 20 Desember 2018

Penulis
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN

Katarak anak – anak dibagi menjadi dua kelompok yaitu, katarak


kongenital (infaltilis), yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya, dan
katarak didapat yang timbul belakangan dan biasanya dan berkaitan dengan sebab
– sebab spesifik. Kedua tipe tersebut dapat unilateral atau bilateral. Katarak
kongenital merupakan kekeruhan lensa yang terjadi sebelum perkembangan
refleks fiksasi terjadi yaitu sebelum usia 2-3 bulan. Kelainan lensa pada anak yang
meliputi kekeruhan, kelainan bentuk, ukuran, lokasi, dan gangguan perkembangan
lensa dapat menyebabkan kerusakan penglihatan pada anak. Katarak kongenital
bertanggungjawab sekitar 10% dari seluruh kehilangan penglihatan pada anak,
diperkirakan 1 dari 250 bayi lahir memiliki beberapa bentuk katarak.1
Katarak kongenital dapat berdiri sendiri atau berhubungan dengan
beberapa kondisi, seperti abnormalitas kromosom, sindrom atau penyakit sistemik
tertentu, infeksi kongenital, trauma, atau radiasi. Gejala gangguan penglihatan
tergantung dari letak kekeruhan lensa, ukuran, dan densitasnya. Lensa yang keruh
dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus dan tampak sebagai warna putih pada
pupil atau disebut dengan leukokoria. Untuk menegakkan diagnosis, dilakukan
anamnesa dan pemeriksaan mata lengkap dan untuk mencari kemungkinan
penyebabnya perlu dilakukan pemeriksaan tambahan lainnya.2,3

Sekitar sepertiga kasus katarak bersifat herediter, sepertiga lainnya


sekunder terhadap penyakit metabolik atau infeksi atau berkaitan dengan berbagai
sindrom. Sepertiga akhir terjadi karena sebab tidak dapat ditentukan 1. Penyebab
katarak yang bersifat herediter berkaitan dengan kelainan genetik maupun
kromosom seperti sindrom Down, sindrom Lowe dan sindrom Marfan. Penyebab
infeksi seperti infeksi toksoplasma, rubela, penyebab metabolik seperti
galaktosemia, hipoglikemia dan kondisi anoksia2. Prevalensi katarak pada anak di
dunia sekitar 15 per 10.000 kasus. Di negara berkembang kasus kebutaan anak
akibat katarak dapat mencapai 1 sampai 4 per 10.000 kasus. Pada penelitian
gambaran kelainan katarak pada anak di poliklinik mata BLU RSU Prof. Dr. R. D
Kandou manado periode Januari 2011 – 2013, didapatkan bahwa katarak
kongenital yaitu sebanyak 9 penderita (31,03%) dari 29 penderita 3. Kekeruhan
lensa kongenital sering terjadi dan sering tidak bermakna secara visual.
Kekeruhan parsial atau kekeruhan di luar sumbu penglihatan atau tidak cukup
padat untuk menggangu tranmisi cahaya tidak memerlukan terapi selain observasi
untuk menilai progesivitas1.

Bahaya katarak kongenital adalah amblyopia dan strabismus. Karena mata


tidak mampu mencapai suatu penglihatan binocular tunggal, dan karena
penglihatan kabur mata berusaha mencari – cari obyek, lama kelamaan bola mata
goyang dan timbul strabismus. Apabila dilakukan pembedahan, jarak waktu
antara pembedahan mata yang satu dengan mata yang lain haruslah sedekat
mungkin 1,4.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang telah muncul pada saat
bayi lahir atau muncul dalam waktu singkat setelah lahir (Hejtmancik, 2008)
Disebutkan dalam referensi lain, katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa
yang yang terjadi sebelum perkembangan refleks fiksasi terjadi yaitu sebelum usia
2-3 bulan.3

