Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengan kemajuan dibidang teknologi yang berkembang pesat, membuat
pembangunan infrastrukturpun ikut berkembang. Salah satuya adalah beton.
beton memiliki peran besar dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya bangunan yang menggunakan beton, mulai dari jembatan, gedung
bertingkat, bendungan sampai saluran drainase juga dapat menggunakan beton.

Beton merupakan bahan bangunan yang amat penting dilihat dari volume
pengerjaan yang cukup besar jumlahnya. Perencanaan campuran beton (mix
design) memegang peranan utama dalam penentuan proporsi bahan-bahan
pokok beton, yang menjamin mutu dan kelecakannya. Beberapa metode
perencanaan rancangan campuran beton menghasilkan proporsi campuran
dalam suatu perbandingan berat. Kenyataannya banyak dijumpai pembuatan
beton yang menggunakan proporsi campuran dalam perbandingan volume yang
sudah dilakukan secara turun-temurun.

Cukup banyak keuntungan yang bisa didapat dalam penggunaan beton.


Salah satunya adalah dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan
dan fungsi beton itu sendiri pada konstruksi. Selain itu, keuntungan lain yang
bisa dari penggunaan beton adalah mampu menerima beban yang berat serta
biaya pemeliharaan yang ekonomis. Oleh karena itu, inovasi pada beton terus
berkembang hingga saat ini.

Penggunaan beton pada dunia konstruksi memiliki cukup banyak


keuntungan, namun disamiping itu terdapat hal yang perlu di perhatikan dan
pemakaian beton dalam konstruksi. Beton hanya mampu menerima beban tekan
saja tidak dngan beban tarik, oleh karena itu penggunaan beton harus
diperhatikan jika tidak maka beton dapat mengalami keretakan yang berdampak
pada runtuhnya bangunan tersebut. hal tersebut dapat diatasi dengan

1
menambahkan tulangan baja pada beton, dimana tulangan tersebut berperan
sebagai penerima beban tarik.

Pada praktek beton kali ini, mahasiswa diajarkan untuk merencanakan,


membuat dan mengaplikasikan tulangan maupun beton bertulang. Sehingga
diharapkan mahasisawa dapat bekerja dengan profesional di bidang konstruksi.

Pada praktek kali ini juga mahasiswa tidak hanya di ajarkan sebagai
pekerja saja melainkan dapat juga menjadi wirausahawan dengan memanfaatkan
peluang dan pesatnya perkembangan beton pada dunia konstruksi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana sifat dan karakteristik beton ?


1.2.2 Bagaimana pengendalian mutu beton ?
1.2.3 Bagaimana pengaruh panas Hidrasi terhadap proses Pembuatan beton ?
1.2.4 Bagaimana korosi pada tulangan baja dan cara mengatasinya ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka didapat tujuan sebagai berikut:
1.3.1 Mengetahui sifat dan karakteristik beton
1.3.2 Mengertahui pengendalian mutu beton
1.3.3 Mengetahui pengaruh Hidrasi terhadap proses Pembuatan beton
1.3.4 Mengertahui korosi pada tulangan baja dan cara mengatasinya

2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penjelasan Umum Beton

Beton dibentuk oleh pengerasan campuran antara semen, air, agregat


halus (pasir), dan agregat kasar (batu pecah atau kerikil). Kadang-kadang
ditambahkan pula campuran bahan lain (admixture) untuk memperbaiki
kualitas beton. Campuran dari bahan-bahan tersebut yang masih plastis ini
dicor kedalam acuan dan dirawat untuk mempercepat reaksi hidrasi campuran
semen air, yang menyebabkan pengerasan beton. Bahan yang terbentuk ini
mempunyai kekuatan tekan yang tinggi, tetapi ketahan terhadap tarik rendah.

Campuran antara semen dan air akan membentuk pasta semen, yang
berfungsi sebagai bahan ikat. Sedangkan pasir dan kerikil merupakan bahan
agregat yang berfungsi sebagai bahan pengisi dan sekaligus sebagai bahan
yang diikat oleh pasta semen. Ikatan antara pasta semen dengan agregat ini
menjadi satu kesatuan yang kompak dan akhirnya dengan berjalannya waktu
akan menjadi keras serta padat yang disebut beton. (Ali Isroni, 2010)

2.2 Pengertian Beton

Beton adalah campuran dari agregat kasar, agregat halus, semen ditambah
air dan bahan penambah atau tanpa bahan tambah bila diperlukan. Bahan-
bahan tersebut dicampur sampai homogen dengan perbandingan tertentu.
Karena hidrasi oleh semen dengan air, maka semen dan air dapat
melekatkan butiran-butiran agregat sehingga membentuk massa yang kuat
(mengeras) seperti batu.
Susunan bahan yang terdapat didalam beton umumnya terdiri dari :
1. 3% udara
2. 8% air
3. 15% semen
4. 74% agregat
Beton yang telah mengeras mempunyai sifat mampu menahan gaya tekan
sampai batas yang ditentukan sebaliknya tidak mampu menahan gaya tarik,

3
oleh sebab itu untuk mengatasi sifat beton yang tidak baik ini maka dipasang
tulangan pada beton sehingga beton mampu menahan gaya tekan dan gaya
tarik. Penggabungan kedua bahan ini disebut juga sebagai beton bertulang.
Pekerjaan beton adalah pekerjaan yang penting dalam pembuatan suatu
bangunan. Hal ini dapat dilihat bahwa sebagian besar pembuatan bangunan,
dewasa ini menggunakan beton sebagai struktur utamanya.
Pelaksanaan pembuatan suatu konstruksi beton diperlukan ketentuan
sebagai berikut :
1. Ketelitian pekerjaan pelaksanaannya
2. Pengetahuan tentang pelaksanaan pekerjaan teknologi beton
Kedua hal diatas bila kurang diperhatikan akan berakibat beton yang
dihasilkan kurang baik seperti timbulnya retak-retak, beton tidak rapat air, kuat
tekan yang rendah, bahkan yang lebih berbahaya dapat mengkibatkan
runtuhnya bangunan yang sedang dikerjakan.
Bertolak dari hal penting Hal ini disebabkan dengan adanya pengujian
bahan dapat ditentukan kekuatan dari beton yang diizinkan sehingga mampu
memikul beban yang akan bekerja pada konstruksi tersebut. Dapat
dipertimbangkan juga dari segi nilai ekonominya (dengan biaya yang ditekan
sekecil mungkin tetapi masih dalam batas kekuatan yang diizinkan)

Beton adalah sebuah bahan bangunan yang terbuat dari kombinasi agregat
halus dan kasar serta pasta (campuran semen dan air). Beton itu sendiri
menahan momen lentur atau tarik. Tetapi karena tidak kuat untuk menahan
tarikan tersebut, maka retak lentur terjadi pada taraf pembebanan yang masih
rendah.Untuk mengurangi atau mencegah berkembangnya retak tersebut, maka
dipasang tulangan.
Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan
semenhidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan
tambah (admixtureatau additive).
Setelah pencampuran dan peletakkan, beton akan mengering. Tetapi yang
terjadi sebenarnya adalah beton tidak menjadi padat hanya karena air menguap,

4
tapi adanya reaksi hidrasi yang terjadi pada permukaan butiran semen dan
perekatan antar komponen lainnya sehingga membentuk material seperti batu.
Kualitas suatu beton bisa dikatakan bagus apabila sanggup memenuhi
perencanaan kekuatan, campurannya memiliki mibilitas tertentu, serta
campurannya juga tidak boleh mengalami segregasi atau pemisahan selama
proses pengecoran dilakukan. Sedangkan mutu beton yang telah dicapai
melalui prosedur diantaranya adalah rancangan campuran beton, percobaan
campuran yang telah di rancang, minimum penyimpangan 5 %, pengujian
kekentalan adukan denagn alat uji slump, perawatan selama 28 hari, dan
pengujian tekan hancur semua benda uji minimum 15 buah.

2.3 Bahan Pembentuk Beton


2.3.1 Semen (Portland Cement)
Semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat – silikat kalsium yang bersifat
hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan untuk mengatur ikatan awal
semen. Kehalusan semen mempengaruhi kemudahan pengerjaan adukan
beton dan dapat mengurangi bleeding (naiknya sejumlah air ke permukaan
beton).
Proses hidrasi semen berlangsung bila semen bereaksi dengan air.
Di awal hidrasi dihasilkan Ca(OH)2, etteringite, dan C3S2H3 yang
membentuk coating pada partikel semen. Hal ini mengakibatkan reaksi
hidrasi tertahan selama 1 – 3 jam (pasta semen masih plastis dan workable).
Periode ini berakhir dengan pecahnya coating dan reaksi hidrasi kembali
terjadi dan initial setting segera terjadi yaitu waktu mulai adonan terjadi
sampai mulai terjadi kekakuan tertentu dimana adonan mulai tidak
workable. Dan final setting tercapai pada saat adonan mencapai kekakuan
penuh. Waktu pengikatan (setting time) dari semen dipengaruhi oleh
beberapa hal yaitu :
 Kandungan C3A, semakin besar akan menyebabkan setting time yang
pendek

5
 Kandungan gips, semakin besar akan menyebabkan setting time yang
panjang
 Semen yang semakin halus meyebabkan setting time yang semakin
pendek
Ada beberapa jenis semen Portland, yaitu :

 Jenis I (Normal Portland Cement)


Untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan
khusus. Semen jenis ini tidak baik digunakan pada bangunan massa
karena dapat menimbulkan selisih temperatur yang besar antara
bagian dalam dan luar bangunan sehingga dapat menimbulkan retak
– retak pengerasan.
 Jenis II (Modified Portland Cement)
Dalam penggunaannya diperlukan ketahanan terhadap sulfat. Baik
digunakan untuk bangunan seperti pir, pilar, dinding penahan tanah
yang tebal, bendungan, dan dermaga)
 Jenis III (High Early Strenght Prtland Cement)
Dalam penggunaannya dituntut persyaratan kekuatan awal yang
tinggi setelah pengikatan terjadi. Baik digunakan untuk pembuatan
– pembuatan beton yang harus segera digunakan atau harus segera
dilepas bekesting-nya. (Contoh : jalan raya dan lapangan terbang)
 Jenis IV (Low Heat Portland Cement)
Dibutuhkan panas hidrasi yang rendah dalam penggunaanya. Baik
digunakan untuk pembuatan bangunan massa seperti bendungan.
 Jenis V (Sulfate Resisting Portland Cement)
Dalam penggunaannya menuntut persyaratan sangat tahan terhadap
sulfat. Penggunaan semen jenis ini untuk bangunan – bangunan yang
terletak pada sulfat pekat (contoh : bendung dan pemecah
gelombang)

6
2.3.2 Agregat
Tujuan pemakaian agregat dalam campuran beton yaitu untuk
menghemat penggunaan semen Portland (sehingga harga bahan campuran
beton menjadi lebih murah), menghasilkan kekuatan yang besar pada
betonnya dan mengurangi terjadinya susut pengerasan.
Gradasi agregat merupakan salah satu faktor yang sangat
diperhatikan, karena bila butir – butir agregat berukuran seragam akan
dihasilkan volume pori yang besar, sebaliknya ukuran butir – butir agregat
bervariasi maka volume pori akan kecil. Hal ini dikarenakan butiran kecil
akan mengisi pori diantara butiran besar. Campuran beton dengan volume
pori sedikit sangat diharapkan karena dengan demikian maka penggunaan
bahan ikat menjadi sedikit.
a. Agregat halus (pasir)
Pasir alam dapat diperoleh dari dalam tanah/pasir galian (Berbutir
tajam, keras, dan bebas dari kandungan garam), pada dasar sungai/pasir
sungai (Berbutir halus dan bulat), dan tepi laut/pasir laut (Berbutir
halus, bulat, dan mengandung garam, sehingga kurang baik untuk
digunakan sebagai bahan campur beton karena dapat menyebabkan
korosi pada tulangan). Pasir yang baik digunakan sebagai bahan campur
dalam pembuatan beton adalah berbutir tajam dan keras (pasir galian),
tidak mudah pecah, dan tidak mengandung lumpur.
b. Agregat kasar (kerikil)
Syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh agregat kasar atau kerikil
dalam campuran beton yaitu berbutir keras (tidak mudah hancur) dan
tidak berpori agar dapat menghasilkan beton yang keras dan sifat
tembus airnya kecil, tidak mengandung lempung lebih dari 1%, tidak
mengandung zat reaktif alkali (dapat menyebabkan pengembangan
beton). Ukuran maksimum butir agregat :
 Tidak boleh melebihi 3/4 kali jarak bersih antar tulangan baja atau
antara tulangan baja dengan cetakan (bekisting)
 Tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal plat

7
 Tidak boleh lebih besar dari 1/5 kali jarak terkecil antara bidang
samping cetakan

2.3.3 Air
Air merupakan salah satu bahan campuran dalam pembuatan beton.
Air dibutuhkan untuk membantu kelangsungan reaksi semen (tanpa air,
semen tidak akan dapat bereaksi/mengeras), serta menjadi pelumas antara
butir – butir agregat agar adukan beton mudah dikerjakan. Syarat – syarat
air yang digunakan dalam campuran pembuatan beton:
 Tidak boleh mengandung lumpur (dapat memperlambat ikatan awal
beton), minyak, asam, alkali (dapat menyebabkan berkurangnya
lekatan antara agregat dengan pasta semen), garam (dapat
menimbulkan korosi pada tulangan) , bahan organic
 Secara umum sebaiknya air yang digunakan adalah air yang dapat
diminum, tawar, tidak berbau, dan tidak keruh bila diembus udara

2.3.4 Admixture / Addictive ( Bahan Tambah )

Bahan tambah adalah bahan selain unsur pokok beton (air,


semen, dan agregat) yang ditambahkan pada adukan beton. Tujuannya
adalah untuk mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu
masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras. Bahan tambah
seharusnya hanya berguna kalau sudah ada evaluasi yang teliti tentang
pengaruhnya pada beton, khususnya dalam kondisi dimana beton
diharapkan akan digunakan. Bahan tambah ini biasanya diberikan dalam
jumlah yang relatif sedikit, dan pengawasan yang ketat harus diberikan
agar tidak berlebihan yang justru akan dapat memperburuk sifat beton.
Sifat-sifat beton yang diperbaiki itu antara lain kecepatan hidrasi
(waktu pengikatan), kemudahan pengerjaan, dan kekedapan terhadap air.
Menurut SK SNI S-18-1990-03 (Spesifikasi Bahan Tambahan Untuk
Beton, 1990), bahan tambah kimia dapat dibedakan menjadi 5 (lima)
jenis yaitu:

8
1. Bahan tambah kimia untuk mengurangi jumlah air yang
dipakai. Dengan pemakaian bahan tambah ini diperoleh
adukan dengan faktor air semen lebih rendah pada nilai
kekentalan yang sama, atau diperoleh kekentalan adukan
lebih encer pada faktor air semen yang sama.
2. Bahan tambah kimia untuk memperlambat proses ikatan
beton. Bahan ini digunakan misalnya pada satu kasus dimana
jarak antara tempat pengadukan beton dan tempat penuangan
adukan cukup jauh, sehingga selisih waktu antara mulai
pencampuran dan pemadatan lebih dari 1 jam.
3. Bahan tambah kimia untuk mempercepat proses ikatan dan
pengerasan beton. Bahan ini digunakan jika penuangan
adukan di bawah permukaan air, atau pada struktur beton
yang memerlukan waktu penyelesaian segera, misalnya
perbaikan landasan pacu pesawat udara, balok prategang,
jembatan dan sebagainya.
4. Bahan tambah kimia berfungsi ganda, yaitu untuk
mengurangi air dan memperlambat proses ikatan.
5. Bahan kimia berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi
air dan mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton.

