Anda di halaman 1dari 23

VISI

Menjadi Rumah Sakit Islam


pilihan utama masyarakat

MISI
1.Memberikan pelayanan
kesehatan paripurna secara
Islami berdasarkan nilai-
nilai tawadlu’.

KEBIJAKAN
2. Meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan
secara terus menerus.
3. Meningkatkan ilmu
pengetahuan, ketrampilan

PENCEGAHAN DAN
dan sikap terpuji karyawan.
4. Mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan ilmu

PENGENDALIAN
pengetahuan dan teknologi
dibidang pelayanan
kesehatan.

INFEKSI
5. Menjadikan karyawan
sebagai inovator Rumah
Sakit

NILAI
A. Nilai Budaya Kerja
TAWADLU’ :
► T epat dan Cepat
► A man dan Bermutu
► W ajib Mengutamakan
Pasien
► A manah
► D alam Jangkauan
Seluruh Lapisan
Masyarakat
► L ingkungan Sehat
► U khuwah Islamiyah

B. Nilai Sumber Daya Insani


TAWADLU’ :
► T akwa
► A khlakul karimah
► W ahid
► A fiah
► D akwah
► L illah RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA
► U swatun Hasanah
Jl. Jend. A. Yani 2-4 Surabaya 60243
Telp. (031) 828 4505, Fax. (031) 828 4486
Website : www.rsisurabaya.com
RUMAH SAKIT ISLAM E-mail:rsiayani@yahoo.co.id
SURABAYA
JL. A. Yani 2-4 Surabaya, Jawa Timur,
Indonesia
Telp, +62 31 8284505
Fax. : +62 31 828 4486 2015 i
ii
iii
DAFTAR ISI

Halaman

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


RUMAH SAKIT ISLAM SURABAYA ..............................................

DAFTAR ISI ...................................................................... i

A. KEBIJAKAN UMUM ........................................................... 1

B. KEBIJAKAN KHUSUS

1. Organisasi Pencegahan Dan Pengendalaian Infeksi .............. 2

2. Kebijakan Tentang Kewaspadaan Standar ........................ 3

C. KEBIJAKAN TENTANG KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI........... 8

D. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SDM DALAM PPI ................................. 9

E. KEBIJAKAN PENGADAAN BAHAN DAN ALAT KESEHATAN ..................... 9

F. KEBIJAKAN TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK YANG

RASIONAL DAN PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIK ..................... 9

G. KEBIJAKAN TENTANG PELAKSANAAN SURVEILANS .................... 9

H. PEMULASARAN JENAZAH ................................................. 10

I. KEBIJAKAN TENTANG PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA........... 10

J. KEBIJAKAN TENTANG PENANGANAN KLB ...................................... 11

K. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI .................................... 12

L. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI

TUBERKOLOSIS (PPI TB) ......................................................... 13

M. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN DAN MATERIAL SEKALI PAKAI

(SINGLE USE YANG DI RE-USE ) ................................................. 14

N. PENGELOLAAN MAKANAN ........................................................ 14

iv
O. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RS ............................... 15

P. PENDIDIKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

UNTUK PASIEN, KELUARGA DAN PENGUNJUNG............................... 15

Q. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI DI RS ....... 16

R. PEMERIKSAAN KULTUR DAN SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN ....... 17

S. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

DI KAMAR BAYI, KAMAR BERSALIN, KAMAR BEDAH,

INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DAN POLI KLINIK GIGI .......................... 17

T. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING) .................... 17

U. MANAGEMEN RISIKO PPI ......................................................... 17

V. SIRS ................................................................................. 18

v
KEBIJAKAN PELAYANAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
RS ISLAM SURABAYA