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian katarak kongenital di Inggris adalah 2,49 per 10.000
populasi dapa bayi berumur 1 tahun. Insidensi meningkat menjadi 3,46 per 10.000
populasi berumur 15 tahun karena keterlambatan diagnosis. Setiap tahunnya di
Inggris terdapat 200-300 kasus bayi lahir dengan katarak kongenital. Katarak
kongenital bertanggungjawab sekitar 10% dari seluruh kehilangan penglihatan
pada anak, di seluruh dunia diperkirakan 1 dari 250 bayi lahir memiliki beberapa
bentuk katarak (Paul dan John, 2007). Di Indonesia belum ada data yang
signifikan tentang angka kejadian katarak kongenital.4

2.2 Embriologi Lensa


Mata berkembang dari tiga lapisan embrional primitive yaitu ectoderm
permukaan, terrmasuk derivatnya yaitu crista neuralis, ectoderm neural dan
mesoderm. Ektoderm permukaan membentuk epidermis palpebra, glandula
adnexa, silia, glandula lakrimalis, lensa, epitelkornea, konjungtiva. Mata berasal
dari tonjolan otak (optic vesicle). Lensa berasal dari ectoderm permukaan pada
tempat lens placode (penebalan), yang kemudian mengadakan
invaginasi (lens pit) dan melepaskan diri dari ectoderm permukaan membentuk
vesikel lensa (lens vesicle) dan bebas terletak di dalam batas-batas dari optic
cup4.
Segera setelah vesikel lensa terlepas dari ectoderm permukaan (30 hari
gestasi), maka sel-sel bagian posterior memanjang dan menutupi bagian yang
kosong (40 hari gestasi). Sel-sel yang mengalami elongasi ini disebut sebagai
serat lensa primer (nukleus embrionik). Sel pada bagian anterior lensa terdiri
dari sel-sel kuboid yang dikenali sebagai epitel lensa. Kapsul lensa berasal dari
epitel lensa pada bagian anterior dan dari serat lensa primer pada bagian
posterior.4
Pada tahap 7 minggu yaitu sewaktu lensa terlepas dari ectoderm
permukaan, kapsul hialin dikeluaran oleh epitel lensa. Serat-serat lensa sekunder
memanjang dari daerah ekuatorial dan bertumbuh ke depan di bawah epitel
subkapsular, yang tetap berupa selapis sel epitel kuboid. Serat-serat ini juga
memanjang dan bertumbuh kebelakang di bawah kapsul posterior. Hasilnya
serat lensa sekunder ini membentuk nukleus fetal. Serat-serat ini bertemu
membentuk sutura lentis Y yang tegak di anterior dan Y yang terbalik di
posterior.4
Pembentukan lensa selesai pada umur 8 bulan penghidupan fetal. Inilah
yang membentuk substansi ilensa yang terdiri dari korteks dan nukleus.
Pertumbuhan dan proliferasi dari serat-serat sekunder berlangsung terus selama
hidup tetapi lebih lambat, karenanya lensa menjadi bertambah besar lambat-
lambat. Epitel lensa akan membentuk serat primer lensa secara terus menerus
sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa yang
membentuk nukleus lensa. Kemudian terjadi kompresi dari serat-serat tersebut
dengan disusul oleh proses sklerosis yang menyebabkan kakunya lensa apabila
semakin tua. Pada masa dewasa pertumbuhan lensa selanjutnya kearah perifer
dan subkapsular.4

2.3 Anatomi dan Fisiologi Lensa


Lensa mata merupakan struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan
transparan. Tebalnya sekitar 5 mm dengan diameter sekitar 9 mm dibelakang iris,
lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Pada
bagian anterior lensa terdapat humor aqueous sedangkan pada bagian posteriornya
terdapat vitreus humor. Lensa memliki dua peran utama yaitu berfungsi sebagai
media refraksi dan proses akomodasi.

Lensa terdiri atas kapsul, korteks, dan nukleus. Kapsul lensa adalah sebuah
membran yang semipermeabel yang mempermudah air dan elektrolit masuk. Pada
bagian depan lensa terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang
terbentuk ini membentuk huruf Y yang dapat dilihat dengan slitlamp dimana
bentuk huruf Y tegak pada anterior dan terbalik pada posterior. Nukleus lensa
lebih keras daripada bagian korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-
serat lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi
lebih besar dan kurang elastik5.