2.4 Jenis – Jenis Beton


1. Beton Ringan
Berat jenisnya <1900 kg/m3, dipakai untuk elemen non struktural.
(Biro Enjiniring)

2. Beton Normal
Berat jenisnya 2200-2500 kg/m3, dipakai hampir pada semua bagian
struktural bangunan. (Biro Enjiniring)

9
3. Beton Berat
Berat jenis >2500 kg/m3, dipakai untuk struktur tertentu, missal
struktur yang harus tahan terhadap radiasi atom. (Biro Enjiniring)

4. Beton Massa
Beton yang dituang dalam volume besar, biasanya untuk pilar,
bendungan dan pondasi turbin pada pembangkit listrik. Pada saat
pengecoran beton jenis ini, pengendalian diutamakan pada pengelolaan
panas hidrasi yang timbul, karena semakin besar massa beton maka suhu
didalam beton semakin tinggi. Bila perbedaan suhu didalam beton dan di
permukaan beton >20oC dapat menimbulkan terjadinya tegangan tarik yang
disertai retak-retak. (Biro Enjiniring)

5. Beton Serat

Komposit dari beton biasa dan bahan lain yang berupa serat, dapat
berupa serat plastic/baja. Beton serat lebih daktai daripada beton biasa,
dipakai pada bangunan hidrolik, landasan pesawat, jalan raya, dan lantai
jembatan. (Biro Enjiniring)

6. Beton Siklop
Beton biasa dengan ukuran agregat relative besar-besar. Agregat
kasar dapat sebesar 20 cm. Beton ini digunakan pada pembuatan bendungan
dan pangkal jembatan. (Biro Enjiniring)

7. Beton Precast
Beton pracetak yang di buat dicetakan dengan ukuran yang sudah
ditentukan atau disesuaikan dengan aplikasi kerja sehingga bisa menghemat
biaya dan efisien waktu.

8. Beton In Situ (Cast In Situ)


Beton yang langsung dicor pada lokasi elemen struktur yang direncanakan.

10
9. Beton Ready Mix
Beton yang sudah siap untuk digunakan tanpa perlu lagi pengolahan
dilapangan. Metoda konvensional biasa disebut dengan site mix, yang
proses pencampurannya dilakukan di lapangan. Penggunaan ready mix,
dapat mempercepat pekerjaan menghemat waktu dengan kualitas beton
yang tetap terjaga.

10. Beton Prategang


Beton yang mengalami tegangan internal dengan besar dan
distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas
tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal. (ACI)
Pre-tensioned Prestressed Concrete (pratarik), ialah konstruksi dimana
tendon ditegangkan dengan pertolongan alat pembantu sebelum beton
mengeras dan gaya konsentris dipertahankan sampai beton cukup keras.
Post-tensioned Prestressed Concrete (pasca 11ias11), adalah konstruksi
dimana setelah betonnya cukup keras, barulah dberikan gaya konsentris
dengan menarik kabel tendon.

11. Beton Tahu


Beton tahu atau beton decking berfungsi untuk membuat sela atau
jarak antara permukaan bekisting dengan tulangan, sehingga pada
waktu pengecoran nanti 11ias terbentuk selimut beton sesuai yang
diinginkan. Tebal selimut beton minimum untuk balok dan kolom yang
dicor di tempat tidak boleh kurang dari 38,1 mm bila tidak berhubungan
langsung dengan udara luar mauaoun tanah, berlaku juga untuk Sengkang,
Sengkang miring, dan spoiral. Beton decking berfungsi untuk menjaga
tulangan agar sesuai dengan posisi yang diinginkan. Bisa dibilang berfungsi
untuk membuat selimut beton sehingga besi tulangan akan selalu diselimuti
beton yang cukup, sehingga didapatkan kekuatan maksimal dari bangunan
yang dibuat. Selain itu, selimut beton juga menjaga agar tulangan pada
beton tidak berkarat (korosi).

11
2.5 Proses Pembuatan Beton
2.5.1 Penimbangan material beton
1) Portland Cement (PC)
Portland cement adalah salah satu tipe semen hidraulis dengan
komposisi utamanyaadalah kalsium silikat hidraulis. Hidraulis artinya
tipe semen tersebut akan membatudanmengeras bila bereaksi secara
kimia dengan air. Reaksi kimianya dinamakanreaksi hidrasi.Selama
reaksi hidrasi tersebut semen bercampur dengan airmembentuk masa
batuan. Bila saat PC dan air tersebut berbentuk pasta (pastasemen)
dicampurkan agregat (baik agregat kasar maupun agregat halus) maka
pastasemen tersebut akan melingkupi agregat dan membentuk gaya
adhesi suatu agregat.
Saat pasta semen mengeras maka terbentuklah beton. Kadar semenyang
cukupsesuai rancangan akan memnghasilkan kuat tekan yang sesuai, dan
kadar semen yang kurang akan menghasilkan kuat tekan yang rendah.
Begitupun penggunaan mutu semen yang tepat pemakaiannya sesuai
dengan jenisnya (I, II, III, IV dan V) akan dapat menghasilkan kualitas
sesuai yang diinginkan.
2) Air
 Fungsi air di dalam beton adalah :
a) Sebagai bahan penghidrasi semen: semen bisa berfungsi sebagai bahan
pengikat.
b) Sebagai bahan pelumas
c) Mempermudah proses pencampuran agregat dan semen
d) Mempermudah pelaksanaan pengecoran beton (workability)
 Syarat air sebagai bahan pencampur beton :
a) Tidak mengandung unsur reaktif alkali
b) Tidak mengandung bahan minyak, asam, zat organis
c) Disarankan memakai air yang bisa diminum.
3). Agregat
Agregat adalah material granural ( suatu bahan yang keras dan kaku yang
dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk

12
suatu beton semen hidraulik atau adukan ( mortar ) misalnya pasir, kerikil
, batu pecah dan sebagainya.
a) Pemilihan Agregat agregat yang akan digunakan sebagai bahan
campuran tergantung dari :
- Tersedianya bahan setempat
- Mutu bahan
- Bentuk / jenis konstruksi yang dibuat
- Harga bahan tersebut
- kriteria pemilihan agregat

2.5.2 Pengadukan beton


Cara pengadukan dapat dilakukan dengan mesin atau manual.
1). Pengadukan dengan manual
Semen dan pasir dicampur secara kering diatas tempat yang rata,
bersih, keras dan tidak menyerap air. Pencampuran secara kering ini
dilakukan sampai warnanya sama. Campuran yang kering ini
kemudian dicampur dengan kerikil dan diaduk kembali sampai rata.
Alat pencampur dapat berupa cangkul, sekop atau cetok.Kemudian
ditengah adukan tersebut dibuat lubang dan ditambahkan air
sebanyak 75% dari jumlah air yang diperlukan, lalu adukan diulangi
dan ditambahkan sisa air sampai adukan tampak merata.
2). Pengadukan dengan mesin
Untuk pekerjaan – pekerjaan yang besar yang menggunakan beton
dalam jumlah banyak, pengadukan dengan mesin dapat lebih murah
dan memuaskan. Beton yang dibuat dengan mesin lebih homogen
dan dapat dilakukan dengan faktor air semen yang lebih sedikit
daripada bila diaduk dengan tangan. Cara pengadukan sebagai
berikut.
a) Masukkan air separo dari kebutuhan total air untuk sekali
mengaduk
b) Masukkan kerikil, biarkan bercampur dengan air
c) Masukkan semen seperlunya sesuai perbandingan campuran

13
d) Masukkan pasir, biarkan mencampur
e) Masukkan air ½ bagian sisa dari perbandingan keseluruhan

2.5.3 Pengangutan beton


Pengangkutan beton yaitu mengantarkan adukan atau campuran
beton dari tempat pengadukan ke tempat pengecoran.Adukan beton yang
dibuat dengan tangan maupun dengan mesin harus diangkut ke tempat
penuangan sebelum semen mulai berhidrasi (bereaksi dengan air).
Selama pengangkutan harus selalu dijaga agar tidak ada bahan – bahan
yang tumpah/keluar atau yang memisahkan diri dari campuran. Cara
pengangkutan adukan beton itu tergantung jumlah adukan yang dibuat
dan keadaan tempat penuangan. Pengangkutan adukan beton dapat
dilakukan dengan menempatkan didalam ember, gerobak dorong, truk
aduk beton, ban berjalan atau pompa (gambar Membawa beton dengan
Pompa.
Pengangkutan adukan beton dilakukan dengan ban – berjalan sangat baik
bila pengangkutan berlangsung secara terus – menerus dan ditujukan ke
tempat yang jauh lebih tinggi. Biasanya adukan beton diperlukan agak
kental.

2.5.4 Pengecoran

Pengecoran adalah penuangan adukan beton ke dalam bekisting


hingga terisi penuh. Pelaksanaan pengecoran tidak boleh sembarangan
karena pengecoran merupakan salah satu factor yang menentukan mutu
beton.Ditempat penuangan beton harus segera dipadatkan sebelum
semen dan air mulai bereaksi (pada umumnya semen mulai bereaksi
dengan air satu jam setelah semen dicampur dengan air). Hal – hal berikut
harus diperhatikan selama penuangan dan pemadatan berlangsung :
a) Adukan beton harus dituang secara terus – menerus (tidak terputus)
agar diperoleh beton yang seragam dan tidak terjadi garis batas.
b) Permukaan cetakan yang berhadapan dengan adukan beton harus
diolesi minyak agar beton yang terjadi tidak melekat dengan cetakannya.

14
c) Selama penuangan dan pemadatan harus dijaga agar posisi cetakan
maupun tulangan tidak berubah.
d) Adukan beton jangan dijatuhkan dengan tinggi jatuh lebih dari satu
meter agar tidak terjadi pemisahan bahan pencampurnya.
e) Pengecoran tidak boleh dilakukan pada waktu turun hujan.
f) Sebaiknya tebal lapisan beton untuk setiap kali penuangan tidak lebih
dari 45 cm pada beton massa, dan 30 cm pada beton bertulang.
g) Harus dijaga agar beton yang masih segar tidak diinjak.
h) Tinggi maximum penuangan 50 cm

2.5.5 Pemadatan

Pemadatan bertujuan untuk memperkecil rongga-rongga udara


didalam beton. Bahan atau komponen akan saling mengisi celah-celah
yang kosong. Dengan pemadatan ini dapat meingkatkan sifat dari beton
seperti kekuatan tekan, kekuatan tarik, ketahanan retak dan lain
sebagainya.Pemadatan adukan beton dapat dilakukan secara manual atau
dengan mesin. Pemadatan secara manual dilakukan dengan alat berupa
tongkat baja atau tongkat kayu. Adukan beton yang baru saja dituang
harus segera dipadatkan dengan cara ditusuk – tusuk dengan tongkat
baja/kayu. Sebaiknya tebal beton yang ditusuk tidak lebih dari 15 cm.
Penusukan dengan tongkat itu dilakukan beberapa waktu sampai tampak
suatu lapisan mortar diatas permukaan beton yang dipadatkan itu.
Pemadatan yang kurang mengakibatkan kurang baiknya mutu beton
karena berongga.
Pemadatan dengan bantuan mesin dilakukan dengan alat getar
(vibrator). Alat getar itu mengakibatkan getaran pada beton segar yang
baru saja dituang, sehingga mengalir dan menjadi padat. Penggetaran
yang terlalu lama harus dicegah untuk menghindari mengumpulnya
kerikil dibagian bawah dan hanya mortar yang ada di bagian atas.

