PENDAHULUAN
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang
adalah sindrom nyeri neuropatik yang ditandai dengan nyeri yang menetap selama
zoster (HZ).2 Ini adalah virus yang sama yang menyebabkan cacar air. Bertahun-
tahun kemudian, usia lanjut, penyakit, stres, penurunan fungsi sistem kekebalan,
zoster. Terkadang, tidak ada alasan yang jelas untuk wabah ini.4 Setelah infeksi
awal varicella, VZV tidak aktif di ganglia akar dorsal dari berbagai saraf di seluruh
tubuh, termasuk saraf trigeminal, yang dipengaruhi oleh Herpes Zoster Oftalmikus.
Neuralgia Post Herpetika Oftalmikus terjadi sebagai sekuel dari Herpes Zoster
Oftalmikus yang ditandai dengan timbulnya rasa terbakar yang hebat dan rasa sakit
Dari total 2232 pasien herpes zoster pada 13 rumah sakit pendidikan di
Indonesia (2011-2013), total kasus NPH adalah 593 kasus (26.5% dari total kasus
HZ). Puncak kasus NPH pada usia 45-64 yaitu 250 kasus NPH (42% dari total kasus
NPH). Tujuan tatalaksana pada pasien dengan Neuralgia Post Herpetika Oftalmikus
1
komplikasi. Hampir seluruh pasien dengan penyakit tersebut memerlukan terapi
sistemik karena manifestasi klinis yang timbul tidak hanya sebatas di okular.13
Terapi awal dengan antiviral dalam 72 jam setelah rash muncul mengurangi
manifestasi okular pada pasien dari 50% menjadi 20% - 30%.15 Antiviral yang
nyeri. Berdasarkan hal tersebut penulis ingin membahas mengenai Diagnosis dan
Oftalmikus.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Oftalmikus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
setelah proses penyembuhan ruam herpes zoster (HZ). Ini adalah virus yang sama
yang menyebabkan cacar air. Selama infeksi awal cacar air, virus tetap berada di
dalam tubuh, tertidur di dalam sel-sel saraf. Bertahun-tahun kemudian, usia lanjut,
ada alasan yang jelas untuk wabah ini. Setelah infeksi awal varicella, VZV tidak
aktif di ganglia akar dorsal dari berbagai saraf di seluruh tubuh, termasuk saraf
Oftalmikus (HZO) didefinisikan sebagai zoster dalam divisi oftalmologi dari saraf
kranial kelima (V1). HZO menyumbang 10-20% dari kasus HZ, dan dapat
dikategorikan lebih lanjut sebagai HZO dengan atau tanpa keterlibatan mata.3 HZO
dimulai dengan gejala seperti flu termasuk demam, mialgia, dan malaise selama
kurang lebih satu minggu. Pasien mengalami ruam dermatom unilateral yang
menyakitkan dalam distribusi satu atau lebih cabang V1: supraorbital, lacrimal,
dan nasocilliary. Manifestasi kulit biasanya dimulai dari ruam makula eritematosa,
berkembang selama beberapa hari menjadi papula, vesikel, dan kemudian pustula.
