Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUTAKA

2.1. Magnet Secara Umum


Magnet adalah suatu benda yang dapat menarik benda-benda yang terbuat dari
besi, baja, dan logam-logam tertentu. Magnet salah satu bahan yang menghasilkan
medan magnetik.Kata magnet berasal dari bahasa Yunani yaitu magnítis líthos
yang berarti batu Magnesian. Magnesia yang bearti sebuah wilayah di Asia
kecil (sebuah kawasan di Asia barat daya yang kini disamakan dengan Turki
bagian Asia) adalah tempat pertama kali ditemukan magnet yang didalamya
terkandung batu magnet yang ditemukan sejak zaman dulu di wilayah tersebut.

Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah
banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Sebuah magnet terdiri
atas magnet-magnet kecil yang memiliki arah yang sama (tersusun teratur),
magnet-magnet kecil ini disebut magnet elementer. Pada logam yang bukan
magnet, magnet elementernya mempunyai arah sembarangan (tidak teratur)
sehingga efeknya saling meniadakan, yang mengakibatkan tidak adanya kutub-
kutub magnet pada ujung logam. Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara
(N) dan selatan (S). Kutub magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung
magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya.
(Afza, 2011).

2.2 Medan Magnet


Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan adanya
gaya magnet. Jika sebatang magnet diletakkan didalam suatu ruang, maka terjadi
perubahan dalam ruang ini yaitu dalam setiap titik dalam ruang akan terdapat
medan magnet. Arah medan magnet disuatu titik didefenisikan sebagai arah
yang ditunjukkan oleh utara jarum kompas ketika ketika ditempatkan dititik
tersebut. (Halliday & Resnick,1989).
2.3. Bahan Magnetik
Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam
komponen pembentuknya. Menurut sifatnya terhadap adanya pengaruh
kemagnetan, bahan dapat digolongkan menjadi 5 yaitu:

2.3.1. Bahan Diamagnetik


Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas negative
dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh Faraday pada tahun 1846
ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini memperlihatkan
bahwa medan induksi dari magnet tersebut menginduksi momen magnetic pada
bismuth pada arah yang berlawanan dengan medan induksi pada magnet (willian,
2003).
Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron. Karena
atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu
bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut
mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik
hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis
gaya. Permeabilitas bahan ini: μ< dengan suseptibilitas magnetik bahan: Nilai
bahan diamagnetik mempunyai orde -10-5m3/kg. Contoh bahan diamagnetik
yaitu: bismut, perak, emas, tembaga dan seng. (Halliday & Resnick, 1989).

2.3.2. Bahan Paramagnetik


Material paramagnetik mempunyai nilai suseptibilitas positif di mana magnetisasi
M paralel dengan medan luar. Material yang termasuk dalam paramagnetik adalah
logam transisi dan ion logam tanah jarang (rare-earth ions). Ion-ion ini
mempunyai kulit atom yang tidak terisi penuh yang berisi momen magnet
permanen. Momen magnet permanen terjadi karena adanya gerak orbital dan
elektron (Omar, 1975).

Paramagnetik muncul dalam bahan yang atom-atomnya memiliki momen


magnetic permanen yang berinteraksi satu sama lain secara sangat lemah. Apabila
tidak terdapat medan magnetik luar,momen magnetic ini akan berinteraksi secara
acak. Dengan daya medan magnetic luar,momen magnetic ini arahnya cenderung
sejajar dengan medannya, tetapi ini dilawan oleh kecenderungan momen untuk
berorientasi acak akibat gerakan termalnya.Perbandingan momen yang
menyearahkan dengan medan ini bergantung pada kekuatan medan dan pada
temperaturnya. Pada medan magnetic luar yang kuat pada temperatur yang
sangat rendah, hamper seluruh momen akan diserahkan dengan medannya.
(willian, 2003).

Gambar 2.1 Arah domain-domain dalam bahan paramagnetik sebelum diberi


medan magnet luar

Bahan ini jika diberi medan magnet luar, elektron-elektronnya akan


berusaha sedemikian rupa sehingga resultan medan magnet atomisnya searah
dengan medan magnet luar. Sifat paramagnetik ditimbulkan oleh momen
magnetik spin yang menjadi terarah oleh medan magnet luar.

