Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan
kompleks di rumah sakit. Tindakan-tindakan ini membutuhkan asesmen pasien yang
lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang
berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan, rehabilitasi,
akhirnya transfer maupun pemulangan (discharge). Anestesi dan sedasi umumnya
dipandang sebagai suatu rangkaian kegiatan (continuum) dari sedasi minimal sampai
anestesi penuh. Karena respons pasien dapat berada pada sepanjang kontinuum, maka
penggunaan anestesi dan sedasi dikelola secara terintegrasi.

B. Ruang Lingkup

C. Batasan Operasional
1. Bedah
Pembedahan merupakan cabang dari ilmu medis yang ikut berperan terhadap
kesembuhan dari luka atau penyakit melalui prosedur manual atau melalui operasi
dengan tangan. Hal ini memiliki sinonim yang sama dengan kata “Chirurgia” (dibaca;
KI-RUR-JIA). Dalam bahasa Yunani “Cheir” artinya tangan; dan “ergon” artinya
kerja.
Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati
kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan
sederhana (Potter, 2006)
Perkembangan baru juga terjadi pada pengaturan tempat untuk dilaksanakan prosedur
operasi. Bedah sehari (ambulatory surgery), kadangkala disebut pembedahan tanpa
rawat inap (outpatient surgery) atau pembedahan sehari (one-day surgery).
2. Jenis Pembedahan
A. Bedah Minor
Bedah minor merupakan pembedahan dimana secara relatif dilakukan secara
sederhana, tidak memiliki risiko terhadap nyawa pasien dan tidak memerlukan

Panduan Sedasi 1
bantuan asisten untuk melakukannya, seperti: membuka abses superficial,
pembersihan luka, inokulasi, superfisial neuroktomi dan tenotomi
1

Panduan Sedasi 2
B. Bedah Mayor
Bedah mayor merupakan pembedahan dimana secara relatif lebih sulit untuk
dilakukan daripada pembedahan minor, membutuhkan waktu, melibatkan risiko
terhadap nyawa pasien, dan memerlukan bantuan asisten, seperti: bedah caesar,
mammektomi, bedah torak, bedah otak.
C. Bedah Antiseptik
Bedah antiseptik merupakan pembedahan yang berhubungan terhadap penggunaan
agen antiseptik untuk mengontrol kontaminasi bakterial.
D. Bedah konservatif
Bedah konservatif merupakan pembedahan dimana dilakukan berbagai cara untuk
melakukan perbaikan terhadap bagian tubuh yang diasumsikan tidak dapat
mengalami perbaikan, daripada melakukan amputasi, seperti: koreksi dan
imobilisasi dari fraktur pada kaki daripada melakukan amputasi terhadap kaki.
E. Bedah Radikal
Bedah radikal merupakan pembedahan dimana akar penyebab atau sumber dari
penyakit tersebut dibuang, seperti: pembedahan radikal untuk neoplasma,
pembedahan radikal untuk hernia.
F. Pembedahan Rekonstruktif
Pembedahan rekonstruktif merupakan pembedahan yang dilakukan untuk
melakukan koreksi terhadap pembedahan yang telah dilakukan pada deformitas atau
malformasi, seperti: pembedahan terhadap langit-langit mulut yang terbelah, tendon
yang mengalami kontraksi.
G. Bedah Plastik
Bedah plastik merupakan pembedahan dimana dilakukan untuk memperbaiki defek
atau deformitas, baik dengan jaringan setempat atau dengan transfer jaringan
dari bagian tubuh lainnya.
3. Sifat Operasi:
A. Bedah Elektif
Bedah elektif merupakan pembedahan dimana dapat dilakukan penundaan tanpa
membahayakan nyawa pasien.
B. Bedah Emergensi
Bedah emergensi merupakan pembedahan yang dilakukan dalam keadaan sangat

Panduan Sedasi 3
mendadak untuk menghindari komplikasi lanjut dari proses penyakit atau untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
2

Panduan Sedasi 4
D. Landasan Hukum
Penyelenggaraan pelayanan bedah Rumah Sakit “WARAS WIRIS” sesuai dengan:
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 920/MenKes/Per/II/1986
tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Kesehatan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga Kesehatan.
3. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Departemen Kesehatan 2008
4. Peraturan Menteri Kesehatan 1438/Menkes/Per/IX/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di
Lingkungan Departemen Kesehatan.
6. Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009
pasal 36 ayat 2: Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan
pendengalian ,pengobatan dan atau perawatan.
Pasal 36 ayat 3: pengendalian, pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan
berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan.
Pasal 24 bahwa tenagan kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi, standar pelayanan dan Standar Prosedur Operasional.
7. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit:
Pasal 1 ayat 1: Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Pasal 43 ayat 1 dan 2: Rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien,
dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan menerapkan pemecahan
masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
8. Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009
Pasal 63 ayat 2 : Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan
pengendalian, pengobatan dan atau perawatan.
Pasal 63 ayat 3: Pengendalian, Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan
berdasarkan ilmu Kedokteran dan ilmu Keperawatan.
Pasal 24: Bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk
mematuhi standar profesi, standar pelayanan dan Standar Prosedur Operasional.