A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada
mutu layanan, keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
bagi pasien, keluarga dan masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi,
Falsafah dan Tujuan RS Islam Surabaya.
2. Pelayanan rumah sakit di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien
dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan, memenuhi
hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan pasien, serta
memberikan edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
3. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 24 jam setiap hari, kecuali beberapa
unit pelayanan tertentu
4. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di rumah
sakit dan melibatkan berbagai individu.
5. Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dilaksanakan oleh Komite PPI dan
Tim PPI.
6. Program PPI di Rumah Sakit Islam Surabaya dilakukan secara bertahap. Fokus
program ditentukan dengan melakukan Assesmen Risiko setiap tahun.
7. Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan melalui program kerja
komite PPI
8. Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi dilaksanakan melalui program kerja
komite PPI Rumah Sakit yang terintegrasi dengan Komite Mutu Pelayanan dan K3RS.
9. Setiap petugas rumah sakit harus bekerja sesuai standar profesi, standar
kompetensi, standar prosedur operasional, etika profesi, kode etik rumah sakit dan
semua peraturan rumah sakit yang berlaku.
10. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai
sumber informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan
pelayanan kepada masyarakat.
11. Koordinasi dan evaluasi pelayanan dilaksanakan melalui rapat rutin dan insidentiil.
12. Komite PPI membuat laporan bulanan, semester dan tahunan kepada manajemen
rumah sakit.

1
13. RS Islam Surabaya bukan Rumah Sakit yang ditunjuk untuk melakukan pelayanan
pasien dengan HIV/AIDS, sehingga pelayanan yang diselenggarakan RS Islam
Surabaya meliputi pelayanan rujukan HIV kerumah sakit lain yang ditunjuk
melayani HIV/AIDS, dan penerapan Universal Precaution.
14. Rumah sakit melakukan penanggulangan Tuberkulosa ( TB ) sesuai dengan pedoman
strategi DOTS
15. Rumah sakit melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal
ataupun eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.

B. KEBIJAKAN KHUSUS :
1. ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
a. RS Islam Surabaya melaksanakan program pencegahan dan pengendalian infeksi
untuk melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan infeksi di
Rumah Sakit.
b. Direktur membentuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (KPPI) serta
Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI).
c. Komite PPI RS Islam Surabaya bertanggung jawab langsung kepada Direktur, Tim
PPI bertanggung jawab langsung kepada Komite PPI.
d. Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai
dengan Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011.
e. Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional
disemua unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
f. Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka RS
Islam Surabaya memiliki 1 IPCN (Infection Prevention and Control Nurse) purna
waktu, yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan pengendalian
infeksi.
g. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (Infection Prevention
and Control Link Nurse) dan IPCLS (Infection Prevention and Control Link Staf )
sebagai pelaksana harian/penghubung di unit masing-masing.
h. Pengorganisasian PPI dijelaskan lebih lanjut dalam pedoman pengorganisasian
PPIRS

2
2. KEBIJAKAN TENTANG KEWASPADAAN STANDAR
2.1 Kebersihan Tangan

Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dengan ketentuan:

a. Semua staf mampu melakukan cuci tangan (HAND HYGIENE) dengan benar
sesuai panduan WHO
b. Semua staf memahami bahwa Hand Hygiene yang efektif merupakan
pengurangan berkelanjutan dari risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan
c. Semua petugas wajib memahami dan mengerjakan FIVE MOMENTS OF
HAND HYGIENE.
d. Setiap ruangan harus tersedia fasilitas :
- Wastafel dengan air yang mengalir dengan kran bergagang panjang
- Sabun atau cairan antiseptik mengandung chlorhexidine 2% dan 4 %
untuk pembersihan tangan operasi
- Cairan Handrub
- Pengering tangan (tissue)
e. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien,
keluarga dan pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses
penerimaan pasien baru.
f. Melakukan monitoring kepatuhan petugas dalam melaksanakan kebersihan
tangan.

