Anda di halaman 1dari 32

TUTORIAL JANTUNG

PENYAKIT ARTERI PERIFER

Oleh :
Muhammad Alfian (H1A 008 033)
M. Yadienul Akbar (H1A 009 042)
Faradila Khoirun Nisa Hakim (H1A 010 007)

Pembimbing :
dr. Yusra Pintaningrum, Sp.JP

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM / SMF JANTUNG

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM


TAHUN 2014

Penyakit Arteri Perifer

0
Definisi
Penyakit arteri perifer (Peripheral Artery Diseases/PAD) merupakan semua penyakit
yang terjadi pada pembuluh darah setelah keluar dari jantung dan aortailiaka. Penyakit ini
meliputi keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika dan semua
percabangan setelah ke luar dari aortailiaka (Antono & Ismail, 2009).

Epidemiologi (Bonow, 2012)


Prevalensi penyakit arteri perifer bervariasi tergantung pada populasi studi, metode
diagnostik yang digunakan dan gejala yang terlihat. Metode diagnostik yang paling sering
digunakan adalah ankle-brachial index (ABI). Prevalensi PAD berdasarkan hasil ABI yang
abnormal sebanyak 4% pada kisaran usia 40 tahun dan mencapai 15-20% pada usia diatas 65
tahun. Kejadian PAD lebih banyak ditemukan pada laki-laki dan ras berkulit hitam. Studi di US
menyebutkan bahwa jumlah penduduk yang terkena PAD sebanyak 8-10 juta orang. Berikut
diagram prevalensi PAD berdasarkan usia:

Faktor Resiko (Bonow, 2012)

1
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi pada aterosklerosis koroner juga dapat menjadi
faktor resiko terjadinya sclerosis pada sirkulasi perifer. 84-90% pasien dengan klaudikasi adalah
perokok. Pada pasien PAD yang masih merokok didapatkan adanya perburukan yang jauh lebih
cepat daripada pasien PAD yang berhenti atau tidak merokok sama sekali. Pasien PAD dengan
diabetes melitus juga memiliki kemungkinan gejala yang lebih berat dan kalsifikasi arteri yang
lebih nyata. Berikut faktor-faktor rasiko PAD:

Berikut kategori individu yang beresiko terkena penyakit arteri perifer ekstremitas
inferior (AHA, 2011):
a. Usia <50 tahun, dengan diabetes dan salah satu resiko aterosklerosis (merokok,
dyslipidemia, hipertensi, atau hiperhomosisteinemia)
b. Usia 50-69 tahun dengan riwayat merokok dan diabetes
c. Usia > 70 tahun
d. Gejala saat beraktivitas (merujuk pada klaudikasio) atau ischemic rest pain
e. Pemeriksaan pulsasi ekstremitas inferior yang abnormal
f. Riwayat aterosklerosis koroner, carotid, atau penyakit arteri renalis

Patofisiologi (Bonow, 2012)

2
Klaudikasio intermiten terjadi ketika ketersediaan oksigen tidak mampu memenuhi
kebutuhan oksigen otot skelet, sehingga terjadi akumulasi laktat dan hasil metabolik lain. Pada
pasien dengan PAD dapat ditemui lesi oklusif tunggal atau multipel pada arteri yang menyuplai
daerah percabangan. Pasien dengan critical limb ischemia umumnya memiliki lesi oklusif
multipel yang berdampak pada percabangan proksimal dan distal arteri.

Tanda dan Gejala

3
Gejala yang seringkali dirasakan oleh penderita PAD adalah rasanya tidak nyaman pada
bokong, paha, atau betis yang memberat dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat.
Kondisi meningkatnya rasa lelah, pegal dan nyeri pada tungkai yang dipicu oleh aktivitas disebut
sebagai klaudikasio. Jika PAD sudah berat, nyeri bahkan dapat dirasakan pada saat istirahat.
Aliran darah yang berkurang secara kronik dapat berdampak pada ulserasi, infeksi dan nekrosis
kulit ekstremitas. Mereka yang merokok serta memiliki diabetes mellitus lebih beresiko
mengalami komplikasi tersebut. Lokasi nyeri berkaitan dengan arteri yang mengalami kelainan
(Lily, 2007).
Gangguan aliran darah akan menyebabkan berkurang atau bahkan hilangnya pulsasi pada
bagian distal dari arteri yang mengalami stenosis. Pada stenosis pada arteri abdominal, femoral
atau subklavia, dapat terdengar bruit. Pada pasien dengan iskemia berat yang terjadi secara
kronis, dapat ditemukan otot-otot yang atropi, pucat, perubahan warna sianotik, rambut-rambut
halus hilang, bahkan gangren dan nekrosis pada kaki maupun jari (Lily, 2007).
Berikut tabel klasifikasi Fontaine untuk penyakit arteri perifer (Bonow, 2012):

