Anda di halaman 1dari 12

Demokrasi Liberal

Demokrasi Terpimpin Adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta
pemikiran berpusat pada pemimpin negara. konsep sistem demokrasi terpimpin pertama
diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10
November 1956. Masa demokrasi terpimpin ( 1957-1965 ) dimulai dengan tumbangnya
demokrasi parlementer atau demokrasi Liberal yang ditandai pengunduran Ali
Sastroamidjojo sebagai perdana mentri. Namun begitu, penegasan pemberlakuan
demokrasi terpimpin dimulai setelah dibubarkannya badan konstituante dan dikeluarkannya
dekrit Presiden 5 Juli 1959. Demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh sila
keempat Pancasila.

Sejarah munculnya Demokrasi Liberal

Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang
Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi
Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan
Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950 yang juga bernafaskan liberal. Akibat
pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri
(kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada
parlemen (DPR). Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya
partai – partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai.

Demokrasi Liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataanya rakyat Indonesia
sadar bahwa UUDS 1950 dengan sisten Demoktasi Liberal tidak cocok dan tidak sesuai
dengan. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit mengenai
pembubaranKonstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS
1950 karena dianggap tidak cocok dengan kedaan ketatanegaraan Indonesia.

Bidang Politik

Tahun 1950 sampai dengan tahun 1959 merupakan masa berjayanya partai-partai politik
pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik
terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam
DPR, dan dalam waktu lima tahun (1950 -1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang
kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinetnya sebagai berikut;

1. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)

Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi)
sebagai perdana menteri. Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam
parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini kuat
formasinya di mana tokoh – tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan
Hamengkubuwono IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.

Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:

1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.


2. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.
4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.
5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.

Kendala yang dihadapi oleh cabinet inin yaitu dalam memperjuangkan Irian Barat dan
Belanda mengalami kebuntuan, terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah
Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Keberhasilan Kabinet Natsir adanya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama
kalinya mengenai masalah Irian Barat.

Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI
menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI
menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan
Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan
memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.

2. SUKIMAN (27 April 1951 – 3 April 1952)

Setelah Kabinet Natsir mengembalikan mandatnya pada presiden, presiden menunjuk


Sartono (Ketua PNI) menjadi formatur, namun gagal, sehingga ia mengembalikan
mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 28 hari (28 Maret-18 April
1951).Presiden Soekarno kemudian menunjukan Sidik Djojosukatro ( PNI ) dan Soekiman
Wijosandjojo ( Masyumi ) sebagai formatur dan berhasil membentuk kabinet koalisi dari
Masyumi dan PNI. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman ( Masyumi )-
Soewirjo ( PNI ) yang dipimpin oleh Soekiman.

Program pokok dari Kabinet Soekiman adalah:

1.Menjamin keamanan dan ketentraman

2.Mengusahakan kemakmuran rakyat dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai


dengan kepentingan petani.
3.Mempercepat persiapan pemilihan umum.

4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam
wilayah RI secepatnya.

5. Di bidang hukum, menyiapkan undang – undang tentang pengakuan serikat buruh,


perjanjian kerja sama,penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh.

Terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program
menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin
keamanan dan ketentraman. Kendala/Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini yaitu adanya
Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta
Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer
dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA).
Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI
diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang
telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok
barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat. Adanya krisis moral
yaitu korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-
barang mewah. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik karena kurang tegasnya
tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan
mandatnya kepada presiden karena adanya pertentangan dari Masyumi dan PNI.

3. KABINET WILOPO (3 April 1952 – 3 Juni 1953)

Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto ( PNI ) dan
Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi formatur, namun gagal.Kemudian menunjuk
Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk
kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga bernama kabinet
Wilopo. Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.

Program pokok dari Kabinet Wilopo adalah:

1. Program dalam negeri : Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR,


dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat,
dan pemulihan keamanan.
2. Program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-
Belanda,Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik
luar negeri yang bebas-aktif.
Banyak sekali kendala yang muncul antara lain sebagai berikut; adanya kondisi krisis
ekonomi, terjadi defisit kas negara, munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme
yang mengancam keutuhan bangsa, terjadi peristiwa 17 Oktober 1952 yang menempatkan
TNI sebagai alat sipil, munculnya masalah intern dalam TNI sendiri. Konflik semakin
diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam
memulihkan keamanana di Sulawesi Selatan.Munculnya peristiwa Tanjung Morawa
mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli), peristiwa Tanjung Morawa
merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai
persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).Akibat peristiwa Tanjung Morawa
muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Sehingga
Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.