2.2 Penggunaan APD ( Alat Pelindung Diri)

Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan dengan menggunakan alat


pelindung diri dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Setiap petugas yang melakukan tindakan yang berpotensi terpapar bahan


infeksius harus menggunakan alat pelindung diri (APD).

b. Unit Kerja wajib menyediakan peralatan dan material alat pelindung diri
yang memadai bagi petugas sesuai Panduan Alat Pelindung Diri

3
2.3 Peralatan atau material yang digunakan untuk perawatan pasien dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Setiap peralatan disposable yang digunakan pada pasien yang diduga


menderita penyakit menular harus dikelola sebagai bahan infeksius sesuai
dengan panduan yang telah ditetapkan.

b. Setiap peralatan disposable yang digunakan pada pasien yang diduga


menderita penyakit menular tidak boleh digunakan kembali (re-use).

c. Pengawasan terhadap sterilitas peralatan dan material kadaluwarsa


dilaksanakan secara berkala dibawah koordinasi Unit Sterilisasi.

d. Pemantauan Mutu Sterilisasi dengan menggunakan :

1. Pemberian indikator pada setiap instrumen yang di sterilisasi.

2. Pemeriksaan swab pada instrumen yang sudah di sterilisasi ke BPFK


setahun sekali.

e. Peralatan dan bahan material yang digunakan lagi dalam pelayanan asuhan
pasien harus dilakukan proses dekontaminasi sesuai panduan yang telah
ditetapkan (Chlorin 0,5 %).

f. Proses sterilisasi mengacu pada standar sterilisasi yang telah ditetapkan


oleh Pedoman Sterilisasi yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan Repblik
Indonesia dengan tahap dekontaminasi dan pencucian, pengemasan,
sterilisasi, penyimpanan, dan distribusi.

g. Pemprosesan alat / instrumen paska pakai berdasarkan kriteria alat yaitu


Kritikal, Semi Kritikal dan Non Kritikal

2.4 Pengendalian lingkungan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi


dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Pembersihan lingkungan:
1. Pembersihan lingkungan perawatan pasien dilaksanakan oleh petugas
cleaning servise yang telah dilatih upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi.
2. Proses pembersihan lingkungan dilaksanakan sesuai dengan panduan
yang telah ditetapkan.

4
3. Sterilisasi ruang kamar operasi dilaksanakan sesuai panduan yang telah
ditetapkan.
4. Proses pengelolaan lingkungan pasien dilakukan dengan menggunakan
desinfektan yang telah ditetapkan.
b. Pengelolaan limbah:
Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
1. Semua limbah berisiko tinggi harus diberi label/ tanda yang jelas.
2. Wadah /kontainer diberi alas kantong plastik dengan warna : kuning
untuk limbah infeksius & B3,hitam untuk limbah non infeksius /
domestika.
3. Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam
4. Kantong plastik tempat limbah tidak diisi terlalu penuh ( cukup 3/4)
5. Wadah / kontainer harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat
yang terlindungi dari binatang atau serangga.
6. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor
dan tahan tusukan ( safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi
atau tidak.
7. Benda tajam dan jarum dan syringe setelah dipakai tidak dilakukan
recapping dan langsung dibuang ke dalam Safety Box

8. Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup.


Pengangkutan dilakukan 2 kali / hari.
9. Pembuangan atau pemusnahan limbah infeksius padat harus dilakukan di
tempat pengelolaan sampah infeksius dalam hal ini Rumah Sakit
bekerjasama dengan pihak ketiga
10. Pembuangan limbah cair darah dan komponennya dibuang di spoelhoeck
melalui saluran IPAL( Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Pengawasan
dilakukan oleh Unit Kesehatan Lingkungan serta Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi.
11. Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung
tangan khusus, masker, sepatu boot, apron dan pelindung mata.

5
2.5 Pengelolaan Linen

a. Jenis linen di RS Islam Surabaya dikualifikasikan menjadi linen bersih,


linen kotor infeksius, linen kotor non infeksius

b. Di setiap unit penghasil linen kotor harus menyediakan tempat dan sudah
diberi kantong plastik sehingga memudahkan pengangkutan dan
menghindari risiko tercecer.
c. Linen infeksius dimasukkan kantong warna kuning dan linen kotor non
infeksius dimasukkan dalam kantong warna hitam.
d. Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan troli yang
berbeda antara troli bersih dan troli kotor.
e. Pembersihan troli dilakukan setiap selesai digunakan dengan menggunakan
cairan desinfektan dan petugas harus menggunakan APD sesuai potensi
risiko selama bekerja.