Gambar 2.2 Arah domain dalam bahan paramagnetik setelah diberi


medan magnet luar
Contoh bahan paramagnetik : alumunium, magnesium dan wolfram.
2.3.3. Bahan Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik adalah bahan yang mempunyai resultan medan atomis
besar. Hal ini terutama disebabkan oleh momen magnetik spin elektron. Pada
bahan ferromagnetik banyak spin elektron yang tidak berpasangan, misalnya pada
atom besi terdapat empat buah spin elektron yang tidak berpasangan.
Masing-masing spin elektron yang tidak berpasangan ini akan memberikan medan
magnetik, sehingga total medan magnetik yang dihasilkan oleh suatu atom lebih
besar.
Feromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
magnetic χm Positif yang sangat tinggi.Dalam bahan ini sejumlah kecil medan
magnetic luar dapat menyebabkan derajat penyerahan yang tinggi pada momen
dipol magnetic atomnya.Dalam beberapa kasus,penyearahan ini dapat bertahan
sekalipun medan pemagnetannya telah hilang.Ini terjadi karena momen dipol
magnetic atom dari bahan-bahan feromagnetik ini mengarahkan gaya-gaya yang
kuat pada atom tetangganya sehingga dalam daerah ruang yang sempit momen
ini diserahkan ini disebut daerah magnetic.Dalam daerah ini,semua momen
magnetic diserahkan,tetapi arah penyearahnya beragam dari daerah sehingga
momen magnetic total dari kepingan mikroskopik bahan feromagnetik ini adalah
nol dalam keadaan normal (willian, 2003).

Gambar 2.3 Arah domain dalam bahan ferromagnetik.

Bahan ini juga mempunyai sifat remanansi, artinya bahwa setelah medan
magnet luar dihilangkan, akan tetap memiliki medan magnet, karena itu bahan ini
sangat baik sebagai sumber magnet permanen. Permeabilitas bahan : µ >> µ0
dengan suseptibilitas bahan : χm >> 0. Contoh bahan ferromagnetik : besi,baja.
2.3.4. Anti Ferromagnetik
Jenis ini memiliki arah domain yang berlawanan arah dan sama pada kedua
arah. Arah domain magnet tersebut berasal dari jenis atom sama pada suatu kristal.
Pada unsur dapat ditemui pada unsur cromium, tipe ini memiliki arah
domain yang menuju dua arah dan saling berkebalikan. Jenis ini memiliki
temperature curie yang rendah sekitar 37 ºC untuk menjadi paramagnetik.

Gambar 2.4. Arah domain dalam bahan anti ferromagnetik


Pada bahan anti ferromagnetik terjadi peristiwa kopling mome magnetik
diantara atom-atom atau ion –ion yang berdekatan. Peristiwa kopling tersebut
menghasilkan terbentuknya orientasi spin yang antiparalel. Suseptibilitas bahan
anti ferromagnetik adalah kecil dan bernilai positif. Contoh bahan anti
ferromagnetic adalah : MnO2,MnO,dan FeO. (Nicola,2003).

2.3.5 Ferrimagnetik
Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur antara
paramagnetic dan ferromagnetik seperti magnet barium ferit dimana barium (Ba)
adalah jenis paramagnetik dan ferit (Fe) adalah jenis unsur yang termasuk dalam
kategori ferromagnetik .

Ciri khas material ferrimagnetik adalah adanya momen dipol yang


besarnya tidak sama dan berlawan arah. Sifat ini muncul karena atom-atomnya
penyusunnya misalnya (A dan B) mempunyai dipole dengan ukuran yang berbeda
dan arahnya berlawanan. Material ini dapat mempunyai magnetisasi walau dalam
keadan tanpa medan luar sekalipun. Sehingga banyak diaplikasikan untuk medan
magnetik dengan frekuensi tinggi. Ferrimagnetik , material yang mempunyai
suseptibilitas tinggi tergantung temperatur.
Gambar 2.5 Tabel Periodik Menunjukkan Tipe Magnet Tiap elemen.
(I.R.Harris,2002)

2.4. Klasifikasi Magnet Material


Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik lemah
atau soft magnetic materials dan material magnetik kuat atau hard magnetic
materials. Penggolongan ini berdasarkan kekuatan medan koersifnya. Hal ini
lebih jelas digambarkan dengan diagram histerisis atau hysteresis loop. (Hilda
Ayu, 2013)

1. Magnet lunak (soft magnetic material) yaitu material yang sifat magnetnya
sementara. Material soft magnetik mudah mengalami magnetisasi dan
demagnetisasi. Bentuk kurva hysterisis material soft magnetik pipih karena
energi yang hilang saat proses magnetisasi rendah sehingga koersifitasnya
kecil.
2. Magnet keras (hard magnetic material) yaitu material yang sifat magnetnya
permanen. Bentuk kurvanya cembung karena energi yang hilang pada saat
magnetisasi tinggi.

Gambar 2.6 Histeris material magnet (a) Material magnet lunak, (b) Material
Magnet keras. (Sumber: Hilda Ayu, 2013).

