Anda di halaman 1dari 4

Gangguan Oklusi Karena Perubahan Susunan Gigi

Sistem mastikasi merupakan unit fungsional dalam pengunyahan yang mempunyai


komponen dari gigi-geligi, sendi temporomandibular, otot kunyah, dan sistem saraf. Otot
digerakkan oleh impuls syaraf karena ada tekanan yang timbul dari gigi bawah yang
berkontak dengan gigi atas sehingga mandibular dapat melaksanakan aktivitas fungsional dari
system mastikasi.
Sistem mastikasi yang baik melibatkan banyak interaksi otot dan kontak oklusi gigi
geligi. Apabila terjadi perubahan-perubahan kecil dalam hubungan kontak oklusi gig-geligi
yang menghambat tercapainya oklusi normal dapat memicu timbulnya kelainan. Kelainan
tersebut masuk ke dalam kelompok kelainan sendi temporomandibula yang disebut gangguan
fungsional. Gangguan fungsional terjadi akibat adanya penyimpangan dalam aktivitas salah
satu komponen yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi sistem mastikasi yaitu kelainan posisi
dan atau fungsi gigi-geligi atau otot-otot mastikasi. Gangguan fungional adalah masalah-
masalah sendi temporomandibular yang timbul akibat fungsi yang menyimpang karena
adanya kelainan pada posisi dan atau fungsi gigi-geligi, atau otot-otot kunyah.
Keadaan fisiologis atau yang biasa disebut ortofunction yakni batas toleransi tiap
individu saat melakukan pergeseran mandibula tanpa menimbulkan keluhan otot ditandai
dengan adanya keserasian antara morfologi oklusi dan fungsi neuromuscular. Istilah ini
dikenal sebagai zona toleransi fisiologik. Apabila ada rangsangan yang menyimpang dari
biasanya akibat posisi gigi yang menimbulkan kontak prematur, respon yang akan timbul
bervariasi secara biologis, yang umumnya merupakan respon adaptif atau periode adaptasi.
Perubahan-perubahan adaptif jaringan yang terlibat sebagai upaya menerima rangsangan
yang menyimpang tersebut. Beberapa contoh perubahan adaptif adalah ausnya permukaan
oklusal gigi, timbulnya pelebaran membran periodontal atau resorpsi alveolar setempat.
Periode adaptasi akan berjalan terus menerus sampai batas toleransi fisiologis otot-otot.
Setelah batas tersebut terlampaui, respon jaringan dapat menimbulkan perubahan yang
bersifat patologis atau pathofunction. Keluhan dapat dirasakan pada otot-otot penggerak
mandibular atau dapat pula pada sendi temporomandibula.
Sebagian besar dokter gigi berpendapat bahwa gangguan oklusi sebagai faktor utama
terjadinya gangguan fungsi temporomandibula. Ketidakseimbangan oklusi merupakan salah
satu faktor penyebab yang sering ditemui pada pasien-pasien disfungsi sendi
temporomandibular. Berbagai macam penyebab antara lain tumpatan atau restorasi yang
overcontour atau undercontour, perawatan endodontik yang kurang memperhatikan
keseimbangan fungsional oklusi atau perubahan bidang oklusal akibat hilang satu atau lebih
gigi.
Mardjono(2001) menyatakan bahwa bukan hilangnya gigi yang penting dalam proses
patologis ini, melainkan akibat-akibat yang timbul pada gigi-gigi tetangga dan antagonisnya.
Gigi-gigi tetangga yang hilang secara bertahap akan mengalami perubahan posisi, bergeser
kearah diastema dan miring, sedangkan gigi antagonisnya akan mengalami ekstrusi.
Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan kurva oklusal berubah bentuk, lengkung
menjadi bergelombang sehingga gerakan artikulasi menjadi tidak lancer. Benturan-benturan
akan terjadi setiap kali mendibula bergerak ke posisi oklusi sentrik dan secara tidak disadari,
pasien merubah lintasan buka dan tutup mandibular atau menarik mandibular ke posisi akhir
yang nyaman. Perubahan lintasan ini menyebabkan perubahan posisi mandibular bergeser
dari sentrik dan keseimbangan otot-otot berubah ada yang aktif dan ada yang kurang aktif.
Secara bertahap apabila toleransi fisiologis otot terlampaui maka akan timbul kelelahan pada
otot dan menimbulkan spasme yakni nyeri yang dirasakan pasien pada saat otot berfungsi.
Begitu juga kondilus, ketidakseimbangan ini menyebabkan posisi mandibular terungkit
sehngga posisi kondilus juga berubah, satu kondilus berada pada posisi superior dan yang lain
pada posisi inferior.
Penyimpangan oklusal seperti maloklusi menunjukkan adanya suatu hubungan yang
salah antara rangka dan gigi. Maloklusi dapat disebabkan oleh faktor keturunan, misalnya
gigi insisif yang berjejal atau diastema. Pola kebiasaan menghisap atau gigitan silang
posterior dan anterior juga menyebabkan oklusi seperti open bite anterior dan posterior serta
protrusi bimaksilar. adapun faktor maloklusi yang berasal dari gigi seperti kehilangan gigi
atau perawatan gigi yangtidak baik dapat menyebabkan kemiringan, protrusi dan rotasi gigi
tetangga.