Gambar 2.1 Gambar Skematis Lensa

Lensa manusia terdiri atas protein yaitu sekitar 33% dari berat keseluruhan
lensa. Protein lensa dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan kelarutan nya dalam
air, yaitu protein yang larut dalam air dan protein yang tidak larut dalam air.
Sekitar 80% protein lensa merupakan fraksi yang larut dalam air dan terutama
terdiri dari kelompok protein yang disebut crystallins. Protein crystallins ini telah
dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu alpha dan gamma crystallins beta.
Sedangkan protein lensa yang tidak larut dalam air merupakan protein penyusun
membran dan sitoskeleton. Keseimbangan komposisi kedua jenis protein lensa ini
penting dalam mempertahankan transparansi lensa. Pada kondisi tertentu seperti
penuaan, tinggi nya kadar radikal bebas, dan gangguan metabolisme glukosa,
akan mengubah protein lensa yang larut dalam air menjadi protein lensa yang
tidak larut dalam air sehingga berpengaruh pada kejernihan lensa5.

Transparansi lensa juga diatur oleh keseimbangan air dan kation (Natrium
dan Kalium) dimana kedua kation ini berasal dari humor aqueos dan vitreus.
Kadar kalium di bagian anterior lebih tinggi dibandingkan bagian posterior dan
kadar natrium lebih tinggi di bagian posterior daripada anterior lensa. Ion kalium
akan bergerak ke bagian posterior ke humor aqueos dan ion natrium bergerak ke
arah sebaliknya yaitu ke anterior untuk menggantikan ion kalium dan keluar
melalui pompa aktif Na-K ATPase. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara
memompa ion natrium keluar dan menarik ion kalium ke dalam dimana
mekanisme ini tergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na-K
ATPase. Inhibisi dari Na-K ATP ase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan
kation sehingga terjadi peningkatan kadar air dalam lensa dan gangguan dari
hidrasi lensa ini menyebabkan kekeruhan lensa 5.

Selain sebagai media refraksi, lensa juga berperan menjalankai fungsi


akomodasi yaitu dengan kontraksinya otot-otot siliar maka ketegangan zonula
zinnia berkurang sehingga lensa menjadi lebih cembung sehingga bayangan jatuh
tepat pada retina, terutama untuk melihat obyek dengan jarak yang lebih dekat.5

2.4 Etiologi
Katarak terbentuk saat protein didalam lensa menggumpal bersama-sama
membentuk sebuah clouding atau bentuk yang menyerupai permukaan es. Ada
banyak alasan yang menyebabkan katarak kongenital, yaitu antara lain: 6,7
1. Herediter (isolated – tanpa dihubungkan dengan kelainan mata atau
sistemik) seperti autosomal dominant inheritance.
2. Herediter yang dihubungkan dengan kelainan sistemik dan sindrom
multisistem.
 Kromosom seperti Down’s syndrome (trisomy 21), Turner’s
syndrome.
 Penyakit otot skelet atau kelainan otot seperti Stickler syndrome,
Myotonic dystrophy.
 Kelainan sistem saraf pusat seperti Norrie’s disease.
 Kelainan ginjal seperti Lowe’s syndrome, Alport’s syndrome.
 Kelainan mandibulo-facial seperti Nance-Horan cataract-dental
syndrome.
 Kelainan kulit seperti Congenital icthyosis, Incontinentia pigmenti
3. Infeksi seperti toxoplasma, rubella (paling banyak), cytomegalovirus,
herpes simplex, sifilis, poliomielitis, influenza, Epstein-Barr virus saat
hamil
4. Obat-obatan prenatal (intra-uterine) seperti kortikosteroid dan vitamin A
5. Radiasi ion prenatal (intra-uterine) seperti x-rays,
6. Kelainan metabolik seperti diabetes pada kehamilan,
7. Tapi penyebab terbanyak pada kasus katarak adalah idiopatik, yaitu tidak
diketahui penyebabnya