Secara klinis penyakit arteri perifer dibagi menjadi (Antono & Ismail, 2009):
1. Insufisiensi arteri akut
Iskemia arterial akut disebabkan oleh emboli atau thrombosis akut mengikuti obstruksi parsial
kronik. Emboli dapat berasal dari jantung atau bukan jantung. Berikut tabel etiologi insufisiensi
arteri akut:
Tabel Etiologi Insufisiensi Arteri Akut
Emboli:
- Fibrilasi atrium
- Penyakit katup jantung (penyakit jantung rematik atau endokaditis)
- Infark miokard (dengan atau tanpa aneurisma ventrikel)
- Katup jantung prosthetik
4
- Miksoma atrium kiri
- Embolus paradoksik
- Kardiomiopati kongestif
- Kardiomiopati hipertropik
- Kalsifikasi annulus katup mitral
Perifer:
- Lesi ulkus arteriosclerosis
- Aneurisma (Aorta, iliaka, femoralis, popliteal, subclavia, axillaris)
- Komplikasi kateterisasi atrial
Thrombosis:
- Aterosklerosis pada segmen penyempitan (dengan atau tanpa gangguan aliran)
- Perdarahan intraplak
- Penyalahgunaan obat
Berdasarkan ukuran arteri yang tersumbat dapat diketahui asal emboli, berasal dari
jantung atau dari aorta atau dari arteri iliaka komunis. Embolus yang menyangkut pada
arteri akan membentuk thrombus yang menyumbat aliran darah, distal dari sumbatan
menjadi spasme. Terbentuk bekuan darah pada proksimal sumbatan. Hal ini tergantung
dari adekuat atau tidaknya kolateral. Pada bagian distal yang spasme dalam 8 jam akan
terbentuk bekuan darah menjalar ke bawah menyumbat seluruh kolateral yang ada,
memperburuk iskemia, sehingga menyebabkan kulit menjadi biru, kaku, dan licin.
Kerusakan jaringan tergantung dari sirkulasi kolateral yang adekuat, keadaan fungsi
jantung, viskositas darah, kadar oksigen darah, menjalarnya bekuan darah sampai ke
mikrovaskular, dan efektivitas dan ketepatan pengobatan. Reperfusi pada daerah
ekstremitas yang iskemia harus diikuti dengan evaluasi organ lain pada seluruh tubuh
karena metabolism anaerob menghasilkan asam, sel mati mengeluarkan kalium dan
miogloin, pembentukan mikrotrombus pada area yang stasis dan asidosis. Terjadi
akumulasi produk inflamasi, prokoagulan dan agregasi trombosit. Dengan adanya
reperfusi faktor-faktor toksik tersebut akan masuk ke sirkulasi sistemik dan dapat terjadi
kegagalan fungsi organ seperti paru, ginjal, jantung, dan status mental pasien. Tetapi hal
tersebut tergantung dari derajat nekrosis, cepat atau lambatnya revaskularisasi yang
adekuat dan kondisi dasar organ-organ tersebut. Manifestasi klinis insufisiensi arterial

5
akut disebabkan karena emboli kardiak dapat mengenai tempat lain, antara lain iskemia
ekstremitas atas, iskemia serebral dan iskemia visceral.

Tabel Kategori Klinis Insufisiensi Arteri Akut (Modifikasi dari Klasifikasi


SVS/ISCVS)
Kategori Deskripsi/Prognosis Klinis Sinyal Dopler
Sensorik Lemah Arteri Vena
Otot
Viabel Tidak terancam normal - Audible Audible
segera
Teracam Dapat diselamatkan Ujung jari - Inaudible Audible
marginal jika diobati segera kaki (sering)
minimal
Terancam Dapat diselamatkan Ujung jari - Inaudible Audible
segera jika diobati segera kaki (selalu)
minimal
Ireversibel Kematian jaringan anestesia Paralisis Inaudible Inaudible
umum, kerusakan (rigor)
saraf permanen
Gejala klinis insufisiensi arteri akut ditandai dengan perubahan suhu yang mencolok pada
distal ekstremitas yang tersumbat. Jika telapak kaki masih dapat bergerak dorsofleksi dan
plantarfleksi menandakan otot-otot masih hidup. Jika telapak kaki tak dapat bergerak
menandakan adanya ancaman nekrosis paling tidak pada beberapa bagian otot.
Timbulnya kekakuan pada otot, mengeras, dibanding sisi yang normal menandakan
nekrosis otot luas. Parastesi dan anestesi pada ekstremitas menandakan iskemia
persarafan. Wax (berlilin), kulit berwarna putih merupakan tanda yang khas spasme
pembuluh darah dan masih ada arteriola yang mengaliri. Bercak-bercak sianosis yang
tidak memudar dengan penekanan menandakan thrombosis pada kapiler subkutikular dan
terjadi nekrosis kulit.
Dari pemeriksaan fisik dicari kelainan jantung yang dapat menyebabkan sumber emboli.
Insufisiensi arteri akut biasanya ditandai dengan perubahan temperatur yang mencolok
pada distal obstruksi. Ketidakmampuan telapak kaki untuk bergerak dorsofleksi dan plantarfleksi
menandakan aliran darah ke daerah betis terganggu dan terjadi ancaman nekrosis dari otot

6
tersebut.jika betis menjadi mengeras, otot spasme dibandingkan dengan sebelahnya yang
normal menandakan nekrosis lanjut pada otot.parestesia dan anesthesia menandakan iskemia
pada saraf. Kulit seperti berlilin, kulit menjadi putih merupakan tanda dari spasme dan dapat
dilihat ada arteriola yang mengalir ke kulit.

Tabel Evaluasi Pasien


Evaluasi Jantung Evaluasi Vaskular
Infark miokard Anamnesis Transient ischemic Attack

Aritmia-Sinkop Amaurosis fugax

Angina Klaudikasi

Palpitasi Impotensi

Medikamentosa Sngins intestinal

Gagal Jantung kongestif Riwayat operasi

Operasi ganti katup jantung


Pemeriksaan Fisik
Nadi dan irama Tidak ada pulsasi

Murmur dan gallop Aneurisma pembuluh darah

Tekanan darah Bruit

Kardiomegali Iskemia akut

Edema tungkai Iskemia kronik

Peningkatan JVP Dehidrasi


2. Insufisiensi arteri kronik
Klaudikasio merupakan manifestasi yang paling sering terlihat pada insufisiensi arteri
kronik. Klaudikasio biasanya timbul setelah aktivitas fisik dan berkurang atau bahkan
menghilang setelah istirahat beberapa saat. Nyeri otot pada klaudikasio diperkirakan
terjadi akibat aliran darah yang tidak adekuat. Penumpukan asam laktat dan metabolisme
lain pada otot yang iskemia menyebabkan nyeri kram pada otot.

