MISI
1.Memberikan pelayanan
kesehatan paripurna secara
Islami berdasarkan nilai-
nilai tawadlu’.
KEBIJAKAN
2. Meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan
secara terus menerus.
3. Meningkatkan ilmu
pengetahuan, ketrampilan
PENCEGAHAN DAN
dan sikap terpuji karyawan.
4. Mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan ilmu
PENGENDALIAN
pengetahuan dan teknologi
dibidang pelayanan
kesehatan.
INFEKSI
5. Menjadikan karyawan
sebagai inovator Rumah
Sakit
NILAI
A. Nilai Budaya Kerja
TAWADLU’ :
► T epat dan Cepat
► A man dan Bermutu
► W ajib Mengutamakan
Pasien
► A manah
► D alam Jangkauan
Seluruh Lapisan
Masyarakat
► L ingkungan Sehat
► U khuwah Islamiyah
Halaman
B. KEBIJAKAN KHUSUS
iv
O. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
V. SIRS ................................................................................. 18
v
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RS ISLAM SURABAYA
A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada
mutu layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
bagi pasien, keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi,
Falsafah dan Tujuan RS Islam Surabaya.
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien
dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan, memenuhi
hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan pasien, serta
memberikan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
3. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa
unit pelayanan tertentu
4. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di rumah
sakit dan melibatkan berbagai individu.
5. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dilaksanakan oleh Komite PPI dan
Tim PPI.
6. Program PPI di Rumah Sakit Islam Surabaya dilakukan secara bertahap. Fokus
program ditentukan dengan melakukan Assesmen Risiko setiap tahun.
7. Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan melalui program kerja
komite PPI
8. Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan melalui program kerja
komite PPI Rumah Sakit yang terintegrasi dengan Komite Mutu Pelayanan dan K3RS.
9. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar
kompetensi, standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit dan
semua peraturan rumah sakit yang berlaku.
10. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai
sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan
pelayanan kepada masyarakat.
11. Koordinasi dan evaluasi pelayanan dilaksanakan melalui rapat rutin dan insidentiil.
12. Komite PPI membuat laporan bulanan, semester dan tahunan kepada manajemen
rumah sakit.
1
13. RS Islam Surabaya bukan Rumah Sakit yang ditunjuk untuk melakukan pelayanan
pasien dengan HIV/AIDS, sehingga pelayanan yang diselenggarakan RS Islam
Surabaya meliputi pelayanan rujukan HIV kerumah sakit lain yang ditunjuk
melayani HIV/AIDS, dan penerapan Universal Precaution.
14. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa ( TB ) sesuai dengan pedoman
strategi DOTS
15. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal
ataupun eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.
B. KEBIJAKAN KHUSUS :
1. ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
a. RS Islam Surabaya melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi
untuk melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan infeksi di
Rumah Sakit.
b. Direktur membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) serta
Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI).
c. Komite PPI RS Islam Surabaya bertanggung jawab langsung kepada Direktur, Tim
PPI bertanggung jawab langsung kepada Komite PPI.
d. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai
dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011.
e. Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional
disemua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
f. Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka RS
Islam Surabaya memiliki 1 IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) purna
waktu, yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian
infeksi.
g. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention
and Control Link Nurse) dan IPCLS (Infection Prevention and Control Link Staf )
sebagai pelaksana harian/penghubung di unit masing-masing.
h. Pengorganisasian PPI dijelaskan lebih lanjut dalam pedoman pengorganisasian
PPIRS
2
2. KEBIJAKAN TENTANG KEWASPADAAN STANDAR
2.1 Kebersihan Tangan
a. Semua staf mampu melakukan cuci tangan (HAND HYGIENE) dengan benar
sesuai panduan WHO
b. Semua staf memahami bahwa Hand Hygiene yang efektif merupakan
pengurangan berkelanjutan dari risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan
c. Semua petugas wajib memahami dan mengerjakan FIVE MOMENTS OF
HAND HYGIENE.
d. Setiap ruangan harus tersedia fasilitas :
- Wastafel dengan air yang mengalir dengan kran bergagang panjang
- Sabun atau cairan antiseptik mengandung chlorhexidine 2% dan 4 %
untuk pembersihan tangan operasi
- Cairan Handrub
- Pengering tangan (tissue)
e. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien,
keluarga dan pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses
penerimaan pasien baru.
f. Melakukan monitoring kepatuhan petugas dalam melaksanakan kebersihan
tangan.
b. Unit Kerja wajib menyediakan peralatan dan material alat pelindung diri
yang memadai bagi petugas sesuai Panduan Alat Pelindung Diri
3
2.3 Peralatan atau material yang digunakan untuk perawatan pasien dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
e. Peralatan dan bahan material yang digunakan lagi dalam pelayanan asuhan
pasien harus dilakukan proses dekontaminasi sesuai panduan yang telah
ditetapkan (Chlorin 0,5 %).
a. Pembersihan lingkungan:
1. Pembersihan lingkungan perawatan pasien dilaksanakan oleh petugas
cleaning servise yang telah dilatih upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi.