Pustula kemudian pecah dan menjadi keropeng, dan pada individu imunokompeten
akan terjadi selama dua sampai tiga minggu.4 Manifestasi oftalmik yang paling
3
umum pada HZO adalah keratitis, uveitis dan konjungtivitis. Manifestasi lain
termasuk episkleritis dan skleritis, nekrosis retina akut, keterlibatan saraf kranial
dan atau meningoensefalitis. Komplikasi jangka panjang dari penyakit ini yaitu
glaukoma, katarak, jaringan parut kornea, dan Post Herpetic Neuralgia dapat
memiliki hasil yang menghancurkan pada fungsi visual dan atau kualitas hidup.3
Neuralgia Post Herpetika Oftalmikus terjadi sebagai sekuel dari Herpes Zoster
Oftalmikus yang ditandai dengan timbulnya rasa terbakar yang hebat dan rasa sakit
2.2 Epidemiologi
tersering ketiga setelah low back pain dan neuropati diabetik. Frekuensi dan durasi
pada 73% pasien diatas 70 tahun, 47% pasien diatas 60 tahun sedangkan untuk usia
diatas 55 tahun hanya 27%. Hampir setengah dari pasien diatas 70 tahun tersebut
(48%) menderita NPH dengan durasi lebih dari 1 tahun.5 Dari total 2232 pasien
herpes zoster pada 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia (2011-2013), total kasus
NPH adalah 593 kasus (26.5% dari total kasus HZ). Puncak kasus NPH pada usia
45-64 yaitu 250 kasus NPH (42% dari total kasus NPH). Persentase Herpes Zoster
(48%) dan 65 tahun (35%).8 Herpes zoster oftalmikus mewakili sekitar 10 hingga
25 persen dari semua kasus herpes zoster. Meskipun herpes zoster oftalmikus paling
hanya memiliki temuan oftalmik, terutama terbatas pada kornea. Keterlibatan mata
4
langsung tidak secara spesifik berkorelasi dengan usia, jenis kelamin, atau tingkat
keparahan penyakit.6
2.3 Anatomi
divisi oftalmik pada regio trigeminal, regio saraf kranial lainnya dan regio servikal
Jalur sensorik wajah dari saraf trigeminal analog dengan tubuh. Semua
informasi sensorik perjalanan kembali ke ganglion, dan sensasi rasa sakit dan suhu
perjalanan secara terpisah dari modalitas lain. Ganglion sensorik dari CN 5 disebut
ganglion gasserian, yang berada di Meckel cave (mnemonik : ganglion atau saraf
5
B
C
Gambar 1. A. Gambaran klinis pasien Herpes Zoster, B. Persarafan Nervus Trigeminal
Oftalmikus tampak lateral, C. Persarafan Nervus Trigeminal tampak anterior.
(Sumber : Pusponegoro et al, 2014)
gasserian, saraf trigeminal membelah menjadi tiga cabang: oftalmik (V1), maksila
tidak melewati sinus kavernosa. V1 keluar dari tengkorak melalui celah orbital
di tingkat pons. Meskipun titik masuknya CN 5 ke batang otak berada pada level
pons (seperti yang diharapkan atau skema 5-6-7-8 yang dijelaskan dalam Bab 9),
6
2.4 Patofisiologi
sebatas mata sampai ke verteks, tetapi tidak melalui garis tengah dahi. Herpes zoster
pembelahan saraf oftalmik. Virus merusak mata dan struktur di sekitarnya oleh
degenerasi tubuh sel akson dan akson aferen primer yang terkena, atrofi tanduk
dorsal sumsum tulang belakang, jaringan parut ganglion akar dorsal, dan hilangnya
berefek baik pada komponen sentral maupun perifer dari sistem saraf. Setelah
perbaikan infeksi primer VZV, virus menetap secara laten di dalam ganglion radiks
dorsalis saraf kranial atau saraf spinal. Reaktivasi virus VZ yang diikuti replikasi
menyebabkan rasa sakit. Ketika virus mencapai kulit Anda, itu menghasilkan ruam
dan lepuh. Hal ini dapat menginduksi siklus sensitisasi yang mengakibatkan nyeri
yang menetap.3 Bila mengenai anak cabang nasosilaris (adanya vesikel pada puncak
hidung yang dikenal sebagai tanda Hutchinson, sampai dengan kantus medialis)
2.5 Etiologi
Infeksi primer virus ini terjadi ketika terdapat kontak dengan mukosa pernapasan
maupun mukosa konjungtiva, kemudia virus ini akan menyebar.4 Selama fase
7
infeksi primer ini, partikel virus ini menyebar menginfeksi kulit mengikuti jalur
hipotesis yang mengatakan penyebaran melalui jalur hematogen pada fase viremik
tersebut terjadi migrasi virus sepanjang serabut – serabut saraf sensoris menuju sel
Sel imun inang akan menekan replikasi dari virus ini, namun virus masih
tetap dalam kondisi dormant selama beberapa tahun hingga beberapa dekade.
