Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus adalah suatu penyakit metabolik yang terjadi karena

kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, sehingga

mengakibatkan peningkatan kada gula darah (hiperglikemia) (Dunning, 2014

& PERKENI, 2015). Diabetes Melitus telah menyerang 415 juta orang di

dunia pada tahun 2015. Jumlah ini terjadi peningkatan pada tahun 2017

menjadi 425 juta dan diperkirakan pada tahun 2045 akan meningkat dengan

jumlah 629 juta penderita DM (International Diabetes Federation, 2017).

Indonesia berada peringkat ke 7 dari 10 negara dengan pasien DM terbesar

di seluruh dunia (IDF, 2015). Di Indonesia pada tahun 2013 DM terjadi

peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen (2013). Prevalensi DM

tertinggi terdapat di provinsi D.I Yogyakarta 2,6% dan Kalimantan Barat 0,8

% (Riskesdas, 2013). Jumlah kasus DM di Kalimantan Baratmenempatkan

peringkat ke 4 dari 10 penyakit yang tersering diderita (Dinas Kesehatan

Provinsi Kalimantan Barat, 2017). Data di Kota Pontianak menunjukan

jumlah kasus DM tahun 2016 yaitu 999 kasus dan terjadi peningkatan pada

tahun 2017 adalah 3062 kasus (Dinas Kesehatan Kota Pontianak, 2017).

Meningkatnya prevalensi kejadian DM tipe 2 di antaranya disebabkan

karena manajemen glukosa darah yang tidak teratur dengan baik (Fatimah,

2015).Kadar gula darah yang tinggi memicu hiperkolesterolemia yang

berpotensi menyebabkan komplikasi akut dan komplikasi kronis pada

4
penderita diabetes. Komplikasi akut yaitu ketoasidosis diabetik, koma

nonketotik hiperglikemia hiperosmolar, dan hipoglikemia, sedangkan

komplikasi kronik yaitu sistem kardiovaskular, retinopati, nefropati diabetik,

sistem saraf perifer, dan luka kaki diabetes (Corwin, 2009 & Harrison, 2013).

Luka kaki diabetes adalah kerusakan sebagian atau keseluruhan pada kulit

yang dapatmeluas ke jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau

persendian yang terjadi pada seseorang yangmenderita penyakit diabetes

mellitus (Nurhanifah, 2017).Menurut laporan International Diabetes

Federation bahwa prevalensi terjadinya luka kaki pada penderita diabetes

cukup tinggi dengan jumlah kasus 9,1 juta hingga 26,1 juta penderita setiap

tahunnya (Armstrong, Boulton dan Bus, 2017). Prevalensi luka kaki diabetes

di Amerika Serikat sekitar (1,0% - 4,1%), Kenya (4,6%), dan Belanda (20,4%)

(Desalu, Salawu, Jimoh, Adekoya, Busari, &Olokoba., 2011). Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Zhang, Lu, Jing, Tang, Zhu, dan Bi (2017),

prevalensi tertinggi berada di Amerika Utara dengan angka kejadian mencapai

13,0%, sedangkan prevalensi luka kaki diabetes di Asia mencapai 5,5% dan

Asia merupakan angka kejadian tertinggi ketiga setelah Amerika dan Eropa.

Di Indonesia luka kaki diabetes merupakan penyebab perawatan rumah

sakit yang terbanyak yaitu 80%.Prevalensi luka kaki diabetes di Indonesia

sekitar 15%, dengan angka amputasi 30%, dan angka mortalitas 32%

(Sulistyowati, 2015).Tingginya epidemiologi penderita luka kaki diabetes,

perawat mempunyai peran penting dalam mencegah timbulnya luka kaki

diabetes berulang (Handayani, 2016).Peran perawat antara lain sebagai

5
konseling untuk memberikan informasi mengenai perawatan luka kaki

diabetes dan sebagai care giver memberikan asuhan keperawatan pada

penderita ulkus kaki diabetes (Veranita, Wahyuni & Hikayati, 2016).

Terlambatnya diagnostik awal dapat meningkatkan resiko komplikasi yang

serius termasuk kecatatan dan amputasi (Hijriana, Suza & Ariani,2015).

Dampak dari luka kaki diabetes menyebabkan amputasi ektremitas bawah

yakni 15-45 kali lebih sering pada penderita DM (Christia, Yuwono

&Fakhrurrazy, 2015). Pasien luka kaki diabetes pasca amputasi sebanyak

14,3% akan meninggal dalam 1 tahun pasca amputasi dan sebanyak 37% akan

meninggal 3 tahun pasca amputasi (Purwanti &Maghfirah, 2016).Dengan

banyaknya fenomena diatas sehingga penulis tertarik membuat makalah

dengan tema “Asuhan Keperawatan pada pasien Luka Kaki Diabetes”

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan luka kaki diabetes ?

2. Apa etiologi dari luka kaki diabetes ?

3. Apa faktor resiko dari luka kaki diabetes ?

4. Bagaimana klasifikasi dari luka kaki diabetes ?

5. Bagaimana patofisiologi terjadinya luka kaki diabetes ?

6. Apa saja manifestasi klinis luka kaki diabetes ?

7. Bagaimana pemeriksaan penunjang luka kaki diabetes ?

8. Bagaimana penatalaksanaan luka kaki diabetes ?

9. Apa saja komplikasi luka kaki diabetes ?

6
10. Bagaimana Evidance Based Practice luka kaki diabetes ?

11. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien luka kaki diabetes ?

1.1. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian luka kaki diabetes ?