2.4.1. Magnet Permanen


Magnet Permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan magnet
yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut magnet alam
karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap. Jenis magnet permanen yang
diketahui terdapat pada :
1. Magnet Neodymium, merupakan magnet tetap yang paling kuat. Magnet
neodymium ( juga dikenal sebagai NdFeB, NIB, atau magnet Neo), merupakan
sejenis magnet tanah jarang terbuat dari campuran logam neodymium.
2. Magnet Samarium – Cobalt : salah satu dari dua jenis magnet bumi yang langka,
merupakan magnet permanen yang kuat tebuat dari paduan samarium cobalt.
3. Magnet Keramik, misalnya Barium Hexaferrite .
4. Plastic Magnet dan Magnet Alnico.
Tabel 2.1. Perbandingan Karakteristik Magnet Permanen.
Material Induksi Koersifitas(Hc) EnergiProduk
Remanen(Br)T MA/m (BHmax)
SrFerit 0,43 0,20 34
Alnico 5 1,27 0,05 44
Sm2Co17 1,05 1,30 208
Nd2Fe14B 1,36 1,03 350
2.4.1.1. Magnet Permanen NdFeB
Magnet NdFeB adalah jenis magnet permanen rare earth (tanah jarang) yang
memiliki sifat magnet yang baik, seperti pada nilai induksi remanen, koersitifitas,
dan energy produk yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan magnet permanen
lainnya.

Gambar 2.7 Magnet Permanen NdFeB

Karakteristik magnet yang dimiliki NdFeB lebih baik bila


dibandingkan dengan magnet permanen lainnya, seperti Ferit, Alnico dan
Samarium Cobalt. BHmax yang dimiliki dapat berkisar antara 30 MGOe sampai
dengan 52 MGOe. Karena memiliki karakteristik magnet yang tinggi, maka
dalam aplikasinya magnet NdFeB memiliki dimensi dan volume yang kecil.
Dalam beberapa aplikasi, magnet ini juga dapat menggantikan penggunaan
magnet Samarium Cobalt, khususnya penggunaan pada suhu kurang dari 80˚C.
(Irasari & Idayanti, 2007).

2.4.1.1.1 Unsur Pemadu Pada Magnet NdFeB


A. Neodymium (Nd)
Neodymium merupakan salah satu dari unsur tanah jarang yang memiliki simbol
Nd dan nomor atom 60. Neodymium ditemukan pada tahun 1885 oleh kimiawan
Jerman Carl Auer von Welsbach. Neodymium tidak ditemukan secara alami dalam
bentuk logam, namun dalam bentuk mineral yang merupakan campuran oksida.
Meskipun neodymium digolongkan sebagi unsur “tanah jarang”, namun
Neodymiummerupakan unsur yang cukup umum, tidak jarang dari cobalt,nikel,
dan tembaga. (Lya Oktavia, 2014)

Gambar 2.8. Struktur Atom Unsur Neodymium


Unsur - unsur lantanida atau lanthanos dikenal dengan nama fourteen
element, karena jumlahnya 14 unsur, seperti Cerium (Ce), Praseodymium (Pr),
Neodymium (Nd), Promhetium (Pm), Samarium (Sm), Europium (Eu),
Gadolinium (Gd), Terbium (Tb), Dysprosium (Dy), Holmium (Ho), Erbium (Er),
Thulium (Tm), Tyerbium(Yb), dan Lutetium (Lu). Unsur ini digunakan dalam
keramik untuk warna glasir, dalam paduan untuk magnet permanen, untuk lensa
khusus dengan praseodymium. Juga untuk menghasilkan terang kaca ungu dan
kaca khusus yang menyaring radiasi inframerah. (Nurul Anwar, 2011)
Nama Unsur Neodymium
Simbol Nd
Nomor Atom 60
Massa Atom 144,24 g/mol
Titik Didih 3400.15 K
Titik Lebur 1283.15 K
Struktur Kristal Hexagonal
Warna Perak
Konfigurasi Elektron [Xe] 6s2 4f4

Tabel 2.2 Informasi Dasar Unsur Neodymium

B. Besi (Fe)
Besi adalah unsur kimia dengan simbol Fe (dari bahasa Latin: zat besi). Dan
nomor atom 26 Ini merupakan logam dalam transisi deret pertama. Besi
merupakan logam transisi yang paling banyak dipakai karena relatif melimpah
dibumi. Ini adalah massa elemen paling umum di Bumi, membentuk banyak
inti luar dan dalam bumi.

Gambar 2.9.Struktur Atom Unsur Besi


Besi juga diketahui sebagai unsur yang paling banyak membentuk dibumi,
yaitu kira-kira 4,7 – 5 % pada kerak bumi. Kebanyakan besi terdapat dalam batuan
dan tanah sebagai oksidasi besi, seperti oksida besi magnetit( Fe3O4). Dari
mineral- mineral bijih besi magnetite adalah mineral dengan kandungan Fe
paling tinggi, terdapat dalam jumlah kecil. Sementara hematite merupakan
mineral bijih utama yang dibutuhkan dalam industri besi.(Syukri, 1999).