Panduan Sedasi 5
3

Panduan Sedasi 6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


1. Kualifikasi Tenaga Di Instalasi Kamar Operasi RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur
- Dokter Bedah Instalasi kamar Operasi menggunakan jasa Pelayanan dokter tamu
(dokter spesialis bedah)
2. Kualifikasi Tenaga Perawat Instalasi Kamar Operasi RSUD Idi Kabupaten Aceh Timur
- Perawat instalasi kamar Operasi memiliki: sertifikat Penanggulangan Penderita
Gawat Darurat (PPGD), Basic Cardiac Life Support (BCLS).
- Mempunyai sertifikat Pelatihan dasar instrumen.
- Perawat Ruang Pulih Sadar memiliki sertifikat Penanggulangan Penderita Gawat
Darurat (PPGD) dan Basic Cardiac Life Support (BCLS)

B. Distribusi Ketenagaan
Dalam pelayanan bedah perlu menyediakan sumber daya manusia yang kompeten,
cekatan dan mempunyai kemampuan sesuai dengan perkembangan teknologi sehingga
dapat memberikan pelayanan yang optimal, efektif, dan efisien. Atas dasar tersebut di
atas, maka perlu kiranya menyediakan, mempersiapkan dan mendayagunakan sumber-
sumber yang ada. Untuk menunjang pelayanan bedah di instalasi kamar operasi, maka
dibutuhkan tenaga dokter, perawat yang mempunyai pengalaman, keterampilan dan
pengetahuan yang sesuai.

C. Pengaturan Dinas
Pengaturan jaga atau jadwal dinas adalah pengaturan tugas pelayanan bagi perawat untuk
melaksanakan tugas pelayanan di instalasi kamar operasi sehingga semua kegiatan
pelayanan bedah dapat terkoordinir dengan baik. Pengaturan dinas dibuat 4 shift dalam 24
jam yaitu:
 Dinas Pagi Jam 07.00 sampai dengan Jam 14.00.
 Dinas Pagi Jam 10.00 sampai dengan Jam 17.00
 Dinas Sore Jam 14.00 sampai dengan Jam 21.00.
 Dinas Malam Jam 21.00 sampai dengan Jam 07.00.

Panduan Sedasi 7
 On Call Jam 21.00 sampai dengan 07.00

Panduan Sedasi 8
Pengaturan jadwal dinas bisa secara fleksibel sesuai jam operasi (untuk mengurangi angka
kelebihan jam dinas ), jadwal dibuat sebulan sekali

Panduan Sedasi 9
5

Panduan Sedasi 10
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan

Gambar 3.1 Denah Instalasi Kamar Operasi

B. Standar Fasilitas
Fasilitas yang tersedia pada pelayanan bedah terdiri dari:
Tabel 3.1 Alat yang Tersedia di Instalasi Kamar Operasi Rumah Sakit “WARAS WIRIS”
8 Set Hernia Anak
No Nama Alat Jumlah 1 Set

1 Set Dasar I 1 Set

2 Set Dasar II 1 Set

3 Set Dasar III 1 Set

4 Set Dasar IV 1 Set

5 Set Dasar V 1 Set

6 Set Dasar VI 1 Set

7 Set Kecil (Ekstirpasi ) 2 Set

Panduan Sedasi 11
Bisa dipakai untuk operasi
Keterangan laparatomi, sectio C, apendiktomi.

Bisa dipakai untuk operasi laparotomi, Bisa dipakai untuk operasi


dan sectio C, apendiktomi. laparatomi, sectio C, Apendiktomi.

Bisa dipakai untuk operasi Bisa dipakai untuk operasi


laparotomy, sectio C, apendiktomi. laparotomi, sectio C, Apendiktomi.

Bisa dipakai untuk operasi Bisa dipakai untuk operasi kecil.


laparotomi, sectio C, apendiktomi.

Panduan Sedasi 12
9 Set Hernia Dewasa 1 Set

10 Set Ortopedi 1 Set

11 Set Struma 1 Set

12 Set Tonsilektomi 1 Set

13 Set Pediatri I 1 Set

14 Set Pediatri II 1 Set

15 Set Plastik I 3 Set

16 Set Trepanasi 1 Set

17 Set Onkologi 1 Set

18 Set Neurologi 1 Set

19 Set Kuretase 1 Set

20 Set Gall blass atau Ginjal 2 Set

21 Set Sectio Caesaria 4 Set

22 Reseksi Usus Anak 1 Set

23 Reseksi Usus Dewasa 2 Set

24 Set Histerektomi 2 Set

25 Set Tambahan 1 Set

26 Set Spinal 16 Set

27 Set Mangkok Operasi 15 Set

28 Set Bangkok Sikat 6 Set

29 Set Kocker 1 Set

30 Set Vena Seksi 1 Set

31 Liposuction 1 Set

32 Buka Gip 1 Set

7
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Tata laksana pelayanan bedah meliputi:


A. Persiapan Instrumen
1. Persiapan operasi Exterpasi
 Persiapan alat menggunakan Set kecil 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 kauter
2. Persiapan kuretase
 Persiapan alat menggunakan Set kuret 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 kauter
3. Persiapan operasi TUR (Reseksi Prostat Transuretra)
 Persiapan alat menggunakan Set tambahan.
 Set mangkok.
 Set Linen.
 Suction
 kauter
4. Persiapan operasi apendiktomi.
 Persiapan alat menggunakan Set dasar.
 Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 kauter
5. Persiapan operasi hernia
 Persiapan alat menggunakan Set Hernia.
 Set mangkok
 Suction
 Set Linen
8
 kauter
6. Persiapan Operasi struma
 Persiapan alat menggunakan Set Struma 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 Kauter
7. Persiapan Operasi Sectio caesaria.
 Persiapan alat menggunakan Set dasar dan Set SC 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 kauter
8. Persiapan alat Hemoroid
 Persiapan alat menggunakan Set Dasar. 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 kauter
9. Persiapan Operasi Kista / Myoma Uteri
 Persiapan alat menggunakan Set Dasar dan Set Histerektomi 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 kauter
10. Persiapan Operasi laparotomi
 Persiapan alat menggunakan Set dasar dan Set tambahan. 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 Cauter
11. Persiapan operasi Labioplastik
 Persiapan alat menggunakan Set plastik dan set kecil 
Set mangkok
9
 Set Linen
 Suction
 kauter
12. Persiapan Operasi Cholesistectomy
 Persiapan alat menggunakan Set Dasar dan Galblaas. 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 Kauter
13. Persiapan operasi neprectomi
 Persiapan alat menggunakan Set dasar dan Galblass. 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction kauter
14. Persiapan operasi ortopedi
 Persiapan alat menggunakan Set Orthopedi dan Set dasar/ Set kecil . 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 Kauter
15. Persiapan Operasi Fraktur mandibula
 Persiapan alat menggunakan Set Plastik dan Set kecil 
Set mangkok
 Set Linen.
 Suction
 kauter
16. Persiapan operasi skin graft
 Persiapan alat menggunakan Set Plastik dan Set kecil 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 Kauter
10
17. Persiapan Trepanasi
 Persiapan alat menggunakan Set neurologi dan set kecil. 
Set mangkok
 Set Linen
 Suction
 kauter

B. Persiapan Linen
Linen packing sesuai dengan kebutuhan operasi.

C. Tata Laksana Anggota Tim Asuhan Pasien Intra Operatif


Anggota tim asuhan pasien intra operatif dibagi dalam dua bagian yang terdiri dari:
1. Anggota steril.
Ahli bedah utama / operator
Asisten ahli bedah
Scrub Nurse / Perawat Instrumen
2. Anggota tim yang tidak steril
Ahli atau pelaksana anaesthesi.
Perawat sirkulasi
Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit)

D. Prinsip Tindakan Selama Pelaksanaan Operasi


 Persiapan psikologis pasien
 Pengaturan posisi
Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah: 
Letak bagian tubuh yang akan dioperasi
 Umur dan ukuran tubuh pasien
 Tipe anestesi yang digunakan
 Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (artritis).
Prinsip-prinsip di dalam pengaturan posisi pasien :
 Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman
 Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya
ditutup dengan duk
11
 Amankan pasien di atas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang
biasanya dililitkan di atas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga
kerusakan saraf dan jaringan.
 Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan
terjadinya pertukaran udara.
 Hindari tekanan pada dada atau bagian tubuh tertentu, karena tekanan dapat
menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi
terjadinya trombus.
 Jangan izinkan ekstremitas pasien terayun di luar meja operasi karena hal ini dapat
melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.
 Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.
 Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti di tangan atau di lengan.
 Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara
bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.
 Membersihkan dan Menyiapkan Kulit
 Penutupan Daerah Steril
 Mempertahankan Surgical Asepsis
 Menjaga suhu tubuh pasien dari kehilangan panas tubuh
 Penutupan luka pembedahan
 Perawatan drainase
 Pengangkatan pasien ke Ruang Pemulihan, Instalasi Pelayanan Intensif

E. Tata Laksana Perawatan Pasien di Ruang Pulih Sadar


 Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan
pembiusan umum, sedang pada pasien dengan anestesi regional posisi kepala pasien
semi fowler.
 Pasang pengaman pada tempat tidur.
 Monitor tanda vital: Tekanan darah, Nadi, respirasi setiap 15 menit. 
Penghisapan lendir daerah mulut dan trakea
 Beri O2 sesuai program.
 Observasi adanya muntah.
 Catat intake dan output cairan.
12
F. Tata Laksana Pengeluaran Pasien dari Ruang Pulih
Sadar
Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien:
 Pasien harus pulih dari efek anestesi
 Tanda-tanda vital harus stabil
 Tidak ada drainase yang berlebihan dari tubuh. 
Efek fisiologis dari obat bius harus stabil
 Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna. 
Pengawasan pasca operasi selanjutnya diserahkan pada perawat unit.
13
BAB V
LOGISTIK

14
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien adalah suatu sistem di mana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Hal ini termasuk asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sedangkan insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cidera, cacat, kematian, dan
lain-lain) yang tidak seharusnya terjadi.

