Anda di halaman 1dari 12

STRATIFIKASI GENDER

DOSEN PENGAMPU:

Havidzatul Hanim,S.Sos.,M.Si

DISUSUN OLEH:

AYU AULIA RAHMA NPM:183112351540324

UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

TAHUN AKADEMIK 2018/2019

1
STRATIFIKASI GENDER

Bukan sekali-sekali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu


menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya,tapi karena kami yakin akan
pengaruhnya yang besar bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan
kewajibannya,kewajiban yang diserahkan alam sendiri kedalam tangannya menjadi ibu
pendidik manusia yang pertama-tama (R.A. KARTINI,1902)

Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak
untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan
hidup tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak
yang sama pada hakikatnya. Sayangnya sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap
lemah dan hanya menjadi sosok pelengkap. Terlebih lagi adanya pola berpikir bahwa
peran perempuan hanya sebatas bekerja di dapur, sumur, mengurus keluarga dan anak,
sehingga pada akhirnya hal di luar itu menjadi tidak penting.Mengacu oada stigma kuno
seperti itu maka Perempuan sangat diharapkan dapat lebih terpacu untuk membela hak
mereka dalam kesempatan kerja/karir, hak maternal dan keseimbangan antara keluarga
dan karir.

Kesetaraan gender tidak harus dipandang sebagai hak dan kewajiban yang sama
persis tanpa pertimbangan selanjutnya. Malu rasanya apabila perempuan berteriak
mengenai isu kesetaraan gender apabila kita artikan segala sesuatunya harus mutlak
sama dengan laki-laki. Karena pada dasarnya, perempuan tentunya tidak akan siap jika
harus menanggung beban berat yang biasa ditanggung oleh laki-laki. Atau sebaliknya
laki-laki pun tidak akan bisa menyelesaikan semua tugas rutin rumah tangga yang biasa
dikerjakan perempuan.

Mengacu pada ide pokok bahasan penulisan kali ini yaitu mengenai stratifikasi
gender,sebelumya kita harus paham betul apa itu yang dimaksud dengan ‘’stratifikasi
gender’’? Pengertian dari stratifikasi gender adalah distribusi kekayaan, kekuasaan dan
hak istimewa antara laki-laki dan perempuan yang tidak setara. Gender mempengaruhi
kesempatan dan tantangan yang kita hadapi dalam hidup.

Bahan acuan yang sering digunakan untuk mengawali suatu pembhasan


mengenai masalah jenis kelamin dan gender ialah buku ahli antropologi margaret mead
mengenai seksualitas dan temperamen.

Adanya perbedaan peran gender secara sosial telah melahirkan perbedaan hak,
tanggung jawab, peran, fungsi bahkan ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat. Studi Margaret Mead (antropolog) : ingin membuktikan bhw dlm
kebudayaan masyarakat Barat dikenal pembedaan kepribadian laki-laki & perempuan

2
berdasar jenis kelamin. Karena itu ia meneliti 3 kelompok etnik di Papua Timur Laut
(1965) Hasil penelitan mead menunjukkan bahwa ketiga suku Arapesh (tinggal di
pegunungan), Suku Mundugumor (tinggal di tepi sungai), dan suku Tschambuli (tinggal
di tepi danau) Mead menemukan klasifikasi tersebut tidak berlaku bagi 3 kelompok
tersebut.

Contoh hasil temuan Mead pada Suku Arapesh ditemukan bahwa Laki-laki &
perempuan cenderung kearah sifat tolong menolong, tidak agresif, penuh perhatian pada
orang lain, tdk dijumpai dorongan seksualitas kuat ke arah kekuasaan (Mead dalam
Sunarto, 2004:109). Dalam klasifikasi Barat perempuan dikaitkan degan ciri
kepribadian tertentu seperti keibuan, berhati lembut, suka menolong, emosional,
tergantung, manja, peduli terhadap keperluan orang lain. Di lain pihak laki-laki
memiliki kepribadian keras, agresif, menguasai & seksualitas kuat..

Mengetahui perbedaan ini penting karena selama ini pengertian gender dan seks
sering dicampuradukkan. Perbedaan peran, fungsi, hak, dan tanggung jawab laki-laki
dan perempuan bersifat tidak abadi, tidak kekal dan tidak berlaku universal dan
merupakan ciri-ciri non kodrat yang dibangun dan dibentuk oleh manusia. Ciri-ciri
tersebut berbeda dari masa ke masa, dari satu tempat ke tempat lain, bahkan berbeda
dari satu lapisan sosial dengan lapisan sosial lainnya. Kondisi dimaksud dapat berubah
sesuai dengan perkembangan zaman,hal ini menjadi alasan mengapa gender perlu
diketahui.