Nama Unsur Besi


Simbol Fe
Nomor Atom 26
Massa Atom 55.845 g/mol
Titik Didih 3143 K
Titik Lebur 1811K
Struktur Kristal BCC
Warna Perak keabu- abuan
Konfigurasi Elektron [Ar] 3d6 4s2

Tabel 2.3 Informasi Dasar Unsur Besi / Iron


C. Boron (B)
Boron merupakan unsur yang sangat keras dan menunjukkan sifat
semikonduktor, dan sangat tahan terhadap panas. Boron dalam bentuk kristal yang
sangat reaktif. Boron adalah unsur golongan 13 dengan nomor atom lima. Boron
memiliki sifat diantara logam dan nonlogam (Semimetalik). Boron juga
merupakan unsur metaloid dan banyak ditemukan dalam biji borax. Unsur ini tidak
pernah ditemukan dialam bebas.

Gambar 2.10. Strukur Atom Unsur Boron

Nama Unsur Boron


Simbol B
Nomor Atom 5
Massa Atom 10.811 g/mol
Titik Didih 4200 K
Titik Lebur 2349 K
Struktur Kristal Trigonal
Warna Hitam
Konfigurasi Elektron [He] 2s2 2p1

Tabel 2.4 Informasi Dasar Unsur Boron

2.4.1.1.2 Karakteristik Magnet NdFeB Terhadap Temperatur


Magnet NdFeB mudah di demagnetisasi pada temperature tinggi, artinya sifat
kemagnetan NdFeB mudah hilang pada temperatur tinggi, tetapi akan meningkat
pada temperatur rendah. Pada tabel 2.4 dapat dilihat bahwa temperature operasi
maksimum adalah 200 ˚C. Beberapa cara yang dapat mempengaruhi agar magnet
ini dapat digunakan pada temperatur tinggi yaitu bentuk geometri. Magnet dengan
bentuk yang lebih tipis akan lebih mudah didemagnetisasi dibandingkan dengan
bentuk yang lebih tebal. Bentuk magnet piring datar dan yokes lebih
direkomendasikkan untuk digunakan pada temperature tinggi.
2.4.1.1.3 Sifat Fisis Magnet NdFeB
Sifat Fisis magnet NdFeB adalah seperti tabel dibawah ini :
Tabel 2.5 Sifat Fisis Magnet NdFeB
Remanensi, Br (mT ) 895 - 915
Energi Produk, (BHmax Kj/ cm3) 126 – 134
Koersitivitas Instrinsik, Hc1 716 – 836
Koersitivitas, Hc (kA/m) 540
Koefisien Temperature Br (%/˚C) -0,11
Koefisien Temeprature Hc1(% / ˚C) -0,14
Temperature Currie (˚C) 360
Temperature Operasi Maksimum (˚C) 120 – 160
Temperature Proses Maksimum (˚C) 200
Densitas (Teori) (gr/ cm3) 7,3 - 7,6
Densitas semu (gr/ cm3) 2,70

2.4.2. Magnet Remanen


Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan
magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara
mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu
bahan pengantar dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan
tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang
digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang
berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi
dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet.
Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat,
tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya dapat dihilangkan
dengan memutuskan arus listriknya. Keuntungan elektromagnet adalah bahwa
kemagnetannya dapat dibuat sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan.
Dan kemagnetannya dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya (Afza,
Erini. 2011)
2.5 Mecahnical Milling
Mechanical Milling atau dipendekkan milling adalah suatu penggilingan mekanik
dengan suatu proses penggilingan bola dimana suatu serbuk yang ditempatkan
dalam suatu wadah penggilingan di giling dengan cara dikenai benturan bola-bola
berenergi tinggi. Proses ini merupakan metode pencampuran yang dapat
menghasilkan prosuk yang sangat homogen. Proses milling disini selain bertujuan
untuk memperoleh campuran yang homogen juga dapat memperoleh partikel
campuran yang realtif lebih kecil sehingga dapat diharapkan sifat magentic dari
bahan NdFeB. (F. Izuni, 2012)

Dalam mekanik milling serbuk akan dicampur dalam suatu chamber


(ruangan) dan dikenai energi tinggi terjadi deformasi yang berulang –ulang
sehingga terjadi partikel – partikel yang lebih kecil dari sebelumnya. Akibat dari
tumbukkan pada tiap tipe dari unsur partikel serbuk akan menghasilkan bentuk
yang berbeda juga, untuk bahan yang ulet, sebelum terjadi fracture akan mnjadi
flat atau pipih terlebih dahulu, sedangkan untuk bahan yang getas akan langsung
terjadi fracture dan menjadi partikel serbuk yang lebih kecil. Saat dua bola
bertumbukan berulang ulang menyebabkan terjadinya penggabungan
alloying.(Suryanarayana ,2003). Proses Milling memiliki dua metode yaitu :
Metode Dry Milling dan Metode Wet Milling. Dalam metode dry milling proses
milling untuk menghindari terjadinya proses oksidasi dilakukan pemberian gas
innert seperti argon atau nitogen. Sedangkan dalam wet milling untuk menghindari
terjadinya oksidasi maka selama proses milling diberi campuran toulene.