2.5 Patofisiologi
 Pembentukan lensa selama invaginasi dari lapisan ektoderm overlying the
optic vesicle. Nukleus embrionik berkembang dari minggu ke enam
gestasi. Nukleus fetal yang mengelilingi nukleus emrionik. Saat lahir,
nukleus embrionik dan fetal membentuk lensa paling banyak. Setelah
lahir, fiber kortikal lensa dilapisi dari konversi epitel lensa anterior ke
dalam fiber kortikal lensa.8
 The Y sutures adalah sebuah pertanda penting karena mengidentifikasi luas
dari nucleus fetal. Bahan tepi lensa ke sutura Y adalah bagian korte lensa,
sebaliknya bahan lensa dan meliputi sutura Y adalah inti. Pada slit lamp,
sutura Y bagian anterior terorientasi tegak lurus dan sutura Y bagian
posterior terbalik.8
 Beberapa hal yang merusak (seperti infeksi, trauma, metabolik) terhadap
nukleus atau serabut lensa mungkin menghasilkan sebuah opacity
(katarak) dari media lenticular yang bersih. Lokasi dan bentuk dari
kekeruhan berwarna putih(lekokoria) biasa digunakna untuk menentukan
waktu kerusakan dan etiologi.8

2.6 Morfologi Katarak Kongenital


Kekeruhan lensa pada katarak pada anak dapat dijumpai dalam berbagai bentuk
dan gambaran morfologik.

1) Anterior Polar Katarak


Merupakan jenis katarak yang sering dijumpai pada anak-anak. Gambaran
klinis berupa titik kecil putih pada center maupun kapsul anterior, umumnya
berdiameter 1 mm. Diperkirakan merupakan tunika vaskulosa lentis yang
tersisa. Katarak jenis ini biasanya tidak mengganggu penglihatan secara
signifikan, sehingga jarang membutuhkan operasi. Anisometrop biasanya
ditemukan, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan refraksi.
2) Nuklear Katarak
Kekeruhan lensa yang terjadi pada nukleus atau pada center lensa, dengan
ukuran 3mm, dengan densitas bervarias. Pada keadaan yang unilateral dapat
disertai mikrokornea sehingga beresiko menyebabkan afakia glaucoma post
operasi
3) Lamelar Katarak
Kekeruhan lensa yang berbentuk ring atau lentikular pada korteks lensa,
berukuran 5 mm, yan dapat berlangsung bilateral tapi asimetris densitasnya,
sehingga memungkinkan terjadinya ambliopia
4) Posterior Lentikonus/Lentiglobus
Adanya penipisan pada sentral maupun parasentral kapsul posterior lensa.
Hal ini mengakibatkan adanya gambaran “oil droplet” pada refleksnya.
Biasanya hampir selalu unilateral.
5) Persistent Fetal Vasculature
Adanya kegagalan dari kompleks vaskular hyaloids untuk beregresi,
sehingga tampak persisten vaskular hyaloids yang menghubungkan membran
retrolental dengan nervus optikus, walaupun kemudian pembuluh darah nya
dapat regresi dan hanya meninggalkan membran. Biasanya dikaitkan dengan
mikrokornea dan peningkatan TIO.
6) Posterior Subkapsular Katarak
Katarak jenis ini jarang dijumpai pada anak. Biasanya bersifat didiapat,
bilateral, dan cenderung progresif.

Berikut ini tabel yang membedakan karakteristik morfologi katarak pada anak:

Tabel 2.1 Karakteristik Morfologi Katarak Pada Anak

Jenis Sifat Penyebaran Progresifitas Unilateral/ Mikroftalm


Bilateral i
Anterior Kongenita Sporadik Stabil Keduanya -
l
Nuklear Kongenita Sporadik, Stabil Keduanya +
l Inherited
Lamelar Didapat Sporadik, Stabil, Bilateral -
Inherited progresif
Posterior Didapat Sporadik Progresif Unilateral -
Lentikonu
s
PFV Kongenita Sporadik Stabil Unilateral +
l
PSC Didapat Sporadik Progresif Bilateral -