2. Untuk mengetahuietiologi dari luka kaki diabetes ?

3. Untuk mengetahui faktor resiko dari luka kaki diabetes ?

4. Untuk mengetahui klasifikasi dari luka kaki diabetes ?

5. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya luka kaki diabetes ?

6. Untuk mengetahui manifestasi klinis luka kaki diabetes ?

7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang luka kaki diabetes ?

8. Untuk mengetahui penatalaksanaan luka kaki diabetes ?

9. Untuk mengetahui komplikasi luka kaki diabetes ?

10. Untuk mengetahui Evidance Based Practice luka kaki diabetes ?

11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien luka kaki diabetes ?

1.2. Manfaat

1. Mahasiswa

a. Sebagai bentuk pemenuhan tugas terstruktur keperawatan medikal

bedah.

b. Dengan makalah ini mahasiswa mampu mempelajari luka kaki

diabetes pada pasien diabetes militus

7
c. Mahasiswa mampu untuk mengetahui gambaran umum luka kaki

diabetes pada pasien diabetes militus

2. Pelayanan Kesehatan

Agar dapat digunakan sebagai pedoman bagi generasi tenaga medis

selanjutnya khususnya perawat untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar

manusia (bio, psiko, sosio, kultural, dan spiritual) dan mampu

memandirikan klien dalam kondisi seutuhnya.

3. Institusi Pendidikan

Dengan makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

referansi untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan bagi Mahasiswa

Ilmu Keperawatan Universitas Tanjungpura Pontianak dan diharapkan

dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya tentang peran

perawat terhadap masalah pada penyakit luka kaki diabetes pada pasien

diabetes militus

8
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi

Luka kaki diabetes adalah kerusakan sebagian atau keseluruhan pada kulit

yang dapat meluas ke jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau

persendian yang terjadi pada seseorang yangmenderita penyakit diabetes

mellitus (Nurhanifah, 2017).

Luka kaki diabetes merupakan komplikasi akibat gejala neuropati yang

menyebabkan hilang atau berkurangnya rasa nyeri di kaki, sehingga apabila

penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga

mendapatkan luka pada kaki (Muhartono dan Sari,2017).

Luka kaki diabetes adalah komplikasi serius diabetes mellitus yang

meningkatkan morbiditas pasien dan juga memiliki dampak sosioekonomi

yang signifikan (Khan, Manal dan Farooqui , 2017).

2.2. Etiologi

Neuropati perifer sebagai etiologi luka kaki diabetes dengan

mempengaruhi sensorik, motorik maupun sistem saraf otonom. Perlukaan

diakibatkan neuropati dapat terjadi melalui hilangnya sensasi nyeri akan

trauma fisik, kimiawi, maupun trauma termal sehingga pasien rentan luka

(Apelqvist, et al., 2013). Sistem motorik yang berubah menyebabkan

deformitas pada kaki,seperti hammer toes dan claw foot, sehingga terjadi

perubahan tekanan pada penonjolan tulang kaki. Perubahan pada sistem

otonom pada kaki neuropati ditandai dengan kulit yang kering dan callus

9
sehingga kulit menjadi rentan akan trauma. Kondisi iskemik seperti yang

diakibatkan oleh perifer arteri perifer menyumbang 50 % terjadinya luka

diabetic (Apelqvist, et al., 2013).

Pasien dengan diabetes mellitus (DM) sendiri resiko 2 kali lebih besar

menderita penyakit arteri perifer dibandingkan tanpa DM (Apelqvist, et

al.,2013). Perlukaan akibat arteri perifer tidak hanya melibatkan pembuluh

arteri besar (makrovaskuler) namun juga mikrovaskuler,kondisi iskemik

jaringan kaki dapat terjadi pada level mikrovaskuler karena terjadinya

disfungsi kapiler sehingga menurunkan perfusi jaringan yang memperlambat

penyembuhan luka atau bahkan menimbulkan perlukaan spontan (Apelqvist,

et al.,2013).

Tipe luka kaki diabetes berdasarkan etiologi

Ciri Neuropatik Iskemik Neuroiskemik

Sensasi/rasa Hilangnya sensasi/ Nyeri Hilangnya


rasa sensasi

Kalus/nekrosis Adanya kalus dan Nekrosis kasar Adanya kalus


sering menebal dan adanya
nekrosis

Luka tekan Merahmuda dan Pucat dan adanya Granulasi buruk


granulasi, dikelilingi nanah dengan
oleh kalus granulasi yang buruk
Suhu kaki dan Hangat dengan nadi Dingin dan tidak ada Dingin dan tidak
nadi hilang timbul nadi ada nadi

Lain Kulit kering dan Penyembuhan tertunda Resiko tinggi


pecah-pecah infeksi

Lokasi khas Daerah bantalan kaki, Ujung jari kaki, tepi Batas dari kaki
seperti kepala kuku dan diantara jari dan jari kaki
metatarsal, tumit dan kaki dan perbatasan

10
atas dorsum jari kaki lateral kaki
Prevalensi 35 % 15 % 50
berdasarkan
Armstrong,et
al, 2011

Adapun sistem klasifikasi DFU, antara lain (Pendsey, 2013) :

a. Berdasaran tujuan praktis, DFU dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Kaki neuropati

Keadaan yang terdapat pada kaki neuropati adalah kaki teraba

hangat, denyut nadi melebar, rentan mengalami permasalahan tulang

dan sendi, pembentukan kalus dan tekanan plantar meningkat

berhubungan dengan peregangan telapak kaki, dan naiknya

lengkungan kaki.