Adapun parameter yang memengaruhi proses milling antara lain adalah :


2.5.1 Tipe Milling
Tipe-tipe milling berbeda dari peralatan milling yang digunakan untuk
menghaluskan ukuran partikel serbuk. Perbedaannya terletak pada kapasitasnya,
efisiensi milling, dan kecepatan putar jar milling. Tipe – tipe milling tersebut,
antara lain : Rotary Ball Mill, High Energy Milling, SPEX Shaker Milling,Ball
Mill Planetary Ball Mill, Attritor Mill. Namun pada penelitian ini tipe milling yang
digunakn untuk menghaluskan partikel serbuk NdFeB adalah Ball Mill.
Ball Mill adalah salah satu jenis mesin penggiling yang digunakan untuk
menggiling suatu bahan material menjadi bubuk yang sangat halus. Mesin ini
sangat umum digunakan untuk proses mechanical milling. Secara umum prinsip
kerjanya yaitu dengan cara mengahancurkan campuran serbuk melalui mekanisme
pembenturan bola –bola giling yang bergerak mengikuti pola gerakan wadahnya
yang berbentuk elips tiga dimensi inilah yang memungkinkan pembentukan
partikel –partikel serbuk berkala mikrometer sampai nanometer akibat tingginya
frekuensi tumbukan. Tingginya frekuensi tumbukan yang terjadi antara campuran
serbuk dengan bola –bola giling disebabkan karena wadahnya yang berputar
dengan kecepatan tinggi yaitu lebih dari 800 rpm. (Nurul T. R. Agus S , 2007).

2.5.2 Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan dalam proses penggilingan adalah serbuk. Ukuran
serbuk yang digunakan umumnya berkisar antara 1 mm – 20 mm. Semakin kecil
ukuran partikel yang digunakan, maka proses penggilingan akan semakin efektif
dan efisien. Selain itu serbuk yang digunakan juga harus memiliki kemurnian yang
sangat tinggi. Namun ukuran tidakalah terlalu kritis, asalkan ukuran material itu
haruslah lebih kecil dari ukuran bola grinda. Ini disebabkan karena ukuran partikel
serbuk akan berkurang dan akan mencapai ukuran mikron setelah dimilling
beberapa jam. Selain itu serbuk yang dimilling dengan cairan misalanya dengan
toluene dan dikenal dengan penggilingan basah. Dan telah dilaporkan bahwa
kecepatan atmosfir lebih cepat selama proses penggilingan basah daripada
penggilingan kering. Kerugian dari penggilingan basah adalah meningkatnya
kontaminasi serbuk .(C .Suryanarayana, 2001).

2.5.3 Bola Gilling


Fungsi bola gilling dalam proses penggilingan adalah sebgai penghancur serbuk
atau digunakan sebagai pengecil ukuran partikel serbuk NdFeB. Oleh karena itu,
material pembentuk bola giling harus memiliki kekerasan yang tinggi agar tidak
terjadi kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk , bola dan
wadah penggilingan. Ukuran bola yang dapat digunakan dalam prose milling ini
bermacam –macam. Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang
akan dipadu. Bola yang akan digunakan harus memilki diameter yang lebih besar
dibandingkan dengan diameter serbuknya.

Rasio berat bola serbuk / ball powder ratio (BPR) adalah variabel yang
penting dalam proses milling, rasio berat – serbuk mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasa tertentu dari
bubuk yang dimilling. Semakin tinggi BPR semakin pendek waktu yang
dibutuhkan. Hal ini dikarenakan peningkatan berat bola tumbukkan persatuan
waktu meningkat dan konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke
partikel sebuk dan proses milling berjalan lebih cepat.

2.5.4 Wadah Penggilingan


Wadah penggilingan merupakan media yang akan digunakan untuk menahan
gerakan bola – bola giling dan serbuk ketika proses penggilingan berlangsung.
Akibat yang ditimbulkan dari proses penahan gerak bola –bola giling dan serbuk
tersebut adalah terjadinya benturan antara bola – bola giling, serbuk dan wadah
penggilingan sehingga menyebabkan terjadinya proses penghancuran serbuk. (C.
Suryanarayana , 2001 ).

