Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

TELAH KEILMUAN MENGENAI


UJI DIAGNOSTIK SEDIAAN POTONG BEKU
TUMOR PAYUDARA DI LABORATORIUM
PATOLOGI ANATOMI BERDASARIKAN
ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI, DAN
AKSIOLOGI

NYOMAN MARTHA CHRISMAYANA

NIM: 1871042002

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
Berdasarkan data histopatologik dari Badan Registrasi Kanker Per-himpunan
Dokter Spesialis Patologi Indonesia pada tahun 2006, karsinoma payudara di
Indonesia menempati urutan kedua sebanyak 2148 orang (14.28%) setelah
karsinoma leher rahim. Di Padang, jumlah penderita kanker payudara berada
diurutan pertama dengan jumlah penderita sebanyak 232 orang. 1 Data
terakhir dari WHO tahun 2011 menyebutkan kematian akibat kanker payudara
di indonesia mencapai 20.052 atau 1,4% dari total kematian. 2
Penegakkan diagnosis tumor payudara seringkali menyulitkan para klinisi
terutama dokter bedah dalam memutuskan tindakan yang tepat saat operasi.
Untuk itu dibutuhkan suatu pemeriksaan histopatologi yang cepat dalam
membantu dokter bedah mengambil keputusan intra operatif. Salah satu
pemeriksaan histopatologi yang sering dilakukan adalah frozen section atau
potong beku yaitu teknik pemeriksaan histopatologi cepat dengan
menggunakan pembekuan jaringan yang bertujuan untuk membantu
diagnosis tentang ada atau tidaknya keganasan. Dalam bedah onkologi dan
terutama pada patologi payudara, potong beku memungkinkan ahli bedah
untuk mengambil keputusan terapi langsung, sehingga dapat menghemat
biaya operasi dari pasien, yang kedua dapat mengurangi biaya rawat inap.
Potong beku pada biopsi payudara yang teraba dapat dilakukan dengan
tingkat akurasi yang tinggi (bervariasi antara 94% dan 98%). 3
Teknik potong beku ini sebe-narnya merupakan prosedur yang sulit dilakukan
oleh seorang ahli patologi didalam prakteknya karena membu-tuhkan
pengalaman, pengetahuan, kete-rampilan teknis, dan keahlian diagnostik
dalam membuat keputusan yang akurat, selain itu diagnosis yang dibuat oleh
seorang patolog dalam teknik potong beku memiliki konsekuensi terapi bagi
pasien.
Ketidakcocokan perbandingan antara hasil potong beku dengan hasil akhir
blok parafin bisa disebabkan oleh adanya diagnosis negatif palsu, sedang
diagnosis palsu yang dapat memberikan konsekuensi bagi pasien adalah bila
terjadi hasil diagnosis positif palsu. Dengan demikian analisa keakuratan
pada metode diagnosis potong beku sangat penting untuk meminimalkan
pembedahan yang tidak diperlukan.1

Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat esensial,


artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari.
Bahkan dapat dikatakan filsafat menjadi motor penggerak kehidupan
sehari-hari sebagai manusia pribadi maupun sebagai manusia kolektif
dalam bentuk suatu masyarakat atau bangsa. Dalam konteks filsafat
hidup, seseorang selalu mempertimbangkan hal-hal yang penting dan
terpenting sebelum menetapkan keputusan untuk berperilaku. Hal-hal
yang terpenting tersebut tergolong esensial. 2

1
Terdapat beberapa teori kebenaran menurut pandangan filsafat dalam bidang
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi merupakan cabang filsafat yang
menggeluti tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin. Istilah ontologi
berasal dari bahasa Yunani yakni on/ontos yang berarti “yang ada” dan logos yang
berarti “ilmu”, sehingga ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Epistemologi
merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal muasal, metode-metode, dan
sahnya ilmu pengetahuan. Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani yakni
episteme berarti “pengetahuan (knowledge)” dan logos berarti “ilmu atau teori
(theory)”. Jadi, epistemologi dapat dimengerti sebagai teori pengetahuan (theory
of knowledge). Aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang
nilai secara umum. Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yakni axios yang
berarti “nilai” dan logos yang berarti “teori”.3