7
Lokasi yang paling sering terkena adalah daerah betis, tetapi bisa juga pada daerah paha jika
lokasi obstruksi terdapat di arteri iliaka eksterna atau arteri komunis, atau pada daerah bokong
akibat penyempitan aorta atau arteri iliaka komunis. Sedangkan, gejala klaudikasio atipikal dapat
muncul berupa nyeri pada telapak kaki atau rasa terbakar.
Tabel Pemeriksaan Fisis Insufisiensi Arteri Kronik
Pemeriksaan anggota tubuh (dibandingkan dengan sebelahnya), antara lain:
a. Bulu rontok
b. Pertumbuhan kuku terganggu
c. Kulit kering licin, atrofi
d. Rubor
e. Kaki menjadi pucat setelah diangkat elevasi setinggi 60 derajat selama 1 menit, (warna
kembali normal dalam 10-15 detik. Jika kembali normal dalam waktu lebih dari 40 detik,
menandakan iskemik berat)
f. Ulkus pada jaringan iskemik (terkelupas, nyeri, perdarahan sedikit), gangrene
g. Pulsasi a. femoralis atau a. dorsalis pedis tidak ada atau mengecil (terutama setelah
berjalan)
h. Bruit arterial
i. Pemeriksaan tambahan dengan palpasi dan auskultasi untuk mencari kelainan aorta
(aneurisma atau bruit)

Tabel Kategori Klinis Iskemik Limb Kronik


Derajat Kategori Klinis Kriteria Objektif
0 0 Asimptomatik Treadmill stress test normal
1 Klaudikasio ringan Treadmill komplit, tekanan ankle
sebelahnya <50 mmHg
Tetapi> 25 mmHg lebih rendah dari
brachial
I 2 Klaudikasio sedang Antara kategori 1 dan 3
3 Klaudikasio berat Treadmill tak selesai dan tekanan ankle
sebelahnya < 50 mmHg
II 4 Nyeri iskemik saat istirahat Tekanan ankle sat istirahat < 60 mmHg;
nadi ankle dan metatarsal datar atau sangat
lemah.
8
III 5 Kematian jaringan minor, Tekanan ankle saat istirahat < 40 mmHg;
ulkus tak sembuh, gangren nadi ankle dan metatarsal datar atau sangat
dengan iskemia pedal difus lemah
6 Kematian jaringan menjalar
ke atas transmetatarsal,
fungsi kaki tak dapat
diselamatkan

9
Penegakkan Diagnosis
Berikut algoritma penegakkan diagnosis penyakit arteri perifer (AHA, 2011):

* “Atypical” leg pain is defined by lower extremity discomfort that is exertional, but that does
not consistently resolve with rest, consistently limit exercise at a reproducible distance, or meet
all “Rose questionnaire” criteria.
† The five “Ps” are defined by the clinical symptoms and signs that suggest potential limb
jeopardy: pain, pulselessness, pallor, paresthesias, and paralysis (with polar being a sixth “P”).
PAD indicates peripheral arterial disease.
Pemeriksaan Penunjang (Fuster, et al, 2011)
10
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk mendiagnosis penyakit arteri perifer
diperlukan pemeriksaan objektif. Pemeriksaan ultrasonografi Doppler dengan menghitung ankle
brachial index (ABI) sangat berguna untuk mengetahui adanya penyakit arteri perifer.
Tekanan arteri dapat direkam disepanjang tungkai dengan memakai manset
spygmomanometrik dan menggunakan alat Doppler untuk auskultasi atau merekam aliran darah.
Tekanan sistolik normal di semua tungkai adalah sama. Tekanan dipergelangan kaki sedikit lebih
tinggi dibandingkan tangan. Jika terjadi stenosis yang signifikan, tekanan darah sistolik di kaki
akan menurun.
Berikut tabel daftar pemeriksaan penunjang yang di rekomendasikan berdasarkan
manifestasi klinis pasien (AHA, 2011):

Penatalaksanaan
Terapi PAD terdiri dari terapi suportif, farmakologis, intervensi non operasi, dan operasi.
Terapi suportif meliputi perawatan kaki dengan menjaga tetap bersih dan lembab dengan
memberikan krem pelembab. Memakai sandal dan sepatu yang ukurannya pas dan dari bahan
sintetis yang berventilasi. Hindari penggunaan bebat elastik karena mengurangi aliran darah ke
kulit. Pengobatan terhadap semua faktor yang menyebabkan atersklerosis harus diberikan seperti
berhenti merokok, merubah gaya hidup, dan mengontrol hipertensi (Bonow, 2012).