2. Proses pembersihan lingkungan dilaksanakan sesuai dengan panduan
yang telah ditetapkan.
4
3. Sterilisasi ruang kamar operasi dilaksanakan sesuai panduan yang telah
ditetapkan.
4. Proses pengelolaan lingkungan pasien dilakukan dengan menggunakan
desinfektan yang telah ditetapkan.
b. Pengelolaan limbah:
Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
1. Semua limbah berisiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
2. Wadah /kontainer diberi alas kantong plastik dengan warna : kuning
untuk limbah infeksius & B3,hitam untuk limbah non infeksius /
domestika.
3. Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
4. Kantong plastik tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
5. Wadah / kontainer harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat
yang terlindungi dari binatang atau serangga.
6. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor
dan tahan tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi
atau tidak.
7. Benda tajam dan jarum dan syringe setelah dipakai tidak dilakukan
recapping dan langsung dibuang ke dalam Safety Box
5
2.5 Pengelolaan Linen
b. Di setiap unit penghasil linen kotor harus menyediakan tempat dan sudah
diberi kantong plastik sehingga memudahkan pengangkutan dan
menghindari risiko tercecer.
c. Linen infeksius dimasukkan kantong warna kuning dan linen kotor non
infeksius dimasukkan dalam kantong warna hitam.
d. Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan troli yang
berbeda antara troli bersih dan troli kotor.
e. Pembersihan troli dilakukan setiap selesai digunakan dengan menggunakan
cairan desinfektan dan petugas harus menggunakan APD sesuai potensi
risiko selama bekerja.
c. Pasien menular secara airborne yang bersifat fatal seperti flu burung atau
SARS, pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, misalnya
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
6
d. Pasien dengan penyakit menular harus didokumentasikan dan
dikomunikasikan kepada petugas terkait yang terlibat dalam perawatan
pasien langsung maupun tidak langsung.
a. Praktek menyuntik aman harus dilakukan oleh dokter dan perawat yang
mempunyai kompetensi
b. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
7
2.10 Praktek untuk Lumbal Pungsi
Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat ke dalam area
spinal / epidural melalui prosedur lumbal pungsi misal saat melakukan
anasthesi spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet
flora orofaring.
8
D. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SDM DALAM PPI
1. Adanya program orientasi tentang PPI untuk karyawan baru dan mahasiswa praktek
2. Tim PPI harus mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI dan mengembangkan
diri dengan mengikuti seminar, workshop dan sejenisnya.
3. Tim PPI secara berkala melakukan sosialisasi / simulasi PPI.
2. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan
indikasi (profilaksis atau terapi).
9
4. Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran sesuai program PPI. Sasaran
angka IRS dievaluasi setiap tahun.
5. Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur.
6. Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (IADP, ISK,
VAP/HAP, ILO) adalah sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan program PPI.
7. Tim PPI harus melaksanakan surveilans untuk mendapatkan data dasar yang
sistematik, analisis dan interpretasi yang meneruskan dari data kesehatan yang
penting untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan
yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat yang di desiminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan.
8. Memenuhi standar mutu askep dan pelayanan medis yang dapat dipakai sebagai
sarana mengidentifikasi terjadinya mal praktek.
9. Tim PPIRS melakukan identifikasi risiko infeksi terhadap beberapa tindakan invasif /
tindakan perawatan sebagai berikut :
a. Pemasangan kateter intravena terhadap risiko infeksi luka infus (phlebitis) dan
IADP (infeksi aliran darah primer)
b. Pemasangan kateter urine terhadap risiko infeksi saluran kemih (ISK)
c. Tindakan operasi terhadap risiko infeksi luka operasi (ILO)
d. Tindakan pemasangan ventilator terhadap infeksi VAP
e. Tirah baring lama terhadap infeksi pneumonia (HAP)
H. PEMULASARAAN JENAZAH
2. Melakukan pengawasan terhadap hasil swab bakteri dan jamur di unit khusus (ICU,
OK, NEO, VK)
4. Melakukan pengawasan terhadap hasil swab lantai di unit rawat inap dan unit khusus
10
5. Melakukan pengawasan pada hasil pemeriksaan mutu air di unit OK, NEO, Gizi, ICU,
IGD dan VK pada musim kemarau dan musim hujan ( setahun 2 kali)
6. Melakukan pengawasan terhadap mutu sterilisasi dengan melakukan Swab linen dan
instrumen setahun sekali.
8. Dilakukan satu tahun sekali ke BPFK atau perusahaan swasta yang di tunjuk.
11
K. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI
1. Upaya pencegahan infeksi ILO
1.1 Mandi dan keramas dengan cairan antiseptik yang mengandung chlorhexidine
4 %.
