BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Hiperbilirubinemia
2.1.1. Defenisi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin
2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur
bayi atau lebih dari persentil 90. (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009)
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
patologi. Tingginya kadar bilirubin yan dapat menimbulkan efek patologi
pada setiap bayi berbeda-beda. Dapat juga diartikan sebagai ikterus
dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya mungkin menjurus ke arah
terjadinya kernicterus bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus
yang kemungkinan menjadi patologi atau dapat dianggap sebagai
hiperbilirubinemia adalah :
a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24
jam.
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus
kurang bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
d. Ikterus yang disertai berat badan kurang dari 2000 gram, masa
gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom
gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah. (Surasmi dkk, 2002)
2.1.2. Insiden
Enam puluh persen bayi cukup bulan dan delapan puluh persen bayi
kurang bulan mengalami ikterus. (Sinclair, 2009)
2.1.3. Klasifikasi
a. Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologi biasanya dimulai pada usia dua sampai tiga hari
(3-5hari pada bayi yang disusui). Ikterus dapat terlihat diwajah
bayi ketika sadar dalam serum mencapai sekitar 5mg/dL.ikterus
ini bisa terlihat pada abdomen tengan jika kadar bilirubin kurang
lebih 15 mg/dL, dan di tumit kaki jika kadarnya sekitar 20mg/dL.
pada hari kelima hingga ketujuh, kadarnya berkurang menjadi
sekitar 2 mg/dL.
b. Ikterus patologis
Ikterus menjadi patologis jika kondisi ini dapat terlihat dalam 24
jam, ketika kadar bilirubin meningkat sebanyak 5 mg/dL dalam
24 jam, ketika kadar bilirubin >15 mg/dL, ketika peningkatan
kadarnya berlangsung lebih dari 1 minggu pada bayi cukup bulan
dan lebih dari 2 minggu pada bayi prematur, atau ketika bayi
menjadi letargi dan kemampuan menyusu buruk.(Sinclair, 2009)
2.1.4. Etiologi
Bayi mengalami ikterus akibat :
a. Konsentrasi hemoglobin yang tinggi saat lahir dan menurun
dengan cepat selama beberapa hari pertama kehidupan.
b. Umur sel darah merah pada bayi baru lahir lebih
pendek dibandingkan sel darah merah orang dewasa.
c. Imaturitas enzim-enzim hati mengganggu konjugasi dan ekskresi
bilirubin. (Lissauaer, Fanaroff, 2009)
Penyebab ikterus neonatorum menurut waktu kemunculannya :
a. Dua puluh empat jam pertama
• Penyakit hemolisis
• Inkompatibilitas rhesus
• Inkompatibilitas ABO
• Defisiensi G6PD
• Sferositosis
• Infeksi kongenital
b. Hari kedua-kelima
• Fisiologis
• Infeksi
• Hematoma
• Galaktosemia dan kelainan metabolik lain
• Ikterus non-hemolitik familial
• Bayi dari ibu diabetes
c. Setelah akhir minggu kedua
• Ikterus air susu ibu (breast milk jaundice)
• Hipotiroidisme
• Hepatitis
• Atresia bilier dan masalah traktus biliaris lainnya
• Stenosis pilorus (Hull, 2008)
2.1.5. Patofisiologi
Bilirubin merupakan salah satu hasil pemecahan hemoglobin yang
disebabkan oleh kerusakan sel darah merah (SDM). Ketika SDM
dihancurkan, hasil pemecahannya terlepas ke sirkulasi, tempat
hemoglobin terpecah menjadi dua fraksi: heme dan globin. Bagian globin
(protein) digunakan lagi oleh tubuh, dan bagian heme diubah menjadi
bilirubin tidak terkonjugasi, suatu zat yang tidak larut yang terikat pada
albumin.
Dihati bilirubin dilepas dari molekul albumin dan dengan adanya enzim
glukuronil transferase, dikonjugasikan dengan adanya asam glukoronat
menghasilkan larutan dengan kelarutan tinggi, bilirubin glukoronat
terkonjugasi, yang kemudian diekskresi dalam empedu.Di usus, kerja
bakteri mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi urobilinogen, pigmen
yang memberi warna khas pada tinja.Sebagian besar bilirubin terreduksi
2.1.7. Diagnosis
a. Anamnesis
Riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi
dan pembesaan hati dan limfa, riwayat penggunaan obat selama
ibu hamil, riwayat infesi maternal, riwayat trauma persalinan,
asfiksia. (Herwanto, 2009)
b. Pemeriksaan fisik
Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam
ruangan dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit
dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan
subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar
bilirubin kurang dari 4 mg/dL.
Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dari salah
satu penyebab ikterus patologis.Kondisi bayi harus diperiksa
pucat, petekie, ekstravasasi darah, memar kulit yang berlebihan,
• Bilirubin direk
• Hitung darah lengkap, hitung retikulosit, dan apusan untuk
morfologi darah tepi.
• Golongan darah dan tes antibodi direk (direct antibody
test, DAT, atau tes Coombs).
• Konsentrasi G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase).
• Albumin serum
• Urinalisis untuk mengetahui zat pereduksi (galaktosemia).
2.1.8. Penatalaksanaan
Penanganan hiperbilirubinemia bergantung pada penyebab dan
beratnya gejala serta derajat anemia yang menyertainya. Strategi yang
diterapkan berupa:
a. Konversi bilirubin tidak terkonjugasi menjadi produk yang
tidak berbahaya (fototerapi).
b. Pengeluaran sumber bilirubin yang potensial (transfusi
darah tukar).
c. Inhibisi produksi bilirubin (melalui inhibitor heme oksigenase).
2.1.9. Komplikasi
Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah ensefalopati
bilirubin atau kernikterus.Kernikterus terjadi pada keadaan
hiperbilirunemia indirek yang sangat tinggi, cedera sawar darah-otak, dan
adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin untuk mengikat
albumin. Adanya keadaan berikut ini, seperti hipoksemia, hiperkarbia,
hiptermia, hipoglikemia, hipoalbuminemia, dan hiperosmolalitas dapat
2.2.Prematuritas Bayi
2.2.1. Defenisi
Prematuritas didefenisikan sebagai kelahiran bayi dengan usia gestasional
kurang dari 37 minggu. (Mitchell dkk., 2008). Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37 minggu atau kurang. Himpunan kedokteran Fetometernal
POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa persalinan preterm
adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.
(Mochtar, 2010)
2.2.2. Insidens
Sekitar 7% dari seluruh kehamilan. (Morgan, Hamilton, 2009).
Ibu dari ras kulit hitam, status sosio-ekonomi yang rendah, usia <
18 tahun atau > 40 tahun.
b. Kesehatan umum
Stres pribadi tinggi, nutrisi buruk; berat ibu sebelum hamil
rendah; anemia; bakteriuria; kondisi-kondisi medis, seperti
diabetes, asma, dan pielonefritis; penyakit jantung pada ibu;
meroko (risiko 2 kali lipat); penyalahgunaan zat (risiko 3 kali
lipat).
c. Pekerjaan
Pekerjaan yang banyak menuntut kemampuan fisik, berdiri terlalu
lama, bekerja dalam shift, dan bekerja di malam hari.
d. Kondisi uterus
Kelainan, cedera pada serviks atau abnormalitas (termasuk
pajanan dietilstilbestrol [DES] di dalam uterus, konisasiserviks,
atau riwayat induksi aborsi pada trimester kedua), fibroid, atau
kontraksi uterus yang berlebihan, infeksi.
e. Faktor obstetrik
Persalinan prematur sebelumnya pada kehamilan usia antara 16
dan 36 minggu (2-3 kali risiko : semakin sering mengalami
persalinan prematur, semakin dini usia kehamilan-semakin basar
risiko mengalami persalinan prematur-hasil yang diperoleh pada
persalinan terakhir merupakan alat yang lebih akurat untuk
menentukan perkiraan hasil persalinan kali ini, KPD, plasenta
previa, inkompetensia serviks, abrupsio plasenta, preeklamsi,
PJT, oligohidramnion, amnionitis, kelainan janin, perdarahan per
vaginam setelah trimester pertama, perawatan prenatal kurang
atau tidak ada sama sekali. (Sinclair, 2009)
2.2.4. Etiologi
a. Pada 66% kasus, penyebab tidak pernah ditemukan.
b. Faktor ibu
Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi
kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.
Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk
indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh
hepar ibunya.Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala hampir semua
neonatus dapat terjadi kumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%.Hal ini
menunjukkan ketidakmampuan fetus mengelolah bilirubin berlanjut pada
masa neonatus.Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya,
tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan
disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum
matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia,
asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau
kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.
Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar
albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar
albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek
yang bebas itu yang dapat meningkat dan sangat berbahaya karena
bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak.
Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan pemberian
albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20mg% pada
umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus
mempunyai kadar bilirubin normal telah tercapai. (Staf Pengajar Ilmu
Kesehatan Anak FK UI, 2007)