2. Kaki neuroiskemik

Iskemia hampir selalu dikaitkan dengan neuropati yang disebut

dengan neuroiskemik. Pada umumnya, penanganan iskemik dan

neuroiskemik hampir sama, akan tetapi debriding tajampada iskemik

bisa terasa menyakitkan (nyeri) dikarenakan tidak adanya neuropati.

Kaki teraba sejuk disebabkan oleh berkurangnya perfusi.Presentasi

yang sering ditemukan adalah ulserasi pada pinggiran kaki dengan

komplikasi umum berupa infeksi.Apabila dalam kondisi terinfeksi

parah, maka kaki bisa terasa hangat.

2.3. Faktor Resiko

a. Jenis kelamin

11
Laki-laki menjadi faktor dominan berhubungan dengan terjadinya ulkus.

b. Lama Penyakit Diabetes Melitus (DM)

Lamanya durasi DM menyebabkan keadaan hiperglikemia yang lama.

Keadaan hiperglikemia yang terus menerus menginisiasi terjadinya

hiperglisolia yaitu keadaan sel yang kebanjiran glukosa. Hiperglosia

kronik akan mengubah homeostasis biokimiawi sel yang kemudian

berpotensi untuk terjadinya perubahan dasar terbentuknya komplikasi

kronik DM. Seratus pasien penyakit DMdengan ulkus diabetikum,

ditemukan 58% adalah pasien penyakit DM yang telah menderita penyakit

DM lebih dari 10 tahun. Hasil analisis regression kepada pasien rawat

jalan di Klinik Penyakit Dalam Veteran Affairs, Washington

menyimpulkan bahwa rerata lama pasien penyakit DM ulkus diabetikum

sebanyak 162 orang adalah 11.40 tahun dengan RR 1.18 (95% CI).

c. Neuropati

Neuropati menyebabkan gangguan saraf motorik, sensorik dan otonom.

Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot, deformitas kaki, perubahan

biomekanika kaki dan distribusi tekanan kaki terganggu sehingga

menyebabkan kejadian ulkus meningkat. Gangguan sensorik disadari saat

pasien mengeluhkan kaki kehilangan sensasi atau merasa baal.Rasa baal

menyebabkan trauma yang terjadi pada pasien penyakit DM sering kali

tidak diketahui.Gangguan otonom menyebabkan bagian kaki mengalami

penurunan ekskresi keringat sehingga kulit kaki menjadi kering dan

mudah terbentuk fissura.Saat terjadi mikrotrauma keadaan kaki yang

12
mudah retak meningkatkan risiko terjadinya ulkus diabetikum.Menurut

Boulton AJ pasien penyakit DM dengan neuropati meningkatkan risiko

terjadinya ulkus diabetikum tujuh kali dibanding dengan pasien

penyakit DM tidak neuropati.

d. Peripheral Artery Disease (PAD)

Penyakit arteri perifer adalah penyakit penyumbatan arteri di ektremitas

bawah yang disebakan oleh atherosklerosis. Gejala klinis yang sering

ditemui pada pasien PAD adalah klaudikasio intermitten yang disebabkan

oleh iskemia otot dan iskemia yang menimbulkan nyeri saat

istirahat. Iskemia berat akan mencapai klimaks sebagai ulserasi dan

gangren. Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan untuk deteksi PAD

adalah dengan menilai Ankle Brachial Indeks (ABI) yaitu pemeriksaan

sistolik brachial tangan kiri dan kanan kemudian nilai sistolik yang paling

tinggi dibandingkan dengan nilai sistolik yang paling tinggi di tungkai.

Nilai normalnya dalah 0,9 - 1,3. Nilai dibawah 0,9 itu diindikasikan bawah

pasien penderita diabetes mellitus memiliki penyakit arteri perifer.

e. Perawatan kaki

Edukasi perawatan kaki harus diberikansecara rinci pada semua orang

dengan ulkus maupun neuropati perifer atau peripheral Artery disease

(PAD). Perawatan kaki terdiri dari perawatan perawatan kaki setiap hari,

perawatan kaki reguler, mencegah injuri pada kaki, dan risiko

ulkus diabetikum pada pasien (Suryono, 2009).

13
2.4. Klasifikasi

Klasifikasi DFU diperlukan untuk berbagai tujuan, diantaranya untuk

mengetahui gambaran luka yang terjadi.Ada beberapa klasifikasi luka diabetes

yang sering digunakan, diantaranya termasuk klasifikasi Kings College

Hospital, University of Texas klasifikasi, klasifikasi PEDIS, dll. Tetapi

tedapat dua sistem klasifikasi yang paling sering digunakan, dianggap paling

cocok dan mudah digunakan yaitu klasifikasi menurut Wagner-Meggitt dan

University of Texas (James, 2008; Jain, 2012).

Klasifikasi Diabetic Foot Ulcers Wagner-Meggitt

Grade Deskripsi

0 Tidak terdapat luka, gejala hanya seperti nyeri, bentuk tulang kaki menonjol atau

bisa disebut charcot arthropatik

1 Ulkus dangkal atau superficial. Hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang

tampak tulang benjolan

2 Ulkus dalam mencapai tendon, disertai selulitis tanpa abses/kelainan tulang

3 Ulkus dengan kedalaman mencapai tulang

4 Terdapat gangrene pada kaki bagian depan

5 Terdapat gangren pada seluruh kaki dalam kondisi jaringan mati

14
Klasifikasi Diabetic Foot Ulcers MenurutUniversity Of Texas

Grade 0 Grade 1 Grade 2 Grade 3

Stage A Pre/post Luka superfisial, Luka Luka menembus

ulserasi, tidak melibatkan menembus ke ke tulang atau

dengan jaringan tendon atau tendon atau sendi

epitel yang tulang kapsul tulang

lengkap

Stage B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi

Stage C Iskemia Iskemia Iskemia Iskemia

Stage D Infeksi dan Infeksi dan iskemia Infeksi dan Infeksi dan

iskemia iskemia iskemia

15
Penilaian luka menurut Bates Jensen Wound Assessment Tools (BJWAT)

digunakan untuk mengobservasi kondisi dan perkembangan luka. Instrumen

pengkajian BJWAT dikelompokkan menjadi 13 item, yaitu ukuran luas luka,

kedalaman luka, batas tepi luka, terowongan / gua (undermining), tipe dan

jumlah jaringan nekrotik, tipe dan jumlah eksudat, warna kulit di sekitar luka,

edema perifer, indurasi jaringan perifer, jaringan granulasi dan epitelisasi.