Lebih jelasnya mengenai apa itu gender Seks sama dengan jenis kelamin,
mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki perbedaan secara
biologi ini dibawa sejak lahir dan tidak bisa diubah. Gender adalah perbedaan peluang,
peran, dan tanggung jawab antara laki-laki & perempuan sebagai hasil konstruksi sosial
dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Gender = sociological term (sphare),
Sex = biological term (sphare). Gen= inti kromosom dominan dari laki-laki atau
perempuan kelak akan menentukan jenis kelamin anaknya.

Jadi gender merupakan konsep tentang sifat yang melekat pada kaum laki-laki
maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural yang bisa berubah
sesuai dengan perkembangan zaman. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat
yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut,
sementara ada pula perempuan yang keras, perkasa. Atau bisa dikatakan konsep apa
yang membuat seseorang menjadi maskulin atau feminin. Yakni suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial
maupun kultural yang bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya,
perempuan dikenal lemah lembut, emosional. laki-laki dianggap kuat, rasional, perkasa.

3
Ketidak setaraan peran gender baik dalam sektor domestik maupun publik yang
terjadi di semua sektor kehidupan kemudian menyebabkan bias gender (gender bias).
Gender Bias (Gap) yakni kesenjangan kondisi dan posisi antara laki-laki & perempuan
dalam mengaktualisasikan potensi diri di kehidupan domestik atau publik. Idealnya
dalam senuah masyarakat baik dalam sektor publik maupun domestik tercipta
kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender adalah kondisi yang setara dan
seimbang dan sederajat dalam hubungan peran, kedudukan, fungsi, hak, dan tanggung
jawab antara laki-laki dan perempuan. Cara mewujudkannya ialah dengan menerima
perbedaan kodrati individu laki-laki dan perempuan sebagai hikmah; memahami
kondisi hidup laki-klaki dan perempuan berbeda bahwa perbedaan itu pada dasarnya
karena fungsi kodrati. Keadilan Gender adalah kondisi dan perlakuan yang adil tanpa
ada perbedaan dalam hubungan, peran, fungsi, kedudukan, hak dan tanggung jawab
antara laki-laki dan perempuan. Cara mewujudkannya adalah berperilaku adil dan tidak
adanya pembedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan baik di rumah, di tempat
kerja maupun di masyarakat.

Akibatnya terjadi Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan berikut beberapa akibat dari


ketidaksetraan gender

1. Subordinasi (Penomorduaan)

 Perempuan sebagai konco wingking (orang belakang)


 Hak dalam perkawinan perempuan dinomor duakan
 Bagian waris perempuan lebih sedikit
 Perempuan dinomorduakan dlm peluang di bidang politik, jabatan, karir,
pendidikan dan sebagainya

2. Marginalisasi (Peminggiran)

 Upah perempuan kecil


 Izin usaha perempuan harus diketahui oleh ayah
 Permohonan kredit harus seizin suami
 Pembatasan di bidang kesempatan kerja bagi perempuan
 Kemajuan teknologi industri meminggirkan peran serta perempuan

3. Beban Ganda (Double Burden)

 Perempuan bekerja di luar maupun di dalam rumah


 Laki-laki bekerja masih harus siskamling
 Perempuan sbg perawat, pendidik anak sekaligus pendamping suami,
pencari nafkah tambahan
 Laki-laki mencari nafkah utama sekaligus kepala keluarga

4
4. Kekerasan (Violence)

 Eksploitasi thd perempuan, perkosaan & perempuan jadi obyek iklan


 Laki-laki diharuskan/diharapkan sbg pencari nafkah keluarga, laki-laki
bertubuh pendek dianggap kurang laki-laki, gagal di bidang karir,
dilecehkan

5. Stereotype (Pelabelan Negatif)

 Perempuan : sumur, dapur, kasur, macak, masak, manak


 Laki-laki : tulang punggung keluarga, kehebatannya diukur pada
kemampuan seksual dan karirnya, mata keranjang dan sebagainya.