1.2 Bila diperlukan pencukuran pra bedah segera sebelum pembedahan
1.3 Persiapan kulit pra bedah
1.4 Profilaksis anti mikrobial
1.5 Pemprosesan instrumen ( pencucian, DTT atau sterilisasi )
1.6 Benda asing di tempat pembedahan
1.7 Pengaturan alur pasien
1.8 Tehnik pembedahan yang baik yaitu meminimalisasi trauma jaringan
1.9 Ventilasi kamar bedah intra operatif harus bertekanan positif
1.10 Penggunaan pakaian bedah steril dan duk yang bersifat tahan basah
1.11 Membatasi alur lalu lintas selama proses pembedahan berlangsung
1.12 Menutupi insisi bersih yang di jahit pada pembedahan lebih dari 48 jam
1.13 Pengaturan alur barang bersih dan barang kotor
12
L. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB)
Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi
airbone, dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko
transmisi penyakit TB.
1. Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi
oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan
diharuskan memakai masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk ≥ 2
minggu atau batuk darah )
2. Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk akan
diberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene
respirasi dan diharuskan memakai masker bedah
3. Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medissegera
(maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga mengurangi
waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien lain
(ruang isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan sistem kohorting
dengan lama perawatan maksimal 2 minggu.
5. Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran (menggunakan
ekshaust) di ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan ruang isolasi rawat inap serta
UGD) untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan kadar penularan percik renik
sehingga tidak menularkan orang lain.
6. Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan dengan konsep AII
(Airbone Infection Isolation).
7. Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum dengan
air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs.
8. Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara(airbone) dan
transmisi melalui kontak.
9. Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan pemeriksaan
kesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Sumber Daya Manusia dan
K3 RS.
10. Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus
mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
11. Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi
petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat pelayanan.
13
M. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN DAN MATERIAL SEKALI PAKAI (SINGLE USE YANG DI
RE-USE ).
Peralatan yang disteril dianggap kadaluwarsa jika telah melebihi waktu satu tahun
setelah disterilkan atau jika kemasan bocor / rusak.Setiap kemasan yang tidak utuh
(robek, berlubang, rusak) dianggap telah kadaluwarsa dan tidak layak digunakan.
Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Alat Medis Sekali
Pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS.
1. AMSP ( Alat Material Sekali Pakai ) dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan
hasil sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman
digunakan bagi pasien.
2. AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal
harganya
3. Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses
pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD
4. AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual dan
fungsi dari alat / bahan.
5. Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh RS yang tercantum dalam
SPO
6. Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use.
7. Adanya form daftar monitoring alar single use yang dire-use.
N. PENGELOLAAN MAKANAN
Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan
minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan penjamah makanan.
1. Sanitasi dapur dilakukan dengan cara memelihara dan menjaga kebersihan individu,
lingkungan dan peralatan. Penyiapan makanan dilakukan dengan pemilihan kualitas
bahan makanan, pengolahan bahan makanan dilihat terhadap kematangan, penyajian
makanan dengan menggunakan APD (sarung tangan, celemek, masker), tempat /
wadah tertutup. Dan distribusi makanan ke setiap ruangan menggunakan kereta
makanan tertutup.
2. Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih,
terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu
penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
14
3. Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses
penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene pribadi
berupa monitoring kultur mikrobiologi swab rektal, dikoordinasikan dan di bawah
tanggung jawab Komite K3 RS. Tempat penyimpanan bahan makanan (Chiller dan
Freezer) di kontrol suhunya setiap hari menggunakan termometer dan dicatat dalam
form suhu kulkas. Termometer dilakukan kalibrasi setiap 1 tahun sekali.
4. Unit gizi menyediakan bank food sebagai pertanggung jawaban apabila terjadi KLB.
2. Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit adalah kepedulian
terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
3. Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien baru
masuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah.
4. Edukasi pada pasien tentang hand hygiene dan etika batuk dilakukan pada setiap
pasien baru bekerjasama dengan IPCLN menggunakan metode ceramah dan brosur
5. Pasien ,keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS.
15
6. Masing –masing dari tenaga kesehatan ( Dokter, perawat, fisioterapi, Gizi ,Farmasi
dll ) maupun non kesehatan ( Pekarya, petugas kebersihan , dll ) pasien ,keluarga
dan pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
7. Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS Islam Surabaya harus mentaati
peraturan yang ada di RS Islam Surabaya sesuai dengan peraturan tata tertib pasien.
8. Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan ( Dokter, Perawat, Fisioterapi,
Pekarya, Gizi dll ) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
menyentuh pasien dan lingkungan pasien.
9. Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
16
R. PEMERIKSAAN KULTUR DAN SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN
a) Swab lantai dilakukan satu tahun sekali untuk area kritis (zona risiko tinggi dan
sangat tinggi)
b) Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
c) Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi rumah sakit.
d) Kultur dilakukan pemeriksaan pada pasien yang dicurigai menderita infeksi rumah
sakit, yaitu infeksi IADP,ILO, HAP dan ISK.
17
V. SIRS
1. Pelaksanaan SIRS dibuat berdasarkan pemantauan hasil surveilans.
2. Input data dilakukan ditiap unit dan diolah tersentral di kantor PPI menggunakan
File Sharing (RUN)
18