2.6 Pengelolaan/ perlindungan petugas kesehatan mengacu pada beberapa hal


sebagai berikut:
a. Pengelolaan terhadap occupational incident dilakukan sesuai dengan
panduan pengelolaan pajanan yang telah ditetapkan.
b. Edukasi terkait upaya pencegahan dan pengendalian infeksi
diberikan dalam rangka upaya meningkatkan kesehatan karyawan.

2.7 Penempatan Pasien

a. Terhadap pasien yang menderita penyakit menular secara droplet, kontak


maupun airborne diupayakan untuk dirawat secara terpisah di ruang
isolasi bertekanan negative. Dalam kondisi terbatas, dimana pasien tidak
dimungkinkan dirawat secara tersendiri, diterapkan system kohorting.

b. Penyakit menular yang ditempatkan di ruang isolasi adalah KP, Difteri,


Morbili, Varicela, Herpes. Setiap petugas dan keluarga pasien yang
memasuki ruangan memakai APD yang sesuai.

c. Pasien menular secara airborne yang bersifat fatal seperti flu burung atau
SARS, pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, misalnya
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

6
d. Pasien dengan penyakit menular harus didokumentasikan dan
dikomunikasikan kepada petugas terkait yang terlibat dalam perawatan
pasien langsung maupun tidak langsung.

2.8 Hygiene Respirasi / Etika Batuk


a. Komite PPI adalah koordinator dalam pelaksanaan edukasi hygiene
respirasi/ etika batuk.
b. Pasien, keluarga dan petugas rumah sakit yang sedang batuk disarankan
untuk menggunakan masker

2.9 Praktek Menyuntik yang Aman

a. Praktek menyuntik aman harus dilakukan oleh dokter dan perawat yang
mempunyai kompetensi

b. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.

c. Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan


cara yang dapat menjaga syarat aseptik.

d. Multi dose vial digunakan

1. Hanya digunakan untuk satu orang pasien


2. Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit
yang steril
3. Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan
kecuali vial tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien
tertentu.
4. Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal
pertama kali vial dibuka pada etiket obat dan batas waktu hanya 1 x
24 jam.
e. Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan
bersama sama untuk beberapa pasien.
f. Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak
dapat digunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.
g. Penggantian jarum pada penyuntikan insulin flexpen dapat diganti
setelah 3 x pakai.

7
2.10 Praktek untuk Lumbal Pungsi

Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat ke dalam area
spinal / epidural melalui prosedur lumbal pungsi misal saat melakukan
anasthesi spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet
flora orofaring.

C. KEBIJAKAN TENTANG KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


1. Merupakan tambahan kewaspadaan standar diterapkan pada pasien rawat inap yang
suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya, berdasarkan cara transmisi kontak,
droplet atau airbone.
2. Tatalaksana administratif meliputi percepatan akses diagnosis, pemisahan
penempatan pasien, mempersingkat waktu pelayanan di rumah sakit, penyediaan
paket perlindungan petugas ; tatalaksana lingkungan meliputi penataan alur pasien,
penataan sistem ventilasi (natural maupun mekanikal) tatalaksana penyediaan dan
penggunaan alat pelindung diri.
3. Pasien dengan imuno supressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk
selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
4. RS Islam Surabaya menyiapkan ruang kohort untuk perawatan pasien airbone
disease, yang terpisah dari pasien non infeksi dan khususnya terpisah dari pasien
dengan kondisi imunocompromise.
5. Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan
isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan prinsip kewaspadaan
kontak atau droplet atau airbone atau kombinasinya.
6. Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal
mungkin dan bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
7. Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum
dengan menggunakan bahan desinfektan.
8. Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan setelah
pasien yang tidak menular.
9. Keluarga dan pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi penggunaan APD,
kebersihan tangan, etika batuk.

