DISUSUN OLEH:
Apriana Rurman Labok (2012-83-054)
Pembimbing :
dr. Ria Jewerissa, Sp.PD, M. Biomed
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkatNya penulis dapat menyelesaikan Referat ini. Dalam referat ini penulis
menyadari, dalam referat ini masih banyak kesalahan dan kekurangan. Hal ini
demikian banyak pula pihak yang telah membantu dengan menyediakan dokumen
atau sumber informasi, dan memberikan masukan pemikiran. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembimbing. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi kami Koass dan dapat memotivasi kami untuk lebih giat lagi
dalam belajar.
KATA PENGANTAR………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………… ii
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA………………………………………………………........
2.1 ANATOMI PARU 2
2.2 FISIOLOGI PARU………………………………………………. 4
2.3 PPOK…………………………………………………………….. 9
2.3.1 DEFENISI……………………………………………………… 9
2.3.2 EPIDEMIOLOGI………………………………………………. 9
2.3.3 FAKTOR RESIKO…………………………………………….. 10
2.3.4 ETIOLOGI……………………………………………………..
2.3.5 PATOFISIOLOGI. 12
2.3.6 GEJALA KLINIS………………………………………………. 13
2.3.7 KLASIFIKASI………………………………………………… 14
2.3.8 PENEGAKAN DIAGNOSIS…………………………………. 15
2.3.9 DIAGNOSA BANDING………………………………………. 20
2.3.10 TATALAKSANA…………………………………………….. 21
2.3.11 KOMPLIKASI………………………………………………... 24
2.3.12 PROGNOSIS…………………………………………………. 25
BAB III 26
PENUTUP……………………………………………………………
KESIMPULAN……………………………………………………… 26
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru
terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai
tiga lobus sedangkan paru- paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus
tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum
Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada
Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut
Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu
dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan
meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan
Sistem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
hidung, sinus paranasal, dan faring. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring,
trakea, bronkus, bronkiolus dan alveolus paru.5 Pergerakan dari dalam ke luar
paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah
dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar
dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru.
interkostalis internus.5
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh
ke dan dari sel
d. Pengaturan ventilasi.5
Klasifikasi Nilai
2.3 PPOK
2.3.1 Definisi
2.3.2 Epidemiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda
dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika
kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.
Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan
kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah dari
partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut. Insidensi pada pria > wanita.
Namun akhir-akhir ini insiden pada wanita meningkat dengan semakin
bertambahnya jumlah perokok wanita.10
2.3.3. Faktor Resiko
1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru dan mortalitas yang lebih tinggi daripada
orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita PPOK bergantung pada
“dosis merokok” nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah rokok
yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.1
2. Enviromental Tobacco Smoke (ETS)
Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-
partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru
“terbakar”.1
3. Merokok selama masa kehamilan
Merokok selama masa kehamilan juga dapat mewariskan faktor resiko
kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan paru-paru dan
perkembangan janin dalam kandungan, bahkan mungkin juga dapat
mengganggu sistem imun dari janin tersebut.5
4. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)5
5. Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan.
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang,
kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi untuk
memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya. Ini
memungkinkan bahwa wanita di negara berkembang memiliki angka kejadian
yang tinggi terhadap kejadian PPOK.11 Sehingga IAP memiliki tanggung jawab
besar jika dibandingkan dengan polusi di luar ruangan seperti gas buang
kendaraan bermotor.
6. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu
jalanan.1
7. Jenis kelamin
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.
Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa
ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh
perubahan pola dari merokok itu sendiri. Namun hal tersebut masih
kontoversial, maskipun beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok wanita
lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan perokok pria. Di negara
berkembang wanita lebih banyak terkena paparan polusi udara yang berasal dari
asap saat mereka memasak.11
8. Status sosioekonomi dan status nutrisi
Rendahnya intake dari antioksidan seperti vitamin A, C, E, kadang-kadang
berhubungan dengan peningkatan resiko terkena PPOK, meskipun banyak
penelitian terbaru menemukan bahwa vitamin C dan magnesium memiliki
prioritas utama.11
9. Asma
Orang dengan riwayat asma pada usia pertengahan memiliki resiko
memiliki kemungkinan mendapatkan PPOK.5
10. Usia
Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan5
11. Faktor Genetik
Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.5
2.3.4 Patofisiologi
2.3.6 Klasisifikasi
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan rutin:
a. Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP (%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1%
(VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
b. Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
c. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain.
Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus
menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.
Normal Hyperinflation
2.3.9 Penatalaksanaan10
1. Edukasi
2. Obat-obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka
panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan
edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang
ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan
keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan
pengobatan dari asma. Secara umum bahan edukasi yang harus
diberikan adalah :
- Pengetahuan dasar tentang PPOK
- Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya
- Cara pencegahan perburukan penyakit
- Menghindari pencetus (merokok)
- Penyesuaian aktifitas
2. Obat-obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi berat derajat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi (dihisap
melalui saluran nafas), nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan
jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas
lambat (slow release) atau obat berefek panjang (long acting).
Macam-macam bronkodilator adalah : golongan antikolinergik,
golongan agonis beta-2, kombinasi antikolinergik dan beta-2 dan
golongan xantin.
b. Anti inflamasi
Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
(diminum) atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah). Ini
berfungsi untuk menekan inflamasi yang terjadi. Dipilih golongan
metilpradnisolon atau prednison.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang
digunakan untuk lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan
untuk lini kedua diberikan amoksisilin dikombinasikan dengan asam
klavulanat, sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas
hidup. Digunakan N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK
dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian
yang rutin.
e. Mukolitik (pengencer dahak)
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik
dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk
pemakaian jangka panjang.
a. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati
3. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan
yang mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi
oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
oksigenasi dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun
organ-organ lainnya.
4. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal
napas kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
intubasi atau tanpa intubasi.
5. Nutrisi
Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi, disebabkan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperaapni menyebabkan
terjadinya hipermetabolisme.
6. Rehabilitasi
Rehabilitasi PPOK bertujuan untuk meningkatkan toleransi latihan
dan memperbaiki kualitas hidup penderita dengan PPOK. Program ini
dapat dilaksanakan baik di luar maupun di dalam Rumah Sakit oleh
suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori
terapis dan psikolog. Program rehabilitasi ini terdiri dari latihan fisik,
psikososial dan latihan pernapasan.
2.3.9 Kompklikasi
2.3.10 Prognosis
DAFTAR PUSTAKA
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global strategy for
diagnosis, management and prevention of chronic obstructive lung disease
updated 2012.
Pitta Fabio, Trossters T, Vanessa S et al. Are patients with COPD more active
after pulmonary rehabilitation? Chest 2008; 134: 273-280.