2
Potong beku adalah suatu prose-dur yang telah mapan untuk memberikan
diagnosis yang cepat dari sampel intraoperatif sehingga memungkinkan
dokter ahli bedah untuk segera membuat keputusan dan langkah selanjutnya,
oleh sebab itu potong beku dituntut akurasi yang tinggi agar dokter ahli bedah
memiliki keyakinan dalam memberikan keputusan terapi selanjutnya.
Didalam pelaksanaannya teknik potong beku ini sebenarnya merupakan
prosedur yang sulit dilakukan oleh seorang ahli patologi didalam prak-teknya
karena membutuhkan penga-laman, pengetahuan, ketrampilan teknis dan
keahlian diagnostik dalam mem-buat keputusan yang akurat, selain itu
diagnosis yang dibuat oleh seorang patolog dalam tehnik potong beku
memiliki konsekuensi terapi bagi pasien.
Sensitivitas merupakan proporsi dari subyek yang berpenyakit yang
mempunyai uji yang positif, dan menunjukan seberapa baik sesuatu uji
tersebut didalam mengidentifikasi pasien dengan penyakit. Pada uji
sensitivitas Fessia et al melaporkan sensitivitas potong beku adalah 94.6%
sedangkan pada penelitian ini adalah 100% 10
MKA, Volume 38, Nomor 1, Jan-Apr 2015 http://jurnalmka.fk.unand.ac.id

3
sehingga bisa dikatakan hasil penelitian ini sangat sensitif atau sangat baik
da-lam mengidentifikasi pasien dengan penyakit. 5
Spesifisitas merupakan proporsi dari subyek tanpa penyakit yang menun-
jukkan uji negatif, yang menunjukkan seberapa baik sesuatu uji dalam
mengidentifikasi orang tanpa penyakit. Fessia melaporkan hasil
sepesifisitasnya 100% sedangkan pada hasil penelitian ini adalah 95.65%,
hal ini dikarenakan terdapat satu kasus positif palsu yang dilaporkan yaitu
mastitis yang pada saat potong beku diduga suatu keganasan. Seperti
diketahui bahwa pada suatu proses peradangan yang hebat (mastitis) akan
mengakibatkan perubahan reaktif didalam bentuk sel disamping penyulit lain
yang sering didapatkan potong beku seperti sel yang sembab, inti lebih besar
dan cenderung hiperkromatik serta sito-plasma yg bervakuol. Beberapa
penyulit yang ditemukan dalam menegakkan diagnosis sediaan potong beku
antara lain terdapatnya kristal es dalam stroma yang edema sehingga
memberikan gambaran artefak, gambaran inti yang cenderung menjadi lebih
besar, gambaran kromatin tampak lebih kromatik dibandingkan blok parafin,
gambaran sitoplasma lebih berva-kuolisasi, dan permasalahan teknis seperti
ketajaman pisau, over atau under freezing, pewarnaan, gelembung udara,
serta ketebalan sediaan.6
Didalam uji diagnostik diperlukan beberapa uji nilai prediksi yaitu nilai prediksi
positif dan nilai prediksi negatif yang membantu kita menentukan apakah
pasien benar-benar menderita sakit atau tidak berdasarkan hasil uji. Nilai
prediksi positif yang merupakan probabilitas dari seseorang dengan hasil uji
positif benar-benar mempunyai pe-nyakit dan uji ini dipengaruhi oleh hasil uji
spesifisitasnya. Fessia melaporkan nilai prediksi positif dengan 100%,
sedangkan pada kasus ini didapatkan hasil 98% karena hal ini dipengaruhi
dari hasil spesifisitasnya.
Uji nilai prediksi negatif digunakan untuk mengetahui probabilitas sese-orang
dengan hasil uji negatif adalah benar-benar tidak mempunyai penyakit dan uji
ini dipengaruhi oleh hasil uji sensitivitasnya. Pada uji ini Fessia melaporkan
hasilnya 97.8% sedang pada kasus ini dilaporkan hasilnya 100%.
Akurasi dari diagnosis potong beku secara umum pada semua kasus
dilaporkan bervariasi. Kaufman dalam penelitiannya melaporkan akurasi
potong beku secara umum adalah 97.1%, sedangkan Fariba Abbasi dalam
artikelnya melaporkan akurasi potong beku diantara 91.5%-97.4%. 7,8 Fessia
dalam penelitiannya melaporkan akurasi potong beku khusus pada kanker
payudara adalah 98.3% sedang pada penelitian ini didapatkan akurasinya
adalah 98.6% sehingga bisa disimpulkan pada kasus penelitian ini memiliki
akurasi yang diatas rata-rata.
Walaupun dari penelitian ini didapatkan akurasi yang cukup bagus, ada
beberapa keterbatasan dalam potong beku yang harus diperhatikan oleh
seorang ahli patologi yaitu (a) keterbatasan atau kesalahan sampling seperti
sampel jaringan yang jelek, kesalahan pemilihan jaringan di laboratorium,
degenerasi atau nekrosis tumor yang luas, kesalahan dalam penilaian invasi
ke kapsul atau vaskular, (b) keterbatasan masalah teknis yaitu artefak dari
pembekuan, kualitas yang 11
MKA, Volume 38, Nomor 1, Jan-Apr 2015 http://jurnalmka.fk.unand.ac.id