2.5.5 Kecepatan Milling


Besar kecepatan maksimum tiap tipe milling akan berbeda, ketika perputaran ball
mill semakin cepat, maka energi yang dihasilkan juga akan semakin besar. Tetapi
disamping itu, design dari milling ada pembatasan kecepatan yang harus
dilakukan. Sebagai contoh pada ball mill, meningkatkan kecepatan akan
mengakibatkan bola yang ada di dalam chamber juga akan semakin cepat
pergerakannya, tenaga yang dihasilkan juga besar. Tapi jika kecepatan melebihi
kecepatan kritis maka akan terjadi pinned pada dinding bagian dalam sehingga
bola – bola tidak jatuh sehingga tidak menghasilkan gaya impact yang optimal.
Hal ini akan berpengaruh ke waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang
diinginkan. (Suryanarayana , 2003).
2.5.6 Waktu Milling
Waktu Milling merupakan salah satu parameter yang penting utuk milling pada
serbuk. Pada umumnya waktu dipilih untuk mencapai posisi tepatnya antara
pemisahan dan pengelasan partikel serbuk untuk memudahkan mamadukan logam.
Variasi waktu yang diperlukan tergantung pada tipe milling yang digunakan ,
pengaturan milling, intensitas milling BPR, dan temperatur pada milling. Pada
umumnya dihitung waktu yang diambil untuk mencapai kondisi yang tepat, yaitu
jangka pendek untuk energi milling yang tinggi, dan jangka waktu lama ketika
dengan energi milling yang rendah. Waktu yang dibutuhkan lebih sedikit untuk
BPR dengan nilai – nilai yang tinggi dan waktu yang lama untuk BPR dengan nilai
rendah . (Suryanarayana , 2003).

2.6. Proses Kompaksi


Penekanan adalah salah satu cara untuk memadatkan serbuk menjadi
bentuk yang diinginkan. Terdapat beberapa metode penekanan, diantaranya,
penekanan dingin (cold compaction) dan penekanan panas (hot compaction).
Penekanan terhadap serbuk dilakukan agar serbuk dapat menempel satu dengan
lainnya sebelum ditingkatkan ikatannya dengan proses sintering. Dalam proses
pembuatan suatu paduan dengan metode metalurgi serbuk, terikatnya serbuk
sebagai akibat adanya interlocking antar permukaan, interaksi adesi-kohesi, dan
difusi antar permukaan.

Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu :


a.Cold Compressing ,yaitu pendekatan dengan temperatur kamar. Metode ini
dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi.
b.Hot Compressing ,yaitu penekanan dengan temperature diatas temperature
kamar. Metode ini dipakai apabila bahan yang digunakan tidak mudah
teroksidasi.

Pada proses kompaksi, gaya gesek yang terjadi antar partikel yang digunakan dan
antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan
pada daerah tepi dan bagian tengah tidak merata. Dan untuk menghindari
terjadinya perbedaan kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan pelumas
yang bertujuan untuk mengurangi gesekan antara partikel dan dinding cetakan.

2.7 Karakterisasi
Untuk mengidentifikasi suatu material , maka harus dilakukan karakterisasi
terhadap material tersebut. Sehingga secara fisis material tersebut dapat dibedakan
dengan material lainnya. Oleh karena itu maka dilakukan analisa ukuran partikel
serbuk NdFeB menggunakan PSA,Analisa struktur serbuk magnet NdFeB dengan
XRD, pengamatan mikrostruktur magnet NdFeB menggunakan SEM, analisa sifat
magnet pelet magnet NdFeB menggunakan Gaussmeter, Analisa sifat magnetik
bahan dengan menggunakan VSM.

2.7.1 Particle Size Analyzer (PSA)


Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengeathuui ukuran suatu
partikel yaitu :
1. Metode Ayakan (Sieve Analyses)
2. Laser Diffraction ( LAS)
3. Metode Sedimentasi
4. Electronical Zone Sensing (EZS)
5. Metode Kromotografi
6. Analisa Gambar (Mikrografi)
7. Ukuran Aerosol submicron dan perhitungan.

Sieve analyses (analisis ayakan) dalam dunia farmasi sering kali digunakan
dalam bidang mikromeritik. Yaitu ilmu (bagaimana konektifitas antara kalimat
sebelum dan sesudah) yang mempelajari tentang ilmu dan teknologi partikel kecil.
Metode yang paling umum digunakan adalah analisa gambar (mikrografi). Metode
ini meliputi metode mikroskopi dan metode holografi. Seiring dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era nanoteknologi, para
peneliti mulai menggunakan Laser Diffraction (LAS). Metode ini dinilai lebih
akurat untuk bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode
ayakan (sieve analyses), terutama untuk sample-sampel dalam orde nanometer
maupun submicron.
Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan
metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode
kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisa gambar.
Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submicron yang
biasanya memliki kecenderungan aglomerasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan
partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi
(menggumpal). Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari
single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil
pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi
sampel. Beberapa analisa yang dilakukan, antara lain:

1) Menganalisa ukuran partikel.