Setiap item penilaian mempunyai rentang skor 1 sampai 5 dengan jumlah skor

terendah adalah 13 dan tertinggi adalah 65. Semakin tinggi nilai BJWAT,

maka semakin buruk keadaan luka dan sebaliknya semakin rendah nilai

BJWAT, maka semakin baik kondisi luka (Handayani, 2010; Pradika, 2016).

16
2.5.Patofisiologi

Beberapa etiologi yang menyebabkan DFUyaitu neuropati, iskemik dan

infeksi yang dikenal dengan Critical Triad of Diabetic Ulcers.Komplikasi

DFU merupakan penyebab tersering dari amputasi (Kartika, 2017).

Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi

proteksi yang berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga

meningkatkan risiko ulkus kaki.Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisikaki

juga hilang.Neuropati motorik mempengaruhi semua otot, mengakibatkan

penonjolan abnormal tulang, arsitektur normal kaki berubah, deformitas khas

seperti hammer toe dan hallux rigidus.Deformitas kaki menimbulkan

terbatasnya mobilitas, sehingga dapat meningkatkan tekanan plantar kaki dan

mudah terjadi ulkus.Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak

berkeringat, dan peningkatan pengisian kapiler sekunder akibat pintasan

arteriovenosus kulit.Hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit,

sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal.Hal tersebut juga dapat karena

penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang,

kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan

atrofi otot (Kartika, 2017).

Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini

disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang

ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri

tibialis, dan arteri poplitea menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku

menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang

17
biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.Kelainan neurovaskular pada

penderita diabetes diperberat dengan aterosklerosis.Aterosklerosis merupakan

kondisi arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak di dalam

pembuluh darah.Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki

karena berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam

jangka lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang

menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita DM berupa

penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer tungkai bawah

terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai berkurang. DM

yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hyperplasia

membran basalis arteri) pembuluh darah besar dan kapiler, sehingga aliran

darah jaringan tepi ke kaki terganggu dan nekrosis yang mengakibatkan luka

diabetes (Kartika, 2017).

2.6. Manifestasi Klinis

Menurut Maryunani (2013), tanda dan gejala DFU dapat

dilihatberdasarkan stadium antara lain :

a. Stadium I menunjukkan tanda asimptomatis atau gejala tidak khas

(kesemutan gringgingen).

b. Stadium II menunjukkan klaudikasio intermitten (jarak tempuh menjadi

pendek).

c. Stadium III menunjukkan nyeri saat istirahat.

d. Stadium IV menunjukkan kerusakan jaringan karena anoksia (nekrosis,

ulkus).

18
Tanda dan gejala DFU, seperti kesemutan, nyeri kaki saat istirahat, sensasi

rasa berkurang, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan denyut nadi arteri

dorsalis pedis, kaki menjadi atrofi, dingin, kuku menebal, dan kulit kering.

2.7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Smelzer dan Bare (2015), adapun pemeriksaan penunjang yang

dapat dilakukan antara lain :

a. Pemeriksaan fisik

1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi keringatnya

(menurun atau tidak), kemudian bulu padajempol kaki berkurang (-).

2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat,kering yang

tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yangtebal atau bisa juga teraba

lembek.

3) Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untukmencegah terjadinya

ulkus

b. Pemeriksaan Vaskuler

1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda

asing, osteomelietus.

Pemeriksaan x-ray kaki adalah prsedur pemeriksaan pertama yang

dilakukan pada pasien kaki diabetik untuk memastikan diagnosis kaki

diabetik. Apabila hasil pemeriksaan x-ray kaki awal pasien negatif,

pemeriksaan ulang harus dilakukan 2-4 minggu kemudian. Jika hasil

pemeriksaan x-ray kaki tidak jelas atau hasil pemeriksaan secara

konsisten tidak memperlihatkan adanya kelainan, maka pemeriksaan

19
radiologi yang lebih lanjur dapat dipertimbangkan. Selain itu,

pemeriksaan ini juga dilakukan untuk melihat kemajuan pengobatan

antibiotik yang dilakukan (Jusi, 2010).