buruk, misalnya; terlalu tebal atau terlipat, morfologi sel yang membengkak
karena pengaruh cairan, pewarnaan yang tidak baik, (c) kesalahan pada interpretasi

4
yaitu tumor yang sulit untuk didiagnosis seperti angiosarkoma atau signet ring cells,
tumor yang heterogen terutama sarkoma, tumor campur dan tumor bifasik, derajat
diferensiasi tumor seperti pada glioma di otak dan kondrosarkoma pada tulang,
penentuan yang sulit dari pankreatitis kronis dengan karsinoma pankreas. 9 Adanya
keterbatasan ini menyebabkan tidak semua jenis tumor direkomendasikan untuk
didiagnosis menggunakan potong beku.1

TINJAUN ONTOLOGI TERHADAP UJI DIAGNOSTIK


SEDIAAN POTONG BEKU
TUMOR PAYUDARA DI LABORATORIUM
PATOLOGI ANATOMI

Ontologi merupakan cabang filsafat yang menggeluti tata dan struktur realitas
dalam arti seluas mungkin. Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani yakni
on/ontos yang berarti “yang ada” dan logos yang berarti “ilmu”, sehingga ontologi
adalah ilmu tentang yang ada. Martin Heidegger memahami ontologi sebagai
analisis eksistensi dan yang memungkinkan adanya eksistensi.3 Tema hari
kesehatan sedunia tahun 2011 ini adalah “Antimicrobial Drugs Resistance: No action
today, no cure tomorrow” sangat relevan dengan kenyataan bahwa resistensi
khususnya bakteri/kuman terhadap berbagai antimikroba (antibiotik) merupakan
masalah mendunia (pandemi) yang tidak kalah penting dibandingkan dengan masalah
infeksi/virulensi kuman itu sendiri. Beberapa pandemi resistensi kuman antara lain:
Extended Spectrum Beta-Lactamases, S. pneumonia resistant, MDR M. tuberculosis,
Enterobacteriaceae resistant, Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA).4

Wabah MRSA pertama kali terjadi di Eropa pada era tahun 1960-an. Kemudian
MRSA menyebar dengan cepat ke berbagai rumah sakit di seluruh dunia. Oleh karena
penyebaran MRSA terjadi antar rumah sakit dan menimbulkan masalah infeksi di
rumah sakit maka MRSA sering juga disebut Healthcare associated MRSA (HA-
MRSA). Data menunjukkan bahwa sekitar 25% isolat S. aureus penyebab infeksi di
rumah sakit di Amerika Serikat adalah MRSA. Prevalensi MRSA di berbagai rumah
sakit di dunia berkisar antara 2-70% dengan angka rata-rata 20%. Prevalensi di bawah
5% dijumpai di Belanda dan beberapa negara Skandinavia, karena ketatnya
penggunaan antimikroba dan keberhasilan program pengendalian infeksi MRSA.Data

5
atau publikasi tentang MRSA di Indonesia masih sangat terbatas. Sejauh ini laporan
yang ada adalah data prevalensi MRSA berdasarkan uji kepekaan terhadap berbagai
antimikroba. Noviana melaporkan bahwa prevalensi MRSA di Rumah Sakit Atmajaya
Jakarta pada tahun 2003 mencapai 47%. Yuwono melaporkan, insiden MRSA di
RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang mencapai 46%.4