8
D. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SDM DALAM PPI
1. Adanya program orientasi tentang PPI untuk karyawan baru dan mahasiswa praktek
2. Tim PPI harus mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI dan mengembangkan
diri dengan mengikuti seminar, workshop dan sejenisnya.
3. Tim PPI secara berkala melakukan sosialisasi / simulasi PPI.

E. KEBIJAKAN PENGADAAN BAHAN DAN ALAT KESEHATAN


Tim PPI memberikan masukan / usulan tentang pengadaan bahan dan alat yang akan
digunakan oleh rumah sakit.

F. KEBIJAKAN TENTANG PENGGUNAAN ANTIBIOTIK YANG RASIONAL DAN PENGENDALIAN


RESISTENSI ANTIBIOTIK
1. Setiap dokter yang merawat pasien di Rumah Sakit Islam Surabaya dalam
memberikan antibiotik yang rasional berpedoman pada Pedoman Praktek Klinis
dengan mengacu pada formularium yang telah ditetapkan rumah sakit.

2. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan
indikasi (profilaksis atau terapi).

3. Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :

a. Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;


b. Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
c. Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;
d. Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
e. Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.

G. KEBIJAKAN TENTANG PELAKSANAAN SURVEILANS


1. Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN purna waktu dan IPCLN untuk
menggambarkan tingkat kejadian infeksi, target sesuai Pedoman Surveilans Infeksi
Rumah Sakit.
2. Surveilans yang dilakukan di RS Islam Surabaya adalah surveilans hasil dan surveilans
proses.
3. Melakukan analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi yang
dilakukan Komite PPIRS untuk tujuan pengendalian, manajemen risiko dan
kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa (KLB).

9
4. Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran sesuai program PPI. Sasaran
angka IRS dievaluasi setiap tahun.
5. Laporan Infeksi RS disampaikan Komite PPI RS kepada Direktur.
6. Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (IADP, ISK,
VAP/HAP, ILO) adalah sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan program PPI.
7. Tim PPI harus melaksanakan surveilans untuk mendapatkan data dasar yang
sistematik, analisis dan interpretasi yang meneruskan dari data kesehatan yang
penting untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan
yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat yang di desiminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan.
8. Memenuhi standar mutu askep dan pelayanan medis yang dapat dipakai sebagai
sarana mengidentifikasi terjadinya mal praktek.
9. Tim PPIRS melakukan identifikasi risiko infeksi terhadap beberapa tindakan invasif /
tindakan perawatan sebagai berikut :
a. Pemasangan kateter intravena terhadap risiko infeksi luka infus (phlebitis) dan
IADP (infeksi aliran darah primer)
b. Pemasangan kateter urine terhadap risiko infeksi saluran kemih (ISK)
c. Tindakan operasi terhadap risiko infeksi luka operasi (ILO)
d. Tindakan pemasangan ventilator terhadap infeksi VAP
e. Tirah baring lama terhadap infeksi pneumonia (HAP)

H. PEMULASARAAN JENAZAH

1. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika menangani pasien


yang meninggal akibat penyakit menular.
2. Perawatan jenazah sesuai dengan panduan.

I. KEBIJAKAN TENTANG PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA


1. Tim PPI memberi usulan / masukan dalam pembuatan prosedur pemeliharaan fisik
dan sarana pelayanan kesehatan.

2. Melakukan pengawasan terhadap hasil swab bakteri dan jamur di unit khusus (ICU,
OK, NEO, VK)

3. Melakukan pengawasan pada hasil kualitas udara

4. Melakukan pengawasan terhadap hasil swab lantai di unit rawat inap dan unit khusus

10
5. Melakukan pengawasan pada hasil pemeriksaan mutu air di unit OK, NEO, Gizi, ICU,
IGD dan VK pada musim kemarau dan musim hujan ( setahun 2 kali)