2) Ankle Brachial Index(ABI)

Ankle brachial index adalah rasio tekanan darah sistolik pada

pergelangan kaki dengan lengan. Pemeriksaan ini diukur dengan pada

pasien dengan posisi terlentang menggunakan doppler vaskuler dan

sphygmomanometer. Tekanan sistolik diukur pada kedua lengan dari

arteri brachialis dan di arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis pada

bagian tungkai kaki masing-masing (Al-Qaisi et al, 2009; Potier et al,

2011; Aboyans et al, 2008). Pemeriksaan ABI bertujuan menilai fungsi

sirkulasi pada arteri kaki. Pemeriksaan ABI direkomendasikan oleh

American Heart Association (AHA) untuk mengetahui proses

aterosklerosis khususnya pada orang dengan risiko gangguan vaskuler

yang berusia 40-75 tahun (Aboyans et al, 2012). Sebagai pemeriksaan

penunjang, nilai ABI dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan

(Jusi, 2010):

a. Penilaiain apakah amputasi perlu dilakukan

b. Penilaian hasil pasca operasi secara objektif

c. Penentuan berat ringannya kelainan pembuluh darah

d. Penentuan apakah kelainan berasal dari kelainan saraf atau vaskuler

Tingkat keparahan PAD berdasarkan pada skor penilaian ABI,

dikategorikan (Beldon, 2010; Potier et al, 2011)

20
a. Normal : 0.91-1,30

b.Oklusi ringan : 0,70- 0,90

c. Oklusi sedang : 0,40-0,69

d.Oklusi berat : <0,40

e. Kalsifikasi : > 1,30

3) Pemeriksaan Laboratorium :

a) Pemeriksaan darah yang meliputi :

Gula darah sewaktu (GDS) adalah pemeriksaan kadar glukosa

darah yang dapat dilakukan setiap hari. Biasanya, GDS diperiksa

saat pertama kali pasien datang ke dokter. Normalnya hasil

pemeriksaan kadar GDS berkisar antara 80-144 mg/dl.

Pemeriksaan ini tidak menggambarkan pengendalian DM jangka

panjang, namun untuk mengatasi permasalahan yang mungkin

timbul akibat perubahan kadar glukosa darah yang mendadak.

Kadar GDP (Gula Darah Puasa) adalah pemeriksaan kadar glukosa

darah yang dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jm.

Kadar GDP normal adalah <126 mg/dl (Perkeni, 2011;

Rachmawati, 2015).

HbA1c adalah zat yang terbentuk dari reaksi antara hemoglobin

dan glukosa. Makin tinggi kadar glukosa darah, maka makin

banyak molekul hemoglobin yang berikatan dengan glukosa.

Biasanya, pemeriksaan ini dilakukan 3 bulan sekali, karena dapat

mengidentifikasi rata-rata konsentrasi glukosa darah dalam periode

21
3 bulan terakhir.Pemeriksaan ini dipakai untuk menilai kualitas

pengendalian DM, karena tidak dipengaruhi asupan makanan, obat,

maupun olahraga. Apabila kadar HbA1c <6,5% dapat dikatakan

bahwa pasien memiliki kadar glukosa darah yang baik. Dikatakan

buruk apabila kadar HbA1c pasien >8% (Rachmawati, 2015).

b) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atautidaknya

kandungan glukosa pada urine tersebut.Biasanya pemeriksaan

dilakukan menggunakan caraBenedict (reduksi). Setelah

pemeriksaan selesai hasildapat dilihat dari perubahan warna yang

ada : hijau (+),kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).

c) Pemeriksaan kultur pus : bertujuan untuk mengetahui jenis kuman

yang terdapatpada luka dan untuk observasi dilakukan

rencanatindakan selanjutnya.

d) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukantindakan

pembedahan

2.8. Penatalaksanaan

Menurut Singh, Paid an Yuhhau (2013), perawatan standar untuk luka kaki

diabetes idealnya diberikan oleh tim multidisiplin dengan memastikan kontrol

glikemik, perfusi yang adekuat, perawatan luka lokal dan debridement biasa,

off-loading kaki, pengendalian infeksi dengan antibiotik dan pengelolahan

komorbiditas yang tepat. Pendidikan kesehatan pada pasienakan membantu

dalam mencegah luka kaki diabetes dan kekambuhannya.

22
1. Debridement

Debridement adalah proses mengangkat jaringan mati dan benda asing dari

dalam luka untuk memaparkan jaringan sehat di bawahnya. Jaringan mati

bisa berupa pus, krusta, eschar (pada luka bakar), atau bekuan darah.

Debridement harus dilakukan karena:

a. Jaringan mati akan mengganggu penyembuhan luka, meningkatkan


risiko infeksi dan menimbulkan bau.
b. Debridement akan memicu drainase yang inadekuat, menstimulasi
penyembuhan dengan menciptakan milieu luka yang optimal.
c. Microtrauma akibat debridement mekanis menstimulasi rekruitmen
trombosit yang akan mengawali fase penyembuhan luka. Platelet-
derived Growth Factor (PDGF) dan ) dalam granula alfa trombosit
mengendalikan (TGF-Transforming Growth Factor- penyembuhan
luka selama fase inflamasi.
Terdapat beberapa jenis teknik debridement :
a. Surgical debridement (sharp debridement)
b. Mechanical debridement :
- Wet-to-dry dressing, di mana kassa lembab ditutupkan di atas luka
dan dibiarkan mengering. Jaringan nekrotik akan ikut terangkat
saat kassa diangkat. Kekurangan metode ini adalah : - Sangat
menyakitkan - Perdarahan - Merusak jaringan epitel regeneratif
yang baru terbentuk.
- Irigasi dengan saline bertekanan tinggi lebih menguntungkan
karena tidak menyakitkan dan tidak merusak jaringan.
c. Chemical debridement :
- Dengan aplikasi obat-obat mengandung enzim proteolitik
(misalnya collagenase) yang akan melisiskan jaringan nekrotik.
- Dengan aplikasi balutan yang akan melunakkan jaringan nekrotik
(misalnya pembalut yang mengandung hydrogel atau hydrocolloid