B. Tujuan
Tujuan sistem ini adalah mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Selain itu sistem keselamatan pasien ini mempunyai tujuan agar tercipta budaya keselamatan
pasien di rumah sakit, meningkatkannya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat, menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit, dan terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien


Dalam melaksanakan keselamatan pasien terdapat tujuh langkah menuju keselamatan
pasien rumah sakit. Adapun tujuh langkah tersebut adalah:
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. Menciptakan kepemimpinan
dan budaya yang terbuka dan adil.
2. Memimpin dan mendukung karyawan. Membangun komitmen dan fokus yang kuat
dan jelas tentang keselamatan pasien.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Mengembangkan sistem dan proses
pengelolaan risiko, serta melakukan identifikasi dan asesmen hal potensial
bermasalah.
4. Mengembangkan sistem pelaporan. Memastikan karyawan agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian atau insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada KKP-
RS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit).

15
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Mengembangkan cara-cara komunikasi
yang terbuka dengan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Mendorong karyawan
untuk melakukan analis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian
itu timbul.
7. Mencegah cidera melalui implementasi sistem keselamatan pasien. Menggunakan
informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan perubahan pada
sistem pelayanan.

Dalam melaksanakan keselamatan pasien standar keselamatan pasien harus diterapkan.


Standar tersebut adalah:
1. Hak pasien
2. Mendidik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatan keselamatan pasien
6. Mendidik karyawan tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi yang merupakan kunci bagi karyawan untuk mencapai keselamatan
pasien.

Langkah-langkah penerapan keselamatan pasien rumah sakit:


1. Menetapkan unit kerja yang bertanggung jawab mengelola program keselamatan
pasien rumah sakit.
2. Menyusun program keselamatan pasien rumah sakit jangka pendek 1-2 tahun
3. Mensosialisasikan konsep dan program keselamatan pasien rumah sakit
4. Mengadakan pelatihan keselamatan pasien rumah sakit bagi jajaran manajemen dan
karyawan
5. Menetapkan sistem pelaporan insiden (peristiwa keselamatan pasien)
6. Menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit seperti tersebut di
atas
7. Menerapkan standar keselamatan pasien rumah sakit (seperti tersebut di atas) dan
melakukan self assessment dengan instrument akreditasi pelayanan
keselamatan
pasien rumah sakit
16
8. Program khusus keselamatan pasien rumah sakit
9. Mengevaluasi secara periodik pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit
dan kejadian tidak diharapkan.

 Sasaran Keselamatan Pasien Pada Pelayanan Bedah di Rumah Sakit “WARAS


WIRIS”
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
Ketepatan identifikasi pasien adalah ketepatan penentuan identitas pasien sejak awal
pasien masuk sampai dengan pasien keluar terhadap semua pelayanan yang diterima
oleh pasien.
2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi lisan yang menggunakan prosedur:
Write back, Read back dan Repeat Back (reconfirm).
3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (high-alert)
Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan atau kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)
4. Kepastian tepat - lokasi, tepat - prosedur, tepat - pasien operasi
Penandaan lokasi operasi adalah tata cara yang wajib dilakukan sebelum tindakan
pembedahan oleh dokter spesialis bedah untuk memberikan tanda di lokasi yang
akan dibedah pada semua pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan.
Tepat lokasi adalah melaksanakan tindakan pembedahan secara tepat pada lokasi
yang diharapkan. Tepat prosedur adalah melaksanakan tindakan pembedahan
sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Tepat pasien adalah melaksanakan
tindakan pembedahan sesuai dengan pasien yang tepat yang terjadwal operasi
(perawat harus selalu melakukan identifikasi pasien sebelum pasien dimasukkan
kamar operasi).
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Infeksi biasa dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi
saluran kemih, infeksi pada aliran darah, pneumonia yang sering berhubungan
dengan ventilasi mekanis. Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain
adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.
17
6. Pengurangan risiko pasien jatuh
Pengurangan risiko pasien jatuh adalah pengurangan pengalaman pasien yang
tidak direncanakan untuk terjadinya jatuh, suatu kejadian yang tidak disengaja
pada seseorang pada saat istirahat yang dapat dilihat atau dirasakan atau kejadian
jatuh yang tidak dapat dilihat karena suatu kondisi adanya penyakit seperti stroke,
pingsan, dan lainnya.