Sosialisasi Gender

Gender tidak bersifat biologis melainkan dikonstruksikan secara sosial. Gender


bukan bawaan sejak lahir, tetapi dipelajari melalui sosialisasi. Oleh karena itu gender
dapat berubah. Kesetaraan gender adalah kondisi yang setara dan seimbang dan
sederajat dalam hubungan peran, kedudukan, fungsi, hak, dan tanggung jawab antara
laki-laki dan perempuan. Cara mewujudkannya ialah dengan menerima perbedaan
kodrati individu laki-laki dan perempuan sebagai hikmah; memahami kondisi hidup
laki-klaki dan perempuan berbeda bahwa perbedaan itu pada dasarnya karena fungsi
kodrati.

Keadilan gender adalah kondisi dan perlakuan yang adil tanpa ada perbedaan
dalam hubungan, peran, fungsi, kedudukan, hak dan tanggung jawab antara laki-laki
dan perempuan. Cara mewujudkannya adalah berperilaku adil dan tidak adanya
pembedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan baik di rumah, di tempat kerja
maupun di masyarakat.

Beberapa agen atau pihak yang melakukan sosialisasi adalah :

1.Keluarga sebagai agen sosilalisasi gender.

Sebagaimana bentuk sosialisasi yang lain, maka sosialisasi gender pun berawal pada
keluarga. Keluargalah yg mula-mula mengajarkan seorang anak laki-laki bersikap
maskulin, sementara perempuan bersikap feminim. Proses pembelajaran gender (gender
learning), yaitu proses pembelajaran feminitas dan maskulinitas yg berlangasung sejak
dini, seseorang mempelajari peran gender (gender role) yg oleh masyarakat dianggap
sesuai dgn jenis kelaminnya.

5
Proses sosialisasi peran ke dalam diri perempuan dan laki-laki sejak seseorang
dilahirkan. Sejak bayi seorang anak sudah dibiasakan dengan busana yang jenis dan
warnanya dibedakan. Bayi laki-laki dengan warna biru, sementara bayi perempuan
dengan warna pink atau kuning bahkan bayi perempuan kadang-kadang diperlakukan
secara lebih hati-hati daripada bayi laki-laki.

Salah satu media yang digunakan orang tua untuk memperkuat identitas gender adalah
mainan, yaitu dengan menggunakan mainan berbeda untuk tiap jenis kelamin. Anak
perempuan sering diberikan boneka , sementara anak laki-laki diberi mainan pistolan,
mobil-mobilan, layang-layang dan sebagainya. Meskipun juga anak laki-laki kadang
diberi boneka, boneka untuk anak laki-laki diberi semacam hewan yang buas seperti
harimau, beruang sementara anak perempuan diberi boneka seperti bebek, kelinci dan
lain-lain

Sejak kecil juga anak-anak perempuan dibiasakan untuk mengerjakan pekerjaan rumah
seperti memeasak, menyapu, mengepel, menyetrika, mwenjahit, sementara anak alaki-
laki diperkenalkan dengan pekerjaan seperti pertukangan, alat berat, perbengkelan dan
lainnya.Bahkan buku cerita anakpun menonjolkan tokoh laki-laki adakah sosok ambisi,
sementara perempuan dibceritakan sebagai seorang gadis atau ibu yang pasif.

2.Kelompok Bermain

Kelompok bermain merupakan agen sosialisasi yang telah sejak dini membentuk
perilaku dan sikap anak-anak Sebagai contoh dalam permainan seorang anak laki-laki
cenderung memainkan jenis permainan yang menekankan persaingan, kekuatan fisik,
dan keberanian. Sementara anak perempuan cenderung memainkan permainan yang
lebih menekankan segi kerjasama. Ketika remaja laki-laki harus senantiasa berani dan
agresif terhadap perempuan serta mampu mampu emnerapkan cara untuk dapat
”merebut” dan ”menaklukan” mereka.

Sebagai agen sosialisasi kelompok bermainpun menerapka kontrol sosial bagi anggota
yang tidak mentaati aturannya. Seorang laki-laki yang memilih permainan perempuan
akan dicap sebagai”banci” dan menghadapi resiko dikucilkan. Hal serupa dialami oleh
anak perempuan yang apabila berorientasi dengan permainan laki-laki akan dicap
”tomboy”.

2.Sekolah

Sebagai agen sosialisais gender, sekolah menerapkan pembelajaran gender melalui


media utamanya yaitu kurikulum formal. Misalnya dalam mata pelajaran prakarya
kadang siswa dan siswi dipisahkan, dimana siswa laki-laki diberi pelajaran pertukangan
sementara siswa perempuan diberi pelajaran di bidang ekonomi rumah tangga, atau

6
menjahit, menyulam dan lain-lain.Pembekajaran yang lain adalah melalui buku teks.
Sebagai contoh dalam pekerjaan domestik dan publik digambarkan, ”ayah pergi ke
kantor, ibu pergi ke pasar” atau ” tono bermain layang-layang, tini bermain boneka”.

