Si Demokrasi
Si Demokrasi
Si Demokrasi
Demokrasi Terpimpin Adalah sebuah sistem demokrasi dimana seluruh keputusan serta
pemikiran berpusat pada pemimpin negara. konsep sistem demokrasi terpimpin pertama
diumumkan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10
November 1956. Masa demokrasi terpimpin ( 1957-1965 ) dimulai dengan tumbangnya
demokrasi parlementer atau demokrasi Liberal yang ditandai pengunduran Ali
Sastroamidjojo sebagai perdana mentri. Namun begitu, penegasan pemberlakuan
demokrasi terpimpin dimulai setelah dibubarkannya badan konstituante dan dikeluarkannya
dekrit Presiden 5 Juli 1959. Demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh sila
keempat Pancasila.
Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer yang
Liberal dengan mencontoh sistem parlementer barat, dan masa ini disebut Masa demokrasi
Liberal. Indonesia dibagi manjadi 10 Provinsi yang mempunyai otonomi dan berdasarkan
Undang – undang Dasar Sementara tahun 1950 yang juga bernafaskan liberal. Akibat
pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan RI dijalankan oleh suatu dewan menteri
(kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab kepada
parlemen (DPR). Sistem politik pada masa demokrasi liberal telah mendorong untuk lahirnya
partai – partai politik, karena dalam sistem kepartaian menganut sistem multi partai.
Demokrasi Liberal berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataanya rakyat Indonesia
sadar bahwa UUDS 1950 dengan sisten Demoktasi Liberal tidak cocok dan tidak sesuai
dengan. Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan dekrit mengenai
pembubaranKonstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS
1950 karena dianggap tidak cocok dengan kedaan ketatanegaraan Indonesia.
Bidang Politik
Tahun 1950 sampai dengan tahun 1959 merupakan masa berjayanya partai-partai politik
pada pemerintahan Indonesia. Pada masa ini terjadi pergantian kabinet, partai-partai politik
terkuat mengambil alih kekuasaan. PNI dan Masyumi merupakan partai yang terkuat dalam
DPR, dan dalam waktu lima tahun (1950 -1955) PNI dan Masyumi silih berganti memegang
kekuasaan dalam empat kabinet. Adapun susunan kabinetnya sebagai berikut;
Kabiet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir (Masyumi)
sebagai perdana menteri. Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi.
Kabinet ini merupakan kabinet koalisi di mana PNI sebagai partai kedua terbesar dalam
parlemen tidak turut serta, karena tidak diberi kedudukan yang sesuai. Kabinet ini kuat
formasinya di mana tokoh – tokoh terkenal duduk di dalamnya, seperti Sri Sultan
Hamengkubuwono IX,Mr.Asaat,Ir.Djuanda, dan Prof Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Kendala yang dihadapi oleh cabinet inin yaitu dalam memperjuangkan Irian Barat dan
Belanda mengalami kebuntuan, terjadi pemberontakan hampir di seluruh wilayah
Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, Gerakan RMS.
Keberhasilan Kabinet Natsir adanya perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama
kalinya mengenai masalah Irian Barat.
Berakhirnya kekuasaan kabinet disebabkan oleh adanya mosi tidak percaya dari PNI
menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI
menganggap peraturan pemerintah No. 39 th 1950 mengenai DPRD terlalu menguntungkan
Masyumi. Mosi tersebut disampaikan kepada parlemen tanggal 22 Januari 1951 dan
memperoleh kemenangan, sehingga pada tanggal 21 Maret 1951 Natsir harus
mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
4. Menjalankan politik luar negeri secara bebas aktif serta memasukkan Irian Barat ke dalam
wilayah RI secepatnya.
Terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya program
menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan untuk menjamin
keamanan dan ketentraman. Kendala/Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini yaitu adanya
Pertukaran Nota Keuangan antara Mentri Luar Negeri Indonesia Soebardjo dengan Duta
Besar Amerika Serikat Merle Cochran. Mengenai pemberian bantuan ekonomi dan militer
dari pemerintah Amerika kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA).