18
BAB VII
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 pasal 164 ayat (1) menyatakan bahwa upaya
kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari
gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah Sakit
adalah tempat kerja yang termasuk dalam kategori seperti disebut di atas, berarti wajib
menerapkan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Program keselamatan dan kesehatan
kerja di tim pendidikan pasien dan keluarga bertujuan melindungi karyawan dari
kemungkinan terjadinya kecelakaan di dalam dan di luar rumah sakit.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa “Setiap
warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam
hal ini yang dimaksud pekerjaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi, yang
memungkinkan pekerja berada dalam kondisi sehat dan selamat, bebas dari kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, sehingga dapat hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
Keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 merupakan bagian integral dari
perlindungan terhadap pekerja dalam hal ini Pelayanan Bedah dan perlindungan terhadap
Rumah Sakit. Pegawai adalah bagian integral dari rumah sakit. Jaminan keselamatan dan
kesehatan kerja akan meningkatkan produktivitas pegawai dan meningkatkan produktivitas
rumah sakit. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dimaksudkan
untuk menjamin:
a. Agar pegawai dan setiap orang yang berada di tempat kerja selalu berada dalam keadaan
sehat dan selamat.
b. Agar faktor-faktor produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
c. Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan.
Faktor-faktor yang menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat digolongkan
pada tiga kelompok, yaitu :
a. Kondisi dan lingkungan kerja
b. Kesadaran dan kualitas pekerja, dan
c. Peranan dan kualitas manajemen
Dalam kaitannya dengan kondisi dan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja
dapat terjadi bila :
- Peralatan tidak memenuhi standar kualitas atau bila sudah aus
- Alat-alat produksi tidak disusun secara teratur menurut tahapan proses produksi
19
- Ruang kerja terlalu sempit, ventilasi udara kurang memadai, ruangan terlalu panas
atau terlalu dingin
- Tidak tersedia alat-alat pengaman
- Kurang memperhatikan persyaratan penanggulangan bahaya kebakaran dan lain-lain.

a. Perlindungan Keselamatan Kerja Dan Kesehatan Petugas Kesehatan


 Petugas kesehatan yang merawat pasien menular harus mendapatkan pelatihan
mengenai cara penularan dan penyebaran penyakit, tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang sesuai dengan protokol jika terpajan.
 Petugas yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberikan penjelasan umum
mengenai penyakit tersebut.
 Petugas kesehatan yang kontak dengan pasien penyakit menular melalui udara harus
menjaga fungsi saluran pernapasan (tidak merokok, tidak minum dingin) dengan baik
dan menjaga kebersihan tangan.

b. Petunjuk Pencegahan infeksi untuk Petugas Kesehatan


 Untuk mencegah transmisi penyakit menular dalam tatanan pelayanan kesehatan,
petugas harus menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) yang sesuai untuk
kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan Isolasi (berdasarkan penularan secara kontak,
droplet, atau udara) sesuai dengan penyebaran penyakit.
 Semua petugas kesehatan harus mendapatkan pelatihan tentang gejala penyakit
menular yang sedang dihadapi.
 Semua petugas kesehatan dengan penyakit seperti flu harus dievaluasi untuk
memastikan agen penyebab. Dan ditentukan apakah perlu dipindah tugaskan dari
kontak langsung dengan pasien, terutama mereka yang bertugas di instalasi perawatan
intensif (IPI), ruang rawat anak, ruang bayi.

20
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria, serta standar yang akan digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan. Indikator Mutu pada Pelayanan Bedah RS “WARAS WIRIS”
mengacu pada Pedoman Indikator Mutu RS “WARAS WIRIS” yaitu:
1. Kejadian Kematian Di Kamar Operasi
Ruang lingkup : Kejadian Kematian Di Kamar Operasi
Dimensi mutu : Keselamatan, efektivitas dan kompetensi
Tujuan : Tergambarkannya efektivitas pelayanan bedah dan anestesi dan
kepedulian terhadap keselamatan pasien
Definisi operasional : Kematian di meja operasi adalah kematian yang terjadi di kamar
operasi pada saat operasi berlangsung, atau selama pasien di
ruang sadar pulih, yang diakibatkan oleh tindakan anestesi
maupun tindakan pembedahan
Kriteria inklusi :
Kriteria eksklusi :
Numerator : Jumlah pasien yang meninggal di kamar operasi dalam satu
bulan
Denominator : Jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan dalam satu
bulan
Standar : 0,5%