Latihan fisik merupakan pengobatan yang paling efektif. Latihan fisik dapat
meningkatkan jarak tempuh sampai terjadinya gejala klaudikasio. Setiap latihan fisik berupa

11
jalan kaki kira-kira selama 30-45 menit atau sampai terasa hampir mendekati nyeri maksimal.
Program ini dapat dilakukan selama 6-12 bulan. Hal ini disebabkan karena peningkatan aliran
darah kolateral, perbaikan fungsi vasodilator endotel, respons inflamasi, metabolisme
muskuloskeletal dan oksigenasi jaringan lebih baik dengan viskositas darah (Antono & Ismail,
2009).
Terapi farmakologis yang dapat diberikan pada pasien PAD meliputi aspirin, klopidogrel,
pentoksifilin, cilostazol, dan tiklopidin. Obat terpilih adalah heparin, sebab kerjanya cepat dan
cepat dimetabolisme. Dosis 100-200 unit/kgBB bolus, diikuti 15-30 unit/kgBB/jam, jika perlu
300 unit/kgBB bolus, diikuti 60-70 unit/kgBB/jam dengan infus kontinu. Dengan pemantauan
APTT 1,5-2,5 kontrol atau waktu pembekuan darah. Penggunaan dosis tinggi bertujuan agar
distal penyumbatan pada daerah iskemia dan kolateral tidak terjadi pembekuan darah yang
meluas (Antono & Ismail, 2009).
Tabel farmakoterapi untuk pasien dengan klaudikasi (Antono & Ismail, 2009):

Obat Dosis
Aspirin 81-325 mg/hari Direkomendasi oleh American College of Chest
Physicians untuk PAD
Klopidogrel 75 mg/hari ES lebih ringan dibandingkan aspirin pada CAPRIE trial,
resiko TTP lebih sedikit disbanding tiklopidin
Pentoxifylline 1,2 g/hari PO Efek terhadap kemampuan berjalan lebih kecil
Cilostazol 100 mg 2 kali/hari Hati-hati pada pasien gagal jantung; dosis dikurangi 50
mg 2 kali/hari jika minum obat CCB; menyebabkan diare
dan gangguan lambung
Tiklodipin 500 mg/hari Harus diawasi resiko TTP

Jika iskemia baru terjadi 4-6 jam dan masih vital yang ditandai dengan nyeri, paralisis
atau parastesia, merupakan indikasi yntuk tindakan intervensi revaskularisasi. Jika iskemia lebih
dari 8 jam, tidak dilakukan revaskularisasi karena sudah terjadi nekrosis otot. Hal ini tergantung
dari kolateral arteri distal dan obstruksi. Intervensi revaskularisasi dapat dilakukan dengan cara
(Antono & Ismail, 2009):
a. Operasi
12
Operasi dilakukan dengan teknik embolektomi dengan balon Forgaty dengan anestesi
lokal atau regional. Untuk penyakit aortoiliaka dan femoral popliteal ditentukan oleh
lokasi, lamanya sumbatan, dan kondisi pasien. Jika ditemukan tanda retrombosis dan
emboli berulang harus dilakukan operasi segera. Heparin diberikan sampai 48-72 jam
dengan dosis tinggi yang direkombinasikan, kemudian dosis diturunkan sesuai kondisi
pasien selama 7 hari dan dilanjutkan dengan antikoagulan oral atau heparin dosis rendah
suntik subkutan.
Jika msih vital setelah lebih dari 48 jam sejak gejala timbul, diperlakukan sebagai peyakit
obstruksi kronik berat.
b. Trombolitik
Terapi trombolitik dengan kateter arterial selektif perkutan pada trombus yang
menyumbat dapat mengurangi komplikasi perdarahan dibandingkan dengan cara
pemberian intra vena. Tissue plasminogen activator dosis rendah atau streptokinase dosis
rendah intra arteri 5000-10.000 IU/jam selama 12-48 jam dengan monitor efek terapi baik
secara klinis atau serial arteriografi. Dapat juga diberikan urokinase 240.000 IU/jam
selama 4 jam, diikuti 120.000 IU/jam sampai maksimum 48 jam, atau rekombinan tPA
diinfus 1 mg/jam atau 0,05 mg/kg/jam. Dilanjutkan antikoagulan intravena heparin dan
diikuti warfarin per oral.
c. Angioplasty transluminal perkutan
Terapi angioplasty transluminal perkutan segera mengikuti terapi trombolitik intra
arterial, pemasangan stent dan aterektomi, memberikan hasil yang baik terhadap patensi
arteri yang tersumbat.

13
Berikut algoritma penatalaksanaan PAD (Bonow, 2012):

14
Berikut algoritma penatalaksanaan Asymptomatic PAD dan Atypical Leg Pain (AHA,
2011):

15
Berikut algoritma penatalaksanaan klaudikasio dengan resiko sistemik (AHA, 2011):

16
17
Berikut algoritma diagnosis dan penatalaksanaan Critical Limb Ischemia (AHA, 2011):

18
Berikut algoritma penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Acute Limb Ischemia
(AHA, 2011):

19
20
KOARKTASIO AORTA (Sjamsuhidajat, 2010)

Koarktasio aorta merupakan stenosis atau penyempitan lokal atau segmen hipoplastik
yang panjang. Kelainan ini terjadi karena konstriksi atau penyampitan lumen aorta, terutama di
daerah distal arteri subklavia kiri, di dekat insersi dari ligamentum arteriosum.
Pada orang dewasa, lokasi tersering koarktasio aorta ditemukan pada pertemuan arkus
aorta dan aorta desendens, segera sesudah muara dari arteri subklavia kiri. Bahkan kadang arteri
subklavia ini ikut menjadi stenosis juga. Kebanyakan lokasinya beberapa millimeter di bawah
duktus arteriosus. Pada keadaan tertentu, tetapi jarang, dapat juga ditemukan pada aorta
abdominalis.
Koarktasio aorta dapat berupa kelainan tersendiri (koarktasio aorta simple), tanpa
kelainan jantung lain. Dapat berupa koarktasio aorta kompleks yang disertai kelainan intra
kardiak seperti katup aorta bikuspid, defek septum ventrikel, kelainan katup mitral, serta ekstra
kardiak berupa aneurisma sirkulus dari Willisi atau sindrom Turner.