23
untuk luka yang kering, dan alginate atau cellulose untuk luka
basah). Jaringan nekrotik yang sudah lunak kemudian diangkat
secara manual. Cara ini kurang efisien karena memerlukan waktu
lebih lama.
d. Biological debridement : Terapi larva, yang dipergunakan adalah larva
Lucilia sericata (greenbottle fly).Larva diaplikasikan pada luka.Larva
dibiarkan mencerna jaringan nekrotik dan bakteri, serta meninggalkan
jaringan sehat.Meski cukup efisien, efikasi terapi ini masih menjadi
kontroversi.
2. Dressing

Bahan dressing yang digunakan meliputi dressing saline-moistened (wet-

to-dry); dressing mempertahankan kelembaban (hidrogel, hidrokoloid,

hydrofibers, transparent films dan alginate) yang menyediakan

debridement fisik dan aulolytic masing-masing; dan dressing antiseptic

(dressing perak , cadexomer). Dressing canggih baru yang sedang di teliti,

misalnya gel vulnamin yang terbua dari asam amino dan asam hyaluronic

yang digunakan bersama dengan kompresi elsatis telah menunjukkan hasil

posotif (Singh, Paid an Yuhhau, 2013).

3. Off-loading

Tujuan dari off-loading adalah untuk mengurangi tekanan plantar dengan

mendistribusikan ke area yang lebih besar, menghindari pergeseran dan

gesekan, dan mengakomodasi deformitas (Singh, Paid an Yuhhau, 2013).

4. Terapi medis

Kontrol glikemik yang ketat harus dijaga menggunakan diet diabetes, obat

hipoglikemik oral dan insulin.Infeksi pada jaringan lunak dan tulang

adalah penyebab utama dari perawatan pada pasien dengan luka kaki

24
diabetes di rumah sakit.Gabapentin dan pregabalin telah digunakan untuk

mengurangi gejala nyeri neuropati DM (Singh, Pai dan Yuhhai, 2013).

5. Terapi adjuvant

Strategi manajemen yang ditujukan matriks ekstraselular yang rusak pada

luka kaki diabetestermasuk mengganti kulit dari sel-sel kulit yang tumbuh

dari sumber autologus atau alogenik ke kolagen atau asam

polylactic.Hiperbarik oksigen telah merupakan terapi tambahan yang

berguna untuk luka kaki diabetesdan berhubungan dengan penurunan

tingkat amputasi.Keuntungan terapi oksigen topical dalam mengobati luka

kronis juga telah tercatat (Singh, Pai dan Yuhhai, 2013).

6. Manajemen bedah

Manajemen bedah yang dapat dilakukan ada 3, yaitu wound closure

(penutupan luka), revacularization surgery, dan amputasi. Penutupan

primer memungkinkan untuk luka kecil, kehilangan jaringan dapat ditutupi

dengan bantuan cangkok kulit, lipatan atau pengganti kulit yang tersedia

secara komersil. Pasien dengan eskemik perifer yang memiliki gangguan

fungsionalsignifikan harus menjalani bedah revaskularisasi jika

manajemen medias gagal. Hal ini dapat mengurangi risiko amputasi pada

pasien dengan luka kaki diabetes iskemik.Amputasi merupakan pilihan

terakhir jika terapi sebelumnya gagal (Singh, Pai dan Yuhhai, 2013).

Penatalaksanaan Keperawatan Menurut Sugondo (2009), dalam

penatalaksaan medis secara keperawatan yaitu :

a. Diet

25
Diet harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.

b.Latihan

Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan –

jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.

c. Pemantauan

Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara mandiri

dan optimal.

d.Terapi insulin

Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah makan

dan pada malam hari.

e. Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi

penderita ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui tanda gejala

komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.

f. Nutrisi

Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka debridement,

karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol energy yang

dikeluarkan.

g.Stress Mekanik

Untuk meminimalkan BB pada ulkus.Modifikasinya adalah seperti

bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di tempat tidur jika

diperlukan.Setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan pemeriksaan

dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui perkembangan luka dan

26
mencegah infeksi luka setelah dilakukan debridement (Smelzer & Bare,

2015).

h.Tindakan pembedahan

Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :

 Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak dilakukanatau tidak

ada.

 Derajat I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaanmedis, dan

dilakukan perawatan dalam jangka panjangsampai dengan luka

terkontrol dengan baik. (Smelzer &Bare, 2015)

Menurut Langi (2011) penatalaksanaan untuk pasien DFU yaitu :

a. Penanganan iskemia

Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan

dan harus dinilai awal pada pasien DFU. Penilaian kompetensi vaskular

pedis pada DFUmemerlukan pemeriksaan penunjang seperti MRI

angiogram, doppler maupun angiografi. Pemeriksaan sederhana seperti

perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis posterior dan dorsalis pedis

dapat dilakukan pada kasus DFUringan tanpa edema ataupun selulitis

yang luas. Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh bahkan dapat

menyerang tempat lain di kemudian hari bila penyempitan pembuluh

darah kaki tidak diatasi.

Bila pemeriksaan kompetensi vaskular menunjukkan adanya

penyumbatan, bedah vaskular rekonstruktif dapat meningkatkan

27
prognosis dan selayaknya diperlukan sebelum dilakukan debridemen

luas atau amputasi parsial.

b. Perawatan luka

Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan suasanamoist wound

healing atau menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab.