Pada tahun 1998 di Amerika Serikat dilaporkan sebanyak 4 anak meninggal


dunia akibat infeksi yang diduga disebabkan oleh galur baru MRSA. Uji kepekaan
antimikroba terhadap isolat penyebab infeksi pada anak-anak tersebut menunjukkan
fenomena nonmultiresisten yaitu hanya resisten terhadap betalaktam. Para peneliti
memperkirakan bahwa MRSA ini bukan berasal atau berhubungan dengan
lingkungan rumah sakit melainkan berasal atau berhubungan dengan komunitas
sehingga disebut Community-Associated MRSA (CA-MRSA). Sebagian peneliti
menyatakan bahwa CA-MRSA merupakan klon atau turunan HA-MRSA yang
mengalami perubahan faktor resistensi sedangkan sebagian lagi menyebutkan bahwa
CA-MRSA terbentuk secara murni dari MSSA yang mengalami transfer materi
genetik secara horizontal.Selain menunjukkan fenomena nonmultiresisten, CA-
MRSA juga menunjukkan bukti lebih virulen dibandingkan dengan HA-MRSA. Hal
ini kemungkinan disebabkan CA-MRSA membawa faktor virulen tambahan yaitu
protein Panton Valentin Leukocidin (PVL).4

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif kokus termasuk famili


Micrococcaceae, memiliki genom kromosom sirkuler sekitar 2800 kb (kilobasa),
memiliki plasmid dan transposon. S. aureus telah dikenal sejak abad ke-19 sebagai
penyebab infeksi lokal maupun sistemik. Pada era tahun 1940-an, masalah infeksi yang
ditimbulkan oleh bakteri ini berhasil diatasi dengan pemberian antimikroba golongan
betalaktam yaitu penisilin. Antimikroba betalaktam mengikat Penicillin Binding Protein
(PBP) yaitu suatu enzim peptidase membran yang mengkatalisis reaksi transpeptidasi
pada proses sintesis dinding sel bakteri. Ikatan betalaktam pada situs aktif serin
mengakibatkan PBP tidak aktif, sintesis dinding sel gagal dan bakteri mengalami lisis. S.
aureus memiliki 4 macam PBP yaitu PBP 1 seberat 85 kDa (Kilo Dalton), PBP 2 seberat
81 kDa, PBP 3 seberat 75 kDa dan PBP 4 seberat 45 kDa. PBP 1, 2 dan 3 memiliki
aktivitas transpeptidase dan memiliki afinitas sangat tinggi terhadap betalaktam,
sehingga pemberian antimikroba betalaktam akan menyebabkan letal bagi S. aureus.4

6
Keberhasilan terapi terhadap infeksi S. aureus tersebut tidak berlangsung
lama karena kemudian muncul galur resisten yang mendapat plasmid yang
mengandung gen blaZ. Gen blaZ menyandi enzim betalaktamase yaitu suatu
enzim yang mampu mendegradasi penisilin dengan cara memecah cincin
betalaktam. Pada akhir tahun 1950-an, masalah resistensi terhadap betalaktam ini
dapat diatasi dengan pemberian antimikroba yang tahan terhadap betalaktamase
yaitu metisilin. Isolat S. aureus yang peka terhadap metisilin disebut Methicillin
Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA). Sayang sekali sekitar 1 tahun setelah
penggunaan metisilin di rumah sakit, masalah resistensi muncul kembali dengan
ditemukannya isolat S. aureus resisten metisilin yang disebut Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus (MRSA) di Inggris.4

TINJAUN EPISTEMOLOGI TERHADAP PANDEMIC METHICILLIN


RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal muasal,


metode-metode, dan sahnya ilmu pengetahuan. Istilah epistemologi berasal dari
bahasa Yunani yakni episteme berarti “pengetahuan (knowledge)” dan logos
berarti “ilmu atau teori (theory)”. Jadi, epistemologi dapat dimengerti sebagai
teori pengetahuan (theory of knowledge).