3. Media Massa

Media massa berperan sebagai agen sosialisasi gender melalui sajiannya baik berupa
pemberitaan, iklan, film/sinetron. Dalam iklan misalnya seringkali memperkuat
stereotipe gender. Sebagai contoh iklan yang mempromosikan produk keperluan rumah
tangga seperti sabun cuci, sabun mandi, pasat gigi, minyak goreng, pembasmi serangga,
bumbu masak, mi instan cenderung menampilkan peran perempuan sebagi ibu rumah
tangga maupun ibu, sedangkan iklan yang mempromosikan produk mewah yang
merupakan simbol status dan kesuksesan selalu menggunakan model laki-laki dalam
iklannya.

Meskipun iklan juga seringkali menampilkan perempuan di ranah publik, tetapi sering
menekankan pada jenis pekerjaan yang cenderung dilakukan perempuan seperti sebagai
resepsionis, pramugari, sekretaris, atau kasir bukan pada jabatan yang berstatus tinggi
seperti perseiden direktur bank atau kapten penerbang.

Dalam interaksinya dengan laki-laki, kaum perempuan sering mengalami


berbagai bentuk kekerasan dibanding laki-laki. Ada yang berbentuk perkosaan,
kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap pasangan, pelecehan seksual.

1. Perkosaan

Moore dan Sinclair menyajikan beberapa fakta mengenai perkosaan dimana ini lebih
banyak dialmi oleh perempuan (dalam Sunarto, 2004:117). Bahkan di media massa pun
banyak dijumpai pemberitaan perkosaan baik yang terjadi di dalam negeri maupun yang
dilami oleh para TKW di luar negeri.

2. Kekerasan dalam Rumah Tangga

Dalam kehidupan sehari-hari baik alki-laki maupun perempuan mengalami kekerasan di


tangan orang dekatmereka , seperti orang tua, kakak, adik, majikan, atau isuami/isteri.

3. Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual (sexual harrassment) didefiniskan sebagai komentar, isyarat, atau


kontak fisik yang bersifat seks, diulang-ulang, dan tidak dikehendaki.

7
Selanjutnya mengenai ide pokok penulisan yaitu stratifikasi gender maka berikut
pemahaman hal tersebut menurut beberapa tokoh ddan dalam sumber buku yang
berbeda hal ini perlu adanya meningat masalah gender dan startifikasi gender
merupakan suatu hal yang tidak bisa disimpulkan hanya dalam satu sudut pandang atau
satu sumber kita perlu mengetahuinya dari berbagai sudit pandang dan sumber
pemikiran yang berbeda.

Gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan


(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara
laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Helen Tierney (ed),
Women’s Studies Encyclopedia, Vol 1, New York: Green Wood Press, h.153.

Definisi Gender - Kata Gender berasal dari bahasa Inggris, berarti jenis kelamin.
Dalam Webster's New World, gender diartikan sebagai ”perbedaan yang tampak antara
laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku

Mengacu pada pendapat Mansour Faqih, Gender adalah suatu sifat yang melekat
pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Misalnya bahwa perempuan itu lemah lembut, cantik, emosional, dan sebagainya.
Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa, dan tidak boleh menangis.
Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Perubahan ciri
dan sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ketempat yang lain,
juga perubahan tersebut bisa terjadi dari kelas ke kelas masyarakat yang berbeda.
Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa bisa
berubah, baik itu waktu maupun kelas (Mansour Faqih, Analisis Gender dan
Transformasi Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 8-9)

Masih dalam buku yang sama, Mansour faqih mengungkapkan bahwa sejarah
perbedaan gender terjadi melalui proses yang sangat panjang. Perbedaan Gender
terbentuk oleh banyak hal yang disosialisasikan, diajarkan, yang kemudian diperkuat
dengan mengkonstruksinya baik secara sosial maupun kultural. Melalui proses panjang
tersebut pada akhirnya diyakini sebagai sesuatu yang kodrati baik bagi kaum laki-laki
maupun perempuan, hal ini kemudian direfleksikan sebagai sesuatu yang dianggap
alami dan menjadi identitas gender yang baku. Identitas gender adalah definisi
seseorang tentang dirinya, sebagai laki-laki atau perempuan, yang merupakan interaksi
kompleks antara kondisi biologis dan berbagai karakteristik perilaku yang
dikembangkan sebagai hasil proses sosialisasi.