Secara umum virus ini dorman di dorsal root ganglia dan ganglia nervus kranialis.
Selain itu, virus ini juga dapat mengenai nervus kranialis tigeminalis (Nervus V)
yang merupakan suplai sensori untuk wajah dan mukosa dan juga memberikan
suplai motorik untuk daerah wajah.9 Tidak menutup kemungkinan untuk terjadi
infkesi berulang akibat Varicella – Zoster Virus ini. Reaktivasi bisa terjadi pada
beberapa kondisi seperti, pada kondisi stress, dengan imosupresi, dan terpapar
kembali dengan virus.10 Pada saat terjadi reaktivasi akan menyebabkan proliferasi
sel T dan produksi interferon – alfa dan herpes virus – specific antibodies. 12
Manifestasi klinisnya dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu, fase pre erupsi, fase
erupsi akut, dan fase kronik. Pada fase pre erupsi ini ditandai dengan gejala
neuropati seperti sensasi terbakar, kesemutan, dan rasa nyeri yang awalnya ringan
dan hanya terbatas sesuai dengan lokasi dermatomnya.7 Sering juga disertai gejala
seperti pada fase prodromal dari herpes zoster bisa berupa flu – like syndrome,
fotopobia, dan nyeri kepala. Biasanya demamnya tidak terlalu tinggi selama kurang
8
lebih satu minggu sebelum muncul rash di sekitar dahi. Kemudian pada fase erupsi
akut akan ditemukan pustul dan juga kemerahan yang berlangsung sekitar 10 – 15
hari. Pada herpes zoster optalmikus rash berada di sekitar periokular, seperti
palpebra, kantus media, dan pada ujung hidung yang dikenal dengan Hutchinson
Pada palpebra dapat ditemukan makula yang kemudian bisa terjadi infeksi
konjungtiva dan kemosis yang biasa disebut boggy edema dengan reaksi papil di
9
konjungtiva bulbar. Pada kornea dapat ditemukan keratitis punctate dan
(Gambar 3). 10
akan tampak opasitas berbentuk bulat yang multipel. Apabila mengenai endotel
kornea akan terjadi disciform keratitis yang tampak seperti opasifikasi berbentuk
bulat berukuran relatif besar pada kornea selain itu sering juga disertai
peninggkatan tekanan intraokular akibat trabekulitis (Gambar 4). Hal ini terjadi
lipid sehingga terbentuk opasifikasi kornea.14 Keterlibatan pada uvea akibat rekasi
seluler di bilik mata depan dan secara progresif terjadi sinekia posterior (iris
10
inflamasi yang menyebabkan nekrosis pada retina sehingga bisa terjadi kebutaan
dapat dijumpai, terjadi sekitar 50% pada seluruh pasien dengan herpes zoster
oftalmikus. 11
11
Gambar 5. Retinopati Herpes Zoster (Sumber : Vrcek I et al,
2017)
kurang lebih 30 hari atau bahkan bisa mencapai lebih dari 3 bulan. Hal ini ditandai
dengan nyeri neuropatik yang bisa menyebabkan kelemahan tenaga. Nyeri perih
dan parestesia dan terkadang terjadi alodinia di mana nyeri berulang tanpa adanya
stimulus yang jelas. Nyeri pada permukaan ocular dan infeksi sekunder akibat defek
2.7 Diagnosis
varicella harus didapatkan. Selain itu yang tidak kalah penting juga menanyakan
12
anamnesis yang terperinci bisa mengekslusi diagnosis banding yang memiliki
dermatome dari herpes zoster. Pada pemriksaa fisik kita curigai suatu Herpes Zoster
pemeriksaan Tzanck smear atau pewarnaan Wright yang mana dapat menentukan
apakah lesi tersebut menganadung virus tipe herpes, walaupun tidak dapat
pemeriksaan mata secara lengkap. Pemeriksaan mata yang pertama dilakukan yaitu,