6. Melakukan pengawasan terhadap mutu sterilisasi dengan melakukan Swab linen dan
instrumen setahun sekali.

7. Pengawasan hasil mutu pengolahan air limbah tiap 3 bulan

8. Dilakukan satu tahun sekali ke BPFK atau perusahaan swasta yang di tunjuk.

J. KEBIJAKAN TENTANG PENANGANAN KLB


1. Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, RS Islam Surabaya perlu
mempunyai sistem pengendalian dan penanganan KLB.
2. Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi di rumah
sakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga bertujuan untuk
mencegah supaya KLB tidak terulang lagi.
3. Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN. Data yang didapat dari
surveilans diolah oleh komite PPIRS, disertai analisis, rekomendasi dan tindak lanjut,
dan digunakan sebagai bahan laporan kepada Direktur rumah sakit, dan bahan
komunikasi dengan bagian yang terkait.
4. Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur berdasarkan
pertimbangan Komite PPI RS Islam Surabaya pada hasil evaluasi epidemiologik
kecenderungan peningkatan angka IRS secara signifikan selama 3 bulan berturut-
turut. Peningkatan signifikan angka kejadian IRS pada suatu waktu pengamatan
tertentu diwaspadai sebagai KLB.
5. Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu oleh seluruh
unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS. Selama terjadi KLB, Petugas
Ruangan/Bagian terkait, Kepala Bagian, dan IPCLN, harus berkoordinasi secara
intensif dengan Tim dan Komite PPI Rumah Sakit untuk menangani KLB tersebut.
6. Meningkatkan sediaan obat-obatan dan perawatan medis gratis sesuai dengan
ketentuan pemerintah / Dinkes yang berlaku dan dilengkapi dengan system
pelaporan kasus baru secara cepat.
7. Bekerja sama dengan antar lintas sektor.

11
K. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI
1. Upaya pencegahan infeksi ILO
1.1 Mandi dan keramas dengan cairan antiseptik yang mengandung chlorhexidine
4 %.
1.2 Bila diperlukan pencukuran pra bedah segera sebelum pembedahan
1.3 Persiapan kulit pra bedah
1.4 Profilaksis anti mikrobial
1.5 Pemprosesan instrumen ( pencucian, DTT atau sterilisasi )
1.6 Benda asing di tempat pembedahan
1.7 Pengaturan alur pasien
1.8 Tehnik pembedahan yang baik yaitu meminimalisasi trauma jaringan
1.9 Ventilasi kamar bedah intra operatif harus bertekanan positif
1.10 Penggunaan pakaian bedah steril dan duk yang bersifat tahan basah
1.11 Membatasi alur lalu lintas selama proses pembedahan berlangsung
1.12 Menutupi insisi bersih yang di jahit pada pembedahan lebih dari 48 jam
1.13 Pengaturan alur barang bersih dan barang kotor

2. Upaya pencegahan IADP (Infeksi Aliran Darah Primer)


2.1 Kebersihan tangan dan memakai sarung tangan
2.2 Teknik aseptic saat pemasangan alat intravaskuler
2.3 Perawatan tempat insersi alat intravaskuler setiap hari
2.4 Ganti kateter tiap 3x24 jam

3. Upaya Pencegahan ISK


Melakukan pemasangan, pelepasan dan penggantian kateter urine sesuai prosedur

4. Upaya Pencegahan Pneumoni


4.1 Untuk pasien yang menggunakan kateter penghisap harus di dekontaminasi di
bersihkan dan di desinfeksi.
4.2 Motivasi mobilisasi dini
4.3 Membatasi penggunaan analgesic narkotika
4.4 Atur posisi pasien tiap 2 jam.