2) Menganalisa nilai zeta potensial dari suatu larutan sample
3) Mengukur tegangan permukaan dari partikel clay bagi industri kerami
dan sejenisnya. Dimana hal ini akan berpengaruh pada struktur lapisan
clay. Struktur lapisan clay ini sangat berpengaruh pada metode slip
casting.
4) Mengetahui zeta potensial coagulant untuk proses coagulasi partikel
pengotor bagi industri WTP (Water Treatment Plant)
5) Mengetahui ukuran partikel tegangan permukaan dari densitas pada
emulsi yang digunakan pada produk-produk industri beverage.
Keunggulan penggunaan Particle Size Analyzer (PSA) untuk mengetahui
ukuran partikel:
1) Lebih akurat. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih
akurat jika dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat lain
seperti XRD ataupun SEM. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan
ke dalam media sehingga ukuran partikel yang terukur adalah ukuran
dari single particle.
2)Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat
menggambarkan keseluruhan kondisi sample.
3) Rentang pengukuran dari 0,6 nanometer hingga 7 mikrometer. (Rusli,
2011).
2.7.2. Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam
hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑚𝑚
ρ= (2.1)
𝑣𝑣
dimana : ρ = Densitas ( gram / cm3)
m= massa sampel (gram)
v = Volume Sampel (cm3)
Densitas bahan merupakan suatu parameter yang dapat memberikan
informasi keadaan fisika dan kimia suatu bahan.

2. 7.3 X R D (X – Ray Difractomer)


X-Ray Diffractometer adalah alat yang dapat memberikan data-data difraksi dan
kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut difraksi (2θ) dari suatu bahan.
Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah untuk mengetahui
perubahan fase struktur bahan dan mengetahui fase-fase apa saja yang terbentuk
selama proses pembuatan sampel uji. Tahap pertama yang dilakukan dalam analisa
sinar-X adalah melakukan analisa pemeriksaan terhadap sampel x yang belum
diketahui strukturya. Sampel ditempatkan pada titik focus hamburan sinar- X yaitu
tepat ditengah-tengah plate yang digunakan sebagai tempat yaitu sebuah plat tipis
yang berlubang ditengah berukuran sesuai dengan sampel (pellet) dengan perekat
pada sisi baliknya. (Sholihah & Zainuri, 2012).

2.7.3.1 Komponen Dasar XRD :


Tiga komponen dasar XRD yaitu :
1. Sumber Sinar – X
Sinar – X merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik yang mempunyai
Energi anatara 200 eV- 1 MeV dengan panjang gelombang anatar 0,5 – 2,5 Ȧ.
Panjang gelombangnya hampir sama dengan jarak antara atom dalam kristal,
menyebabkan sinar – X menjadi salah satu teknik dalam analisa mineral.
2. Material Uji (Specimen)
Sartono (2006) mengemukakan bahwa material uji (specimen) dapat digunakan
bubuk(powder) biasanya 1 mg.
3. Detektor
Sebelum sinar –X sampai kedetektor melalui proses optik. Sinar –X yang panjang
gelombangnya λ dengan intensitas I mengalami refleksi dan menghasilkan sudut
difrkasi 2ϴ (Sartono , 2006).

2.7.3.2 Prinsip Kerja X R D


Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai permukaan
kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar tersebut akan
terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang
dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif (menguatkan) dan destruktif
(melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi inilah yang digunakan untuk
analisis.Difraksi sinar X hanya akan terjadi pada sudut tertentu sehingga suatu zat
akan mempunyai pola difraksi tertentu. Pengukuran kristalinitas relatif dapat
dilakukan dengan membandingkan jumlah tinggi puncak pada sudut-sudut tertentu
dengan jumlah tinggi puncak pada sampel standar.

Di dalam kisi kristal, tempat kedudukan sederetan ion atau atom disebut
bidang kristal. Bidang kristal ini berfungsi sebagai cermin untuk merefleksikan
sinar –X yang datang. Posisi dan arah dari bidang kristal ini disebut indeks miller.
Setiap kristal memiliki bidang kristal dengan posisi dan arah yang khas, sehingga
jika disinari dengan sinar –X pada analisis XRD akan memberikan difraktogram
yang khas pula. Dari data XRD yang diperoleh, dilakukan identifikasi
puncakpuncak grafik XRD dengan cara mencocokkan puncak yang ada pada
grafik tersebut dengan database ICDD. Dan dapat juga diketahui % Volume fasa
yang dicari, yaitu untuk mengetahui berapa persen fasa mayor dan fasa minor.
Dengan persamaan sebagai berikut :
𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑌𝑌𝑌𝑌𝑌𝑌𝑌𝑌 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷
%Vol.Fasa Yang dicari = x 100% 2.2
𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 ℎ 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼𝐼 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 ℎ 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹
2.7.4 S E M (Scanning Electron Microscope)
Scanning Electron Microscope atau SEM merupakan mikroskop electron yang
banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan
karena memiliki kombinasi yang unik, mulai dari persiapan specimen yang simple
dan mudah, kapabilitas tampilan yang bagus serta flesibel. SEM digunakan pada
sampel yang tebal dan memungkinkan untuk dianalisis permukaan. Pancaran
berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan didifraksikan. Adanya
elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola-pola difraksi. Elektron
memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada cahaya. Cahaya hanya mampu
mencapai 200 nm sedangkan elektron bias mencapai resolusi sampai 0,1- 0,2 nm.
Dibawah ini diberikan perbandingan hasil gambar mikroskop cahaya dengan
elektron.