pemeriksaan visus, tekanan bola mata, dan reaksi pupil. Dilanjutkan dengan
pemeriksaan gerakan bola mata dan tes konfrontasi lapangan pandang. Pemeriksaan
luar mata dilakukan dengan evaluasi kelopak mata dan adnexa. Pertama evaluasi
mata depan, iris, dan lensa. Pemeriksaan retina dilakukan dengan melakukan
midriasis pada pupil terlebih dahulu jika tidak ada kontraindikasi untuk melakukan
funduskopi.13
pada palpebra dengan penurunan visus dan mata merah. Beberapa faktor penting
yang bisa mengekslusi penyakit lain yaitu dengan ditemukannya kemerahan pada
13
hidung (Hutchinson sign). Manifestasi yang muncul pada kornea menyerupai
exposure, dan abrasi kornea. Manifestasi pada kornea juga bisa mirip dengan
retinopati lupus. 13
2.9 Tatalaksana
memerlukan terapi sistemik karena manifestasi klinis yang timbul tidak hanya
sebatas di okular.13 Terapi awal dengan antiviral dalam 72 jam setelah rash muncul
mengurangi manifestasi okular pada pasien dari 50% menjadi 20% - 30%.15
dalam mengurangi nyeri.16 Namun belum ada penelitian yang menunjukkan efikasi
dari Valaciclovir dan Famciclovir dalam mengurangi manifestasi pada ocular akibat
vius Zoster. Terapi pada 72 jam awal dapat mengurangi durasi postherpetic
Pilihan untuk terapi antiviralnya seperti Acyclovir oral 800mg 5 kali per
hari , untuk Famciclovir oral dengan dosis 500mg 3 kali per hari dan Valacyclovir
14
oral dengan dosis 1g 3 kali per hari menunjukkan ketiganya memiliki efektivitas
yang sama untuk terapi herpes zoster dan mengurangi komplikasi. Penggunaan
direkomendasikan yang mana dapat mengurangi durasi nyeri pada fase akut. Selain
kortikosteroid oral, dapat juga digunakan sedian dalam bentuk topikal untuk
dengan hati – hati dan hanya jika dianjurkan oleh dokter spesialis mata mengingat
penggunaan steroid topikal ini bisa menyebabkan perburukan dari ulkus kornea
dilepaskan dari serabut sensoris nyeri dalam respon terhadap trauma, substansi ini
mendapatkan respon ini, krim capsaicin harus diaplikasikan pada area yang terkena
sebanyak 3 – 5 kali per hari. Plester yang mengandung lidocaine juga digunakan
intensitas nyeri dengan absorpsi sistemik yang minimal, namun efeknya hanya
15
norephineprine. Amitriptyline, nortriptyline, imipramine, dan desipramine
dosis rendah diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai dosis efektivitasnya dapat
sampingnya seperti, sedasi, bibir kering, postural hipotensi, pandangan kabur, dan
retensi urin. Karena obat inin tidak bekerja cepat maka respon obat pada pasien di
dihindari dengan terapi inisiasi dosis rendah dan dapat dinaikkan dosisnya secara
perlahan. Hal ini juga ditunjukkan pada penelitian bahwa dosis yang diperlukan
artificial tear dengan erythromycin ointment setiap 4 kali per hari untuk mencegah
2.10 Komplikasi
nervus okulomotor. Hal ini mungkin akibat terjadinya vaskulitis sekunder di dalam
orbita (orbital apex syndrome) yang akan memberikan pergerakan bola yang tidak
menetap sehingga akan terjadi diplopia. Selain itu dapat terjadi juga pada nervus
empat, dan enam yang berhubungan dengan pergerakan bola mata. Mayoritas kasus
16
tersebut akan membaik dalam 6 bulan. Optik neuritis akut yang dapat menyebabkan