Pengertian gender yang lebih kongkrit dan lebih operasional dikemukakan oleh
Nasarudin Umar bahwa gender adalah konsep kultural yang digunakan untuk memberi
identifikasi perbedaan dalam hal peran, perilaku dan lain-lain antara laki-laki dan

8
perempuan yang berkembang di dalam masyarakat yang didasarkan pada rekayasa
sosial (Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, Jakarta :
Paramadina, 2001,h.35)

Istilah gender menurut Oakley (1972) berarti perbedaan atau jenis kelamin yang
bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Sedangkan menurut Caplan (1987)
menegaskan bahwa gendermerupakan perbedaan perilaku antara laki-laki dan
perempuan selain dari struktur biologis, sebagian besar justru terbentuk melalui proses
social dan cultural. Gender dalam ilmu sosial diartikan sebagai pola relasi lelaki dan
perempuan yang didasarkanpada ciri sosial masing-masing (Zainuddin, 2006: 1).

Menurut para ahli lainnya seperti Hilary M. Lips mengartikan gender sebagai
harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for
women and men). H. T. Wilson mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk
menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan
kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan.
Sedangkan Linda L. Lindsey menganggap bahwa semua ketetapan masyarakat perihal
penentuan seseorang sebagai laki-laki dan perempuan adalah termasuk bidang kajian
gender (What a given society defines as masculine or feminim is a component of
gender). Elaine Showalter menegaskan bahwa gender lebih dari sekedar pembedaan
laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial-budaya (NasaruddinUmar, 2010:
30).

Dari pengertian gender menurut para ahli di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa gender adalah seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak, dan
perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau
lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan. Artinya perbedaan
sifat, sikap dan perilaku yang dianggap khas perempuan atau khas laki-laki atau yang
lebih populer dengan istilah feminitas dan maskulinitas, terutama merupakan hasil
belajar seseorang melalui suatu proses sosialisasi yang panjang di lingkungan
masyarakat, tempat ia tumbuh dan dibesarkan

Kesetaraan Gender adalah kalimat yang seringkali kita dengar terucap dalam
diskusi ataupun tertulis dalam sejumlah referensi. Apa arti kesetaraan gender? Untuk
menjelaskannya, berikut ini kami ketengahkan sejumlah istilah yang erat kaitannya
dengan problematika gender selain istilah tersebut.

A. Pengarusutamaan Gender

Pengarusutamaan gender adalah strategi yang digunakan untuk mengurangi


kesenjangan antara penduduk laki-laki dan perempuan Indonesia dalam mengakses dan

9
mendapatkan manfaat pembangunan, serta meningkatkan partisipasi dan mengontrol
proses pembangunan.

B. Kesenjangan Gender

Dikatakan terjadi kesenjangan gender apabila salah satu jenis kelamin berada dalam
keadaan tertinggal dibandingkan jenis kelamin lainnya (Laki-laki lebih banyak dari
perempuan atau sebaliknya)

C. Kesetaraan Gender

Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan
pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati hasil
pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender ditandai dengan tidak adanya
diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki
akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat
yang setara dan adil dari pembangunan. Adapun indikator kesetaraan gender adalah
sebagai berikut:

1.AKSES

yang dimaksud dengan aspek akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh
atau menggunakan sumber daya tertentu. Mempertimbangkan bagaimana memperoleh
akses yang adil dan setara antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan laki-
laki terhadap sumberdaya yang akan dibuat. Sebagai contoh dalam hal pendidikan bagi
anak didik adalah akses memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan untuk anak
didik perempuan dan laki-laki diberikan secara adil dan setara atau tidak.

2.PARTISIPASI

Aspek partisipasi merupakan keikutsertaan atau partisipasi seseorang atau kelompok


dalam kegiatan dan atau dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini perempuan dan
laki-laki apakah memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan di tempat
yang sama atau tidak.

3.KONTROL

adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil keputusan. Dalam
hal ini apakah pemegang jabatan tertentu sebagai pengambil keputusan didominasi oleh
gender tertentu atau tidak.

10
4.MANFAAT

adalah kegunaan yang dapat dinikmati secara optimal. Keputusan yang diambil oleh
sekolah memberikan manfaat yang adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki atau
tidak.

D. Keadilan Gender

Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-
laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda,
subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.