Gambar 2.11 Skema Prinsip Dasar SEM


Disamping itu, dengan menggunakan elektron juga bisa mendapatkan
beberapa jenis pantulan yang berguna untuk keperluan karakterisasi. Jika elektron
mengenai suatu benda maka akan timbul dua jenis pantulan yaitu pantulan elastis
dan pantulan non elastis. Pada sebuah mikroskop electron (SEM) terdapat
beberapa peralatan utama antara lain :
1. Piston elektron, biasanya berupa filament yang terbuat dari unsur yang
mudah melepas elektron missal tungsten.
2. Lensa untuk elektron, berupa lensa magnetis karena elektron yang
bermuatan negatif dapat dibelokkan oleh medan magnet.
3. Sistem vakum, karena elektron sangat kecil dan ringan maka jika ada
molekul udara yang lain elektron yang berjalan menuju sasaran akan terpencar
oleh tumbukan sebelum mengenai sasaran sehingga menghilangkan molekul
udara menjadi sangat penting.
Prinsip kerja dari SEM sebagai berikut :
1. Sebuah piston electron memproduksi sinar electron dan dipercepat dengan
anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel
3. Sinar electron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai
4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron
baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor( CRT).

Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari pantulan
inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X, sedangkan
dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron . Elektron sekunder
menghasilkan topografi dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi
berwarna lebih cerah dari permukaan rendah. Sedangkan backscattered electron
memberikan perbedaan berat molekul dari atom-atom yang menyusun permukaan,
atom dengan berat molekul tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom
dengan berat molekul rendah.

2.7.5 VSM (Vibrating Sample Magnetometer)


Semua bahan mempunyai momen magnetikjika ditempatkan dalam medan
magnetik. Momen magnetik per satuan volume dikenal sebagai magnetisasi.
Secara prinsip ada dua metoda untuk mengukur besar magnetisasi ini, yaitu
metode induksi dan metode gaya. Pada metoda induksi, magnetisasi diukur dari
sinyal yang ditimbulkan diinduksikan oleh cuplikan yang bergetar dalam
lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan. Sedangkan pada metoda gaya
pengukuran dilakukan pada besamya gaya yang ditimbulkan pada cuplikan yang
berada dalam gradien medan magnet. VSM (Vibrating Sample Magnetometer)
adalah merupakan salah satu alat ukuran magnetisasi yang bekerja berdasarkan
metoda induksi.
Vibrating Sample Magnetometer (VSM) merupakan salah satu jenis
peralatan yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetik bahan. Dengan alat ini
akan dapat diperoleh informasi mengenai besaran-besaran sifat magnetik sebagai
akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalam kurva histeresis,
sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat-sifat magnetik
sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan. Salah satu
keistimewaan VSM adalah merupakan vibrator elektrodinamik yang dikontrol
menggunakan arus balik. Sampel dimagnetisasi dengan medan magnet homogen.
Jika sampel bersifat magnetik, maka medan magnet akan memagnetisasi sampel
dengan meluruskan domain magnet. Momen dipol magnet sampel akan
menciptakan medan magnet di sekitar sampel, yang biasa disebut magnetic stray
field. Ketika sampel bergetar, magnetic stray field dapat ditangkap oleh coil.
Medan magnet tersebar tersebut akan menginduksi medan listrik dalam coil yang
sebanding dengan momen magnetik sampel. Semakin besar momen magnetik,
maka akan menginduksi arus yang makin besar.
Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet luar, suhu maupun
orientasi sampel, berbagai sifat magnetik bahan dapat dipelajari. Dalam penelitian
ini, nilai magnetisasi diukur selain untuk mengetahui kemampuan magnetik
nanosfer yang dihasilkan juga untuk mendapatkan informasi komposisi nanosfer.
Karakterisasi Sifat Magnetik dengan VSM. Data yang diperoleh dari karakterisasi
sifat magnet berupa kurva histeresis dengan sumbu x merupakan medan magnet
yang menginduksi sampel dalam satuan Tesla dan sumbu y merupakan
magnetisasi sampel dalam satuan emu/gram.
2.7.6 Permeagraph
Untuk mengetahui sifat magnet, selain menggunakan gaussmeter dan
VSM, maka dapat juga diketahui dengan Permeagraph. Permeagraph sama halnya
dengan VSM yaitu untuk mengetahui kuat medan magnet cuplikan. Permeagraph
yang digunakan adalah Magnet-Physic Dr. Steingroever GmbH Permagraph C,
alat yang dapat menganalisis sampel dengan keluaran berupa kurva histerisis
(kurva yang dilengkapi dengan nilai induksi remanen atau Br dan gaya koersif atau
Hc).

Anda mungkin juga menyukai