kebutaan secara permanen. Gangguan pada perfusi dari retina dan induksi nekrosis
dari virus telah ditemukan, namun hal ini jarang terjadi pada pasien dengan imunitas
yang baik. Pada suatu kondisi yang kronis bisa ditemukan hemiparesis.17
2.11 Prognosis
pergerakan bola yang tidak menetap sehingga akan terjadi diplopia dan pada
17
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
setelah proses penyembuhan ruam herpes zoster (HZ). Ini adalah virus yang sama
yang menyebabkan cacar air. Bertahun-tahun kemudian, usia lanjut, penyakit, stres,
virus, menyebabkan wabah herpes zoster. Terkadang, tidak ada alasan yang jelas
untuk wabah ini. Manifestasi oftalmik yang paling umum adalah keratitis, uveitis
menyumbang 10-20% dari kasus HZ, dan dapat dikategorikan lebih lanjut sebagai
HZO dengan atau tanpa keterlibatan mata. Herpes zoster oftalmikus mewakili
sekitar 10 hingga 25 persen dari semua kasus herpes zoster. Meskipun herpes zoster
pasien mungkin hanya memiliki temuan oftalmik, terutama terbatas pada kornea.
Keterlibatan mata langsung tidak secara spesifik berkorelasi dengan usia, jenis
nervus kranialis yang lain, seperti nervus okulomotor. Hal ini mungkin akibat
terjadinya vaskulitis sekunder di dalam orbita (orbital apex syndrome) yang akan
memberikan pergerakan bola yang tidak menetap sehingga akan terjadi diplopia.
Selain itu dapat terjadi juga pada nervus empat, dan enam yang berhubungan
dengan pergerakan bola mata. Mayoritas kasus tersebut akan membaik dalam 6
18
bulan. Optik neuritis akut yang dapat menyebabkan kebutaan secara permanen.
Terapi awal dengan antiviral dalam 72 jam setelah rash muncul mengurangi
manifestasi okular pada pasien dari 50% menjadi 20% - 30%. Antiviral yang
nyeri.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
12. Kinchington PR, Leger AJS, Guedon J-MG, Hendricks RL. Herpes simplex
virus and varicella zoster virus, the house guests who never leave.
Herpesviridae. 2012. Pp: 3-5.
13. Starr CE, Pavan-Langston D. Varicella-zoster virus: mechanisms of
pathogenicity and corneal disease. Ophthalmol Clin North Am. 2002. 15(1).
Pp: 7-15.
14. Saad S., Christopher N., Evaluation and Management of Herpes Zoster
Ophthalmicus. American Family Physician. 2002. 66(9). Pp: 1- 8.
15. Yawn BP, Wollan PC, St Sauver JL, et al.. Herpes zoster eye complications:
rates and trends. Mayo Clin Proc. 2013. 88(6). Pp:562-570.
16. Cobo LM, Foulks GN, Liesegang T, Lass J, Sutphin JE, Wilhelmus K, et
al.,. Oral acyclovir in the treatment of acute herpes zoster ophthalmicus.
Ophthalmology. 2002. 93. Pp:763-70.
17. Tyring S, Engst R, Corriveau C, Robillard N, Trottier S, Van Slycken S, et
al. Famciclovir for ophthalmic zoster: a randomised aciclovir controlled
study. Br J Ophthalmol. 2001. 85. Pp:576-81.
18. Wim O. Michel J. W. Z.,. Managing ophthalmic herpes zoster in primary
care. 2005. 33(1). Pp: 147 – 151.
19. Balfour HH Jr.. Varicella zoster virus infections in immunocompro- mised
hosts. A review of the natural history and management. Am J Med. 2008.
85. Pp :68-73.
20. Seth J.S., Michael D., Deborah P.,. Management of Herpes Zoster
(Shingles) and Postherpetic Neuralgia. American Family Physician. 2019.
61(8). Pp: 1-5.
21