Bila ulkus memroduksi sekret banyak maka untuk pembalut

(dressing) digunakan yang bersifat absorben.Sebaliknya bila ulkus

kering maka digunakan pembalut yang mampu melembabkan

ulkus.Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang

dapat mempertahankan kelembaban.Disamping bertujuan untuk

menjaga kelembaban, penggunaan pembalut juga selayaknya

mempertimbangkan ukuran, kedalaman dan lokasi ulkus. Untuk

pembalut ulkus dapat digunakan pembalut konvensional yaitu kasa

steril yang dilembabkan dengan NaCl 0,9% maupun pembalut modern

yang tersedia saat ini. Beberapa jenis pembalut modern yang sering

dipakai dalam perawatan luka, seperti: hydrocolloid, hydrogel,

calcium alginate, foam dan sebagainya. Pemilihan pembalut yang

akan digunakan hendaknya senantiasa mempertimbangkan cost

effective dan kemampuan ekonomi pasien.

c. Menurunkan tekanan pada plantar pedis (off-loading)

Tindakan off-loading merupakan salah satu prinsip utama dalam

penatalaksanaan ulkus kronik dengan dasar neuropati.Tindakan ini

bertujuan untuk mengurangi tekanan pada telapak kaki.Tindakan off-

28
loading dapat dilakukan secara parsial maupun total. Mengurangi

tekanan pada ulkus neuropati dapat mengurangi trauma dan

mempercepat proses penyembuhan luka. Kaki yang mengalami ulkus

harus bebas dari penekanan.Sepatu pasien harus dimodifikasi sesuai

dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus.Metode yang dipilih untuk off-

loading tergantung dari karakteristik fisik pasien, lokasi luka, derajat

keparahan dan ketaatan pasien. Beberapa metode off loading antara

lain: total non-weight bearing, total contact cast, foot cast dan boots,

sepatu yang dimodifikasi (half shoe, wedge shoe), serta alat

penyanggah tubuh seperti cruthes dan walker.

2.9. Komplikasi

Diabetic foot ulcers merupakan salah satu komplikasi akut yang terjadi

pada penderita Diabetes Mellitus tapi selain ulkus diabetik antara lain :

a. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari

ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah. Hipoglikemik dan

ketoadosis diabetik masuk ke dalam komplikasi akut.

29
b. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini adalah

makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang pembuluh darah besar,

kemudian mikrovaskuler yang menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa

menyerang mata (retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga

yaitu neuropati yang mengenai saraf. Dan yang terakhir menimbulkan

gangren.

c. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain, menyebabkan

penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan infeksi, gangguan

penglihatan (mata kabur bahkan kebutaan), luka infesi dalam ,

penyembuhan luka yang jelek.

d. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post debridement

komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika perawatan luka tidak ditangani

dengan prinsip steril. (Riyadi, 2011).

2.10. Evidance Based Practice

Ulkus kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi yang paling serius

dan dapat menyebabkan kecacatan pada penderita diabetes melitus. Terjadinya

ulkus kaki diabetik merupakan representasi dari neuropati. Salah satu penyebab

dari ulkus kaki diabetik adalah penurunan sirkulasi perifer yang sangat

dipengaruhi oleh tingginya kadar glukosa darah dan berhubungan erat dengan

penyakit arterial perifer. Sirkulasi perifer yang menurun akan menyebabkan

kematian jaringan dan iskemik yang beresiko menjadi ulkus kaki diabetik.

Prevalensi kejadian ulkus kaki diabetes pada penderita diabetes melitus adalah

antara 4-10% dan diestimasikan seumur hidup penderita dapat mengalami ulkus

kaki hingga 25% (Atkins ,2011)

30
Penatalaksanaan pada ulkus kaki diabetik secara komprehensif

diperlukan dalam manajemen luka diabetik agar fase penyembuhan ulkus tidak

memanjang dan tidak terjadi komplikasi bahkan kematian. Angka kematian yang

disebabkan oleh ulkus kaki diabetik mencapai 17-23% dan 15-30% disebabkan

karena tindakan amputasi. angka kematian pada 1 tahun pasca amputasi sebesar

14,8% dan akan meningkat pada 3 tahun pasca amputasi sebesar 37% (Perkeni,

2015).

Terdapat 3 prinsip utama yang sangat penting dalam penatalaksanaan

ulkus kaki diabetik yaitu, kontrol infeksi, debridement, serta off-loading(Atkins

,2011). Menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (off-loading) merupakan

salah satu hal yang sangat penting namun sampai saat ini kurang mendapatkan

perhatian dalam perawatan kaki diabetik. Pada penderita diabetes melitus yang

mengalami ulkus pada kaki menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh dan

penderita yang berjalan dengan masih menjadikan tumpuan berjalan pada kaki

yang mengalami ulkus, maupun iritasi kronis dari alas kaki yang digunakan. Off-

loading adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mengurangi tekanan pada

plantar kaki atau daerah yang mengalami ulserasi dengan mentransfer beban

kedaerah lainnya. Tekanan yang berlebihan pada area luka akan mengakibatkan

terhambatnya proses penyembuhan ulkus sehingga ulkus sulit untuk sembuh

(Singh, 2017).

Teknik yang digunakan untuk offloading pada luka kaki diabetes menjadi

standar baku emas adalah Total Contact Cast (TCC). TCC adalah metode gips

yang tidak dapat dilepas-dipasang dan bersentuhan dengan kaki. Gips umumnya

diterapkan pada pasien yang berbaring dalam posisi tengkurap dengan lutut

31
tertekuk dan pergelangan kaki dalam posisi netral untuk memungkinkan akses

penuh ke telapak kaki (McCartan, 2014).

TCC dianggap sebagai "standar emas" dalam mengobati kaki diabetik.