Dimana dalam MSA terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI karena RI
diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan Sukiman tersebut dipandang
telah melanggar politik luar negara Indonesia yang bebas aktif karena lebih condong ke blok
barat bahkan dinilai telah memasukkan Indonesia ke dalam blok barat. Adanya krisis moral
yaitu korupsi yang terjadi pada setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran akan barang-
barang mewah. Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik karena kurang tegasnya
tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi
Selatan. DPR akhirnya menggugat Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan
mandatnya kepada presiden karena adanya pertentangan dari Masyumi dan PNI.
Pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjukan Sidik Djojosukarto ( PNI ) dan
Prawoto Mangkusasmito ( M asyumi ) menjadi formatur, namun gagal.Kemudian menunjuk
Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk
kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Mentari Wilopo, sehingga bernama kabinet
Wilopo. Kabinet ini mendapat dukungan dari PNI, Masyumi, dan PSI.
Kabinet keempat adalah kabinet Ali Sastroamidjojo,yang terbentuk pada tanggal 31 juli
1953. Kabinet Ali ini mendapat dukungan yang cukup banyak dari berbagai partai yang
diikutsertakan dalam kabinet, termasuk partai baru NU. Kabinet Ali ini dengan Wakil
perdana Menteri Mr. Wongsonegoro (partai Indonesia Raya PIR).
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo I yaitu; Persiapan
Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan diselenggarakan pada 29
September 1955, menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 dan memiliki
pengaruh dan arti penting dagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa – bangsa
Asia – Afrika dan juga membawa akibat yang lain, seperti :
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Burhanuddin Harahapyaitu;
Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955 (memilih
anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih konstituante). Terdapat 70 partai politik yang
mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos seleksi. Menghasilkan 4 partai politik besar yang
memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI. Perjuangan Diplomasi
Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan oleh polisi
militer. Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini adalah banyaknya mutasi dalam
lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan ketidaktenangan. Dengan berakhirnya
pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin dianggap selesai. Pemilu tidak menghasilkan
dukungan yang cukup terhadap kabinet sehingga kabinetpun jatuh. Akan dibentuk kabinet
baru yang harus bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula.
Program pokok dari Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah Program kabinet ini disebut Rencana
Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut.
Pembatalan KMB
Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik
luar negeri bebas aktif
Melaksanakan keputusan KAA.
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamijoyo II adalah kabinet ini
mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari periode
planning and investment, hasilnya adalah Pembatalan seluruh perjanjian KMB. Kendala/
Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut. Berkobarnya semangat anti Cina di
masyarakat. Muncul pergolakan / kekacauan di daerah yang semakin menguat dan
mengarah pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer Memuncaknya
krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap mengabaikan pembangunan di
daerahnya. Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya
mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Timbulnya perpecahan antara
Masyumi dan PNI. Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil
Pemilu I ini jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.
Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli
dalam bidangnya. Dipimpin oleh Ir.Juanda. Program pokok dari Kabinet Djuanda adalah
Programnya disebut Panca Karya yaitu:
Hasil atau prestasi yang berhasil dicapai oleh Kabinet Djuanda yaitu.
Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi Djuanda,
Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di berbagai
daerah. Kendala/ Masalah yang dihadapi oleh kabinet ini sebagai berikut.
Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah semakin
meningkat. Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program
pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya, terjadi
peristiwa Cikini. Kabinet Djuanda berakhir saat presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dan mulailah babak baru sejarah RI yaitu Demokrasi Terpimpin.
Bidang Ekonomi
Setelah pengakuan kedaulatan dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, bangsa
Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan seperti yang telah ditetapkan
dalam KMB. Beban tersebut berupa hutang luar negeri sebesar 1,5 Triliun rupiah dan
utang dalam negeri sejumlah 2,8 Triliun rupiah.
Defisit yang harus ditanggung oleh Pemerintah pada waktu itu sebesar 5,1 miliar
Indonesia hanya mengandalkan satu jenis ekspor terutama hasil bumi yaitu
pertanian dan perkebunan sehingga apabila permintaan ekspor dari sektor itu
berkurang akan memukul perekonomian Indonesia.