S. aureus berubah menjadi galur resisten metisilin (MRSA) karena mendapat


sisipan suatu elemen DNA berukuran besar antara 20-100 kb yang disebut
staphylococcal cassette chromosome mec (SCCmec). SCCmec atau mecDNA
terintegrasi ke dalam kromosom S. aureus pada regio di dekat origin of
replication (ori) kromosom. Kemampuan integrasi ini dikarenakan pada ujung 3′
SCCmec merupakan sekuen berulang dan inverted yang disebut orfX. Selain itu
SCCmec juga memiliki kemampuan integrasi dan eksisi (keluar dari kromosom)
karena pada ujung 5′ mengandung gen ccrA dan ccrB yang merupakan anggota
famili invertase/resolvase. SCCmec selalu mengandung mecA yaitu gen yang
menyandi PBP2a yang mendasari resistensi MRSA. Setidaknya terdapat satu
insertion element IS431 atau IS257 pada sebelah hulu mecA yang menjadi situs
bagi proses rekombinasi elemen genetik dari plasmid maupun transposon seperti
Tn554. 5

7
Resistensi MRSA terhadap metisilin dan terhadap semua antimikroba
golongan betalaktam disebabkan perubahan pada protein binding penicillin (PBP)
yang normal yaitu PBP 2 menjadi PBP 2a. PBP 2a memiliki afinitas yang sangat
rendah terhadap beta laktam sehingga sekalipun bakteri ini dibiakan pada medium
mengandung konsentrasi tinggi beta laktam, MRSA tetap dapat hidup dan
mensintesa dinding sel (tumbuh). Eksplorasi pada struktur PBP 2a menunjukkan
adanya perubahan pada situs pengikatan (binding site) yang mengakibatkan
rendahnya afinitas. PBP 2a disandi oleh gen mecA yang merupakan bagian
SCCmec. Protein binding penicillin adalah sekelompok protein yang terlibat
dalam biosintesa peptidoglikan yaitu mengkatalisa reaksi transpeptidasi
(pembentukan anyaman peptida). Peptidoglikan Staphylococcus memiliki ciri
khas berukuran panjang, berupa struktur anyaman (cross linkage) dengan rantai
samping pentaglisin yang fleksibel. Peptidoglikan ini menjadi target antimikroba
betalaktam. Resistensi terjadi karena produksi enzim betalaktamase seperti pada
galur S. aureus producing betalactamases dan perubahan pada struktur PBP
seperti yang terjadi pada MRSA.5

Eksperimen dan eksplorasi genetik menunjukkan bahwa mekanisme resistensi


terhadap antimikroba betalaktam diperankan oleh operon mecA. Operon mecA
secara organisasi, struktur, fungsi dan mekanisme serupa dengan operon blaZ
pada plasmid S. aureus produsen betalaktamase. Regulator pada operon blaZ
adalah blaI yang menyandi DNA binding protein berfungsi menekan transkripsi
gen betalaktamase dan blaR1 berupa signal transduction PBP yang akan
menginduksi transkripsi jika ada betalaktam. Mekanisme ini analog dengan yang
terjadi pada operon mecA yang dikendalikan oleh regulator mecI dan mecR1.
Mayoritas isolat klinis MRSA sebelum tahun 1970 memiliki delesi pada gen
mecR1. Diduga PBP2a pada isolat ini diproduksi secara konstitutif atau jika
terjadi induksi kemungkinan berupa induksi silang dari blaR1. Pada isolat tahun
1980-an tidak ditemukan delesi pada regulator tetapi ditemukan polimorfisme
pada mecI dan mutasi pada promoter mecA. Pada keadaan seperti ini terjadi
penekanan atau perlambatan produksi PBP2a. Secara in vitro keadaan ini
mendasari munculnya fenomena heteroresisten yaitu dalam satu biakan murni
MRSA dapat ditemukan populasi sensitif dan populasi resisten sekaligus.