2.7 Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Diagnosis katarak kongenital secara umum dapat ditegakkan dari
anamnesa dengan orang tua mengenai keluhan utama, riwayat keluarga dan
riwayat kelahiran yang Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan absen nya red
reflex yang menandakan adanya masalah pada lensa.7
Gejala klinis pada katarak kongenital adalah silau, bercak putih pada pupil
disebut leukokoria, penglihatan berkurang, cahaya tidak dapat melalui lensa,
karena tidak lagi transparan. Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah. Ini
disebut strabismus, atau dikenal dengan juling. Terjadi karena mata tidak bisa
fokus dengan baik.12 Pemeriksaan mata secara menyeluruh dapat menegakkan
diagnosis dini katarak kongenital. Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan
alat khusus dan tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya
berwarna hitam. Bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan
di sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus.8
Pemeriksaan dengan slit lamp pada kedua bola mata tidak hanya melihat
adanya katarak tetapi juga dapat mengidentifikasi waktu terjadinya saat di dalam
rahim dan jika melibatkan sistemik dan metabolik. Pemeriksaan dilatasi fundus
direkomendasikan untuk pemeriksaan kasus katarak unilateral dan bilateral. Bila
fundus okuli tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi indirek, maka
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.3,9

Anamnesis mata
Untuk mengetahui gejala dan tanda awal terjadinya katarak dilakukan anamnesis
terlebih dahulu. Namun informasi yang diperoleh masih subjektif.
1) Keluhan utama
- Onset (sejak kapan)
- Lokasi (satu atau kedua mata)
- Kronologi (awal mula timbul bagaimana)
- Faktor yang memperberat dan memperingan keluhan
- Kualitas dan kuantitas serta ada gejala penyerta tidak
2) Riwayat kesehatan
- Riwayat kencing manis ada tidak
- Riwayat hipertensi ada tidak
- Riwayat glaukoma ada tidak
3) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga berhubungan dengan gangguan mata seperti glaukoma dan
katarak.

Pemeriksaan tajam penglihatan:


Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui apakah ketajaman
penglihatan mata kanan dan kiri sama. Pada penelitian ini menggunakan kartu
Snellen. Teknik pemeriksaan tajam penglihatan:3,9
1) Pasien duduk 6 meter dari kartu Snellen dan diminta melihat huruf terkecil
yang masih terlihat
2) Dengan menutup mata bergantian responden diminta menyatakan apakah huruf
yang terlihat dengan mata kanan dan kiri sama jelasnya Penilaian pemeriksaan
tajam penglihatan:
i. Apabila kedua mata terpisah melihat sama jelas berarti kedua mata ini
sudah mempunyai ketajaman penglihatan yang sama
ii. Apabila satu mata melihat lebih jelas berarti mata yang lainnya mungkin
mengalami kelainan refraksi atau kelainan patologik.

Uji Lobang Kecil


Uji lubang kecil bertujuan untuk mengetahui apakah tajam penglihatan turun
akibat kelainan refraksi atau kelainan media penglihatan. Pemeriksaan ini
menggunakan kertas karbon dengan celah berdiameter 0,75 mm. Teknik uji
lubang kecil:
1) Pasien duduk menghadap kartu Snellen dengan jarak 6 meter
2) Pasien diminta membaca huruf terakhir yang masih dapat terbaca pada kartu
Snellen
3) Pada mata tersebut dipasang pinhole dari kertas karbon
4) Pasien diminta membaca kembali kartu Snellen Penilaian uji lubang kecil :
 Bila terdapat perbaikan tajam penglihatan dengan melihat melalui
lubang kecil berarti terdapat kelainan refraksi
 Bila tidak ada perbaikan dengan pinhole berarti terdapat kelainan
pada media penglihatan.