15
2.5.6 perawatan

Perawatan beton ialah suatu pekerjaan menjaga agar permukaan


beton segar selalu lembab, sejak adukan beton dipadatkan sampai beton
dianggap cukup keras. Kelembaban permukaan beton itu harus dijaga untuk
menjamin proses hidrasi semen (reaksi semen dan pasir) berlangsung
dengan sempurna. Bila hal ini tidak dilakukan, akan terjadi beton yang
kurang kuat, dan juga timbul retak – retak. Selain itu, kelembaban
permukaan tadi juga menambah beton lebih tahan cuaca, dan lebih kedap
air. Beberapa cara perawatan beton yang biasa dilakukan baik untuk benda
uji yang diambil dilapangan maupun beton setelah pengecoran.
Perawatan beton dilakukan tergantung sengan kondisi cuaca dan
lingungan proyek itu sendiri, perawatan beton terhadap suhu panad dan suhu
dingin berbeda, adapaun perawatan yang dapat dilakuka sebagai berikut :
1) perawatan di suhu panas (lingkungan panas)
perawatan pada lingkungan panas maksudnya adalah suhu
tempat proyek di atas dari suhu normal, misalnya proyek berada
di kota kota besar dengan intensitas kendaraan yang banyak
sehingga mengakibatkan suhu tinggi, maka yang dapat
dilakukan adalah :
a) menyelimuti permukaan beton dengan karung basah
b) merendam beton
c) meletakkan beton pada ruangan yang lembab
d) menggunakan bahan kimia dengan menyemprotkannya
pada beton
karena harga air yang begitu mahal dan kotraktr di tuntut untuk
mengeluarkan uang seminimal mungkin maka kebanyakan
langkah yang di ambil adalah point D karena harganya lebih
ekonomis. Penyemprotan bahan kimia dilakukan setiap 4 hari
sekali

16
2) perawatan pada suhu dingin (lingkungan dingin)
perawatan pada lingkungan dingin adalah dimana suhu berada
di bawah suhu normal, misalnya proyek berada di luar negeri
dan sedang dalam keadaan musim dingin, maka yang dapat
dilakukan adalah :
a) menyemprotkan uap panas pada permukaan beton secara
berkala

17
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sifat dan Karakteristik Beton
Sifat dan karakteristik campuran beton segar secara tidak langsung akan
mempengaruhi beton yang telah mengeras. Pasta semen tidak bersifat elastis
sempurna, tetapi merupakan viscoelastic-solid. Gaya gesek dalam, susut dan
tegangan yang terjadi biasanya tergantung dari energi pemadatan dan tindakan
preventif terhadap perhatiannya pada tegangan dalam beton. Hal ini tergantung
dari jumlah dan distribusi air, kekentalan aliran gel (pasta semen) dan
penanganan pada saat sebelum terjadi tegangan serta kristalin yang terjadi
untuk pembentukan porinya.
Beberapa sifat dan karakteristik beton yang perlu diperhatikan antara lain
adalah modulus elastisitas beton, kekuatan tekan, permeabilitas dan sifat panas.
Adapun Sifat dan karakteristik beton sebagai berikut :

 Karakteristik beton adalah mempunyai tegangan hancur tekan yang


tinggi serta tegangan hancur tarik yang rendah;
 Beton tidak dapat dipergunakan pada elemen konstruksi yang memikul
momen lengkung atau tarikan;
 Beton sangat lemah dalam menerima gaya tarik, sehingga akan terjadi
retak yang makin – lama makin besar;
 Proses kimia pengikatan semen dengan air menghasilkan panas dan
dikenal dengan proses hidrasi;
 Air berfungsi juga sebagai pelumas untuk mengurangi gesekan antar
butiran sehingga beton dapat dipadatkan dengan mudah;
 Kelebihan air dari jumlah yang dibutuhkan akan menyebabkan butiran
semen berjarak semakin jauh sehingga kekuatan beton akan berkurang;
 Dengan perkiraan komposisi (mix desain) dibuat rekayasa untuk
memeriksa dan mengetahui perbandingan campuran agar dihasilkan
kekuatan beton yang tinggi;
 Selama proses pengerasan campuran beton, kelembaban beton harus
dipertahankan untuk mendapatkan hasil yang direncanakan;

18
 Setelah 28 hari, beton akan mencapai kekuatan penuh dan elemen
konstruksi akan mampu memikul beban luar yang bekerja padanya;
 Untuk menjaga keretakan yang lebih lanjut pada suatu penampang
balok, maka dipasang tulangan baja pada daerah yang tertarik;
 Pada beton bertulang memanfaatkan sifat beton yang kuat dalam
menerima gaya tekan serta tulangan baja yang kuat menerima gaya
tarik;
 Dari segi biaya, beton menawarkan kemampuan tinggi dan harga yang
relative rendah;
 Beton hampir tidak memerlukan perawatan dan masa konstruksinya
mencapai 50 tahun serta elemen konstruksinya yang mempunyai
kekakuan tinggi serta aman terhadap bahaya kebakaran;
 Salah satu kekurangan yang besar adalah berat sendiri konstruksi; dan
 Kelemahan lainnya adalah perubahan volume sebagai fungsi waktu
berupa susut dan rangkak.

3.1.1 Modulus Elastisitas Beton


Modulus Elastis atau Modulus Young adalah ukuran kekerasan
(Stiffness) dari suatu bahan tertentu. Modulus ini dalam aplikasi rekayasa
didefinisikan sebagai perbandingan tegangan yang bekerja pada sebuah
benda dengan regangan yang dihasilkan. Secara lebh rinci, modulus ini
adalah suatu angka limit untuk regangan – regangan kecil yang terjadi pada
bahan yang proposional dengan pertambahan tegangan. Dan secara
eksperimental, modulus ini dapat ditentukan dari perhitungan atau
engukuran Slope (kemiringan) kurv tegangan-regangan (Stress-Strain)
yang dihasilkan dalam uji tekan suatu sampel atau spesimen.

19
Gambar 3.1.1 Plot Tegangan Regangan Beton

Gambar 3.1.1 Kurva Tegangan Regangan

Batas-batas proporsional elastis (ASTM C469 dan Eurocode-92:


0.40fc’, modulus secant) dalam estimasi atau perhitungan angka modulus
sangat penting, sebab sifat bahan beton yang sebenarnya adalah non linear
atau elasto-plastik, dimana akibat dari suatu pembebanan tetap yang sangat
kecil sekalipun, disamping memperlihatkan kemampuan elastis bahan
juga menunjukkan deformasi permanen. Angka modulus elastis yang
didasarkan atas ketahanan bahan terhadap deformasi (uji kuat tekan)

20
disebut modulus elastis statik. Tulisan ini membatasi persoalan
terdapatnya variansi pengukuran modulus elastis dengan memfokuskan
pada modulus elastis statik (yang diperoleh melalui uji kuat-tekan) dan
modulus elastis berdasarkan rumus hanya pada limit regangan
proporsional elastik, atau membatasi definisi.
Angka modulus elastisitas beton itu sendiri dalam praktek telah
dibawa kepada suatu formulasi empiris yang mengandung faktor kuat
tekan Fc’ (Compressive Strength) beton, seperti dalam beberapa standar
dibawah ini :
 Berdasarkan ACI 318-M-83
Ec = 33 Wc 1,5 × fc0,5 (dibatasi untuk fc ≤ 6000 psi)
Diamana : Ec = modulus elastisitas beton (psi)
Wc = berat satuan beton (pcf)
Fc = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (psi)
 Berdasarkan ACI 363-M-90
Ec = 40000 × Fc0,5 (untuk 3000 ≤ Fc ≤ 6000 psi)
Dimana : Ec = modulus elastisitas beton (psi)
Wc = berat satuan beton (pcf)
Fc = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (psi)

 Berdasarkan Eurocode 2-1992


0,4 ×𝑓𝑐′
Ec = ( Interval σ = 0 – σ = 0,4 fc’ )
𝜀 ×(04 ×𝑓𝑐 ′ )
Dimana : Ec = modulus elastisitas statik (Mpa)
Ԑ = regangan aksial (mm/mm)
Fc’ = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (psi)

 Berdasarkan ASTM C469


0,4 ×𝑓𝑐 ′ − 𝜎1
Ec =
𝜀 ×(0,4 ×𝑓𝑐 ′ )− 𝜀1
Dimana : Ec = modulus elastisitas statik (Mpa)
Ԑ1 = regangan aksial

21
σ1 = tegangan yang berhubungan dengan Ԑ1
fc’ = kuat tekan beton uji silinder 28 hari
 Berdasarkan SKSNI T-15-1991
Ec = 0,043 × Wc1,5 × fc0,5 (untuk 1500 ≤ Wc ≤ 2500 kg/m3)
Dimana : Ec = modulus elastisitas beton (Mpa)
Wc = berat satuan beton (Kg/m3)
Fc = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (Mpa)

Ec = 4700 × fc0,5 (untuk Wc = ± 23 kN/m3)


Dimana : Ec = modulus elastisitas beton (Mpa)
Wc = berat satuan beton (kN/m3)
Fc = kuat tekan beton uji silinder 28 hari (Mpa)

Pada umumnya bahan, termasuk beton, memiliki daerah awal pada


diagram tcgangan-regangannya dimana bahan berkelakuan secara elastis
dan linier. Kemiringan diagram tegangan-regangan dalam daerah elastis
linier itulah yang dinamakan Modulus Elastisitas (E) atau Modulus Young.

Kajian tentang hubungan tegangan-regangan beton perlu diketahui


untuk menurunkan persamaan analisis dan perencanaan suatu bagian
struktur. Kcmarnpuan bahan untuk menahan beban yang didukungnya dan
perubahan benluk yang terjadi pada bahan itu sangat tergantung pada sifat
tegangan dan regangan tersebut.

Pada baja terjadi perubahan bentuk secara elastis pada pembebanan


dibawah elastis, sehingga beban uji kembali pada bentuk semula bila
pembebanan ditiadakan. Beton berubah bentuk mengikuti regangan elastis
dan sebagian mengalami regangan plastis.

Bagian kurva ini (sampai sekitar 40 % f’c ) pada umumnya untuk


tujuan praktis dapat dianggap linier. Setelah mendekati 70 % tegangan

22
hancur, material banyak kehilangan kekakuannya sehingga kurva tidak
linier lagi.

Modulus elastisitas yang besar menunjukkan kemampuan menahan


tegangan yang cukup besar dalam kondisi regangan yang masih kecil,
artinya bahwa beton tersebut mempunyai kemampuan menahan tegangan
(desak terutama) yang cukup besar akibat beban-beban yang terjadi pada
suatu regangan (kemungkinan terjadi retak) yang kecil. Tolak ukur yang
umum dari sifat elastisitas suatu bahan adalah modulus elastisitas, yang
merupakan perbandingan dari desakan yang diberikan dengan perubahan
bentuk per satuan panjang, sebagai akibat dari desakan yang
diberikan.Modulus elastisitas ditentukan berdasarkan rekomendasi ASTM
C-469, yaitu modulus chord. Adapun perhitungan modulus elastisitas
chord (chord modul)
EC adalah :
Ec = S2-S1/ε2-0.00005 (MPa) (2.2)
Dengan :
Ec= modulus elastisitas
ε2 = regangan longitudinal akibat tegangan S2
S2 = tegangan sebesar 0.4 f c
S1 = tegangan yang bersesuaian dengan regangan arah longitudinal
sebesar 0.00005 31

ε = (∆L/L)
Dengan:
∆L = penurunan arah longitudinal(mm) x 25,4.10-3
L = tinggi beton (jarak antara dua strain gauge (mm))
25,4.10-3 = konversi satuan dial(dari inch ke mm)

Modulus elastisitas pada beton bervariasi. Ada beberapa hal yang


mempengaruhi modulus elastisitas beton antara lain sebagai berikut ini:
1. Kelembaban

23
Beton dengan kandungan air yang lebih tinggi merniliki modulus
elastisitas yang juga lebih tinggi daripada beton dengan spesifikasi yang
sama.
2. Agregat
Nilai modulus dan proporsi volume agregat dalam campuran
mempengaruhi modulus elastisitas beton. Semakin tinggi modulus agregat
dan semakin besar proporsi agregat dalam beton, semakin tinggi pula
modulus elastisitas beton tersebut.
3. Umur Beton
Modulus elastisitas beton meningkat seiring pertambahan umur
beton seperti halnya kuat tekannya, namun modulus elastisitas meningkat
lebih cepat daripada kekuatannya.
4. Mix Design Beton
Jenis beton memberikan nilai E (modulus elastisitas) yang berbeda-
beda pada umur dan kekuatan yang sama.

3.1.2 Kuat Tekan


Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya
tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari
sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang
dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.

Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian


standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan
bertingkat pada benda uji silinder beton (diameter 150 mm, tinggi 300 mm)
sampai hancur. Untuk standar pengujian kuat tekan digunakan SNI 03-
6805 – 2002 dan ASTM C 39/C 39M-04a.
Untuk pengujian kuat tekan beton, benda uji berupa silinder beton
berdiameter 15 cm dan tingginya 30 cm ditekan dengan beban P sampai
runtuh. Karena ada beban tekan P, maka terjadi tegangan tekan pada beton
(σc) sebesar beban (P) dibagi dengan luas penampang beton (A), sehingga
dirumuskan :

24
σc = P/A
dengan :
σc = tegangan tekan beton, MPa
P = besar beban tekan, N
A = luas penampang beton, mm2

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi kekuatan tekan beton, yaitu:


1. Faktor Air Semen
Jumlah air untuk campuran beton pada umumnya dihitung
berdasarkan nilai perbandingan antara berat air dan berat semen Portland
pada campuran adukan, dan pada peraturan beton Indonesia (PBI-1971)
dikenal dengan istilah faktor air semen yang disingkat dengan fas,
sedangkan peraturan pngganti (SNI 03-2847-2002) disebut rasio air semen
yang disingkat dengan ras, atau water cement ratio (wer).
Pada umumnya makin besar nilai fas, makin besar pula jumlah air
yang digunakan pada campuran beton, berarti adukan beton makin encer
dan mutu beton akan makin turun/rendah, sebaliknya makin kecil nilai fas,
makin tinggi kuat tekan beton yang dihasilkan. Hubungan antara nilai fas
dan kuat tekan beton yang dihasilkan pada adukan dapat dilukiskan seperti

2. Umur Beton
Kuat tekan beton akan bertambah sesuai dengan bertambahnya umur
beton tersebut. Karena beton ini termasuk bahan yang sangat awet (ditinjau
dari pemakaiannya), maka sebagai standar kuat tekan akan ditetapkan
waktu beton berumur 28 hari. Menurut PBI-1971, hubungan antara umur
dan kekuatan tekan beton dapat dilihat pada tabel 2.4

25
Tabel 3.1.2 Hubungan antara Umur dan Kuat Tekan Beton
Kuat Tekan Beton
Umur (Hari)
(%)
3 40
7 65
14 88
21 95
28 100
90 120
365 135