Ketidakadilan gender (gender inequalities) merupakan sistem dan struktur di mana baik
kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut. Ketidakadilan
gender menurut beberapa pakar timbul dalam bentuk:

1. Stereotype

Pelabelan atau penandaan yang seringkali bersifat negatif secara umum dan melahirkan
ketidakadilan. Sebagai contoh, perempuan sering digambarkan emosional, lemah,
cengeng, tidak rasional, dan sebagainya. Stereotype tersebut yang kemudian menjadikan
perempuan selama ini ditempatkan pada posisi domestik, kerapkali perempuan di
identikan dengan urusan masak, mencuci, dan seks (dapur, sumur, dan kasur).

2. Kekerasan (violence)

Kekerasan berbasis gender, kekerasan tersebut terjadi akibat dari ketidak seimbangan
posisi tawar (bargaining position) atau kekuasaan antara perempuan dan laki-laki.
Kekerasan terjadi akibat konstruksi peran yang telah mendarah daging pada budaya
patriarkal yang menempatkan perempuan pada posisi lebih rendah. Cakupan kekerasan
ini cukup luas, diantaranya eksploitasi seksual, pengabaian hak-hak reproduksi,
trafficking, perkosaan, pornografi, dan sebagainya.

3. Marginalisasi

Peminggiran terhadap kaum perempuan terjadi secara multidimensional yang


disebabkan oleh banyak hal bisa berupa kebijakan pemerintah, tafsiran agama,
keyakinan, tradisi dan kebiasaan, atau pengetahuan (Mansour Faqih, Analisis Gender
dan Transformasi Sosial,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.14). Salah satu bentuk
paling nyata dari marginalisasi ini adalah lemahnya peluang perempuan terhadap
sumber-sumber ekonomi. Proses tersebut mengakibatkan perempuan menjadi kelompok
miskin karena peminggiran terjadi secara sistematis dalam masyarakat.

11
4. Subordinasi

Penomorduaan (subordinasi) ini pada dasarnya merupakan keyakinan bahwa jenis


kelamin tertentu dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin
lainnya (Leli Nurohmah dkk, Kesetaraan Kemajemukan dan Ham, Jakarta: Rahima, h.
13). Hal ini berakibat pada kurang diakuinya potensi perempuan sehingga sulit
mengakses posisi-posisi strategis dalam komunitasnya terutama terkait dengan
pengambilan kebijakan.

5. Beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (double burden)

Adanya anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak
cocok untuk menjadi kepala keluarga berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah
tangga menjadi tanggung jawab perempuan (Mansour Faqih, Analisis Gender dan
Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h.21). Untuk keluarga miskin
perempuan selain bertanggung jawab terhadap pekerjaan domestik, mereka juga
mencari nafkah sebagai sumber mata pencarian tambahan keluarga, ini menjadikan
perempuan harus bekerja ekstra untuk mengerjakan kedua bebannya.

Demikian penjelasan pengertian gender dan penekanan bahwa kesetaraan gender adalah
tidak adanya diskriminasi dalam hal akses, berpartisipasi, kontrol atas pembangunan
dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan suatu bangsa.

Demikian beberapa persfektif mengenai stratifikasi gender yang saya dapat dari
beberapa buku yang tentunya menjadi sumber penullisan mengenai hal ini,diakui atau
tidak saat ini peran wanita sangat besar dalam berbagai bidangBaik dalam peran
pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, bahkan peranan wanita telah kita rasakan diranah
publik, seperti contohnya politik. Dan itu artinya wanita dapat memajukan bangsa dan
negara melalui SDM yang dimiliki oleh wanita Indonesia.

Dipelopori oleh sang pioner emansipasi wanita, Raden Ajeng Kartini yang
melegenda dengan kutipan bukunya “ Habislah gelap terbitlah terang” munculah istilah
emansipasi wanita. Berkat jasa beliau, diera globalisasi ini peran wanita bukanlah suatu
hal yang tabu untuk melakukan aktivitas yang diluar perkiraan wanita ,namun masih
dalam batas-batas yang wajib diperhatikan,tapi yang kita hadapi saat ini sudah berbeda
kita bukan lagi berjuang mengenai hak-hak perempuan yang dahlulu kartini gaungkan
singkatnya begini pengertian emansipasi wanita kita sudah mengalami pergeseran
makna, Jika dulu Kartini berjuang agar wanita bisa mendapatkan haknya, kini
emansipasi wanita bisa diwujudkan dengan langkah-langkah yang lebih mudah.

12

Anda mungkin juga menyukai