4. KABINET ALI SASTROAMIJOYO I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)

Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk pada tanggal 31 juli
1953. Kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai yang
diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil
perdana Menteri Mr. Wongsonegoro (partai Indonesia Raya PIR).

Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah:

1. Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan Pemilu.


2. Pembebasan Irian Barat secepatnya.
3. Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
4. Penyelesaian Pertikaian politik.

Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo I yaitu; Persiapan
Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29
September 1955, menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 dan memiliki
pengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa – bangsa
Asia – Afrika dan juga membawa akibat yang lain, seperti :

1. Berkurangnya ketegangan dunia.


2. Australia dan Amerika mulai berusaha menghapuskan politik rasdiskriminasi di
negaranya.
3. Belanda mulai repot menghadapi blok afro- asia di PBB, karena belanda masih
bertahan di Irian Barat.

Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.


Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan, seperti
DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.Terjadi peristiwa 27 Juni 1955 suatu
peristiwa yang menunjukkan adanya kemelut dalam tubuh TNI-AD. Keadaan ekonomi yang
semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang menunjukkan gejala
membahayakan.Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.Munculnya konflik
antara PNI dan NU yang menyebabkkan, NU memutuskan untuk menarik kembali menteri-
mentrinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang diikuti oleh partai lainnya. Nu menarik dukungan
dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam kabinetnya inilah yang memaksa Ali
harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 24 Juli 1955.

5. KABINET BURHANUDDIN HARAHAP (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)

Kabinet Ali selanjutnya digantikan oleh Kabinet Burhanuddin Harahap. Burhanuddin


Harahap berasal dari Masyumi., sedangkan PNI membentuk oposisi.
Program pokok dari Kabinet Burhanuddin Harahap adalah:

1.Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan


Darat dan masyarakat kepada pemerintah.

2.Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan


mempercepat terbentuknya parlemen baru

3.Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi

4.Perjuangan pengembalian Irian Barat

5.Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.

Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin Harahapyaitu;
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih
anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang
mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang
memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Perjuangan Diplomasi
Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi
militer. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya mutasi dalam
lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Dengan berakhirnya
pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan
dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet
baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.

6. KABINET ALI SASTROAMIJOYO II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)

Ali Sastroamijoyo kembali diserahi mandate untuk membentuk kabinet


baru pada tanggal 20 Maret 1956. Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI,
Masyumi, dan NU.

Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program kabinet ini disebut Rencana
Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut.

1. Perjuangan pengembalian Irian Barat


2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-
anggota DPRD.
3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan
kepentingan rakyat.

Selain itu program pokoknya adalah,

 Pembatalan KMB
 Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik
luar negeri bebas aktif
 Melaksanakan keputusan KAA.

Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah kabinet ini
mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode
planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB. Kendala/
Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut. Berkobarnya semangat anti Cina di
masyarakat. Muncul pergolakan / kekacauan di daerah yang semakin menguat dan
mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer Memuncaknya
krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di
daerahnya. Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya
mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Timbulnya perpecahan antara
Masyumi dan PNI. Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil
Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.

7. KABINET DJUANDA ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)

Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli
dalam bidangnya. Dipimpin oleh Ir.Juanda. Program pokok dari Kabinet Djuanda adalah
Programnya disebut Panca Karya yaitu:

 Membentuk Dewan Nasional


 Normalisasi keadaan RI
 Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB
 Perjuangan pengembalian Irian Jaya
 Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan

Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu.
Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda,
Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai
daerah. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin
meningkat. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program
pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya, terjadi
peristiwa Cikini. Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.

Bidang Ekonomi

Faktor yang menyebabkan keadaan ekonomi tersendat adalah sebagai berikut;

 Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa
Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan
dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan
utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
 Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 miliar
 Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu
pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu
berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
 Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan
dirancang oleh Belanda.
 Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem
ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
 Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki
tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai
 Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya
pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
 Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah
untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
 Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah
direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
 Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.