8
Umumnya populasi yang resisten tumbuh lebih lambat dibandingkan populasi
yang sensistif. Selain dipengaruhi oleh perbedaan aktivitas transkripsi gen mecA,
heteroresisten kemungkinan juga dipengaruhi polimorfisme gen-gen disekitar gen
mecA dan pengaruh gen-gen lain disekitar SCCmec seperti gen grup hmr dan gen
grup fem. Sebagai dampak dari fenomena heteroresisten ini maka identifikasi
MRSA yang hanya didasarkan pada pola kepekaan terhadap antimikroba atau
identifikasi MRSA dengan mendeteksi PBP2a saja akan menjadi kurang akurat.
Oleh karena itu para ahli merekomendasikan baku emas untuk identifikasi MRSA
yaitu dengan cara mendeteksi keberadaan gen mecA dengan metode polymerase chain
reaction (PCR).4

TINJAUN AKSIOLOGI TERHADAP PANDEMIC METHICILLIN


RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS

Aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai


secara umum. Istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani, yakni axios yang
berarti “nilai” dan logos yang berarti “teori”. Sebagai landasan ilmu, aksiologi
mempertanyakan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana kaitan antara teknik, prosedural yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?

Glikopeptida vankomisin yang merupakan drug of choice untuk infeksi


MRSA ternyata memiliki efek bakterisidal yang lambat dan sering menimbulkan
kegagalan terapi. Masalah menjadi semakin rumit dengan ditemukannya galur MRSA
yang menurun kepekaannya terhadap vankomisin dan MRSA yang resisten
vankomisin. Antimikroba lain seperti asam fusidat, rifampin, fosfomisin, quinolon
dan trimetoprim-sulfametoksazol memiliki kemanjuran yang lebih rendah
dibandingkan dengan vankomisin. Juga telah terbukti adanya galur MRSA yang
resisten terhadap antimikroba tersebut. Antimikroba baru sebagai alternatif terapi
infeksi MRSA adalah streptogramin, oksazolidinon, daptomisin, glisilsiklin,
oritavansin dan peptida. Selain itu direkomendasikan pula terapi infeksi MRSA
dengan antimikroba kombinasi.3

9
Vankomisin adalah prototipe glikopeptida yang disisolasi pertama kali pada
tahun 1956 dari jamur golongan Actinoycetes yaitu Streptomyces orientalis dari
sample tanah di Kalimantan. Zat ini mulai dipakai sebagai antimikroba pada tahun
1958 dan terus meningkat penggunaannya setelah menyebarnya MRSA. Secara in
vitro, vankomisin aktif terhadap bakteri Gram positif aerob dan bakteri anaerob
seperti Staphylococcus, streptokokus, enterokokus, Clostridium spp dan
Corynebacterium spp. Menurut NCCLS, vankomisin dikatakan peka/aktif terhadap
Staphylococcus bila mampu mematikan pada konsentrasi 4µg/mL, intermediat antara
8-16 µg/mL dan resisten pada konsentrasi 32 µg/mL. Vankomisin bersifat slow
bactericidal terhadap S. aureus dan S. epidermidis. Secara in vitro juga dilaporkan
adanya efek sinergi pada campuran vankomisin dengan aminoglikosida terhadap S.
aureus. Sedangkan campuran vankomisin dengan rifampin masih diragukan
efektivitasnya karena beberapa studi memperlihatkan hasil antagonistik. Vankomisin
merupakan obat pilihan infeksi MRSA seperti bakteriemia, endokarditis, pneumonia
dan komplikasi pascabedah.3

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Sinaulan, R.L. 2017. Berpikir Filsafat Menuju Filsafat Ilmu. Jakarta:


Daulat Press.

2. file:///D:/Downloads/filsafat/ANALISIS%20FILSAFAT%20ILMU%20_
%20ONTOLOGI,%20EPISTEMOLOGI,%20AKSIOLOGI%20DAN
%20LOGIKA%20ILMU%20PENGETAHUAN
%20%E2%80%93%20Kajian%20Budaya%20filsafat).html.

3. Sinaulan, R.L. 2017. Berpikir Filsafat Menuju Filsafat Ilmu. Jakarta:


Daulat Press.

4. Yuwono. 2010. Pandemi Resistensi Antimikroba: Belajar dari MRSA.


JKK. Palembang: Sekolah Alam Palembang.

5. Yuwono. 2013. Mekanisme Molekuler Resistensi Methicillin Resistant


Staphylococcus aureus. Korespondensi. Palembang: Sekolah Alam
Palembang.

11

Anda mungkin juga menyukai