3. Jumlah dan Jenis Semen


Jumlah kandungan semen yang digunakan pada adukan akan
berpengaruh terhadap kuat tekan beton dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Pada fas sama, jika jumlah semen terlalu sedikit atau terlalu berlebihan,
maka akan diperoleh kuat tekan betonnya rendah. Pada jumlah semen
terlalu sedikit, berarti jumlah air juga sedikit, sehingga adukan beton sulit
dipadatkan dan akibatnya kuat tekan beton menjadi rendah. Demikian pula
pada jumlah semen berlebihan, berarti jumlah air juga berlebihan,
sehingga beton mengandung banyak pori dan akibatnya kuat tekannya
rendah.
b. Pada nilai slump sama, beton dengan kandungan semen lebih banyak
mempunyai kuat tekan lebih tinggi. Hal ini karena pada nilai slump sama,
jumlah air juga hamper sama, sehingga penambahan semen berarti
pengurangan nilai fas, yang berakibat penambahan kuat tekan beton.
Jenis semen juga berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Semen
Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu
yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif. Jenis Portland
semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis-jenis semen
tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda

26
4. Pekerjaan Perawatan (Curing)
Tujuan perawatan beton adalah memelihara beton dalam kondisi
tertentu pasca pembukaan bekisting (demoulding of form work) agar
optimasi kekuatan beton dapat dicapai mendekati kekuatan yang telah
direncanakan. Perawatan ini berupa pencegahan atau mengurangi
kehilangan/penguapan air dari dalam beton yang ternyata masih
diperlukan untuk kelanjutan proses hidrasi. Bila terjadi
kekurangan/kehilangan air maka proses hidrasi akan terganggu/terhenti
dan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan perkembangan kekuatan
beton, terutama penurunan kuat tekan
Kondisi perawatan yang baik dapat dicapai dengan menggunakan
salah satu metode di bawah ini :
a. Beton dibasahi terus menerus dengan air
b. Beton direndam di dalam air
c. Beton dilindungi dengan karung basah, film plastic, atau kertas perawatan
tahan air
d. Dengan menggunakan perawatan gabungan acuan-membran cair untuk
mempertahankan uap air semula dari beton basah
e. Perawatan uap untuk beton yang dihasilkan dari kondisi pabrik, seperti
pipa dan balok pra cetak, dan tiang atau girder pra tekan. Temperatur
perawatan uap ini sekitar 150oF.
Lama perawatan tergantung kepada jenis semen, kekuatan, cuaca,
rasio permukaan terekspos per volume, dan kondisi terekspos. Karena
proses perawatan merupakan proses untuk memperbaiki mutu, maka
semakin lama perawatan, semakin baik pula mutu betonnya.
Sehari setelah pengecoran merupakan saat yang terpenting untuk
periode sesudahnya. Oleh sebab itu diperlukan perawatan dengan air
sehingga untuk jangka panjang, kualitas beton, baik kekuatan maupun
kekedapan airnya, dapat lebih baik. Perawatan dengan cara membasahi
menghasilkan beton yang terbaik. Semakin erat pendekatan kondisi
perawatan, semakin kuat beton yang dihasilkan.

27
3.1.3 Permeabilitas
Salah satu faktor yang mempengaruhi durabilitas beton adalah
permeabilitas beton, yaitu kemudahan beton untuk dapat dilalui air.
Macam uji permeabilitas yang lazim dilakukan antara lain permeabilitas
terhadap ion chlorida, permeabilitas terhadap udara, dan permeabilitas
terhadap air. Uji permeabilitas terhadap air sendiri dibedakan menjadi
beberapa kategori, yaitu uji serapan permukaan, uji penyerapan air
(penetrasi), uji kecepatan aliran air, dan uji kapilaritas.
Macam-macam uji tersebut dapat dilakukan uji setempat atau uji
di laboratorium. Uji setempat hingga saat ini masih sulit dilakukan
karena keterbatasan alat dan kondisi lingkungan. Uji di laboratorium lebih
sering dilakukan dengan mengambil contoh beton dari lapangan atau
mencetak secara khusus contoh beton yang akan diuji.
Khusus untuk uji permeabilitas terhadap air, di Indonesia masih
jarang dilakukan karena uji ini membutuhkan waktu yang cukup lama,
harga alat tes permeabilitas yang relatif mahal, dan kondisi lingkungan
tropis yang sangat lembab sehingga bisa mempengaruhi keberhasilan tes
ini. Padahal hasil uji ini sangat penting khususnya untuk struktur
beton di daerah pantai, struktur beton yang terdapat pada permukaan
air dan terendam air. Beton yang teresapi oleh air akan mengalami
degradasi pada ketahanan dan kekuatannya. Untuk itu perlu diadakan
antisipasi pada disain struktur beton yang berhubungan dengan air,
seperti jembatan, pelabuhan, dan basement.
Permeabilitas beton adalah kemudahan beton untuk dapat dilalui air.
Jika beton tersebut dapat dilalui air, maka beton tersebut dikata- kan
permeabel. Jika sebaliknya, maka beton tersebut dikatakan impermeabel.
Maka sifat permeabilitas yang penting pada beton adalah permeabilitas
terhadap air.
Untuk mengetahui dan mengukur permeabilitas beton perlu
dilakukan pengujian. Uji permeabilitas ini terdiri dari dari dua macam: uji
aliran (flow test) dan uji penetrasi (penetration test). Uji yang pertama
digunakan untuk mengukur permeabilitas beton terhadap air bila ternyata

28
air dapat mengalir melalui sampel beton. Uji penetrasi digunakan jika
dalam percobaan permeabilitas tidak ada air yang mengalir melalui
sampel.
Dari data yang dihasilkan oleh uji permeabilitas ini dapat
ditentukan koefisien permeabilitas, suatu angka yang menunjukkan
kecepatan rembesan fluida dalam suatu zat. Pada uji aliran, koefisien
permeabilitas dihitung dengan Rumus Darcy sebagai berikut :
𝜌×𝑔×𝐿×𝑄
K=
𝑃×𝐴
di mana :
K : koefisien permeabilitas (cm/det)
ρ : massa jenis air (kg/cm3)
g : percepatan gravitasi (cm/det2)
L : panjang atau tinggi sampel (cm)
Q : debit aliran air (cm3/det)
P : tekanan air (kg cm/det2/cm2)
A : luas penampang sampel (cm2)

Pada uji penetrasi, Rumus yang dipakai adalah :


𝑑2 ×𝑣
K=
2×𝑇×ℎ
di mana :
K : koefisien permeabilitas (m/det)
d : kedalaman penetrasi (m)
T : waktu penetrasi (det)
h : tinggi tekanan (m)
v : angka pori beton
Angka pori beton, v, dihitung dengan menggunakan Rumus :
𝑤
{( 𝑐 )× (100 − α × 36,15)}
v=
(w + 100 / g )
di mana:
v : angka pori beton

29
w/c : faktor air semen
w : jumlah air bebas dalam beton (g/cm3)
g : massa jenis beton (g/cm3)
α : derajat hidrasi beton

Beton dibedakan dalam 2 kelompok besar yaitu:

3.1.4 Beton keras


Sifat-sifat beton keras yang penting adalah kakuatan karakteristik,
kekuatan tekan, tegangan dan regangan, susut dan rangkak, reaksi terhadap
temperatur, keawetan dan kekedapan terhadap air . Dari semua sifat
tersebut yang terpenting adalah kekuatan tekan beton karena merupakan
gambaran dari mutu beton yang ada kaitannya dengan strukturt beton.
Berbagai test uji kekuatan dilakukan pada beton keras ini antara lain:

1. Uji kekuatan tekan (compression test);


2. Uji kekuatan tarik belah (spillting tensile test);
3. Uji kekuatan lentur;
4. Uji lekatan antara beton dan tulangan; dan
5. Uji Modulus Elastisitas dan lain sebagainya.

3.1.5 Beton segar

Ada 2 hal yang harus dipenuhi ketika membuat beton :

1. Sifat-sifat yang harus dipenuhi dalam jangka waktu lama oleh beton yang
mengeras, seperti kekuatan, keawetan, dan kestabilan volume; dan
2. Sifat-sifat yang harus dipenuhi dalam jangka waktu pendek ketika beton
dalam kondisi plastis (workability) atau kemudahan pengerjaan tanpa
adanya bleeding dan segregation.

Dalam pengerjaan beton segar, tiga sifat penting yang harus selalu diperhatikan
adalah kemudahan pengerjaan, Segregation, dan Bleeding (naiknya air).
(Mulyono, 2004)

30
3.1.5.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)
Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan
tingkat keplastisan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah
pengerjaannya. Unsur-unsur yang mempengaruhinya antara lain.
a. Jumlah Air Pencampur
b. Kandungan Semen.
c. Gradasi campuran pasir-kerikil.
d. Bentuk butiran agregat kasar
e. Butir maksimum.
f. Cara pemadatan dan alat pemadat.

3.1.5.2 Segregation (Pemisahan Kerikil)


Kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari campuran beton
dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil yang pada
akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan
oleh beberapa hal. Pertama, campuran kurus atau kurang semen. Kedua,
terlalu banyak air. Ketiga, besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40
mm. Keempat, permukaan butir agregat kasar; semakin kasar permukaan
butir agregat, semakin mudah terjadi segregasi. Kencenderungan terjadinya
segregasi ini dapat dicegah jika :
 Tinggi jatuh diperpendek
 Penggunaan air sesuai syarat
 Cukup ruangan antara batang tulangan dengan acuan
 Ukuran agregat sesuai syarat
 Pemadatan baik.

3.1.5.3 Bleeding
Kecenderungan air untuk naik ke permukaan pada beton yang baru
dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan
butir-butir halus pasir, yang pada saat beton mengeras nantinya akan
membentuk selaput (laitance). Bleeding ini dipengaruhi oleh :

31
 Susunan butir agregat
 Banyaknya air
 Kecepatan hidrasi
 Proses pemadatan

Walaupun begitu, penting untuk mendapatkan beberapa dari sifat workabilitas


karena penting untuk control kualitas. Pengukuran workabilitas yang telah
dikembangkan antara lain:

1. Slump test;
2. Compaction test;
3. Flow test;
4. Remoulding test;
5. Penetration test; dan
6. Mixer test.

Parameter-parameter yang paling mempengaruhi kekuatan beton adalah:

1. Kualitas semen;
2. Proporsi semen dalam campuran beton;
3. Kekuatan dan kebersihan agregat;
4. Ikatan/adhesi antar pasta semen dan agregat;
5. Pencampuran yang cukup dari bahan-bahan pembentuk beton; dan
6. Pemadatan beton dan perawatan.

Seperti disebutkan oleh L.J. Murdock dan K.M. Brock bahwa “kecakapan tenaga
kerja adalah salah satu faktor penting dalam produksi suatu bangunan. 3 kinerja
yang dibutuhkan dalam pembuatan beton:

1. Memenuhi kriteria konstruksi yaitu mudah dikerjakan dan dibentuk serta


mempunyai nilai ekonomi;
2. Kekuatan tekan tinggi; dan
3. Durabilitas atau keawetan tinggi.

32
Agregat yang dipakai untuk campuran beton :

1. Agregat halus ( pasir ) dengan diameter maksimal 1 cm; dan


2. Agregat kasar ( split ) dengan diameter 2 cm atau lebih.

Kelebihan beton :

1. Dapat dibentuk sesuai keinginan;


2. Mampu memikul beban tekan yang berat;
3. Tahan terhadap temperatur tinggi; dan
4. Biaya pemeliharaan rendah/ kecil.

Kekurangan beton :

1. Bentuk yang sudah dibuat sulit diubah;


2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi;
3. Berat;
4. Daya pantul suara besar;
5. Membutuhkan cetakan sebagai alat pembentuk;
6. Tidak memiliki kekuatan tarik;
7. Setelah dicampur beton segera mengeras; dan
8. Beton yang mengeras sebelum pengecoran, tidak bisa didaur ulang.

Menurut SNI-15-1990-03, untuk penggunaan beton dengan kekuatan tidak lebih


dari 10 Mpa boleh menggunakan campuran 1 pc:2 psr:3 batu pecah/split dengan
slump untuk pengukuran pengerjaannya tidak lebih dari 100 mm.

Pengerjaan beton dengan kekuatan tekan hingga 20 Mpa boleh


menggunakan penakaran volume, tetapi pengerjaan beton dengan kekuatan tekan
lebih dari 20 Mpa harus menggunakan campuran berat.

Salah satu yang kita kenal adalah Beton Ringan (lightweight concrete) atau
yang lebih dikenal dengan sebutan Hebel. Beton ringan adalah beton yang memiliki
berat jenis (density) lebih ringan daripada beton pada umumnya. Beton ringan bisa

33
disebut sebagai beton ringan aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau
sering disebut juga (Autoclaved Aerated Concrete/ AAC) yang mempunyai bahan
baku utama terdiri dari pasir silika, kapur, semen, air, ditambah dengan suatu bahan
pengembang yang kemudian dirawat dengan tekanan uap air.

Pada umumnya berat beton ringan berkisar antara 600 – 1600 kg/m3.
Teknologi material bahan bangunan berkembang terus, salah satunya beton ringan
aerasi (Aerated Lightweight Concrete/ALC) atau sering disebut juga (Autoclaved
Aerated Concrete/ AAC). Sebutan lainnya Autoclaved Concrete, Cellular Concrete
(semen dengan cairan kimia penghasil gelembung udara ), Porous Concrete, dan di
Inggris disebut Aircrete and Thermalite.
Beton ringan AAC ini pertama kali dikembangkan di Swedia pada tahun
1923 sebagai alternatif material bangunan untuk mengurangi penggundulan hutan.
Beton ringan AAC ini kemudian dikembangkan lagi oleh Joseph Hebel di Jerman
Barat di tahun 1943. Pada tahun 1967 bekerja sama dengan Asahi Chemicals
dibangun pabrik Hebel pertama di Jepang.
Sampai saat ini Hebel telah berada di 29 negara dan merupakan produsen
beton aerasi terbesar di dunia. Di Indonesia sendiri beton ringan mulai dikenal sejak
tahun 1995, saat didirikannya PT Hebel Indonesia di Karawang Timur, Jawa Barat.
Ada beberapa kelebihan dari Beton ringan atau Autoclaved Aerated Concrete
(AAC), yaitu:

1. Balok AAC mudah dibentuk


2. Karena ukurannya yang akurat tetapi mudah dibentuk, sehingga dapat
meminimalkan sisa-sisa bahan bangunan yang tak terpakai
3. AAC dapat mempermudah proses konstruksi
4. Bobotnya yang ringan mengurangi biaya transportasi
5. Karena ringan, tukang bangunan tidak cepat lelah
6. Mengurangi biaya penguat atau pondasi
7. Waktu pembangunan lebih pendek
8. Kedap suara
9. Anti jamur
10. Anti serangga

34
11. Nyaman.