Kelebihan dari pelaksanaan Demokrasi Liberal sebagai berikut;


1955. a) Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
1956. b) Penyelenggaraan pemilu untuk yang pertama kalinya dalam sejarah
Republik Indonesia secara demokratis pada 29 September 1955 (memilih anggota
DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante).
1957. c) Pembatalan seluruh perjanjian KMB. KMB
1958. d) Indonesia dapat mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia
melalui Deklarasi Djuanda
1959. e) Pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi De Javasche Bank menjadi
Bank Indonesia.
1960. f) Masa ini bisa dikatakan sebagai masa paling demokratis selama republik ini
berdiri.

Kegagalan dari pelaksanaan Demokrasi Liberal yaitu;

 Instabilitas Negara karena terlalu sering terjadi pergantian kabinet. Hal ini
menjadikan pemerintah tidak berjalan secara efisien sehingga perekonomian
Indonesia sering jatuh dan terinflasi.
 Timbul berbagai masalah keamanan
 Sering terjadi konflik dengan pihak militer seperti pada peristwa 17 Oktober 1952.
 Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akibat lemahnya sistem
pemerintahan.
 Sering terjadi konflik antar partai politik dalam pemerintahan untuk mendapatkan
kekuasaan.
 Praktik korupsi meluas.
 Kesejahteraan rakyat terbengkalai karena pemerintah hanya terfokus pada
pengembangan bidang politik bukan pada ekonomi.

1. Akhir Masa Demokrasi Liberal di Indonesia.

Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini
diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun
konstitusi baru, sehingga Negara Indinesia tidak memiliki pijakan hukum yang mantap.
Kegagalan konstituante disebabkan karena masing-masing partai hanya mengejar
kepentingan partainya saja tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia
secara keseluruhan. Masalah utama yang dihadapi konstituante adalah tentang penetapan
dasar negara. Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan dalam konstituante.
Sekelompok partai menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara, namun sekelompok
partai lainnya menghendaki agama Islam sebagai dasar negara. Pemungutan suara
dilakukan 3 kali dan hasilnya yaitu suara yang setuju selalu lebih banyak dari suara yang
menolak kembali ke UUD 1945, tetapi anggota yang hadir selalu kurang dari dua pertiga. Hal
ini menjadi masalah karena masih belum memenuhi syarat. Dengan kegagalan konstituante
mengambil suatu keputusan, maka sebagian aanggotanya menyatakan tidak akan
menghadiri siding konstituante lagi. Sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah berhasil
merumuskan UUD baru. Keadaan itu semakin mengguncang situasi politik Indonesia saat
itu.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada
Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran
Konstituante. Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit yang berisi sebagai berikut;

 Pembubaran Konstituante.
 Berlakunya kembali UUD 1945.
 Tidak berlakunya UUDS 1950.
 Pembentukan MPRS dan DPAS.

Setelah keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS 1950,
maka secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi di
Indonesia.
Demokrasi Terpimpin
Demokrasi liberal adalah suatu sistem politik yang melindungi secara konstitusional
hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah, dalam demokrasi liberal keputusan-keputusan
mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)diberlakukan pada sebagian besar bidang-
bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasa-pembatasan agar keputusan
pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam
konstitusi.