Meskipun di beberapa tempat, sangat sedikit spesialis yang menggunakan emas

ini standar ”untuk mengobati sebagian besar ulkus kaki diabetik. TCC adalah

metode di mana gips yang tidak dapat dilepas dipasang di sekitar dan bersentuhan

dengan kaki dan bagian kaki. Umumnya diterapkan ke pasien dalam posisi

tengkurap dengan lutut tertekuk dan pergelangan kaki dalam posisi netral untuk

memungkinkan akses penuh ke telapak kaki (Crenshaw SJ,2015). Keuntungan

lain dari posisi ini adalah memungkinkan gastrosoleus kompleks untuk bergeser

secara proksimal, menghasilkan pas yang lebih baik. Setelah oleskan dressing

tipis ke ulkus, busa dioleskan ke tonjolan tulang, tendon Achilles dan daerah

anterior untuk menghindari pembentukan luka tekan. Selanjutnya, pita perekat

diterapkan meliputi area dari tuberositas tibialis ke dorsum kaki diikuti oleh

lapisan stockinet dari jari kaki hingga tepat di bawah lutut. Fiber-glass atau sol

khusus dapat digunakan untuk memperkuat gips dengan untuk menghindari

tekanan yang mungkin disebabkan oleh bantalan keras (Snyder RJ, 2010).

Sebuah studi membandingkan efektivitas menggunakan TCC

dibandingkan dengan perawatan ganti tradisional dan menyimpulkan bahwa

penggunaan TCC menghasilkan penyembuhan ulkus yang signifikan dan infeksi

yang lebih sedikit. 29 Studi lain menunjukkan bahwa penggunaan bahan fiber-

glass di TCC mengurangi kemungkinan ulkus plantar neuropatik dan memiliki

yang lebih tinggi penerimaan pasien dibandingkan dengan menggunakan sepatu

kain dengan sol yang kaku (Singh, 2017). Penelitian dengan metode acak,

membandingkan keefektifannya TCC, cast-walker yang dapat dilepas (RCW),

32
dan setengah sepatu di pengobatan ulkus kaki diabetik dan menyimpulkan bahwa

TCC sembuh ulkus kaki dalam durasi yang lebih pendek dibandingkan dengan

metode lain perawatan yang digunakan. Masalah pembiayaan perawatan luka

kaki diabetes dalam penerapan TCC dapat menekan separuh jika dibandingkan

dengan metode konvensonal (Piaggesi A, 2013).

Tujuan utama TCC adalah untuk meningkatkan permukaan yang

menahan beban area sehingga tekanan didistribusikan lebih merata di kaki. 33

Tekanan adalah jumlah gaya yang bekerja tegak lurus per satuan luas. Saat luas

permukaan meningkat dengan TCC, gaya bekerja mengurangi tegak lurus,

sehingga mengurangi tekanan yang dihasilkan di bagian-bagian yang menonjol di

telapak kaki dan menghasilkan lebih banyak tekanan yang merata. Pengurangan

dan distribusi Tekanan ini diyakini menghasilkan penyembuhan luka yang

terbentuk dengan cepat dan menyeluruh. Tekanan lokal yang menurun juga

berperan dalam mencegah perkembangan ulkus plantar baru. Namun, ada

beberapa faktor yang menghambat penggunaan TCC dalam perawatan dan

manajemen ulkus kaki diabetik pada setiap pasien. Selain itu, penerapan TCC

menyulitkan untuk pengkajian luka setiap harinya. Pasien mungkin mengalami

kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari hidup, misalnya mandi. TCC

akan melakukannya juga memperburuk ketidakstabilan postur tubuh. TCC, jika

tidak dipasang dengan benar, dapat menyebabkan iritasi pada kulit di bawahnya

dan dapat terjadi pembentukan luka yang baru, sehingga menjadi

kontraproduktif. (Singh, 2017). Penerapan TCC dikontraindikasikan pada infeksi

akut, iskemia (≥ 3 ulkus) atau penyakit pembuluh darah yang parah (tekanan

Doppler <0,4), menguras luka dan luka di tumit posterior (Crenshaw SJ, 2015).

33
Charcot Restraint Orthotic Walker (CROW) / Walker neuropatik CROW

adalah alat yang digunakan di kaki-kaki untuk mengurangi tekanan yang

berlebihan saat penderita DFU berdiri dan berjalan. Tujuan utama CROW adalah

untuk mendistribusikan tekanan di atas kaki sebagai langkah untuk melindungi

sendi dan kulit, mencegah deformitas. Digunakan sebagai alat untuk melindungi

kaki setelah menghilangkan gips yang digunakan untuk pengobatan luka kaki

diabetes.Alat ini secara internal dilapisi dengan busa lunak, yang dapat

membantu dalam redistribusi tekanan dan menyerap syok ketika pasien

berjalan(Singh, 2017). Sepatu bot CROW dibuat menurut pesanan masing-

masing pasien. Mekanisme kerja perangkat ini mirip dengan TCC, yaitu

redistribusi tekanan lebih merata di telapak kaki meningkatkan luas permukaan

yang bersentuhan dengan tanah saat berjalan, dengan demikian relatif

mengarahkan tekanan menjauh dari ulkus. Alat ini membantu dalam immobilisasi

anggota badan yang mempengaruhi dan melindunginya cukup untuk

menyembuhkan luka. CROW dibangun dengan dua cangkang, anterior dan

posterior(Atkins C, 2011). Keuntungan dari CROW termasuk Pasien dapat:

menanggung penuh berat badan dan memudahkan dalam mobilisasi. Selain itu,

CROW juga secara efektif mengontrol edema. Alat ini berat dan tidak cocok

untuk digunakan dalam kondisi pasien yang lemah. Selain itu, ada kemungkinan

iritasi pada kulit dan kerusakan, membutuhkan monitoring secara berkala

menggunakan dengan alat ini (Snyder RJ, 2010).

34

Anda mungkin juga menyukai