Selain kelebihan, Beton AAC juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

1. Karena ukurannya yang besar, untuk ukuran yang tanggung, akan memakan
waste yang cukup besar;
2. Perekat yang digunakan harus disesuaikan dengan ketentuan produsennya,
umumnya adalah semen instan;
3. Nilai kuat tekannya (compressive strength) terbatas, sehingga sangat tidak
dianjurkan penggunaan untuk perkuatan (struktural); dan
4. Harganya cenderung lebih mahal dari bata konvesional.

Ada tiga macam cara membuat beton aerasi, yaitu:

1. Yang paling sederhana yaitu dengan memberikan agregat/campuran isian


beton ringan;
2. Menghilangkan agregat halus (agregat halusnya disaring, contohnya
debu/abu terbangnya dibersihkan); dan
3. Meniupkan atau mengisi udara di dalam beton.

Dengan berbagai kelebihan dari beton ringan yang telah disebutkan di atas, saat ini
beton ringan banyak diaplikasi dalam pelbagai proyek dalam bentuk:

1. Blok (bata);
2. Panel; dan
3. Ready mix.

3.2 Pengendalian mutu beton


3.2.1 Uji Slump (Slump Test)
Uji Slump adalah suatu uji empiris/metode yang digunakan untuk
menentukan konsistensi/kekakuan (dapat dikerjakan atau tidak) dari
campuran beton segar (fresh concrete) untuk menentukan tingkat
workability nya. Kekakuan dalam suatu campuran beton menunjukkan
berapa banyak air yang digunakan. Untuk itu uji slump menunjukkan
apakah campuran beton kekurangan, kelebihan, atau cukup air.

35
Dalam suatu adukan/campuran beton, kadar air sangat diperhatikan
karena menentukan tingkat workability nya atau tidak. Campuran beton
yang terlalu cair akan menyebabkan mutu beton rendah, dan lama
mengering. Sedangkan campuran beton yang terlalu kering menyebabkan
adukan tidak merata dan sulit untuk dicetak. Uji Slump mengacu pada SNI
1972-2008 dan ICS 91.100.30. Slump dapat dilakukan di laboratorium
maupun di lapangan (biasanya ketika ready mix sampai, diuji setiap
kedatangan). Hasil dari Uji Slump beton yaitu nilai slump. Nilai yang
tertera dinyatakan dalam satuan internasional (SI) dan mempunyai
standar.

Gambar 3.2.1 Pengujian Slump

3.2.2 Uji Kuat Tekan


Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang
menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan
tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan. Pengujian ini dimaksudkan
untuk mengetahui mutu pelaksanaan pekerjaan beton, agar kekuatanya
sesuai dengan yang disyaratkan.

36
Gamabr 3.2.2 Pengujian tekan beton

3.2.3 Setting Time


Sifat set (pengikatan) pada adonan semen dengan air adalah
dimaksudkan sebagai gejala terjadinya kekakuan pada adonan tersebut.
dalam prakteknya sifat set ini ditunjukkan dengan waktu pengikatan
(setting time), yaitu waktu mulai dari adonan terjadi sampai mulai terjadi
kekakuan. Dikenal ada dua macam setting time, yaitu : a) initial setting
time (waktu pengikatan awal) ialah waktu mulai adonan terjadi sampai
mulai terjadi kekakuan tertentu dimana adonan sudah mulai tidak
workable lagi. B) final setting time (waktu pengikatan akhir) ialah waktu
mulai adonan terjadi sampai terjadi kekakuan penuh.

3.2.3 Gradasi Ukuran


Gradasi agregat adalah distribusi dari variasi ukuran butir agregat.
Gradasi agregat berpengaruh pada besarnya rongga dalam campuran
dan menentukan workabilitas (kemudahan dalam pekerjaan) serta
stabilitas campuran.
Gradasi agregat ditentukan dengan cara analisa saringan, dimana
sampel agregat harus melalui satu set saringan. Ukuran saringan
menyatakan ukuran bukaan jaringan kawat dan nomor saringan
menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inchi pesegi dari
saringan tersebut.

37
3.3 Pengaruh Panas Hidrasi pada Beton
Reaksi yang terjadi di dalam semen portland adalah reaksi kimia antara
senyawa potensial dengan air, senyawa-senyawa kalsium silikat, kalsium
aluminat dan kalsium ferit hidrat yang terjadi berupa struktur larutan padat
yang spesifik dan akan mengeras. Reaksi selanjutnya adalah interaksi antar
senyawa hidrat tersebut, masing-masing saling mengikat membentuk strukrur
baru yang kokoh, kaku dan kuat yang biasa disebut pasta, mortar atau beton.
Panas hidrasi pada setiap semen berbeda – beda, ± berkisar 50°C.
Kecepatan hidrasi itu sendiri tergantung oleh temperature, tekanan dan
volume.
3.3.1 Reaktifitas dan komposisi mineral utama serta bahan tambah
Reaksi hidrasi yang terjadi sangat ditentukan oleh reaktifitas
masing-masing senyawa utama. Senyawa C3A adalah yang paling
reaktif, senyawa ini bereaksi dengan cepat, kemudian disusul oleh
senyawa-senyawa C3S dan C2S. Jadi reaksi hidrasi semen portland
akan berjalan dengan cepat sesuai dengan reaktifnya senyawa utama.
Untuk mengatur kecepatan reaksi sesuai yang diinginkan perlu
ditambahkan bahan tambahan, senyawa gypsum ditambahkan sebagai
pengendali reaktifitas senyawa C3A.
Adapaun beberapa faktor yang mempengaruhi proseshidrasi
sebagagai berikut :
1) Kehalusan
Kecepatan reaksi hidrasi semen portland akan bertambah
besar dengan semakin halusnya ukuran partikel. Sebaliknya, jika
ukuran partikel semakin kasar, reaksi hidrasi akan berjalan
semakin lambat. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, jika
ukuran partikel semakin halus, berarti luas permukaan total
semakin besar. Bertambah luasnya permukaan menyebabkan
kemungkinan terjadinya kontak antara air dengan permukaan
butiran akan menjadi besar. Akibatnya kemungkinan terjadinya
reaksi antara air dengan butiran juga menjadi lebih besar atau
dengan perkataan lain, kecepatan reaksi bertambah besar.

38
2) Perbandingan air dan semen portland
Air dan semen portland merupakan reaktan dalam reaksi
hidrasi, perbandingan konsentrasi antara kedua reaktan tersebut
dan produk yang dihasilkan akan mempengaruhi kesetimbangan
reaksi, kesetimbangan reaksi merupakan salah satu parameter
dari kecepatan reaksi.

3) Waktu
Dengan bertambahnya waktu, kecepatan reaksi masing-
masing senyawa potensial akan berkurang sebab komposisi
senyawa utama mulai habis bereaksi.

4) Temperature
Kecepatan reaksi akan bertambah dengan kenaikan
temperatur. Demikian juga reaksi yang terjadi di dalam semen
portland akan bertambah cepat karena naiknya temperatur. Hal
ini disebabkan karena reaksinya bersifat eksoterm yaitu dengan
melepas sejumlah panas. Jadi tanpa tambahan panas dari luar
pun reaksi ini akan bertambah cepat dengan kenaikan temperatur
akibat panas yang dilepaskan selama reaksi hidrasi.

3.3.2 Mekanise Reaksi


Mekanisme reaksi hidrasi senyawa portland sebagai berikut :
1) Senyawa Kalsium Silikat (C3S dan C2S)
Reaksi antara senyawa C3S dan C2S dengan air
menghasilkan kalsium silikat hidrat, CSH, dan kalsium
hidroksida, Ca(OH)2. Perbedaan reaksi antara kedua senyawa
tersebut dalam hal kecepatan dan panas reaksinya, kecepatan dan
panas reaksi C3S lebih besar dari pada C2S. Panas reaksi C3S
yang ditimbulkan sekitar 500 J/gram Panas reaksi C2S yang
ditimbulkan sekitar 350 J/gram. Senyawa-senyawa CSH yang
dihasilkan merupakan komponen utama dalam penyumbang

39
kekuatan semen portland, dan biasa disebut dengan tobermorite
gel. Senyawa C3S merupakan komponen penentu kekuatan awal
semen portland, pada umur 1 – 28 hari, hal ini disebabkan reaksi
hidrasinya yang berlangsung cepat dan kadarnya yang tinggi.
Sedangkan C2S merupakan komponen penentu kekuatan akhir
semen portland, peranannya baru terlihat 28 hari setelah
pengikatan.

2) Senyawa kalsium aluminat (C3A)


Reaksi antara senyawa C3A dan air berlangsung sangat
cepat dan menghasilkan panas sekitar 1350 J/gram. Reaksi yang
terjadi terdiri dari beberapa tahap tergantung pada
lingkungannya. Senyawa C3A memainkan peranan yang sangat
penting dalam pengembangan kekuatan awal, 1 sampai dengan
3 hari, hal ini disebabkan karena panas hidrasinya yang cukup
tinggi sehingga dapat mempercepat reaksi hidrasi secara
keseluruhan. Karena senyawa hasil hidrasinya mempunyai daya
rekat yang relatif rendah, sumbangan kekuatan yang diberikan
senyawa C3A relatif kecil. Kadar senyawa C3A dalam semen
portland mempengaruhi sifat fisik semen portland, dalam hal ini
pemuaian dan ketahanan terhadap sulfat. Semakin tinggi kadar
senyawa C3A, semakin tinggi pemuaian yang terjadi dan
semakin tidak tahan terhadap serangan sulfat. Pemuaian yang
terjadi disebabkan banyak terbentuknya senyawa ettringite,
sedangkan senyawa ettringite merupakan senyawa yang
mempunyai volum yang sangat besar. Ketahanan terhadap
serangan sulfat dapat diterangkan sebagai berikut, alkali sulfat
bereaksi dengan kalsium hidroksida bebas membentuk senyawa
gypsum,

Ca(OH)2 + (Na/K)2SO4 + 2H2O → CaSO4.2H2O +2NaOH,


(gipsum)

40
senyawa gypsum yang terbentuk akan bereaksi dengan
senyawa C3A membentuk senyawa ettringite, senyawa ettringite
merupakan senyawa yang mempunyai volum yang sangat besar
sehingga menyebabkan pemuaian dan dapat menimbulkan
keretakan pada beton.

3) Senyawa kalsium aluminoferrit (C4AF)


Reaksi hidrasi senyawa C4AF berlangsung cepat dan
menghasilkan panas sekitar160 J/gram. Reaksi yang terjadi
terdiri dari beberapa tahap tergantung pada lingkungannya.

Senyawa kalsium oksida bebas (CaO-bebas)


CaO + H2O → Ca(OH)2
Senyawa magnesium oksida bebas (MgO)
MgO + H2O → Mg(OH)2

Senyawa Mg(OH)2 cenderung membentuk senyawa hidrat,


senyawa hidrat yang dihasilkan mempunyai volum yang relatif
besar sehingga manyebabkan pemuaian.

4) Senyawa kalsium sulfat hemihidrat


Senyawa kalsium sulfat dihidrat (gypsum) relatif tidak
stabil terhadap temperatur. Di Dalam semen portland, senyawa
kalsium sulfat mempunyai kandungan air hidrat antara 2 sampai
dengan 0.5, hal ini disebabkan proses yang terjadi di “cement
mill”. Senyawa kalsium sulfat yang mengandung air hidrat
kurang dari 2 dan sampai dengan 0.5 disebut senyawa kalsium
sulfat hemihidrat.

3.3.3 Beton Massa


Pada konstruksi beton, sering dijumpai pelaksanaan struktur
beton dengan volume pekerjaan yang besar atau dikenal dengan

41
beton massa (mass concrete). Beton massa ini memiliki sifat khusus,
yaitu selama proses pengerasan, beton tersebut mengalami kenaikan
temperatur (suhu) sampai batas tertentu sebagai akibat dari pelepasan
panas hidrasi semen portland. Kenaikan suhu beton tersebut bisa
mencapai 85°C pada bagian dalamnya. Ukuran beton yang cukup
besar/tebal dan karena beton mempunyai sifat “Poor Thermal
Conductivity”, maka suhu ini tidak cepat turun, sehingga akan
terjadi perbedaan suhu yang cukup besar antara bagian dalam dan
bagian permukaan beton, dan apabila hal ini tidak dapat di antisipasi
atau dikendalikan, akan mengakibatkan retakan-retakan pada
permukaan beton yang dapat berlanjut ke bagian dalam beton
sehingga dapat mempengaruhi kekuatan dari konstruksi beton tersebut.
Maksimum perubahan suhu (thermal shock) yang dapat menyebabkan
terjadinya kontraksi dan mengakibatkan retak adalah 40°C/jam
(ACI.207, 2002; ACI 207, 1997).

Maka dari itu konstruksi beton massa memerlukan perhatian


khusus karena ketebalan dan jumlah dari pengecoran beton yang
dilakukan. Semakin besar dan tebal ukuran elemen beton, maka
penggunaan semen semakin tinggi sehingga di perlukan
pengontrolan terhadap panas hidrasi, oleh karena itu studi ini
meninjau pengaruh dan perilaku dari kenaikan temperatur yang terjadi
terhadap ketebalan elemen beton.
Mass concrete adalah kelompok beton dengan volume yang
cukup besar sehingga membutuhkan pengendalian suhu thermal
akibat dari hidrasi semen serta perubahan volume beton untuk
mengurangi keretakan atau cracking (ACI,1996). Beton dengan
ketebalan minimal 4 kaki atau 1, 3 dikatagorikan mass concrete (A CI,
2010). Desain beton massa berdasarkan perubahan temperatur,
durability, dan ekonomis, kekuatan tidak menjadi perhatian utama
dalam desain beton massa. Perubahan temperatur menjadi perhatian
utama karena perbedaan temperatur yang terlalu besar antara inti

42
dengan permukaan dan dasar dapat menimbulkan tegangan internal
beton.
Beton memiliki sifat “Poor Thermal Conductivity” Sehingga
beton dengan volume yang besar memerlukan waktu yang relatif lebih
lama untuk melepaskan panas yang dikandungnya. Pada proses
pelepasan panas, bagian permukaan beton akan lebih mudah
melepaskan panas dibandingkan dengan bagian dalam. Hal ini
mengakibatkan selalu terjadi perbedaan suhu antara beton bagian dalam
dan bagian permukaan selama proses pelepasan panas berlangsung hal
ini diilustrasikan dalam Suhu beton segar yang diijinkan dalam
pekerjaan mass concrete adalah 35°C dan perbedaan temperatur beton
antara lapisan inti, permukaan dan dasar adalah ≤ 20°C. Sedangkan
temperatur maksimum yang diijinkan sebesar 70º pada setiap titik
(ACI: ACI. Jurnal Vol. 94. No2.1997). Pada pelaksanaannya di
lapangan, maka dibutuhkan suatu perhatian khusus berupa
pengendalian yang tepat untuk mencapai beton dengan kondisi
yang telah disyaratkan.

1) Metode Mengurangi Panas Hidrasi Pada Beton Massa


Cara untuk mengurangi panas hidrasi pada beton massa
adalah dengan melakukan curing (perawatan) agar kadar air
terjaga, hal yang dapat dilakukan antara lain :
1) Memakai jenis semen PPC (Portand Pozolan Cement)
Semen ini bersifat keras sehingga dapat mengurang
panas hidrasi sera dapat mengurangi pengaruh alkali
yang dapat menyebabkan panas hidrasi, semen ini
biasanya digunakan untuk beton massa
2) Menggunakan Air Dingin
Pada saat pencampuran air yang digunakan dapat
diganti dengan air dingin yang dapat di ambil dari pabrik
es terdekat dari proyek, pengambilan dapat

43
menggunakan tangki untuk ke lapangan, bertujuan untuk
mengurangi panas hidrasi
3) Waktu Pengecoran
Mencari suhu udarayang tidak panas/pengaruh mata
haru tidak banyak, biasanya pengecoran dapat dilakukan
pukul 4 sore sampai 10 pagi.
4) Destilasi
Memasukkan air ke dalam beton massa menggunakan
pipa kuningan diameter 1 cm sehingga dapat
mengeluarkan air hangat dan engurangi panas hidrasi

Jadi, panas hidrasi itu sendiri sangat berpengaruh dalam proses pembuatan
beton. Apabila panas hidrasi tidak di atasi maka tidak dapat mencapai kadar
air akibatnya semen unhidrat ke hidrat tanpa air tidak dapat bereaksi.

3.4 Korosi pada Tulangan Baja


3.4.1 Definisi baja tulangan beton
Menurut SNI 07-2052-2002, baja tulangan beton merupakan baja
berbentuk batang berpenampang bundar yang digunakan untuk
penulangan beton dan bahan baku billet dengan cara canai panas

3.4.2 Jenis-jenis baja tulangan beton


Menurut SNI 07-2025-2002 Berdasarkan bentuknya, baja
tulangan beton dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu baja tulangan beton
polos dan baja tulangan beton sirip.
1) Baja tulangan beton polos
Baja tulangan beton polos adalah baja tulangan beton
berpenampang bundar dengan permukaan rata tidak bersirip,
disingkat BjTS
2) Baja tulangan beton sirip
Baja tulangan beton bersirip adalah baja tulangan beton dengan
bentuk khusus yanga ermukaannya memiliki sirip melintang dan

44
rusuk memanjang yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya
lekat dan guna menahan gerakan membujur dari batang secara
relatif terhadap beton, disingkat BjTS

3.4.3 Syarat Mutu


Berdasarkan SNI 07-2025-2002 syarat mutu baja tulangan beton
sebagai berikut :
1) Sifat Nampak
Baja tulangan beton tidak boleh mengandung serpihan,
lipatan, retakan, gelombang, cerna yang dalam dan hanya
diperkenankan berkarat ringan pada permukaan
2) Bentuk
1) Baja tulangan beton polos
Permukaan batang baja tulangan beton harus rata tidak
bersirip
2) Baja tulangan beton sirip
a) Permukaan batang baja tulangan beton sirip harus
bersirip teratur. Setiap batang diperkenankan
rnempunyai rusuk memanjang yang searah dan sejajar
dengan sumbu batang, serta sirip-sirip lain dengan arah
melintang sumbu batang.
b) Sirip-sirip melintang sepanjang batang baja tulangan
beton harus terletak pada jarak yang teratur. Serta
mempunyai bentuk dan ukuran yang sama. Bila
diperlukan tanda angka- angka atau huruf-huruf pada
permukaan baja tulangan beton, maka sirip melintang
pada posisi di mana angka atau huruf dapat ditiadakan
c) Sirip melintang tidak boleh membentuk sudut kurang
dari 45° terhadap sumbu batang, apabila membentuk
sudut antara 45° sampai 70°, arah sirip melintang pada
satu sisi, atau kedua sisi dibuat berlawanan. Bila
sudutnya diatas 70° arah yang berlawanan tidak
diperlukan.

45
3) Ukuran dan toleransi
1) Diameter, berat dan ukuran sirip
Diameter dan berat per meter baja tulangan beton polos
seperti tercantum pada Tabel 1. Diameter, ukuran sirip dan
berat per meter baja tulangan beton sirip

Luas
Diameter nominal Berat nominal
penampan
No. Penamaan (d)
g Nominal per meter
(mm)
(L) (cm2) (kg/m)

1. P.6 6 0,282 0,222


2. P.8 8 7
0,502 0,395
3. P.10 10 7
0,785 0,617
4. P.12 12 4
1,13 0,888
5. P.14 14 1
1,53 1,12
6. P.16 16 9
2,01 1,58
7. P.19 19 1
2,83 2,23
8. P.22 22 5
3,80 2,98
9. P.25 25 1
4,90 3,85
10. P.28 28 9
6,15 4,83
11. P.32 32 8
8,04 6,31
2

Tabel 3.4.3.3 ukuran baja Tulangan Beton Polos

Dia- Dia-
meter Luas meter Jarak Lebar
Tinggi sirip
nominal Penam- dalam sirip rusuk me-
melintang Berat
pang nominal melintang manjang
Pena- min maks nominal
No nominal
maan mm cm
2
mm mm mm mm mm Kg/m
1 S.6 6 0,2827 5,5
(d 0,3 0,6 (maks)
4,2 (maks)
4,7 0,222
(d) o)
2 S.8 8 0,5027 7,3 0,4 0,8 5,6 6,3 0,395
3 S.10 10 0,7854 8,9 0,5 1,0 7,0 7,9 0,617
4 S.13 13 1,327 12,0 0,7 1,3 9,1 10,2 1,04
5 S.16 16 2,011 15,0 0,8 1,6 11,2 12,6 4,58
6 S.19 19 2,835 17,8 1,0 1,9 13,3 14,9 2,23
7 S.22 22 3,801 20,7 1,1 2,2 15,4 17,3 2,98
8 S.25 25 4,909 23,6 1,3 2,5 17,5 19,7 3,85
9 S.29 29 6,625 27,2 1,5 2,9 20,3 22,8 5,18
10 S.32 32 8,042 30,2 1,6 3,2 22,4 25,1 6,31
11 S.36 36 10,18 34,0 1,8 3,6 25,2 28,3 7,99
12 S.40 40 12,57 38,0 2,0 4,0 28,0 31,4 9,88
13 S.50 50 19,64 48,0 2,5 5,0 38,0 39,3 17,4

Tabel 3.4.3.3 Tabel ukuran baja Tulangan Beton Sirip

46
2) Toleransi diameter

No Diameter (d) Toleransi Penyimpangan


(mm) kebundaran (%)
(mm)
1 6 + 0,3

2 8 < d < 14 + 0,4

3 16 < d < 25 + 0,5


Maksimum 70 dari
batas toleransi
4 28 < d < 34 + 0,6

5 d > 346 + 0,8

CATATAN
1. Penyimpangan kebundaran adalah perbedaan antara diameter maksimum dan minimum dari
hasil pengukuran pada penampang yang sama dari baja tulangan beton

2. Untuk baja tulangan beton sirip, d = diameter dalam


 CATATAN Cara menghitung luas penampang nomnal, keliling nominal, berat nominal dan
ukuran sirip adalah sebagai berikut:

 a) Luas penampang nominal (L)

 0,7854 x d2
 L = (cm )
2
dibulatkan sampai 4 angka berarti
 100

 b) Keliling nominal (K)

 K = 0,3142 x d (mm) dibulatkan sampai 1 angka

desimal c) Berat = 0,785 x L (kg/m) dibulatkan sampai 3

angka berarti d) Jarak sirip melintang maksimum = 0,70 d dibulatkan

sampai 1 angka desimal

 e) Tinggi sirip minimum = 0,05 d dibulatkan sampai 1 angka desimal


 Tinggi sirip maksimum = 0,10 d dibulatkan sampai 1 angka
desimal

 f) Jumlah berat rusuk maksimum = 0,25 K dibulatkan sampai 1 angka desimal

Tabel Toleransi Diameter

47
4) Toleransi panjang
Toleransi panjang baja tulangan beton ditetapkan minus 0
mm plus 70 mm
5) Toleransi berat

Diameter nominal Toleransi

6(mm)
d 8 (%)
±7
10 d 11 ±6
16 d 28 ±5
d 28 ±4

Tabel Tolerasi berat per batang sirip dan polos

Diameter nominal Toleransi

6 <(mm)
d<8 (%)
±6

10 < d < 11 ±5

16 < d < 28 ±4

d < 28 ± 3,5

Tabel toleransi berat per lot polos dan sirip

48
6) Sifat mekanis
Kelas Nomor Uji tarik Uji lengkung
baja batang uji Batas ulur Kuat tarik Regang Sudut Diameter
tulangan kgf/mm2 kgf/mm2 an lengkung pelengkung
(N/mm2) (N/mm2)
(%)
BjTP 24 No. 2 Minimum 24 Minimum 39 20 1800 3xd
No. 3 (235) (380) 24
BjTP 30 No. 2 Minimum 30 Minimum 45 18 1800 d > 16 = 3xd
No. 3 (295) (440) 20 d > 16 = 4xd
BjTP 30 No. 2 Minimum 30 Minimum 45 10 1800 d ≤ 16 = 3xd
No. 3 (295) (440) 18 d > 16 = 4xd
BjTP 35 No. 2 Minimum 35 Minimum 50 18 1800 d ≥ 16 = 3xd
No. 3 (345) (490) 20
16<d≤40 = 4xd
d ≥ 40 = 5xd
BjTP 40 No. 2 Minimum 40 Minimum 57 16 1800 5xd
No. 3 (390) (500) 18
BjTP 50 No. 2 Minimum 50 Minimum 57 12 1800 d ≤ 25 = 5xd
No. 3 (490) (620) 14 d > 25 = 6xd
CATATAN 1. Hasil uji lengkung tidak boleh terletak pada sisi luar lengkungan
2. Untuk baja tulangan sirip > S.32 nilai renggang dikurangi 2 %

Untuk baja tulangan sirip S.40 dan S.50 dikurangi 4 % dari nilai yang tercantum
pada tabel 6.
2 2
3. 1 kgf/mm = 9,81 N/mm
Tabel Sifat Mekanik

3.4.4 Korosi
Korosi adalah proses kerusakan atau degradasi logam akibat
reaksi redoks antara suatu logam dengan berbagai zat di
lingkungannya. Proses korosi pada besi beton di proyek masih
sering terjadi karena berbagai faktor antara lain :
1) Penyimpanan gudang besi yang kurang tepat. Pada musim hujan
tidak pernah ditutup dengan terpal atau yang lainnya.
2) Pemasangan besi beton yang terlalu lama. Pada musim hujan
seperti ini seharusnya jangan terlalu banyak menyimpak stok
besi karena jika pemasangan pada bangunan masih lama akan
terjadi korosi.
3) Besi yang sudah terpasang namun tidak segera dicor juga akan
berakibat rentan terkena karat.

49
4) Sengaja membeli besi beton yang berkarat karena lebih murah.
Di dunia proyek memang dituntut untuk mengambil keuntungan
yang tinggi namun bukan berarti menurunkan kualitas dengan
membeli besi yang sudah berkarat.

3.4.5 Jenis-Jenis Korosi (Karat)


1) Karat permukaan
Karat yang muncul hanya di permukaan saja, dapat dihilangkan
dengan cara di bersihkan biasa dengan kain bersih
2) Karat Titik
Karat yang muncul di permukaan tetapi bentuknya titik, bisa saja
karat terjadi sampai kedalam baja tulanga, oleh karena itu jika ada
karat titik maka harus ada pengecekan seberapa dalam kart
tersebut masuk kedalam baja tulangan.
3) Karat Total
Karat yang terjadi di seluruh aja tulangan, apabila baja tulangan
telah terkena karat total maka baja tulangan terebut tidak dapat
dipakai dan harus dikeluarkan dari tempat pekerjaan proyek.
3.4.6 Sand Blasting
Sandblasting, adalah proses penyemprotan abrasive material
biasanya berupa pasir silika atau steel grit dengan tekanan tinggi
pada suatu permukaan dengan tujuan untuk menghilangkan material
kontaminasi seperti karat, cat, garam, oli dll. Selain itu juga
bertujuan untuk membuat profile (kekasaran) pada permukaan metal
agar dapat tercapai tingkat perekatan yang baik antara permukaan
metal dengan bahan pelindung misalnya cat. Tingkat kekasarannya
dapat disesuaikan dengan ukuran pasirnya serta tekanannya. Perlu
diketahui berhasil atau gagalnya suatu pengecatan sangat tergantung
pada tingkat kebersihan dan tingkat perekatan antara cat dan
permukaan serta tingkat kepadatan dan perataan dari cat itu sendiri.
Sandblasting merupakan proses yang diadaptasi dari teknologi
yang biasa digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak

50
dibidang oil & gas, industri, ataupun fabrikasi guna membersihkan
atau mengupas lapisan yang menutupi sebuah obyek yang biasanya
berbahan dasar metal/besi dengan bantuan butiran pasir khusus yang
ditembakkan langsung dari sebuah kompresor bertekanan tinggi ke
obyek.

