BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pilkada/pemilukada merupakan pemilihan umum kepala daerah. Pilkada
dilakukan untuk memilih calon pasangan ketua dan wakil ketua kepala
daerah. Pilkada tersebut mencakup pilkada untuk Saat ini pilkada Jakarta
tahun 2016 untuk memilih gubernur dan wakil gubernur sedang
berlangsung. Berbagai cara dilakukan seorang calon gubernur dan wakil
gubernur untuk dapat memenangkan pilkada ini.
B. Rumusan Masalah
1. Mengapa terjadi isu sara dalam pilkada di Indonesia?
2. Apakah isu sara merupakan hal yang melanggar undang-undang?
3. Bagaimana cara mengatasi konflik sara dalam politik di Indonesia?
4. Bagaimana politik yang sehat dan tidak melibatkan unsur sara
didalamnya?
C. Tujuan
1. Meminimalisasi terjadinya konflik sara pada pilkada
2.
3.
2
pemerintah. Hal ini kemudian menimbulkan masalah SARA atau sikap anti
terhadap suku tertentu.
Tapi kita perlu memahami bahwa masalah tersebut muncul karena
kelompok etnik itu mengalami political insecurity dalam masyarakat,
sehingga mereka perlu mencari security melalui aliansi dengan aparatur
pemerintah yang mengalami economic insecurity.
Gejala menarik yang terjadi di negara kita, adanya satu birokrasi yang
merupakan bagian suatu organisasi sosial politik (orsospol).
Ketidaknetralan birokrasi itu dapat memancing ketegangan sosial yang
manifestasinya adalah pada tindakan SARA. Contohnya, beberapa
gejolak sosial pada Pemilu 1997, seperti terjadi di Pekalongan. Dalam hal
ini, kita dapat mendeteksi adanya political insecurity di kalangan aparatur,
yakni takut kehilangan jabatan apabila orsospol tertentu kalah. Political
insecurity itu sering dimanifestasikan dalam tingkah laku yang bersifat
overakting, yang dapat menimbulkan reaksi keras dari orsospol lain, yang
pada akhirnya menimbulkan tindakan SARA.
Bagaimanapun, SARA adalah bagian dari bangsa dan negara Indonesia.
Kita tak dapat menghindar dari masalah ini. Kita dapat mencegah SARA
menjadi sumber kerawanan dengan menempuh beberapa cara. Pertama,
dalam membangun perekonomian harus secara tegas ditempuh
pendekatan affirmative action, yakni memberi kesempatan sebesar-
besarnya kepada penduduk pribumi untuk berkembang. Kedua,
pemerintah harus menciptakan aparatur pemerintah yang netral dari segi
politis. Korpri harus dianggap sebagai organisasi profesional pegawai
negeri sipil, bukan mesin perolehan suara dalam pemilu. Ketiga,
terciptanya suatu organisasi bagi kelompok etnik Cina yang dapat
memberikan perlindungan politis bagi mereka, sehingga tak perlu mencari
perlindungan kepada birokrasi. Keempat, menciptakan pemerintahan yang
bersih dari segala jenis kecurangan.