Kehilangan gigi dan malposisi akan mengakibatkan perubahan keseimbangan


sehingga mengakibatkan perubahan keseimbangan yang membuat ketidakharmonisan oklusi
dan istem temporomandibular menjadi klicking. Kehilangan gigi dapat menyebabkan
terjadinya malposisi seperti migrasi, rotasi, dan ekstrusi gigi geligi yang masih tersisa pada
tulang rahang juga membuat disharmoni oklusal.

Kehilangan gigi anterior, khususnya gigi kaninus menyebabkan pola oklusal menjadi
lebih datar karena berkurangnya tinggi tonjolan. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya
tinggi gigitan atau dimensi vertikal. Kehilangan gigi posterior dianggap sebagai predisposisi
terjadinya arthritis TMJ karena menyebabkan tekanan lebih besar terjadi pada sendi akibat
menggigit menggunakan gigi anterior dan merubah vertikal dimensi.

Pengurangan dimensi vertikal menyebabkan dislokasi diskus ke anterior, sehingga


pada saat membuka mulut menyebabkan kondil bergerak ke depan mendorong diskus ke
anterior sehingga terjadi lipatan dari diskus. Pada keadaan tertentu saat diskus tidak dapat
didorong lagi, kondilus akan melompati lipatan tersebut dan terus bergerak ke bawah
permukaan diskus. Lompatan inilah yang akan menimbulkan bunyi klicking.

Perubahan bentuk kurva sering terjadi pada saat berubahnya posisi gigi antagonis dari
gigi yang hilang. Gigi antagonis menjadi ekstrusi dan miring yang mengakibatkan kurva spee
menjadi bergelombang. Pada saat mandibular bergerak, akan terjadi kontak-kontak yang akan
menimbulkan disintegrasi dalam system kondil-diskus yang membuat bunyi klicking.

Perubahan pola oklusi gigi-geligi karena perawatan estetik, restorasi overcontour dan
undecontour, cedera, perubahan dimensi vertikal oklusi akan mengakibatkan terjadinya
perubahan posisi kondilus dan temporomandibular.

Gejala dan Tanda Klinis Akibat Gangguan Oklusi


Manifestasi gangguan oklusi berupa keluhan yang dirasakan pada otot-otot penggerak
yakni kelainan sendi temporomandibular. Gejala kelainan sendi temporomandibular
dikelompokkan tiga yaitu:
a. Nyeri
Rasa nyeri paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan. Rasa nyeri bersifat
subyektifdan sulit untuk dievaluasi karena setiap orang memiliki ambang batas yang berbeda
dan penerimaan yang berbeda terhadap rasa nyeri dan mungkin juga terdapat faktor
psikogenik. Rasa nyeri berupa berdenyut-denyut, terbakar, dan samar-samar. Daerah
penyebaran rasa nyeri yang paling sering dari sendi adalah telinga, pipi, dan daerah
temporal. Tetapi sebaliknya rasa nyeri dari daerah di dekatnya dapat meluas ke sendi. Sinus,
telinga dan molar ketiga harus diperiksa. Perubahan temperatur dalam mulut dapat
menimbulkan nyeri yang menunjukkan bahwa asalnya dari pulpa, yang sering sulit
ditentukan letaknya. Bahkan bagian tepi gigi yang sensitif dapat menimbulkan rasa sakit.
Rasa nyeri juga menonjol pada nyeri tekan otot sekita sendi.
b. Bunyi
Bunyi keletuk sendi terdengar sewaktu pasien menutup dan membuka mulut, protrusi,
retrusi, atau pergeseran ke lateral. Bunyi ini terjadi karena adanya perubahan letak, bentuk
dan fungsi komponen sendi temporomandibula. Bunyi yang dihasilkan dapat bervariasi,
mulai dari lemah yang hanya terasa oleh pasien hingga keras dan tajam. Bunyi ini dapat
terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir gerak buka dan tutup mulut. Umumnya bunyi
tersebut hanya dapat di dengar oleh penderita, namun beberapa kasus, bunyi tersebut, bunyi
tersebut menjadi cukup keras sehingga dapat di dengar oleh orang lain.
c. Disfungsi
Ketidakmampuan untuk mengoklusikan gigi-geligi dengan normal dan pada keadaan
ini keluhan pasien dapat berupa rahang terasa bengkak tetapi keadaan tersebut jarang terlihat
secara klinis. Kekauan sendi merupakan keluhan yang paling sering terjadi. Kadangkala
terdapat keterbatasan membuka mulut dan gerakan mandibular yang terbatas, saat
mengunyah tidak terdapat koordinasi rahang sehingga dirasakan tidak nyaman saat
mengunyah. Adapun keluhan lain berupa sakit kepala.

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Zahreni drg, dkk. 2009. Buku Petunjuk Praktikum Fisiologi Blog
Stomatognatik. Jember: Unej
Hamzah, Zahreni; dkk. 2008. Petunjuk Praktikum Fisiologi Manusia. Jember: Bag. Biomedik
Lab Fisiologi Manusia FKG Universitas Jember.

Mardjono Daroewati., 2001, Biomekanika sendi temporomandibula serta disfungsi dan


perawatannya ditinjau dari sudut prostodonsia. Journal Of The Indonesian Oral Surgeon
Association.

Anda mungkin juga menyukai