Politik keuangan Pemerintah Indonesia tidak di buat di Indonesia melainkan
dirancang oleh Belanda.
Pemerintah Belanda tidak mewarisi nilai-nilai yang cukup untuk mengubah sistem
ekonomi kolonial menjadi sistem ekonomi nasional.
Belum memiliki pengalaman untuk menata ekonomi secara baik, belum memiliki
tenaga ahli dan dana yang diperlukan secara memadai
Situasi keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan berhubung banyaknya
pemberontakan dan gerakan sparatisisme di berbagai daerah di wilayah Indonesia.
Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri mengakibatkan pengeluaran pemerintah
untuk operasi-operasi keamanan semakin meningkat.
Kabinet terlalu sering berganti menyebabakan program-program kabinet yang telah
direncanakan tidak dapat dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
Angka pertumbuhan jumlah penduduk yang besar.
Instabilitas Negara karena terlalu sering terjadi pergantian kabinet. Hal ini
menjadikan pemerintah tidak berjalan secara efisien sehingga perekonomian
Indonesia sering jatuh dan terinflasi.
Timbul berbagai masalah keamanan
Sering terjadi konflik dengan pihak militer seperti pada peristwa 17 Oktober 1952.
Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akibat lemahnya sistem
pemerintahan.
Sering terjadi konflik antar partai politik dalam pemerintahan untuk mendapatkan
kekuasaan.
Praktik korupsi meluas.
Kesejahteraan rakyat terbengkalai karena pemerintah hanya terfokus pada
pengembangan bidang politik bukan pada ekonomi.
Kekacauan politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini
diperparah dengan Dewan Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun
konstitusi baru, sehingga Negara Indinesia tidak memiliki pijakan hukum yang mantap.
Kegagalan konstituante disebabkan karena masing-masing partai hanya mengejar
kepentingan partainya saja tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia
secara keseluruhan. Masalah utama yang dihadapi konstituante adalah tentang penetapan
dasar negara. Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan dalam konstituante.
Sekelompok partai menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara, namun sekelompok
partai lainnya menghendaki agama Islam sebagai dasar negara. Pemungutan suara
dilakukan 3 kali dan hasilnya yaitu suara yang setuju selalu lebih banyak dari suara yang
menolak kembali ke UUD 1945, tetapi anggota yang hadir selalu kurang dari dua pertiga. Hal
ini menjadi masalah karena masih belum memenuhi syarat. Dengan kegagalan konstituante
mengambil suatu keputusan, maka sebagian aanggotanya menyatakan tidak akan
menghadiri siding konstituante lagi. Sampai tahun 1959 Konstituante tidak pernah berhasil
merumuskan UUD baru. Keadaan itu semakin mengguncang situasi politik Indonesia saat
itu.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada
Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran
Konstituante. Oleh karena itu pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit yang berisi sebagai berikut;
Pembubaran Konstituante.
Berlakunya kembali UUD 1945.
Tidak berlakunya UUDS 1950.
Pembentukan MPRS dan DPAS.
Setelah keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS 1950,
maka secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi di
Indonesia.
Demokrasi Terpimpin
Demokrasi liberal adalah suatu sistem politik yang melindungi secara konstitusional
hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah, dalam demokrasi liberal keputusan-keputusan
mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)diberlakukan pada sebagian besar bidang-
bidang kebijakan pemerintah yang tunduk pada pembatasa-pembatasan agar keputusan
pemerintah tidak melanggar kemerdekaan dan hak-hak individu seperti tercantum dalam
konstitusi.
– Dari segi keamanan nasional: Banyaknya gerakan separatis pada masa demokrasi
liberal, menyebabkan ketidakstabilan negara.
– Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi
liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan
secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
– Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan
UUDS 1950.
Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 dengan melalui Konstituante dan rentetan
peristiwa-peristiwa politik yang mencapai klimaksnya dalam bulan Juni 1959, akhirnya
mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu
keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara. Atas kesimpulannya tersebut,
Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959, dalam suatu acara resmi di Istana Merdeka,
mengumumkan Dekrit Presiden. Dekrit yang dilontarkan oleh Presiden Soekarno pada
tanggal 5 Juli 1959 mendapatkan sambutan dari masyarakat Republik Indonesia yang pada
waktu itu sangat menantikan kehidupan negara yang stabil. Namun kekuatan dekrit
tersebut bukan hanya berasal dari sambutan yang hangat dari sebagian besar rakyat
Indonesia, tetapi terletak dalam dukungan yang diberikan oleh unsur-unsur penting negara
lainnya, seperti Mahkamah Agung dan KSAD.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang
nyata. Sementara itu partai-partai lainnya dihimpun oleh Soekarno dengan menggunakan
suatu ikatan kerjasama yang didominasi oleh sebuah ideologi. Dengan demikian partai-
partai itu tidak dapat lagi menyuarakan gagasan dan keinginan kelompok-kelompok yang
diwakilinya. Partai politik tidak mempunyai peran besar dalam pentas politik nasional dalam
tahun-tahun awal Demokrasi Terpimpin. Partai politik seperti NU dan PNI dapat dikatakan
pergerakannya dilumpuhkan karena ditekan oleh presiden yang menuntut agar mereka
menyokong apa yang telah dilakukan olehnya. Sebaliknya, golongan komunis memainkan
peranan penting dan temperamen yang tinggi. Pada dasarnya sepuluh partai politik yang
ada tetap diperkenankan untuk hidup, termasuk NU dan PNI, tetapi semua wajib
menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta
mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin
presiden. Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi
Soekarno.
Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh untuk
melumpuhkan apa saja yang dinilainya menghalangi jalannya revolusi yang hendak
dibawakannya. Demokrasi terpimpin yang dianggapnya mengandung nilai-nilai asli
Indonesia dan lebih baik dibandingkan dengan sistim ala Barat, ternyata dalam
pelaksanaannya lebih mengarah kepada praktek pemerintahan yang otoriter. Dewan
Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum tahun 1955 yang didalamnya terdiri dari partai-
partai pemenang pemilihan umum, dibubarkan. Beberapa partai yang dianggap terlibat
dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI, juga dibubarkan
dengan paksa. Bahkan pada tahun 1961 semua partai politik, kecuali 9 partai yang dianggap
dapat menyokong atau dapat dikendalikan, dibubarkan pula. Dalam penggambaran kiprah
partai politik di percaturan politik nasional, maka ada satu partai yang pergerakan serta
peranannya begitu dominan yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan
memang berpusat pada tiga kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh
karena itu untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada masa
demokrasi terpimpin, pergerakan PKI pada masa ini tidak dapat dilepaskan. PKI di bawah
pemimpin mudanya, antara lain Aidit dan Nyoto, menghimpun massa dengan intensif dan
segala cara, baik secara etis maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian progresifnya
dalam pengumpulan massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar pada akhir periode
Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga juta orang anggota ditambah 17
juta pengikut yang menjadi antek-antek organisasi pendukungnya, sehingga di negara non-
komunis, PKI merupakan partai terbesar. Seperti yang telah disebutkan di atas, partai politik
pada masa Demokrasi Terpimpin mengalami pembubaran secara paksa. Pembubaran
tersebut pada umumnya dilakukan dengan cara diterapkannya Penerapan Presiden
(Penpres) yang dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 1959. Peraturan tersebut
menyangkut persyaratan partai, sebagai berikut:
Sampai dengan tahun 1961, hanya ada 10 partai yang diakui dan dianggap memenuhi
prasyarat di atas. Melalui Keppres No. 128 tahun 1961, partai-partai yang diakui adalah PNI,
NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII dan IPKI. Sedangkan Keppres No.
129 tahun 1961 menolak untuk diakuinya PSII Abikusno, Partai Rakyat Nasional Bebasa
Daeng Lalo dan partai rakyat nasional Djodi Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres
No. 440 tahun 1961 telah pula diakui Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan
Tarbiyah Islam (Perti).