3.4.7 Jenis – jenis Sand Blasting


1) Dry Sand Blasting
Dry Sandblasting biasa diaplikasikan ke benda-
benda berbahan metal/besi yang tidak beresiko terbakar,
seperti tiang-tiang pancang, bodi dan rangka mobil, bodi
kapal laut, dan lain-lain
2) Wet Sand Blasting
Wet Sandblasting diaplikasikan ke benda-benda
berbahan metal/besi yang beresiko terbakar atau terletak di
daerah yang beresiko terjadi kebakaran, seperti tangki bahan
bakar, kilang minyak (offshore), ataupun pom bensin,
dimana pasir silica yang digunakan dicampur dengan bahan
kimia khusus anti karat yang berguna untuk meminimalisir
percikan api saat proses sandblasting terjadi.
Namun begitu, alat yang digunakan tetaplah sama,
terdiri dari kompresor, tabung penyaring udara (Airblast
Breathing Air Filters), tabung penampung pasir (blast pot),
selang, nosel, helm khusus untuk dikenakan oleh sang
operator sandblasting

3.4.8 Keuntungan Sand Blasting


1. Membersihkan permukaan material (besi) dari kontaminasi
seperti karat, tanah, minyak, cat, garam dan lainnya.
2. Mengupas cat lama yang sudah rusak atau pudar
3. Membuat profile (kekasaran) pada permukaan metal sehingga
cat lebih melekat

51
3.4.8.1 Tolak Ukur Kebersihan Sand Blasting
ukuran standar sandblasting adalah Sa 2.5. Sa adalah salah
satu standard tingkat kebersihan yang dikeluarkan oleh Swedish
Institute for Standards disingkat SIS. Kode Sa disini berarti
standard kebersihan Swedish menggunakan Abrasive.
Pengertian Sa.2.5 berarti pembersihan / penyemprotan metal
menghampiri putih “near-white metal blast cleaning”, dengan
pengertian bahwa penyemprotan terhadap permukaan metal
dilakukan sampai warnanya hampir putih. Secara kasat mata,
warnanya mendekati putih, bersih dari segala kotoran seperti
kulit besi, karat, bekas cat, debu, dan sebagainya, yang tertinggal
hanya sedikit noda atau bintik kecil yang samar dan itupun tidak
boleh lebih dari 5% dari total suatu permukaan yang dibersihkan.
Untuk dapat mengetahui secara pasti bahwa tingkat kebersihan
yang dikehendaki telah tercapai, dipakai acuan warna sebagai
perbandingan berupa referensi warna permukaan disebut dengan
visual pictorial surface standard. Sedangkan yang menggunakan
alat dengan magnifier “surface profile comparator” gunanya
untuk melihat tingkat kekasaran permukaan setelah
sandblasting.
Standard-standard yang lain selain Swedish Standard yang
digunakan untuk tingkat pembersihan permukaan ada beberapa,
misalnya standard dari SSPC (Steel Structure Painting Council),
NACE (National Association of Corrosion Engineers), ISO
(International Organization for Standarization), SAA (Standard
Australia), DS (Standard Denmark) dan JUS (Standard
Jugoslavia), tetapi yang sangat umum digunakan saat ini adalah
Standard Swedish, SSPC, dan NACE.

52
BAB IV
JOBSHEET
4.1 Peralatan
 Catut  Palu
Untuk memotong kawat Untuk memasang tulangan pada tempat
bendrat. bending dan memasang paku.

Gambar 4.1 Catut


Gambar 4.2 Palu
 Alat pemotong tulangan besi  Alat pembuat sengkang spiral
Untuk memotong tulangan. Untuk menekuk tulangan.

Gambar 4.4 Alat Pembuat


Sengkang Spiral
Gambar 4.3 Alat Pemotong
Tulangan
 Pleser  Tang potong
Untuk membengkokan tulangan Sebagai penjepit dan pemotong kawat.
baja yang ukurannya bermacam-
macam.

Gambar 4.6 Tang Potong

Gambar 4.5 Pleser

53
 Roll meter  Hand Bor dan mata bor
Untuk mengukur tulangan Untuk membuat lubang pada kayu,
besi/baja yang akan digunakan. besi atau tembok.

Gambar 4.8 Hand Bor


Gambar 4.7 Roll Meter
 Tempat bending  Ember
Untuk tempat penanda pada saat Untuk mengambil air dan bahan
pembuatan begel/sengkang material yang akan digunakan saat
maupun menekuk tulangan baja. pencampuran beton.

Gambar 4.10 Ember


Gambar 4.9 Tempat Bending
 Tang kombinasi  Sendok spesi
Ujung rahang yag bergigi rapat, Untuk mengambil dan mencampur
untuk menjepit kawat atau kabel. adukan yang telah dibuat.
Ditengahnya bagian yang bergigi
renggang untuk mengunci mur.
Rahang taam sebagai pemotong
kawat.

Gambar 4.12 Sendok Spesi

Gambar 4.11 Tang Kombinasi

54
 Mesin mixer (molen)  Nampan spesi
Untuk mengaduk material bahan Untuk tempat mencampur bahan-
yang akan digunakan sesuai bahan atau material yang akan
dengan proporsi campuran yang digunakan.
telah direncanakan.

Gambar 4.14 Nampan Spesi

Gambar 4.13 Mesin Mixer


 Perata  Gerobak dorong
Untuk meratakan atau Digunakan untuk mengangkut
menghaluskan permukaan beton. material dalam pekerjaan bangunan.

Gambar 4.16 Gerobak Dorong


Gambar 4.15 Perata
 Sekop  Besi Penyangga
Digunakan untuk mengambil Sebagai alat pembantu saat
material pasir, kerikil, dll ke dalam pembuatan kolom maupun balok.
gerobak.

Gambar 4.18 Besi Penyangga


Gambar 4.17 Sekop

55
 Cangkul  Alat Uji Slump
Digunakan untuk menggali tanah, Untuk melakukan pengujian slump
melakukan pembersihan lahan, dan pada beton segar.
mengambil material untuk diangkut
menggunakan gerobak.

Gambar 4.20 Alat Uji Slump

Gambar 4.19 Cangkul


4.2 Bahan
 Tulangan Besi Ø6 , Ø8 , dan  Kerikil
Ø10

Gambar 4.22 Kerikil

Gambar 4.21 Tulangan Besi


 Kawat Bendrat  Pasir Hitam

Gambar 4.23 Kawat Bendrat Gambar 4.24 Pasir Hitam


 Spidol  Semen Portland

Gambar 4.25 Spidol Gambar 4.26 Semen Portland

56
 Paku  Papan Kayu (Bekisting)

Gambar 4.27 Paku


Gambar 4.28 Papan Kayu

4.3 JOB 1 : Praktik Pembuatan Sengkang


4.3.1 Tujuan
1. Mampu membuat sengkang/begel sesuai dengan
standar
2. Mengetahui panjang kebutuhan tulangan besi yang
diperlukan untuk membuat satu buah sengkang/begel
dengan ukuran yang sudah ditentukan
3. Mengetahui dan mampu menggunakan peralatan
dengan baik dan benar
4.3.2 Alat Pelindung Diri (APD)
1. Sepatu Safety
2. Sarung Tangan
4.3.3 Peralatan dan Bahan
Peralatan : Bahan :
– Pleser Ø6 mm – Tulangan Besi Ø6 mm
– Alat pemotong tulangan besi – Spidol
– Tempat bending
– Palu
– Tang Kombinasi
– Hand Bor
– Penggaris siku
– Roll meter

57
DAFTAR POTONGAN TULANGAN
NO KODE BENTUK DIAMETER JUMLAH BERAT PANJANG KET.
(mm) (kg) (cm)
1 BEGEL 10 X 18 6 5 0,222 60

2 BEGEL 9 X 12 6 5 0,222 45

1 LONJOR = 12 METER TOTAL KEBUTUHAN = 1 LONJOR BESI


TULAN
GAN
SISA 6
METER
Tabel 4.1 Daftar Potongan Tulangan JOB 1
4.3.4 Gambar Kerja
Sengkang segi 4 ukuran 10 cm x 18 cm Sengkang segi 4 ukuran 9 cm x 12 cm

Gambar 4.1 Gambar Kerja JOB 1


4.3.5 Langkah Kerja
1. Mempersiapkan alat dan bahan
2. Menandai tulangan besi Ø6 mm sepanjang 50 cm dan tulangan
besi Ø8 sepanjang 64 cm masing – masing sebanyak 5 buah

58
3. Memotong tulangan besi sesuai dengan ukuran yang telat ditandai
menggunakan alat pemotong
4. Mengukur tempat bending dan menandai sesuai dengan ukuran
sengkang/begel yang akan dibuat yaitu 10cm x 18cm dan 9cm x
12cm
5. Melubangi tempat bending dengan handbor dan memasang besi
penahan sebagai cetakan untuk membengkokkan tulangan agar
dapat membuat begel dengan ukuran yang tepat
6. Membuat begel dengan membengkokkan tulangan menggunakan
pleser sebesar 90° pada keempat sisi sesuai dengan gambar kerja
7. Mengecek hasil pembengkokan sesuai dengan syarat yang
ditentukan (Panjang kait, diameter bengkokan). Hitung/ukur
kelebihan panjang besi tulangan dari yang disyaratkan, sebagai
koreksi untuk pemotongan dan pedoman pengerjaan benda kerja
berikutnya
8. Jika ukuran sudah tepat, melanjutkan pembuatan begel ukuran
10cm x 18cm sebanyak 5 buah dan ukuran 9cm x 12cm sebanyak
5 buah

4.4 JOB 2 : Praktik Pembuatan Kolom Melingkar (Spiral)


4.4.1 Tujuan
1. Mampu membuat sengkang spiral menggunakan cara
konvensional maupun dengan alat
2. Mampu membuat kolom spiral dengan benar
3. Mengetahui cara memasang kawat bendrat dengan benar dan
kuat
4. Mengetahui dan mampu menggunakan peralatan dengan baik
dan benar
4.4.2 Alat Pelindung Diri (APD)
1. Sepatu Safety
2. Sarung Tangan

59
4.4.3 Peralatan dan Bahan
Peralatan : Bahan :
– Pleser Ø6 mm – Tulangan Besi Ø6 mm
– Pleser Ø8 mm – Tulangan Besi Ø8 mm
– Pleser Ø10 mm – Tulangan Besi Ø10 mm
– Alat pemotong tulangan besi – Spidol
– Palu – Kawat bendrat
– Tang Kombinasi
– Catut
– Hand Bor
– Alat pembuat sengkang spiral
– Roll meter
– Besi penyangga

DAFTAR POTONGAN TULANGAN

Tabel 4.2 Daftar Potongan Tulangan JOB 2

60
4.4.4 Gambar Kerja

Gambar 3.2 Gambar Kerja JOB 2


4.4.5 Langkah Kerja
1. Mempersiapkan alat dan bahan
2. Membuat mal sebelum membuat kolom bundar sebanyak 3 buah
untuk kolom bundar diameter 20 cm dan sebanyak 3 buah untuk
kolom bundar diameter 40 cm
3. Membuat 2 spiral menggunakan tulangan besi Ø8 mm dengan
menghabiskan 1 lonjor besi dan panjang kurang lebih 12 meter.
Bentuk spiral tulangan besi menggunakan alat dan pukul
menggunakan palu agar bentuk menjadi bundar (dengan cara
manual)

61
4. Membuat 2 spiral menggunakan tulangan besi Ø6 mm dengan
menghabiskan 1 lonjor besi dan panjang kurang lebih 12 meter
dengan alat pembuat sengkang spiral
5. Memasang mal pada tulangan besi Ø10 mm sebanyak 8 buah
untuk membuat kolom bundar diameter 40 cm dan memasang mal
pada tulangan besi Ø8 mm sebanyak 8 buah untuk membuat
kolom bundar diameter 20 cm. Pemasangan mal ditempatkan
pada kedua ujung dan pada bagian tengah tulangan besi dengan
menggunakan kawat bendrat
6. Setelah selesai membuat spiral, pasangkan spiral tersebut pada
mal dan tulangan besi yang sudah diikat sesuai dengan gambar
kerja dan diikat rapat menggunakan kawat bendrat dengan jarak
antar ulir 10 cm

4.5 JOB 3 : Praktik Pembuatan Kolom Persegi Panjang


4.5.1 Tujuan
1. Mampu membuat kolom persegi panjang dengan benar
2. Mengetahui cara memasang kawat bendrat dengan benar dan
kuat
4. Mengetahui dan mampu menggunakan peralatan dengan
baik dan benar
4.5.2 Alat Pelindung Diri (APD)
1. Sepatu Safety
2. Sarung Tangan

62
4.5.3 Peralatan dan Bahan
Peralatan : Bahan :
– Pleser Ø6 mm – Tulangan Besi Ø6 mm
– Pleser Ø10 mm – Tulangan Besi Ø10 mm
– Alat pemotong tulangan besi – Spidol
– Palu – Kawat bendrat
– Tang Kombinasi
– Catut
– Hand Bor
– Roll meter
– Besi penyangga

DAFTAR POTONGAN TULANGAN

Tabel 4.3 Daftar Potongan Tulangan JOB 3

63
4.5.4 Gambar Kerja

Gambar 3.3 Gambar Kerja JOB 3


4.5.5 Langkah Kerja
1. Mempersiapkan alat dan bahan
2. Membuat kait pada tulangan besi Ø10mm yang akan
digunakan
3. Memasang sengkang/begel ukuran 10cm x 18cm yang telah
dibuat pada JOB 1 pada tulangan besi Ø10mm sebanyak 4
buah menggunakan kawat bendrat sesuai dengan gambar
kerja
4. Mengulangi langkah yang sama pada pemasangan
sengkang/begel selanjutnya dengan jarak 15 cm tiap begel