2. Keterlambatan Waktu Operasi


Ruang lingkup :
Keterlambatan Waktu Operasi
Dimensi mutu :
Efektivitas
Tujuan :
Tergambarkannya efektivitas pelayanan bedah
Definisi operasional :
Angka Kejadian Tertundanya Operasi Lebih Dari 30 menit
Kriteria inklusi :
Semua pasien yang saat mulainya operasi tertunda lebih dari
30 menit yang bukan disebabkan oleh karena faktor pasien atau
keluarganya
Kriteria eksklusi :
Semua pasien yang saat mulainya operasi tertunda lebih dari 30
21
menit yang disebabkan oleh faktor pasien dan atau keluarganya
Numerator : Jumlah pasien yang operasinya tertunda 30 menit per bulan
Denominator : Jumlah pasien operasi dalam bulan tersebut
Standar : 2 %

3. Ketidaklengkapan Laporan Operasi


Ruang lingkup : Ketidaklengkapan Laporan Operasi
Dimensi mutu : Efektivitas
Tujuan : Tergambarkannya efektivitas pelayanan bedah dan kepedulian
terhadap keselamatan pasien
Definisi operasional : Ketidaklengkapan penulisan laporan operasi setelah pasien
keluar dari kamar operasi
Kriteria inklusi : Semua laporan tindakan operasi
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Jumlah ketidaklengkapan laporan operasi pada bulan tersebut

Denominator : Jumlah pasien operasi pada bulan tersebut


Standar : 1%

4. Ketidaklengkapan Laporan Anestesi


Ruang lingkup : Ketidaklengkapan Laporan Anestesi
Dimensi mutu : Efektivitas
Tujuan : Tergambarkannya efektivitas pelayanan anestesi dan kepedulian
terhadap keselamatan pasien
Definisi operasional : Ketidaklengkapan penulisan laporan anestesi setelah pasien
keluar dari kamar operasi
Kriteria inklusi : Semua laporan tindakan anestesi di kamar operasi
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Jumlah ketidaklengkapan laporan anestesi pada bulan tersebut
Denominator : Jumlah pasien anestesi pada bulan tersebut
Standar : 1%

22
5. Insiden Ketidaktepatan Identifikasi Pasien Rawat Inap
Ruang lingkup : Ketidaktepatan identifikasi pasien yang dirawat Rumah Sakit
Dimensi mutu : Keselamatan pasien
Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien rawat inap
Definisi operasional : Ketidaktepatan identifikasi pasien adalah kesalahan penentuan
identitas pasien sejak awal pasien masuk sampai dengan pasien
keluar terhadap semua pelayanan yang diterima oleh pasien.
Kriteria inklusi : - Ketidaktepatan penulisan identitas (nama, tanggal lahir,
alamat, nomor RM)
- Ketidaktepatan pemilihan gelang identitas
- Ketidaktepatan prosedur konfirmasi identitas pasien (antara
lain konfirmasi dengan pertanyaan terbuka)
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Jumlah ketidaktepatan identifikasi pasien
Denominator : Jumlah pasien yang menggunakan gelang identitas
Standar : 0%

6. Insiden Komunikasi Yang Kurang Efektif


Ruang lingkup : Komunikasi lisan /melalui telepon yang kurang efektif antar
pemberi pelayanan tentang pelaporan kembali hasil pemeriksaan
dan kondisi pasien.
Dimensi mutu : Keselamatan pasien
Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien melalui komunikasi lisan
yang efektif
Definisi operasional : Komunikasi yang kurang efektif adalah komunikasi lisan yang
tidak menggunakan prosedur: Write back, Read back dan Repeat
Back (reconfirm)
Kriteria inklusi : - Kesalahan Prosedur komunikasi lisan/via telepon: Write
back, Read back dan Repeat Back (reconfirm)
- Pelaporan secara lisan yang tidak menggunakan prosedur
SBAR
- Prosedur spelling /ejaan tidak digunakan untuk obat yang
bersifat LASA / NORUM

23
Kriteria eksklusi : Komunikasi non lisan / tertulis
Numerator : Jumlah ketidaktepatan komunikasi lisan / via telepon
Denominator : -
Standar : 0
(SBAR: Situation, Background, Assessment, Recommendation)

7. Insiden Keamanan Obat Yang Kurang Diwaspadai


Ruang lingkup : Kurangnya keamanan pengelolaan obat-obatan yang bersifat
NORUM atau LASA dan elektrolit konsentrat
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien melalui peningkatan keamanan
obat
Definisi operasional : Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering
menyebabkan KTD atau kejadian sentinel
Kriteria inklusi : - Penyimpanan obat NORUM atau LASA dan elektrolit
konsentrat tidak sesuai prosedur (penyimpanan terpisah,
elektrolit konsentrat diberi stiker orange, obat NORUM atau
LASA diberi stiker hijau)
- Pemberian obat NORUM atau LASA dan elektrolit
konsentrat tidak menggunakan prosedur 6 B
- Tidak ada daftar obat NORUM atau LASA dan elektrolit
konsentrat di masing-masing unit.
- Prosedur ejaan tidak digunakan untuk obat yang bersifat
LASA atau NORUM
Kriteria eksklusi : Obat-obatan yang tidak tergolong elektrolit konsentrat dan
NORUM atau LASA
Numerator : Insiden kejadian kesalahan yang terkait dengan obat yang perlu
diwaspadai (high alert medications)
Denominator : -
Standar : 0