Semula demokrasi ini di maksudkan untuk menangani masalah-masalah yang ada,


tetapi kemudian berkembang menjadi alat kekuasaan ekstra-konstitusional. Konsep
demokrasi terpimpin soekarno di anggap sebagai rumusan polotik baru bagi bentuk
pemerintahan yang lebih otoriter. Menurut Adnan buyung nasution dalam bukunya yang
berjudul “Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia”(2001:301), bahwa demokrasi
terpimpin bukan konsep yang siap pakai atau yang mempunyai definisi yang jelas. Pada
awalnya, konsep tersebut hanya merupakan ide Presiden Soekarno yang luas dan kabur,
yang kemungkinan besar dimaksudkan untuk menangani masalah-masalah yang semakain
bertumpuk yang dihadapi Negara yang pemerintahannya masih sedang dirumuskan oleh
Konstituante. Dengan berjalannya waktu konsep tersebut berubah menjadi konsep politik
yang sama sekali berbeda, yang dimaksudkan untuk meruntuhkan konsep pemerintahan
parlimenter. Demokrasi Terpimpin ini sebagian besar ditentukan oleh peristiwa-peristiwa
sosial-politik yang terjadi antara tahun 1956 dan Juli 1959. Demokrasi Terpimpin dibagi
menjadi tiga tahap. Tahap pertama , dari bulan Februari 1957 hingga Juli 1958 dan
mencakup perkembangan seajak muncul samapai berakhirnya pemberontakan daerah.
Tahap kedua, dari bulan Juli 1958 sampai November 1958, ketika diusahakan perumuasan
dasar Demokrasi Terpimpin. Dalam tahap ini pertentangan antara pendukung dan
penentang menjadi jelas. Tahap ketiga, dari bulan November 1958 hingga Juli 1959 ketika
demokrasi terpimpin memasuki tahap pelaksanaan melalui jalan kembali ke UUD 1945 dan
perubahan seluruh sistem politik, dalam tahap ini Angkatan Darat memainkan perananan
yang menentukan. Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden
Soekarno :

– Dari segi keamanan nasional: Banyaknya gerakan separatis pada masa demokrasi
liberal, menyebabkan ketidakstabilan negara.

– Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi
liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan
secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.

– Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan
UUDS 1950.
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan
peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959, akhirnya
mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu
keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut,
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka,
mengumumkan Dekrit Presiden. Dekrit yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada
tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan sambutan dari masyarakat Republik Indonesia yang pada
waktu itu sangat menantikan kehidupan negara yang stabil. Namun kekuatan dekrit
tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang hangat dari sebagian besar rakyat
Indonesia, tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur penting negara
lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang
nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan
suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian partai-
partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang
diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam
tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan
pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka
menyokong apa yang telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan
peranan penting dan temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang
ada tetap diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib
menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta
mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin
presiden. Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi
Soekarno.

Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh untuk
melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang hendak
dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli
Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam
pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan
Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari partai-
partai pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap terlibat
dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga dibubarkan
dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai politik, kecuali 9 partai yang dianggap
dapat menyokong atau dapat dikendalikan, dibubarkan pula. Dalam penggambaran kiprah
partai politik di percaturan politik nasional, maka ada satu partai yang pergerakan serta
peranannya begitu dominan yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan
memang berpusat pada tiga kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh
karena itu untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada masa
demokrasi terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini tidak dapat dilepaskan. PKI di bawah
pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan Nyoto, menghimpun massa dengan intensif dan
segala cara, baik secara etis maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian progresifnya
dalam pengumpulan massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar pada akhir periode
Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga juta orang anggota ditambah 17
juta pengikut yang menjadi antek-antek organisasi pendukungnya, sehingga di negara non-
komunis, PKI merupakan partai terbesar. Seperti yang telah disebutkan di atas, partai politik
pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami pembubaran secara paksa. Pembubaran
tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara diterapkannya Penerapan Presiden
(Penpres) yang dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1959. Peraturan tersebut
menyangkut persyaratan partai, sebagai berikut:

1. Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila.


2. Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita
politiknya.
3. Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah.
4. Partai-partai harus mempunyai cabang-cabang yang terbesar paling sedikit di
seperempat jumlah daerah tingkat I dan jumlah cabang-cabang itu harus sekurang-
kurangnya seperempat dari jumlah daerah tingkat II seluruh wilayah Republik
Indonesia.
5. Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai.
6. Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk
merongrong politik pemerintah atau yang secara resmi tidak mengutuk anggotanya
partai, yang membantu pemberontakan.

Sampai dengan tahun 1961, hanya ada 10 partai yang diakui dan dianggap memenuhi
prasyarat di atas. Melalui Keppres No. 128 tahun 1961, partai-partai yang diakui adalah PNI,
NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII dan IPKI. Sedangkan Keppres No.
129 tahun 1961 menolak untuk diakuinya PSII Abikusno, Partai Rakyat Nasional Bebasa
Daeng Lalo dan partai rakyat nasional Djodi Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres
No. 440 tahun 1961 telah pula diakui Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan
Tarbiyah Islam (Perti).

Anda mungkin juga menyukai