Insiden
Insiden koarktasio aorta adalah 5 – 10% dari semua kelainan jantung kongenital, dan
sekitar 7% dari bayi – bayi dengan penyakit jantung yang kritis. Penyakit ini juga bisa ditemukan
lebih sering pada bayi umur di bawah satu tahun.

Epidemiologi
Prevalensi dari koarktasio aorta di Negara-negara Asia mencapai 2% lebih rendah
dibanding Negara-negara di Eropa dan Amerika Utara. Kelainan ini lebih sering terjadi pada
laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 2:1 dan sekitar 25% pasien dikaitkan
dengan kelainan katup aorta.

Etiologi
Sejumlah teori dikemukakan sebagai penyebab koarktasio aorta, dalam hal ini termasuk
konstriksi postnatal, translokasi jaringan duktus ke aorta, penurunan jumlah aliran darah
intrauterin sehingga aliran ke arkus aorta berkurang dan membentuk koarktasio.

21
Etiologi pasti dari koarktasio aorta tidak diketahui. Beberapa faktor yang dikaitkan
dengan penyakit ini, di antaranya:
a. Genetik
b. Lingkungan
Koarktasio aorta bisa muncul disertai kelainan jantung kongenital lain, seperti:
a. Defek pada katup aorta dan katup bikuspidal (25 – 50% kasus), yang mengakibatkan
stenosis katup aorta (setelah umur 25 tahun) disertai endokarditis bakterial, defek septum
ventrikel, dan lain – lain.
b. Malformasi intrakardiak: Patent Ductus Arteriosus (PDA) sekitar 33%, Ventricular Septal
Defect (VSD) sekitar 15%, stenosis aorta, insufisiensi aorta, Atrial Septal Defect (ASD).
c. Malformasi nonkardiak (13%).

Patofisiologi
Mekanisme pasti terjadinya koarktasio aorta belum dapat dimengerti sepenuhnya.
Hipotesis yang paling sering dikaitkan dengan kelainan ini adalah teori hemodinamik dan
jaringan duktus ektopik. Pada teori hemodinamik, aliran preduktal yang abnormal atau sudut
abnormal antara duktus dan aorta dengan peningkatan aliran duktus right to left dan penurunan
aliran isthmus berpotensi dalam perkembangan koarktasio. Penutupan spontan duktus arteriosus
postnatal mendukung perkembangan obstruksi aorta. Insiden tinggi dari koarktasio aorta yang
disertai kelainan jantung kongenital dan penurunan aliran aorta intrauterin juga termasuk dalam
teori hemodinamik.
Adanya perluasan abnormal dari jaringan duktus ke dalam aorta (jaringan duktal ektopik)
juga dihubungkan dengan pembentukan koarktasio aorta, juga yang disertai penutupan duktus.
Teori ini tidak dapat menjelaskan derajat hipoplasia dari isthmus dan arkus aorta yang dikaitkan
dengan koarktasio aorta.
Stenosis ini dapat sempit sekali sehingga menimbulkan gangguan sirkulasi pada aorta.
Aorta dan juga sinus aorta melebar. Di bawah stenosis terjadi juga pelebaran yang disebut
sebagai dilatasi poststenostik. Bendungan tidak saja terjadi di aorta asendens, melainkan juga di
arteri subklavia, arteria mammaria, arteri vertebralis, arteri aksilaris, dan juga arteri interkostalis.
Pelebaran arteri interkostalis ini menyebabkan tekanan – tekanan pada tepi bawah dari kosta –
kosta, sehingga tepi ini tidak rata dan berubah sebagai gigi gergaji (rib knotching).

22
Koarktasio aorta menentukan afterload yang signifikan dari ventrikel kiri yang
menyebabkan peningkatan tekanan dinding jantung dan hipertrofi ventrikuler kompensatoar.
Curah jantung terbentuk secara tiba-tiba yang terjadi mengikuti penutupan duktus arteriosus pada
neonatus dengan koarktasio berat. Pada bayi-bayi yang mengalami hal ini, congestive heart
failura (CHF) dan syok bisa terjadi. Konstriksi yang cepat dari duktus arteriosus menghasilkan
obstruksi aorta berat secara tiba-tiba. Selama duktus konstriksi, afterload ventrikel kiri
meningkat dengan cepat yang menghasilkan peningkatan tekanan ventrikel kiri (sistolik dan
diastolik). Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri yang bisa membuka foramen
ovale sehingga terjadi left-to-right shunt dan dilatasi atrium kanan serta ventrikel kanan. Apabila
foramen ovale tidak terbuka, tekanan arteri dan vena pulmonalis akan meningkat sehingga terjadi
dilatasi ventrikel kanan. Kardiomegali dapat dilihat dari pemeriksaan foto thoraks dan hipertrofi
ventrikel kanan dapat dilihat pada EKG dan ekokardiografi.
Afterload ventrikel kiri juga meningkat secara bertahap yang menyebabkan terbentuknya
pembuluh darah kolateral pada anak-anak dengan koarktasio berat. Pada anak-anak biasanya
asimptomatik hingga gejala-gejala hipertensi dan komplikasi lain timbul. Kelainan jantung
kongenital lain juga berperan terhadap terjadinya koarktasio aorta, misalnya ventricular septal
defect (VSD), stenosis aorta yang bisa meningkatkan afterload ventrikel kiri.

Penatalaksanaan
Tindakan operatif, dengan tujuan menghilangkan stenosis dan regangan pada dinding
aorta, serta mempertahankan patensi dari aorta. Reparasi segera sesudah diagnosis pada usia
muda mempunyai risiko yang lebih kecil dibanding usia yang lebih lanjut. Sesudah 30-40 tahun
mortalitas intraoperatif tinggi akibat adanya proses degenerasi pada dinding aorta. Tindakan
intervensi berupa angioplasti dengan atau tanpa implantasi stent merupakan pengobatan alternatif
baik pada anak-anak maupun dewasa. Pada kondisi rekoarktasio, terdapat kesepakatan bahwa
pilihan lebih kepada tindakan angioplasti baik dengan atau tanpa stent.

