Anda di halaman 1dari 1

Hak dan Kewajiban Istri terhadap Suami menurut Islam Apa jawaban anda selaku seorang muslim atas

pertanyaan "Siapakah yang berkewajiban memasak, mencuci pakaian, menyapu dan tugas-tugas rumah
tangga lainnya menurut syariat Islam ? Istri atau Suami ?" Jika anda menjawab "Istri", maka selayaknyalah
anda meluangkan waktu untuk membaca dan mempelajari artikel ini, karena jawaban anda "salah". Ketika
seorang muslim telah mengucapkan akad dalam prosesi pernikahan, berarti nahkoda pernikahan sudah
mulai dijalankan. Suami dan istri harus merapat untuk bekerjasama, melakukan kewajibannya masing-
masing dan memperoleh hak-hak mereka seperti yang sudah dijanjikan dan dijelaskan dalam agama Islam.
Baik UU ataupun KHI sudah merumuskan secara jelas tentang tujuan perkawinan yaitu untuk membina
keluarga yang bahagia, kekal dan abadi berdasarkan tuntunan syari’at dari Tuhan Yang Maha Esa. Jika
tujuan perkawinan tersebut ingin terwujud, sudah barang tentu tergantung pada kesungguhan dari kedua
pihak, baik itu dari suami maupun istri. Oleh karena itu perkawinan tidak hanya dipandang sebagai media
untuk merealisasikan syari’at Allah agar mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat. Dari sisi hak dan
kewajiban seorang istri terhadap suaminya menurut syariat Islam, ternyata masih banyak muslimah yang
telah menjadi seorang istri dari suaminya belum mengetahui secara benar apa saja kewajiban pokok bagi
seorang istri. Dalam agama Islam, kewajiban seorang istri terhadap suaminya hanya ada dua, yaitu: (1)
kewajiban melayani suami secara biologis dan (2) kewajiban taat pada suaminya dalam segala hal selain
maksiat. Dalam suatu hadits, diriwayatkan Abdurrahman bin Auf menjelaskan bahwa Rasulullah Saw.
bersabda: ‫عا إِذَا‬ َّ ُ‫ضبَانَ فَبَاتَ ت َأْتِ ِه فَلَ ْم ف َِرا ِش ِه إِلَى ْام َرأَتَه‬
َ ‫الر ُج ُل َد‬ ْ ‫غ‬ َ ‫صبِ َح َحتَّى ْال َمالَئِ َكةُ لَعَنَتْ َها‬
َ ‫علَ ْي َها‬ ْ ُ ‫ ت‬Artinya : “Apabila seorang laki-laki
mengajak istrinya ke ranjangnya, lalu sang istri tidak mendatanginya, hingga dia (suaminya –ed) bermalam
dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya hingga pagi tiba.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kewajiban istri untuk taat pada suami bermacam-macam bentuknya. Misalnya menjaga harta suaminya saat
ditinggal pergi, tidak memasukan laki-laki lain kedalam rumah tanpa izin suaminya, tidak meninggalkan
rumah kecuali dengan izin suaminya, menjaga kehormatannya, dan lain-lain. Di Indonesia, sudah menjadi
kebiasaan adat bahwa para istri wajib untuk memasak, mencuci baju, membersihkan rumah dan yang
lainnya? Apakah hal itu sesuai dengan syariat Islam? Allah Ta’ala berfirman: Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
(QS. AnNisa’ : 34) Makanan, pakaian dan tempat tinggal merupakan sesuatu yang secara umum dipandang
terlebih dahulu dalam persoalan nafkah suami. Masih banyak orang yang berfikir bahwa nafkah makanan
tersebut berupa bahan mentah, akan tetapi sebenarnya nafkah yang berupa makanan tersebut adalah
makanan yang sudah siap dikonsumsi. Adapun proses dalam menjadikannya siap untuk dikonsumsi adalah
tugas suami. Maka pekerjaan-pekerjaan seperti memasak, menyapu, dan membersihkan rumah adalah
kewajiban seorang suami ! Jika melihat sirah para shahabiyah, pernah diceritakan bahwa Fatimah
radhiyallohu anha, putri Rasulullah Saw. mengadu pada baginda Nabi, karena tangannya yang sakit dan
lecet saat menggiling gandum. Ia meminta pembantu pada Rasulullah Saw., namun Rasul tidak memberinya.
Hal ini menunjukan bahwa Fatimah r.a. bersusah-payah membantu suaminya dalam hal nafkah makanan.
Dalam riwayat lain, Said bin Amir, seorang gubernur hims, sahabat yang mulia selalu melaksanakan
tugasnya dalam mengurus rumah, sehingga banyak penduduk yang komplain akibat keterlambatannya
dalam berkhidmat pada masyarakat. Empat imam madzhab utama dan ulama lainnya, secara umum juga
berpendapat bahwa tugas memasak, mencuci dan membereskan rumah bukanlah tugas istri, akan tetapi
tugas suami. Di dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah,
disebutkan: Tidak wajib atas istri berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat
lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk memberi pelayanan seksual
(istimta’), sedangkan pelayanan lainnya tidak termasuk kewajiban. Jika melihat pada fikih kontemporer,
Syekh Dr. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa tugas suami membereskan rumah tersebut diserahkan pada
istri, sebagai timbal balik atas nafkah yang diberikan suami. Tapi suami hendaknya memberi gaji atau upah
pada istrinya atas kelelahan istrinya diluar nafkah kebutuhan keluarga. Lalu bagaimana seharusnya sikap
perempuan Indonesia yang berbudaya timur yang mempunyai adat mengurus rumah dalam masyarakat?
Adat merupakan kebudayaan yang mencerminkan kepribadian masyarakatnya. Jika adat tersebut memberi
manfaat dan tidak bertentangan dengan syariat islam, serta lazim dilakukan oleh seorang istri dalam
masyarakat. maka tidak ada masalah bagi sang istri melakukannya apabila mampu dan tentunya tanpa
dipaksa. Hal itu merupakan nilai tambahan sebagai wujud dari kecintaannya kepada sang suami yang
kelelahan mencari nafkah di siang hari dan insyaa Allah pahala yang melimpah akan mengalir kepadanya
jika keridhaan Allah ta’ala dan suami menjadi puncak niatnya.

Anda mungkin juga menyukai