12
L. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB)
Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi
airbone, dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko
transmisi penyakit TB.
1. Semua pasien yang berobat ke UGD dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi
oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan
diharuskan memakai masker bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk ≥ 2
minggu atau batuk darah )
2. Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk akan
diberikan edukasi oleh petugas RS terlatih mengenai etika batuk serta higiene
respirasi dan diharuskan memakai masker bedah
3. Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medissegera
(maksimal 30 menit) bagi pasien suspek TB dan pasien TB sehingga mengurangi
waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Pasien TB yang perlu dirawat inap ditempatkan di ruang terpisah dari pasien lain
(ruang isolasi), jika tidak memungkinkan bisa menggunakan sistem kohorting
dengan lama perawatan maksimal 2 minggu.
5. Rumah sakit menggunakan sistem ventilasi alamiah dan campuran (menggunakan
ekshaust) di ruang perawatan infeksi (Poli DOTS dan ruang isolasi rawat inap serta
UGD) untuk mengurangi penyebaran dan menurunkan kadar penularan percik renik
sehingga tidak menularkan orang lain.
6. Penampungan sputum oleh pasien harus dilakukan dalam ruangan dengan konsep AII
(Airbone Infection Isolation).
7. Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum dengan
air mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs.
8. Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara(airbone) dan
transmisi melalui kontak.
9. Semua petugas kesehatan yang menangani pasien TB akan dilakukan pemeriksaan
kesehatan rutin secara berkala bekerjasama dengan Sumber Daya Manusia dan
K3 RS.
10. Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, pasien harus
mengenakan masker bedah untuk melindungi lingkungan sekitar.
11. Rumah sakit menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi
petugas kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat pelayanan.

13
M. PEMAKAIAN ULANG PERALATAN DAN MATERIAL SEKALI PAKAI (SINGLE USE YANG DI
RE-USE ).
Peralatan yang disteril dianggap kadaluwarsa jika telah melebihi waktu satu tahun
setelah disterilkan atau jika kemasan bocor / rusak.Setiap kemasan yang tidak utuh
(robek, berlubang, rusak) dianggap telah kadaluwarsa dan tidak layak digunakan.
Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufactur-nya. Alat Medis Sekali
Pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS.
1. AMSP ( Alat Material Sekali Pakai ) dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan
hasil sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman
digunakan bagi pasien.
2. AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal
harganya
3. Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui proses
pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD
4. AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara visual dan
fungsi dari alat / bahan.
5. Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh RS yang tercantum dalam
SPO
6. Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use.
7. Adanya form daftar monitoring alar single use yang dire-use.

N. PENGELOLAAN MAKANAN
Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan
minuman, alat, lingkungan produksi dan higiene perorangan penjamah makanan.
1. Sanitasi dapur dilakukan dengan cara memelihara dan menjaga kebersihan individu,
lingkungan dan peralatan. Penyiapan makanan dilakukan dengan pemilihan kualitas
bahan makanan, pengolahan bahan makanan dilihat terhadap kematangan, penyajian
makanan dengan menggunakan APD (sarung tangan, celemek, masker), tempat /
wadah tertutup. Dan distribusi makanan ke setiap ruangan menggunakan kereta
makanan tertutup.
2. Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih,
terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta suhu
penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan.

14
3. Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari proses
penyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan surveilans higiene pribadi
berupa monitoring kultur mikrobiologi swab rektal, dikoordinasikan dan di bawah
tanggung jawab Komite K3 RS. Tempat penyimpanan bahan makanan (Chiller dan
Freezer) di kontrol suhunya setiap hari menggunakan termometer dan dicatat dalam
form suhu kulkas. Termometer dilakukan kalibrasi setiap 1 tahun sekali.
4. Unit gizi menyediakan bank food sebagai pertanggung jawaban apabila terjadi KLB.

O. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI RS


Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh bagian
Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama dengan Komite PPI RS untuk menjamin
setiap petugas yang berada dan bekerja di RS (termasuk peserta didik dan karyawan
kontrak) memahami dan mampu melaksanakan program PPI RS, khususnya kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
1. Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk materi PPIRS
2. Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberikan materi orientasi PPIRS.
3. Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh bagian SDM
bersama Komite PPI RS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar perencanaan
program selanjutnya.
4. Dalam program diklat target pencapaian Seluruh staff harus mencapai 80% dalam
setahun.

P. PENDIDIKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN,KELUARGA


DAN PENGUNJUNG
1. Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit melibatkan seluruh
karyawan dari seluruh unit pelayanan, pasien, keluarga pasien serta pengunjung
rumah sakit.

2. Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit adalah kepedulian
terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
3. Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien baru
masuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban membuang sampah.
4. Edukasi pada pasien tentang hand hygiene dan etika batuk dilakukan pada setiap
pasien baru bekerjasama dengan IPCLN menggunakan metode ceramah dan brosur
5. Pasien ,keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS.

15
6. Masing –masing dari tenaga kesehatan ( Dokter, perawat, fisioterapi, Gizi ,Farmasi
dll ) maupun non kesehatan ( Pekarya, petugas kebersihan , dll ) pasien ,keluarga
dan pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
7. Pasien, keluarga, dan pengunjung yang dirawat di RS Islam Surabaya harus mentaati
peraturan yang ada di RS Islam Surabaya sesuai dengan peraturan tata tertib pasien.
8. Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan ( Dokter, Perawat, Fisioterapi,
Pekarya, Gizi dll ) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
menyentuh pasien dan lingkungan pasien.
9. Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien

Q. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI & RENOVASI DI RS


1. Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap
kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur emergensi.
2. Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS harus
mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan prinsip-
prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi .
3. Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control Risk
Assesment (ICRA).
4. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (KPPIRS) melakukan
pengkajian risiko infeksi dan tindak lanjut berkolaborasi dengan bagian pemeliharaan
dan K3 RS.
5. Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas udara,tingkat
kebisingan .
6. Melakukan edukasi (pemasangan rambu2 atau gambar diarea renovasi) kepada
petugas,pengunjung dan pasien.
7. Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua permukaan, termasuk
dinding, langit-langit, jendela dan sistem ventilasi berisiko tinggi.
8. Melakukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di area berisiko tinggi
sebelum ruangan digunakan.

16
R. PEMERIKSAAN KULTUR DAN SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN
a) Swab lantai dilakukan satu tahun sekali untuk area kritis (zona risiko tinggi dan
sangat tinggi)
b) Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
c) Persiapan pemakaian ruangan baru paska renovasi atau konstruksi rumah sakit.
d) Kultur dilakukan pemeriksaan pada pasien yang dicurigai menderita infeksi rumah
sakit, yaitu infeksi IADP,ILO, HAP dan ISK.

S. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BAYI, KAMAR BERSALIN,


KAMAR BEDAH, INTENSIVE CARE UNIT (ICU) DAN POLI KLINIK GIGI
Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi diunit khusus di jelaskan dalam
pedoman pelayanan.

T. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)


1. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal ( antar unit) maupun
eksternal (dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan praktik terbaik / bukti
ilmiah yang diakui).
2. Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali (benchmarking
eksternal).
3. Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah sakit
lokal / nasional yang setara dan se-type dengan RS Islam Surabaya Serta memiliki
profil indikator yang sama.
4. Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi secara
tertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan laporan
surveilans tahunan (benchmarking eksternal).
5. Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal dikoordinasikan
dalam rapat tim PPI setiap 3 bulan sekali.

U. MANAGEMEN RISIKO PPI


1. Setiap unit melakukan pengkajian risiko PPI
2. Pengkajian didasarkan pada managemen risiko.
3. Dilakukan analisis managemen risiko PPI oleh IPCN bersama komite PPI.
4. Komite PPI menetapkan hasil analisa untuk dijadikan program kerja PPIRS RS Islam
Surabaya
5. Risiko PPI juga terkait kejadian KLB.

17
V. SIRS
1. Pelaksanaan SIRS dibuat berdasarkan pemantauan hasil surveilans.
2. Input data dilakukan ditiap unit dan diolah tersentral di kantor PPI menggunakan
File Sharing (RUN)

18

Anda mungkin juga menyukai