Prognosis
Koarktasio aorta adalah penyakit dengan prognosis yang kurang baik. Memperbaiki
obstruksi, mengontrol hipertensi, mengawasi terjadinya obstruksi rekuren, dan memantau
kelainan lain yang berkaitan merupakan tindakan yang perlu dilakukan. Pasien dengan hipertensi

23
persisten, obstruksi yang tidak ditangani, atau komplikasi lain memiliki prognosis sesuai derajat
penyakitnya. Tingkat mortalitas dikaitkan dengan rekoarktasio, aneurisma di daerah koarktasio,
congestive heart failure, endokarditis bakterial, dan hipertensi.

VASKULITIS (Bonow, 2012)

Vaskulitis adalah proses klinikopatologi yang ditandai dengan peradangan dan kerusakan
pembuluh darah. Vaskulitis dapat disebabkan karena kelaainan primer dari suatu penyakit atau
merupakan komponen sekunder dari penyakit rimer. Vaskulitis dapat mengenai satu organ,
seperti kulit atau dapat melibatkan beberapa system organ. Vaskulitis umumnya lebih sering
terjadi pada penyakit-penyakit rematik yang kemudian mengenai system kardiovaskular.
Gambaran utama sindrom vaskulitis dapat dibagi menjadi sindrom vaskulitis primer atau
sekunder.

Penyakit-penyakit yang dapat menyerupai vaskulitis sistemik adalah sepsis, khususnya


endokarditis. Keracunan obat, koagulopati/angiopati trombotik (sindrom antibody antifosfolipid
dan thrombotic thrombositopenic purpura), keganasan, miksoma kardiak, sarkoidosis, sindrom
Goodpasture, amiyloidosis, migren dan emboli multifocal dai aneurisma pembuluh darah besar.

Diagnosis pasti tergantung dari lesi vaskulitis yang timbul dengan biopsy pada lokasi kulit yang
abnormal. Jika kelainan vaskulitis mengenai organ-organ visceral atau pembuluh darah besar, yang
terbaik adalah angiografi.

Tabel Sindrom Vaskulitis


Sindrom Vaskulitis Primer Sindrom Vaskulitis Sekunder
Granulomatosis Wegener’s Drug Induced Vasculitis
Sindrom Churg-Strauss Serum sickness
Poliarteresis nodosa Vaskulitis yang berhubungan dengan penyakit
primer
Poliangitis mikroskopik Infeksi
Giant cell arteritis Keganansan
Arteritis takayasu Penyakit reumatik
Vaskulitis cutaneus idiopatik
Purpura Hench-Schonlein

24
Cryoglobulinemia esensial campuran
Sinrom Behcet’t
Sidrom Cogan
Penyakit Kawasaki

ARTERI TAKAYASU/AT (Bonow, 2012)

AT adalah vaskulitis pada pembuluh darah besar yang penyebabnya idiopatik dan terjadi
pada usia muda. Dapat mengenai aorta dan cabang-cabang utamanya. Secara histologist AT khas
berupa infiltrasi lekosit mononuklir dan sel raksasa (Giant cell). Lebih sering mengenai
perempuan, 10 kali disbanding laki-laki. Kematian biasanya karena stenosis arteri dan iskemi
organ. Terjadi aneursima khususnya pada pembuluh darah aorta yang dapat terjadi regurgitasi
aorta. Penyebab kematian tersering karena hipertensi atau jantung, ginjal dan mengenai system
pembuluh darah otak..
Gejala dari ambormalnya pembuluh darah besar adalah hipertensi, khususnya bila
dijumpai pada usia muda harus diperiksa secara teliti pada nadi dan tekanan darah seluruh
ekstremitas dan dicari apakah ada bruit pada pembuluh darah. Tanda jika penyakit tersebut masih
aktif adalah perburukkan iskemia pada ekstremitas atau pada organ visceral, malaise, mialgia,
artralgia, keringat malam, dan demam. Pada darah dapat dijumpai peningkatan laju enda darah.
Diagnosis dapat dengan pemeriksaan angiografi atau dengan MRI. Sekuele pada jantung
biasanya karena pengobatan yang tidak adekuat dari hipertensi, regurgitasi aorta dan asteritis
yang mengenai pembuluh darah koroner.
Kira-kira 60% pasien dengan AT respons terhadap terapi kortikosteroid prednisone 1
mg/kg/hari, dan penatalaksanaan temuan kelaina pembuluh darah pada angiografi. Jika tiak
respon dengan kortikosteroid dapat diberikan siklofosfamid 2 mg/kg atau dapat diberikan
methotrexate sampai dosis 20 mg per minggu. Kira-kira 40% terapi dengan obat sitotoksik dan
kortikosteroid dapat remisi. Stenosis arteri subklavia sering terjadi dengan insiden mencapai 90%
dari kasus. Jika pembuluh darah aorta terlibat dapat terjadi insufisiensi katup, agina dan gagal
jantung pada 20% kasus. Penatalaksanaannya dengan operasi reparasi atau ganti katup aorta.