8. Insiden Kejadian Tidak Tepat Lokasi, Prosedur, dan Pasien Operasi


Ruang lingkup : Kejadian tidak tepat lokasi, tidak tepat prosedur operasi dan

24
tidak tepat pasien pada tindakan operasi
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien melalui prosedur tepat lokasi,
prosedur dan pasien operasi.
Definisi operasional : Kesalahan lokasi, kesalahan prosedur operasi dan kesalahan
pasien pada tindakan operasi.
Kriteria inklusi : - Tidak dilakukan penandaan lokasi operasi atau kesalahan
penandaan lokasi operasi
- Tidak dilakukannya checklist keselamatan bedah pada pasien
yang akan dilakukan tindakan operasi
- Tidak dilakukan TIME OUT pada pasien operasi sebelum
dilakukan incisi
- Kesalahan pasien pada tindakan operasi
Kriteria eksklusi : Pasien yang tidak dilakukan tindakan operasi
Numerator : Insiden kejadian kesalahan yang terkait dengan lokasi, prosedur
dan pasien operasi pada bulan tersebut.
Denominator : Jumlah pasien operasi pada bulan tersebut.
Standar : 0%

9. Insiden Ketidakpatuhan Cuci Tangan


Ruang lingkup : Ketidakpatuhan cuci tangan oleh petugas kesehatan.
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien melalui kegiatan mencuci
tangan.
Definisi operasional : Ketidakpatuhan mencuci tangan meliputi ketidakpatuhan waktu
atau 5 momen cuci tangan dan ketidakpatuhan 6 langkah cuci
tangan
Kriteria inklusi : - Tidak melakukan cuci tangan pada 5 momen cuci tangan
- Tidak melakukan cuci tangan sesuai 6 langkah cuci tangan
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Insiden kejadian ketidakpatuhan cuci tangan oleh petugas
kesehatan
Denominator : -

25
Standar : 0

10. Insiden Angka Kejadian Pasien Jatuh


Ruang lingkup : Terjadinya pasien jatuh di lingkungan rumah sakit
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien melalui pengurangan risiko
jatuh.
Definisi operasional : Pasien jatuh di lingkungan rumah sakit oleh sebab apa pun.
Kriteria inklusi : Tidak melakukan pengkajian Skala Morse Fall Risk pada pasien
dewasa, skala Humpthy Dumpty pada pasien pediatrik, skala
Ontario-Sidney Scoring pada pasien geriatri yang menjalani
Rawat Inap
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Angka kejadian pasien jatuh
Denominator : -
Standar : 0

11. Insiden Kesalahan Jenis Operasi


Ruang lingkup : Terjadinya Insiden kesalahan jenis operasi pada pasien.
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya Keselamatan Pasien dengan tidak terjadinya
Insiden salah jenis operasi.
Definisi operasional : Terjadinya Insiden Kesalahan jenis operasi pada saat pasien
dilakukan tindakan operasi.
Kriteria inklusi : Tidak melakukan prosedur insiden keselamatan pasien yang ke
empat: kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien
operasi dan tidak melakukan time out dikamar operasi.

Kriteria eksklusi : -
Numerator : Insiden kejadian salah jenis operasi.
Denominator : -
Standar : 0

26
12. Insiden Kesalahan Posisi
Ruang lingkup : Terjadinya Insiden kesalahan Posisi Operasi pada pasien.
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien dengan tidak terjadinya Insiden
salah posisi operasi.
Definisi operasional : Terjadinya Insiden Kesalahan posisi pada saat pasien dilakukan
tindakan operasi.
Kriteria inklusi : Tidak melakukan prosedur insiden keselamatan pasien yang ke
empat: kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien
operasi dan tidak melakukan time out dikamar operasi.
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Insiden kejadian salah posisi operasi.
Denominator : -
Standar : 0

13. Insiden Tertinggalnya Kain Kassa


Ruang lingkup : Terjadinya insiden tertinggal kain kasa pada pasien operasi.
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien dengan tidak terjadinya insiden
tertinggal kain kassa.
Definisi operasional : Terjadi Insiden tertinggalnya kain kassa pada luka operasi, pada
saat pasien dilakukan tindakan operasi.
Kriteria inklusi : Tidak melakukan prosedur insiden keselamatan pasien yang ke
empat: kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien
operasi dan tidak melakukan time out dikamar operasi.
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Insiden kejadian tertinggalnya kain kassa
Denominator : -
Standar : 0

14. Insiden Tertinggalnya Instrumen


Ruang lingkup : Terjadinya insiden tertinggal instrumen pada pasien operasi
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien

27
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien dengan ketidakterjadinya
insiden tertinggalnya intrumen.
Definisi operasional : Terjadi Insiden tertinggalnya instumen pada luka operasi, pada
saat pasien dilakukan tindakan operasi.
Kriteria inklusi : Tidak melakukan prosedur insiden keselamatan pasien yang ke
empat: kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien
operasi dan tidak melakukan time out di kamar operasi.
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Insiden kejadian tertinggalnya Instrumen.
Denominator : -
Standar : 0

15. Insiden Operasi Tanpa Spesialis Anestesi


Ruang lingkup : Terjadinya Insiden operasi tanpa spesialis anestesi
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien dengan tidak terjadinya insiden
operasi tanpa spesialis anestesi.
Definisi operasional : Terjadinya insiden dilakukan tindakan pembiusan pada pasien
yang dioperasi tanpa dokter spesialis anestesi.
Kriteria inklusi : Tidakan operasi dilakukan pembiusan tanpa dokter anestesi,
hanya oleh asisten atau operator saja.
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Insiden kejadian operasi tanpa spesialis anestesi.
Denominator : -
Standar : 0

16. Insiden Operasi Dengan Kekurangan Darah


Ruang lingkup : Terjadinya Insiden operasi kekurangan darah
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien dengan mengurangi terjadinya
risiko insiden operasi dengan kekurangan darah
Definisi operasional : Terjadinya Insiden kekurangan darah yang dibutuhkan pada saat
pasien dilakukan tindakan operasi.

28
Kriteria inklusi : Kekurangan darah yang disebabkan oleh apapun pada saat
pasien dilakukan tindakan operasi.
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Insiden kejadian operasi kekurangan darah.
Denominator : -
Standar : 0

17. Konsultasi Durante Operasi


Ruang lingkup : Terjadinya Insiden konsultasi durante operasi
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien.
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien dengan mengurangi terjadinya
insiden konsultasi durante operasi.
Definisi operasional : Terjadinya Insiden konsultasi durante operasi kepada dokter
spesialis / sub spesialis lain untuk penanganan pasien lebih
lanjut.
Kriteria inklusi : Terjadinya konsultasi pada dokter spesialis / sub spesialis lain
pada saat durante operasi yang disebabkan oleh apapun.
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Insiden kejadian konsultasi durante operasi.
Denominator : -
Standar : 0

18. Insiden Perluasan Operasi


Ruang lingkup : Terjadinya Insiden perluasan operasi
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien dengan mengurangi terjadinya
insiden perluasan operasi.
Definisi operasional : Terjadinya Insiden perluasan luka operasi yang disebabkan oleh
kondisi penyakit yang ditemukan pada durante operasi.
Kriteria inklusi : Terjadinya tindakan perluasan luka operasi pada saat durante
operasi yang disebabkan oleh penyakit pasien.
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Insiden kejadian perluasan operasi.

29
Denominator : -
Standar : 0

19. Insiden Kesalahan Diagnosis Pra Operasi


Ruang lingkup : Terjadinya Insiden Kesalahan Dagnosis Pra Operasi
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien dengan mengurangi terjadinya
insiden kesalahan diagnosis pra operasi.
Definisi operasional : Terjadinya insiden kesalahan diagnosis pada pasien pra operasi,
yang baru diketahui oleh operator pada saat durante tindakan
operasi.
Kriteria inklusi : Terjadinya insiden kesalahan diagnosis pra operasi yang
disebabkan oleh apapun.
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Insiden kesalahan diagnosis pra operasi.
Denominator : -
Standar : 0

20. Kesalahan Persiapan Operasi


Ruang lingkup : Terjadinya Insiden Kesalahan Persiapan Operasi.
Dimensi mutu : Keselamatan Pasien
Tujuan : Tercapainya keselamatan pasien dengan mengurangi terjadinya
insiden kesalahan persiapan operasi pada pasien.
Definisi operasional : Terjadinya Insiden kesalahan persiapan operasi oleh petugas
rumah sakit terhadap program dokter kepada pasien, sehingga
dapat menunda dan membatalkan tindakan operasi yang telah di
rencanakan terhadap pasien tersebut.
Kriteria inklusi : Terjadinya insiden kesalahan persiapan operasi yang dapat
disebabkan oleh apapun.
Kriteria eksklusi : -
Numerator : Jumlah Insiden kesalahan persiapan pemeriksaan penunjang
Denominator : -
Standar : 0

30
BAB IX
PENUTUP

Dengan dikeluarkannya Pedoman Pelayanan Bedah ini maka setiap petugas Rumah Sakit
yang terkait agar senantiasa memperhatikan dan menjalankan pelayanan bedah sebaik-
baiknya.
Senantiasa mematuhi prosedur dan mengembangkan pelayanan berbasis keselamatan dan
kepuasan pasien.

31

Anda mungkin juga menyukai