64
4.6 JOB 4 : Praktik Pembuatan Pondasi Telapak
4.6.1 Tujuan
1. Mampu membuat pondasi telapak dengan benar
2. Mengetahui cara memasang kawat bendrat dengan benar dan
kuat
3. Mengetahui dan mampu menggunakan peralatan dengan baik
dan benar
4.6.2 Alat Pelindung Diri (APD)
1. Sepatu Safety
2. Sarung Tangan
4.6.3 Peralatan dan Bahan
Peralatan : Bahan :
– Pleser Ø6 mm – Tulangan Besi Ø6 mm
– Pleser Ø10 mm – Tulangan Besi Ø10 mm
– Alat pemotong tulangan besi – Spidol
– Palu – Kawat bendrat
– Tang Kombinasi
– Catut
– Roll meter
– Tempat bending

65
DAFTAR POTONGAN TULANGAN

Tabel 4.4 Daftar Potongan Tulangan JOB 4


4.6.4 Gambar Kerja

Gambar 4.4 Gambar Kerja JOB 4


4.6.5 Langkah Kerja
1. Mempersiapkan alat dan bahan

66
2. Memahami gambar kerja pondasi telapak
3. Memotong kolom persegi panjang yang telah dibuat pada
JOB 3 sesuai ukuran pada gambar kerja
4. Memotong tulangan besi yang dibutuhkan
5. Membengkokkan tulangan besi yang telah dipotong agar
membentuk kait sesuai gambar kerja
6. Memasang tulangan besi yang telah dipotong dan
dibengkokkan sesuai gambar kerja dengan jarak tulangan
bagi pada bagian alas 10 cm dan jarak antar begel 15 cm
7. Melakukan pengikatan antara sengkang dengan
besi/tulangan utama, dengan kawat bendrat (posisi tulangan
utama berada tepat pada sudut sengkang)
8. Menggabungkan rangkaian tulangan kolom dengan plat
pondasi
9. Mengecek ketepatan dan kerapian dari benda kerja

67
4.7 JOB 5 : Praktik Pembuatan Balok
4.7.1 Tujuan
1. Mampu membuat pondasi telapak dengan benar
2. Mengetahui cara memasang kawat bendrat dengan benar
dan kuat
3. Mengetahui dan mampu menggunakan peralatan dengan
baik dan benar
4.7.2 Alat Pelindung Diri (APD)
1. Sepatu Safety
2. Sarung Tangan
4.7.3 Peralatan dan Bahan
Peralatan : Bahan :
– Pleser Ø6 mm – Tulangan Besi Ø6 mm
– Pleser Ø8 mm – Tulangan Besi Ø8 mm
– Pleser Ø10 mm – Tulangan Besi Ø10 mm
– Alat pemotong tulangan besi – Spidol
– Palu – Kawat bendrat
– Tang Kombinasi
– Catut
– Roll meter
– Tempat bending

DAFTAR POTONGAN TULANGAN

Tabel 4.5 Daftar Potongan Tulangan JOB 5

68
3.5.1 Gambar Kerja

Gambar 4.5 Gambar Kerja JOB 5


3.5.2 Langkah Kerja
1. Memahami gambar kerja balok
2. Menghitung kebutuhan bahan (besi 10 mm dan 6 mm)
3. Mempersiapkan alat dan bahan
4. Melakukan proses pengerjaan pemotongan besi tulangan
sesuai dengan ukuran dan jumlah yang telah ditentukan
5. Melakukan proses pembengkokan tulangan utama dan
sengkang sesuai ukuran dan jumlah yang telah ditentukan
6. Membuat catatan besarnya factor koreksi untuk masing-
masing bentuk tulangan.
7. Setelah bahan sudah sesuai dengan jumlah yang ditentukan
siapkan besi penyangga untuk merangkai tulangan.
8. Menggabungkan 4 besi tulangan utama , menandai jarak
pemasangan sengkang.
9. Mengatur letak kait sengkang, dengan posisi pada satu sisi.
10. Melakukan pengikatan antara sengkang dengan
besi/tulangan utama, dengan kawat bendrat (posisi tulangan
utama berada tepat pada sudut sengkang), jarak dan jumlah
sengkang sesuai gambar rencana.
11. Memastikan kait tulangan utama ke arah dalam kolom.
12. Mengecek ketepatan dan kerapian dari benda kerja

69
4.8 JOB 6 : Praktik Pembuatan Plat Non-Struktural dan Pengecoran
4.8.1 Tujuan
1. Mampu membuat plat non-struktural dengan benar
2. Mampu melakukan pengecoran secara langsung di lapangan
3. Mengetahui dan mampu menggunakan peralatan dengan
baik dan benar
4.8.2 Alat Pelindung Diri (APD)
1. Sepatu Safety
2. Sarung Tangan
3. Helm Safety
4.8.3 Peralatan dan Bahan
Peralatan : Bahan :
– Pleser Ø6 mm – Tulangan Besi Ø6 mm
– Pleser Ø8 mm – Tulangan Besi Ø8 mm
– Alat pemotong tulangan besi – Kerikil
– Palu – Pasir hitam
– Tang Kombinasi – Semen Portland
– Catut – Papan kayu bekisting
– Roll meter – Pasir urug
– Tempat bending – Beton tahu
– Ember – Pecahan batu bata
– Gerobak dorong – Paku
– Mesin mixer (molen) – Spidol
– Nampan spesi – Kawat bendrat
– Sendok spesi
– Cangkul
– Sekop
– Alat uji slump

70
4.8.4 Langkah Kerja
1. Mengukur area kerja yang telah ditentukan
2. Memahami gambar kerja plat non struktural
3. Menghitung kebutuhan bahan (besi Ø8 mm dan Ø6 mm)
4. Mempersiapkan alat dan bahan
5. Melakukan proses pengerjaan pemotongan besi tulangan
sesuai dengan ukuran dan jumlah yang telah ditentukan
6. Melakukan proses pembengkokan kait tulangan sesuai
ukuran dan jumlah yang telah ditentukan
7. Melakukan pengikatan besi tulangan utama dan tulangan
bagi menggunakan kawat bendrat
8. Memastikan kait tulangan sudah berada pada arah yang tepat
9. Mengecek ketepatan dan kerapian benda kerja dengan area
kerja
10. Memasang beton tahu pada plat plat pijakan yang telah
dibuat
11. Melakukan pemasangan bekisting pada area kerja
12. Menghitung kebutuhan bahan campuran beton yang akan
dibuat
13. Mempersiapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan sesuai
dengan data perhitungan
14. Menyalakan mesin molen yang akan digunakan dan
menempatkan mesin pada tempat yang strategis pada area
kerja
15. Memasukkan bahan yang telah ditimbang yaitu kerikil lalu
pasir, selanjutnya semen, dan yang terakhir air
16. Menunggu sampai adukan tercampur rata dan homogen
17. Setelah adukan rata, adukan dituangkan pada nampan yang
telah disiapkan di bawah molen
18. Melakukan uji slump pada campuran beton segar hingga
slump mencapai ±7

71
19. Setelah uji slump terpenuhi campuran beton diratakan
menggunakan sendok spesi pada area kerja hingga mengisi
seluruh bagian yang telah dibatasi bekisting
20. Membuat lapisan finishing menggunakan pasir, semen, dan
air dengan pengadukan dilakukan secara manual
21. Melakukan pelapisan finishing pada benda kerja dan
diratakan menggunakan perata

4.9 JOB 7 : Praktik Pembuatan Plat Lantai


4.9.1 Tujuan
1. Mampu membuat plat lantai dengan benar
2. Mengetahui cara memasang kawat bendrat dengan benar dan
kuat
3. Mengetahui dan mampu menggunakan peralatan dengan baik
dan benar
4.9.2 Alat Pelindung Diri (APD)
1. Sepatu Safety
2. Sarung Tangan
4.9.3 Peralatan dan Bahan
Peralatan : Bahan :
– Pleser Ø8 mm – Tulangan Besi Ø8 mm
– Alat pemotong tulangan besi – Spidol
– Palu – Kawat bendrat
– Tang Kombinasi
– Tang Pemotong
– Catut
– Roll meter
– Tempat bending

72
DAFTAR POTONGAN TULANGAN

Tabel 4.7 Daftar Potongan Tulangan JOB 7

4.9.4 Gambar Kerja

300

73
4.9.5 Langkah Kerja
1. Memahami gambar kerja praktik pembuatan plat lantai
2. Menghitung kebutuhan tulangan besi Ø8mm
3. Menyiapkan peralatan yang diperlukan ( Meteran, gunting
tulangan, palu besi, siku-siku, bending sesuai ukuran
tulangan, besi dan balok penahan untuk membengkokan
tulangan)
4. Melakukan proses pengerjaan (Pemotongan, pembengkokan
dst), sampai semua bentuk tulangan yang diperlukan
terpenuhi sesuai dengan ukuran
5. Membuat catatan, besarnya factor Koreksi untuk masing-
masing bentuk tulangan
6. Menggabungkan semua besi tulangan arah memanjang.
Tandai jarak tulangan utama arah melintang dengan spidol
sepanjang daerah lapangan
7. Melakukan hal yang sama pada tulangan utama arah
melintang
8. Melakukan pengikatan antar tulangan utama, arah
memanjang terhadap tulangan utama arah melintang dengan
kawat bendrat. Perhatikan posisi tulangan sesuai gambar
kerja
9. Melakukan pengikatan tulangan didaerah tumpuan,
perhatikan posisi tulangan sesuai gambar kerja
10. Jika semua bagian tulangan sudah terpasang, selanjutnya
pemasangan tulangan bagi dikeempat sisi dengan jumlah dan
posisi sesuai dengan gambar rencana
11. Mengecek ketepatan dan kerapian dari benda kerja

74
BAB V
PEUTUP

5.1 Kesimpulan
5.1.1 sifat dan karakteristik beton sngat di pengartuhi oleh modulus elastisitas,
kekuatan beton, dan permeabilitas beton, jika modulus elastisitas besar
maka beton tersebut memiliki tegangan yang cukup besar dalam kondisi
regangan yang masih kecil. Sedangkan kuat tekan sendiri didapat dari
pengujian yang hasilnya menunjukan seberapa besar kekuatan beton
dalam menerima tekanan.
5.1.2 pengendalian mutu dapat dilihat melalui pengujian pengujian seperti
pengujian slump, uji kuat tekan, setting time, dll. Jika dirasa tidak sesuai
dengan perencanaan maka harus dilakukan pengujian ulang dengan
merubah komposisi bahan beton sampai mencapai seperti yang di
rencanakan.
5.1.3 panas hidrasi sangat berpengaruh pada beton, jika beton tidak dapat
mencapai proses hidrasi yang sempurna, akibatnya semen unhidrat tidak
dapat menjadi hidrat karena tanpa air semen tidak dapat bereaksi.
Sehingga kadar air harus tetap dijaga dengan cara curing
5.1.4 karat di akibatkan oleh berbagai faktor, baik itu manusia ataupun
lingkungan, cara mengatasi karat tergantung pada jenis karatnya. Jika
karat dalam kategori karat total maka tulangan baja tersebut tidak dapat
digunakan

5.2 Saran
Dalam pengerjaan dan perencanaan beton sebaiknya dilakukan dengans
serius dan mengikutan aturan yang benar, serta memperhatikan hal hal yang
perlu di perhatikan seperti kualitas, fungsi betonnya, volumenya, bahan bahan
yang digunakan, dsb.

75
DAFTAR PUSTAKA
 SNI 07-2025-2002 – Baja Tulangan Brton
 Soleman Yoppy. Jurnal “Evaluasi Modulus Elastisitas Beton (EC) berdasarkan
analisis karakteristik agregat
 Dr. Kimberly Curtis, Stress-Strain Behavior Concrete, 2004
 M.L Leaming : Comparison of Mechanical Properties of High-Streght
Concrate Made With Different Raw Mterials. Transportation Research Record,
No. 1284, pp 23-30. 1999. Earl W Swokowski, Calculus With Analytic
Geometry, 1998
 Sugiharto Handoko, Surya Allan. Jurnal “Rancang Bangun Alat Uji
Permeabilitas Beton”. Civil Engineering Dimension, Vol. 6, No 2, 94-100.
September 2004
 Rochaeti, dkk. “Pengaruh Panas Hidrasi Beton Dengan Semen Type II
Terhadap Ketebalan Elemen Beton”. Jurnal Teknik sipil & Perencanaan,
Nomor 2 Voume 16. Juli 2014
 ACI, 2010, Spesification for structural concrate, American Concrate Institue
301.10.
 ASTM, 2012. Standart Spesification for Portland Cemen, American Standart
For Testimg Material C 150/C150M
 Mulana. “Reaksi Hidrasi Semen”. 18 Januari 2018 Diakses Pukul 19.05
https://maulhidayat.wordpress.com/2013/02/25/reaksi-hidrasi-semen/
 Widodo Agustinus. “pengertian Sand Blasteng”. 17 Januari 2018. Diakses
pukul 18.30 WIB
https://www.bioindustries.co.id/pengertian-sandblasting-3481.html
 Ilmu Proyek, “Batas Korosi Besi Yang diijinkan”. 17 Januari 2018. Diakses
pukul 18.48 WIB
http://www.jasasipil.com/2016/01/batas-korosi-besi-beton-yang-
diijinkan.html
 Ferdy. “Sifat Karakteristik Beton”. 17 Januari 2018. Diakses pukul 19.18
http://potongan-ilmu-sipil.blogspot.co.id/2013/07/sifat-dan-karakteristik-
beton.html

76
 Toriq. “Laporan Praktek Keja Bengkel Beton”. 17 Januari Diakses Pukul 19.43
http://kodokebonceng.blogspot.co.id/2011/06/laporan-praktek-keja-bengkel-
kerja.html
 Anonim. “Kuat Tekan Beton”. 18 Januari Diakses Pukul 17.12
http://unitedgank007.blogspot.co.id/2016/01/kuat-tekan-beton.html
 Wibawa Kukuh. “Modulus Elastisitas”. 18 Januari Diakses Pukul 18.32
http://tatangw.blogspot.co.id/2011/04/modulus-elastisitas-beton.html

77

Anda mungkin juga menyukai