FISTULA ARETERI VENA (Bonow, 2012)

25
Hubungan abnormal antara arteri dan vena, tanpa melalui pembuluh darah kapiler dapat
disebabkan karena kongenital atau didapat. Fistula arteriovena kongenital merupakan pembuluh
darah embrionik persisten yang gagal berdiferensiasi menjadi arteri dan vena. Kelainan seperti
ini dapat ditemukan pada bayi yang sering disebut tanda lahir. Dapat timbul pada seluruh organ
tubuh dan sering timbul pada ekstremitas. Fistula arterivena didapat, seperti pada akses
pembuluh darah (cimino) pada pasien hemodialisis, pada luka tembak atau luka tusuk,
komplikasi kateterisasi arteri, atau diseksi pada operasi. Kasus yang lebih jarang adalah
rupturnya aneurisma arteri ke vena menjadi fistula arterivena. Gambaran klinis tergantung dari
lokasi dan ukuran dari fistula. Sering kali terdapat masa yang berdenyut jika diraba dan dapat
ditemukanthrill dan bruit terasa pada saat sistolik dan diastoli pada fistula. Pada fistula yang
sudah berlangsung lama, manifestasi klinisnya seperti insufisiensi vena kronik, yaitu edema
perifer, varises vena yang besar dan tourtous, dan pigmentasi statis muncul karena tekanan vena
yang tinggi. Iskemia dapat timbul pada distal ekstremitas. Suhu kulit pada fistula arteriovena
leebih tinggi.
Diagnosis
Diagnosis lebih serig didapatkan dari pemeriksaan fisik. Kompresi pada fistula
arteriovena yang besar dapat menyebabkan reflex memperlambat denyut jantung, yang disebut
tanda Nicoladoni-Branham. Asrteriografi dapat membuktikan diagnosis dan menentukan
besarnya fistula arteriovena.
Terapi
Penatalaksanaan fistula arteriovena dapat dengan operasi, radioterapi, atau embolisasi.
Fistula arteriovena congenital sulit untuk diobati karena banyak dan saling berhubungan satu
sama lain, sering kali terbentuk satu yang baru setelah dilakukan ligasi. Terapi terbaik adalah
konservatif dengan memberikan perban elastic. Untuk mengempiskan fistula arteriovena dapat
dengan cara embolisasi dengan bahan dari tubuh sendiri contohnya seperti lemak dan otot atau
dngan bahan hemostatik seperti gelatin spon atau silicon digunakan untuk mengerutkan fistula.
Fistula arteriovena yang didapat biasanya mudah untuk diobati dengan cara operasi eksisi pada
fistula. Kadang-kadang diperlukan graft autogenic atau sintetis untuk menyambung arteri dan
vena.

FENOMENA RAYNAUD (Bonow, 2012)

26
Fenomena Raynaud ditandai dengan episode iskemia akral dengan manifestasi klinis
pucat, sianosis dan rubor pada jari-jari tangan dan kaki setelah terpapar dengan dingin an
penghangatan. Stress emosi juga dapat mempresipitasi fenomena raynaud. Perubahan warna bias
any mudah terlihat pada jari tangan dan kaki. Yang khas adalah satu atau lebih jari tampak pulih
sewaktu terkena udara dingin atau menyentuh benda dingin.mpucatt menandakan fase iskemia
dari fenomena tersebut, akibat spasme arteri jari. Selama fase iskemia kapiler dan venula dilatasi
dan sianosis akibat dari darah yang miskin oksigen. Rasa dingin, baal dan kesemutan jari-jari
biasanya tibul bersamaan pada keadaan pucat dan sianosis. Dengan penghangatan megurangi
spasme pembuluh darah dan aliran darah akan meningkat dengan dramatis ke arteriola dan
kapiler yang dilatasi. Hyperemia reaktif ini memperlihatkan warna merah terang dan jari-jari.
Pada waktu fase hyperemia biasanya timbul nyeri berdenyut. Respon warna trifasik ini
merupakan tanda yang khas dari fenomena raynaud. Kadang-kadang beberapa pasien hanya
timbul pucat dan sianosis atau sianosis saja.

Patofisiologi
Episode iskemia digital karena rangsangan dingin adalah sekunder dari reaksi
vasokonstriksi reflex simpatis. Teori ini didukung oleh obat penyekat adrenergic α jika diberikan
akan menurunkan frekuensi simpatis dan beratnya fenomena raynaud pada beberapa pasien.
Fenomena Raynaud dibagi menjadi dua kategori yaitu iiopatik yang disebut penyakit raynaud
dan sekunder yang berhubungan dengan penyakit lain atau penyebab yang dapat menyebabkan
vasospasme.

PENYAKIT RAYNAUD (Bonow, 2012)

Istilah ini digunakan jika penyebab sekunder fenomena Raynaud sudah disingkirkan.
Lebih dari 50% pasie dengan fenomena Raynaud adalah penyakit Raynaud. Mengenai lima kali
lebih banyak pada perempuan disbanding dengan laki-laki. Timbul pada umur 20-40 tahun. Jari
tangan lebih sering terkena disbanding jari kaki. Awalnya hanya mengenai satu sampai dua ruas
jari, kemudian dapat menjalar menjadi satu jari, bahkan dapat seluruh jari. Walaupun jarang,
daun telinga dan ujung hidung dapat terkena. Fenomena Raynaud sering timbul pada pasien