Pemeriksaan iris shadow


Pemeriksaan iris shadow untuk mengetahui derajat kekeruhan lensa mata.
Teknik pemeriksaan ini menggunakan pen light dengan disinarkan pada pupil
membuat sudut 450 dengan dataran iris. Semakin sedikit lensa keruh pada bagian
posterior maka makin besar bayangan iris pada lensa yang keruh. Sedang makin
tebal kekeruhan lensa makin kecil bayangan iris pada lensa yang keruh. Penilaian
pemeriksaan iris shadow:7,8
1. (shadow test +), bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan letaknya jauh
terhadap pupil berarti lensa belum keruh seluruhnya, ini terjadi pada katarak
imatur
2. (shadow test -), bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap pupil berarti
lensa sudah keruh seluruhnya, ini terjadi pada katarak matur.

Pemeriksaan slit lamp


Pasien sebaiknya diperiksa dengan slit lamp. Pemeriksaan slit lamp pada
kedua mata (dengan dilatasi pupil) tidak hanya dapat mengkonfirmasi katarak,
tetapi juga dapat mengidentifikasi kapan terjadinya gangguan in utero dan apakah
terdapat kelainan sistemik atau metabolik atau tidak. Pada kasus dimana retina
tidak bisa dilihat, USG dengan scan A dan B atau keduanya seharusnya bisa
dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai integritas retina dan ruang
vitreus.7,9

USG B scan
B-scan ultrasonography (USG) adalah alat non-invasif sederhana untuk
mendiagnosis lesi pada segmen posterior bola mata. Kondisi umum seperti
katarak, degenerasi vitreous, pelepasan retina, trauma okular, melanoma koroid,
dan retinoblastoma dapat dievaluasi secara akurat dengan modalitas ini. B-scan
USG hemat biaya, yang merupakan pertimbangan penting dalam pengaturan
pedesaan. Selain itu, tidak invasif dan mudah tersedia dan hasilnya dapat
direproduksi.

Hasil Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada katarak kongenital bilateral sangat
diperlukan untuk menegakkan etiologinya. Pemerikasaan laboratorium yang
2,3
diperlukan: Laboratorium rutin, TORCH titer, Urine Reduksi, Red cell
galactokinase. Untuk katarak unilateral dilakukan pemeriksaan titer TORCH dan
tes Venereal Disease Research Laboratory (VDRL). Untuk katarak bilateral dapat
dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap, BUN, titer TORCH, VDRL, urin
reduksi, asam amino pada urin, kalsium dan fosfor.

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan katarak kongenital sangat berbeda dengan perawatan
katarak terkait usia. Beberapa katarak tidak menyebabkan gangguan penglihatan
dan tidak membutuhkan terapi pembedahan. Jika katarak memberi efek pada
penglihatan, dipertimbangkan pembedahan untuk mengeluarkan lensa dari mata.
Katarak sedang hingga berat yang mengganggu penglihatan, atau sebuah katarak
yang hanya ada pada satu mata membutuhkan operasi pengangkatan katarak.
Kebanyakan bedah katarak (nonkongenital), dimasukkan lensa intraokular buatan
(IOL) kedalam mata. Namun penggunaan IOL pada anak-anak masih kontroversi.

Evaluasi sebelum operasi


Karena seluruh proses dalam penanganan sebuah katarak kongenital
lebih komplek, sangatlah penting untuk membuat keputusan yang tepat selama
evaluasi sebelum operasi. Keputusan yang tidak tepat pada anak-anak dapat
menyebabkan buta sepanjang hidup mereka. Katarak kongenital tidak hanya
berefek pada anak-anak namun juga kepada keluarga dekat mereka. Sangatlah
penting untuk memastikan bahwa keluarga mengerti tentang prognosis dan
lamanya pengobatan karena sebagian besar merekalah yang melakukan tanggung
jawab akan hal tersebut. 10,11
Pembedahan
Bedah katarak pada anak-anak sangatlah berbeda dengan orang dewasa.
Perlakuan mata pada anak sangat berbeda dengan mata orang dewasa. Bedah
katarak kongenital sebaiknya hanya dilakukan dipusat-pusat yang mempunyai
perlengkapan untuk memenuhi persyaratan prosedur.12
1.Lensektomi
Dalam sebuah lensektomi, kebanyakan lensa (meliputi kapsul posterior)
dan vitreous anterior di ekstraksi. Hal ini membuat axis penglihatan bersih secara
permanen. Meskipun, hal tersebut dilakukan oleh mesin vitrektomi. Menggunakan
sebuah pemilihara COA yang dimasukkan kedalam kornea. Lalu mengekstraksi
kapsul anterior lensa dengan vitrektor, meninggalkan tepi kapsul lensa yang intak.
Lensa diaspirasi, lalu kapsul posterior dan anterior vitreous diekstraksi
menggunakan pemotong dari vitrektor. Jika saja sebuah tepi kapsul yang intak
tetap dipertahankan, hal tersebut memungkinkan untuk memasukkan sebuah IOL
saat pembedahan atau dikemudian hari sebagai prosedur kedua.11
2. Extra-capsular cataract extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa
dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tesebut. Termasuk dalam
golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan ligasi. Pembedahan ini dilakukan pada
pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti,
implantasi lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaucoma, mata
dengan predisposisi untuk tejadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata
mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macula edema, pasca bedah ablasi,
untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti
prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.10
. Gambar 2.2. ECCE, Sumber : jerrytan eye surgery

3.Intra ocular lenses (IOLs)


Pada anak-anak sangatlah penting untuk mengkoreksi apakia sesegera
mungkin setelah pembedahan. Salah satu pilihan adalah untuk menanam sebuah
IOL ketika katarak di ekstraksi. Sayangnya hal tersebut bukanlah hal yang
sederhana. Saat lahir lensa manusia lebih sferis dibanding orang dewasa. Lensa
tersebut mempunyai kekuatan sekitar 30D, dimana mengkompensasi untuk jarak
axial lebih dekat dari mata bayi. Hal ini turun sekitar 20-22D setiap 5 tahun.
Artinya bahwa sebuah IOL yang memberikan penglihatan normal pada seorang
bayi akan membuat miopia yang signifikan saat dia lebih tua. Hal tersebut
merupakan komplikasi lanjut karena perubahan kekuatan kornea dan
perpanjangan axial dari bola mata. Perubahan-perubahan ini paling cepat terjadi
bebrapa tahun pertama kehidupan dan hal ini hampir tidak mungkin untuk
memprediksi kekuatan lensa untuk bayi. Penanaman IOL implantation hampir
menjadi hal yang rutin untuk anak yang lebih besar, tapi masi kontroversi untuk
anak yang usia nya lebih muda, beberapa pada anak dibawah dua tahun.11
Setelah operasi
Pada dewasa, perawatan setelah operasi dibutuhkan, berupa tetes mata dan
kacamata- jika dibituhkan. Pada anak-anak, pembedahan hanyalah awal dari
pengobatan karena bisa rekuren dan hal ini harus dijelaskan sejak awal. Kacamata
harus segera disesuaikan ketika anak sudah bisa memakainya. Setelah operasi
mata mungkin akan terasa tidak nyaman dan gatal. Mata akan ditutup untuk
beberapa hara untuk membantu proses penyembuhan dan melindunginya. Rumah
sakti akan memberikan tetes mata yang mencegah inflamasi dan infeksi, yang
biasanya dipakai selama satu atau dua bulan untuk membantu proses
penyembuhan. Tetes mata segera dipakai setelah penutup mata dilepas (biasanya
sehari setelah operasi). Jika mata masih terasa tidak nyaman, pertimbangkan
pemberian analgetik. Monitor penyembuhan post-operasi dan lihat
perkembangannya. Ajarkan cara menetes mata kepada orang tua atau keluarga
terdekat cara meneteskan tetes mata. Ajarkan beberapa tehnik perawatan post-
operasi seperti memandikan anak (agar terkena air kotor dan sampo), memakaikan
plastik pelindung mata (pakaikan selalu kepada anak, kecuali malam hari
untuk mencegah anak mengucek mata setelah operasi), tetap menjaga kebersihan
mata tanpa menguceknya dan mencucinya hingga bersih, beritahu berapa lama
pelindung mata tersebut digunakan. Semua ini dilakukan agar mendapatkan
penyembuhan terbaik dan meminimalisasi risiko infeksi.12
BAB III
KESIMPULAN

Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang terjadi sebelum


perkembangan refleks fiksasi terjadi yaitu sebelum usia 2-3 bulan. Kelainan lensa
pada anak yang meliputi kekeruhan, kelainan bentuk, ukuran, lokasi, dan
gangguan perkembangan lensa dapat menyebabkan kerusakan penglihatan pada
anak. Katarak kongenital bertanggungjawab sekitar 10% dari seluruh kehilangan
penglihatan pada anak, diperkirakan 1 dari 250 bayi lahir memiliki beberapa
bentuk katarak.
Gejala klinis pada katarak kongenital adalah silau, bercak putih pada pupil
disebut leukokoria, penglihatan berkurang, cahaya tidak dapat melalui lensa,
karena tidak lagi transparan. Pada anak yang lebih tua mata bisa berubah. Ini
disebut strabismus, atau dikenal dengan juling. Terjadi karena mata tidak bisa
fokus dengan baik.12 Pemeriksaan mata secara menyeluruh dapat menegakkan
diagnosis dini katarak kongenital. Lensa yang keruh dapat terlihat tanpa bantuan
alat khusus dan tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya
berwarna hitam. Bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan
di sekitarnya dan kadang terdapat nistagmus.
Jika katarak memberi efek pada penglihatan, dipertimbangkan
pembedahan untuk mengeluarkan lensa dari mata. Katarak sedang hingga berat
yang mengganggu penglihatan, atau sebuah katarak yang hanya ada pada satu
mata membutuhkan operasi pengangkatan katarak. Kebanyakan bedah katarak
(nonkongenital), dimasukkan lensa intraokular buatan (IOL) kedalam mata.
Namun penggunaan IOL pada anak-anak masih kontroversi.
Daftar Pustaka
1. Harper Richard dan shock John in Riordan – Eva Paul dan Whitcher John.
Lensa. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. The McGrraw Hill, Edisi
17, P 170-1
2. Gunawan Wasisdi in Suhardjo dan Hartono. Buku Ilmu Kesehatan Mata.
Universitas Gajah Mada 2007. Oftalmologi Pediatrik. Edisi 1, P 320-2
3. Irawan Geaby, Saerang J. S. M, Tongku Yamin. Katarak Pada Anak di
Poliklinik Mata BLU Prof. Dr. R . D. Kandou Manado Periode Januari
2011 – Desember 2013, Jurnal E-Clinic Volume 3, nomor I januari- April
2015. Diakses pada tanggal 20 Desember 2018.
4. Paul Riordan-Eva dan John P. Whitcher. 2007. Childhood Cataract. Lens.
Vaughan dan Asbury’s General Ophthalmology 17th Edition. chapter 8.
The McGraw-Hill Companies.
5. American Academy of Ophthalmology. 2011. Childhood Cataracts and
Other Pediatric Lens Disorders. Pediatric Ophthalmology and Strabismus,
section 6, chapter 21, page 245-262
6. Vaughan DG. Asbury T. Riorda P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Idya
Medika Jakarta: 2000.175-184
7. Fecoretta C. et al. 2012. Congenital Cataract.
8. Roy Hampton. et al. 2018. Congenital Cataract
9. Taylor D. Congenital cataract, a cause of preventable child Blindness.
Archieves of diseases in childhodd; 1982,57, 156-167.
10. How to test for the red reflex in a child. Community Eye Health. 2014;
27(86): 36
11. Yorston D. Surgery for Congenital Cataract.Community Eye Health.2004;
17(50): 23–25.diakses pada tanggal 20 Desember 2018.
12. Bashour Mounir. Congenital Cataract Treatment & Management
Medscape, McGill University Faculty of Medicine. Aug 17, 2018.
Diakses pada tanggal 20 Desember 2018
13. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.Edisi ketiga. FKUI. Jakarta: 2007

Anda mungkin juga menyukai