27
dengan sakit kepala migren atau varian angina. Kelainan ini berhubungan dengan spasme
pembuluh darah.
Pada pemeriksaan fisik biasanya normal tak ditemukan kelainan nadi radial, ulnar dan pedis.
Pada waktu serangan, jari tangan dan kaki menjadi dingin. Pada 10% kasus dapat timbul penebalan dan
pemadatan jaringan ubkutan jari-jari, yang disebut sklerodaktili. Pemeriksaaan angiografi untuk
diagnostic tidak anjurkan. Pada umumnya pasien dengan penyakit Raynaud klinisnya ringan. Kurang dari
1 % pasien kehilangan jarinya.
Tabel Klasifikasi Fenomena Raynaud
Primer satu fenomena Raynaud idiopatik :
Penyakit Raynaud
Fenomena Raynaud sekunder
 Penyakit vascular kolagen : scleroderma, sistemik lupus eritematous, arthritis rheumatoid,
dermatomiositis, polimiositis
 Penyakit arterial oklusi : atherosclerosis ekstremitas, tromboangitis obliterans, oklusi
arterial akut, sindrom thoracic outlet
 Hipertensi pulmonal
 Gangguan neurologist : penyakit discus intervertebralis, siringomielia, tumor medulla
spinalis, strok, poliomyelitis, sindrom tunnel carpal
 Kelainan darah : cold agglutinin, kriglobulinemia, kriofibrinogenemia gangguan
mieloprliferatif, makroglobulinemia
 Trauma : luka vibrasi, sindrom hammer hand, syok elektrik, sengatan dingin, mengetik,
main piano.
 Obat-obatan : derivat ergot, metisergid, reseptor penyekat β – adrenergic, bleomisin,
vinblastin, cisplatin.

Penyebab Sekunder Fenomena Raynaud

Fenomena Raynaud timbul 80-90 % pasien dengan scleroderma dan bergejala 30%.
Kelainan pembuluh darah jari-jari pada kasus ini akan menyebabkan timbulnya fenomena
Raynaud. Dapat terjadi ulkus di ujung-ujung jari-jari karena iskemia dan dapat terjadi gangrene
dan auto amputasi. Kira-kira 20% pasien dengan SLE terdapat fenomena Raynaud. Kadang-
kadang dapat terjadi iskemia jari-jari persisten dan dapat terjadi ulkus dan ganggren. Fenomena
Raynaud dapat timbul pada dermatomiositis, polimiositis dan arthritis rematoid.

28
Ateroskelrosis pada ekstremitas sering menjadi penyebab terjadinya fenomena Raynaud
pada laki-laki diatas umur lebih dari 50 tahun. Tromboagitis obliterans jarang terjadi fenomena
Raynaud, pada usia muda dapat terjadi terutama jika perokok. Dapat juga karena mengikuti
oklusi akut pembuluh arteri besar atau sedang karena thrombus atau emboli. Jika emboli berupa
derbis dapat menyebabkan distal iskemia dari jari-jari. Dapat timbul juga pada hipertensi
pulmonal primer.

BUERGER DISEASES (Bonow, 2012)


Penyakit Buerger atau Tromboangitis Obliterans (TAO) adalah penyakit oklusi kronis
pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran kecil dan sedang. Terutama mengenai pembuluh
darah perifer ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan vena ini
bersifat segmental pada anggota gerak. Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan
yang mengawali terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki. Pembuluh darah
mengalami konstriksi atau obstruksi sebagian yang dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan
sehingga mengurangi aliran darah ke jaringan.

Etiologi
Penyebabnya tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada faktor familial serta tidak ada
hubungannya dengan penyakit Diabetes Mellitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok berat
yang kebanyakan mulai merokok pada usia muda.

Patogenesis
Mekanisme penyebaran penyakit Buerger sebenarnya belum jelas, tetapi pada tahap awal
leukosit PMN menginfiltrasi pembuluh darah arteri dan vena. Lapisan elastika interna terkena
dan terbentuk thrombus pada lumen pembuluh darah. Pada tahap lanjut neutrophil akan
digantikan oleh sel mononuklir, fibroblas, dan sel giant. Ditandai dengan adanya fibrosis
perivascular dan rekanalisasi.

Manifestasi Klinis

29
Gambaran klinis tromboangitis olbiterans seringkali berupa trias klaudikasio yang
melibatkan ekstremitas, fenomena Raynaud, dan tromboplebitis vena superfisial yang berpindah-
pindah. Klaudikasio biasanya terjadi pada betis dan kaki atau pada lengan bawah dan tangan.
Kelaianan yang dapat ditemukan berupa iskemi digital yang berat, perubahan kuku, ulkus yang
nyeri dan gangrene dapat timbul pada ujung jari atau tumit.
Pada pemeriksaan klinis nadi arteri brakialis dan popliteal normal, tetapi nadi dapat
berkurang atau hilang pada arteri radialis, ulnaris, dan tibialis. Pemeriksaan USG dulplex dan
arteriografi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Diagnosis pasti dapat ditentukan
dengan biopsy eksisi dan pemeriksaan histopatologi.

Terapi
Tidak ada pengobatan yang spesifik, kecuali berhenti merokok. Prognosis memburuk jika
tidak berhenti merokok. Operasi pintas arteri dari pembuluh darah yang lebih besar mungkin ada
gunanya pada keadaan tertentu. Demikian juga dengan debridemen local, tergantung dari gejala
dan beratnya iskemia. Antibiotika mungkin berguna, antikoagulan dan glukokortikoid tidak ada
gunanya. Jika semua usaha gagal, pilihan terakhir adalah amputasi.

30
Sumber:
1. AHA. (2012). Management of Patients With Peripheral Artery Disease. American
College of Cardiology Foundation and the American Heart Association.
2. Antono & Ismail. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II: Penyakit Arteri
Perifer. Jakarta: FK UI.
3. Bonow RO, et al. (2012). Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular
Medicinie 9th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.
4. Fuster, Walls, Harringtons. 2011. Hurst's The Heart, 13th Edition. The McGraw-Hill
Companies, Inc.
5. Lilly, Leonard S. (2007). Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia:
Lippincott William & Wilkins.
6. Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai