Anda di halaman 1dari 23

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1. Landasan Teoritis


2.1.1. Belanja Modal

Arsa (2012:20) menyatakan bahwa belanja modal adalah pengeluaran

pemerintah daerah yang manfaatnya lebih dari satu tahun anggaran dan akan

menambah aset atau kekayaan daerah dan berakibat menambah belanja yang

bersifat rutin. Belanja modal diklasifikasikan dalam dua kelompok, kelompok

pertama adalah belanja publik yaitu belanja yang manfaatnya dapat langsung

dinikmati masyarakat misalnya: pembangunan jembatan, pembelian mobil ambulan

untuk umum dan Iain-lain. Kelompok kedua adalah belanja aparatur yaitu belanja

yang manfaatnya tidak dinikmati langsung oleh masyarakat tetapi dapat dirasakan

langsung oleh aparatur misalnya: pembangunan gedung dewan, pembelian mobil

dinas dan lain-lain. Hampir semua anggaran belanja modal mengandung komitmen

adanya pengeluaran dalam jangka yang cukup panjang.

Dalam PP No. 58 Tahun 2005 disebutkan bahwa belanja modal adalah

pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan aset tetap dan aset

lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk

digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan

mesin, gedung dan bangunan, jaringan, buku perpustakaan dan hewan. Dalam

Permendagri No. 13 Tahun 2006 belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran

yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap

10
11

berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk

digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan

mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.

Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja

Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan

menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang

bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja operasional.

Belanja modal digunakan untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah seperti

peralatan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Cara mendapatkan belanja modal

dengan membeli melalui proses lelang atau tender.

Sularso dan Restianto (2011:113) menyatakan bahwa alokasi belanja modal

adalah alokasi pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap dan asset lainnya

yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, dibandingkan dengan

total belanja dalam APBD. Alokasi belanja modal dihitung dengan formula sebagai

berikut:

𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙
Alokasi Belanja modal = 𝑥100
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐵𝑒𝑙𝑎𝑛𝑗𝑎

Menurut Halim (2004:73), Belanja Modal merupakan belanja pemerintah

daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset

atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin

seperti biaya pemeliharaan pada Kelompok Belanja Administrasi Umum.

2.1.2. Indeks Pembangunan Manusia


12

Indeks Pembangunan Manusia diperkenalkan pertama kali pada tahun 1990

oleh salah satu organisasi internasional di bawah naungan PBB, yaitu UNDP

(United Nation Development Programme). Puji dan Dhiah (2011:4), menyatakan

indeks pembangunan manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari harapan

hidup, melek huruf, pendidikan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia.

Meskipun cukup luas pembangunan manusia tetapi dianggap paling mendasar dan

strategis adalah indikator yang dapat merefleksikan aspek-aspek yaitu peluang

hidup panjang dan sehat, mempunyai kemampuan pengetahuan dan keterampilan

yang memadai serta hidup layak artinya adanya kemudahan dalam memperoleh

akses ekonomi.

Pada tahun 1990, indeks komposit ini dihitung dengan pendekatan tiga dimensi,

yakni dimensi umur panjang dan hidup sehat (angka harapan hidup saat lahir),

dimensi pengetahuan (angka melek huruf dewasa) dan dimensi standar hidup layak

(PDB Per kapita). Ketiga dimensi tersebut kemudian dihitung dengan

menggunakan rata-rata aritmatik sehingga diperoleh suatu indeks pembangunan

manusia.

Kemudian pada tahun pada tahun 1991, UNDP menambahkan indikator rata-

rata lama sekolah ke dalam dimensi pengetahuan. Bobot kedua indikator dalam

dimensi pengetahuan diberikan berbeda; indikator angka melek huruf diberi bobot

dua pertiga, dan indikator rata-rata lama sekolah diberi bobot satu pertiga.

Penggunaan empat indikator dalam dimensi-dimensi penghitungan IPM tersebut

bertahan terhadap perkembangan jaman hingga tahun 1994. Karena pada tahun

1995, UNDP kembali melakukan penyempurnaan dalam proses penghitungan IPM


13

dengan mengganti komponen rata-rata lama sekolah dengan kombinasi angka

partisipasi kasar.

Satu dekade dari tahun diluncurkannya Satu dekade dari tahun diluncurkannya,

IPM mengalami perubahan yang signifikan dalam proses penghitungannya. Pada

tahun 2010, atas dasar rekomendasi dari para ahli, UNDP merubah metodologi

penghitungan IPM. Sehingga untuk selanjutnya disebut sebagai IPM Metode Baru.

Dalam metodologi baru, IPM dihitung dari dimensi yang sama namun dengan

indikator yang telah diperbaharui sesuai kondisi kekinian yang lebih relevan.

Misalnya saja, indikator dalam dimensi pengetahuan, angka melek huruf diganti

dengan indikator harapan lama sekolah, dan dalam dimensi hidup layak, indikator

PDB perkapita diganti dengan PNB perkapita.

Perubahan yang dilakukan oleh UNDP terhadap penghitungan IPM didasari

atas kebutuhan bahwa suatu indeks komposit seperti IPM harus mampu menjadi

alat ukur yang tepat, dengan pemilihan variabel dan metode yang akurat. Dua hal

yang paling esensial terhadap perubahan IPM adalah perubahan pada variabel

angka melek huruf dan PDB per kapita dan perubahan metode penghitungan dari

rata-rata aritmatik menjadi rata-rata geometrik (BPS Aceh, 2015:7).

2.1.3. Rumus Menghitung IPM

Komponen IPM yang terdiri dari angka harapan hidup (eo), angka melek huruf

(Lit), rata-rata lama sekolah (MYS), dan Purchasing Power Parity (PPP), masing

masing dihitung indeksnya sehingga bernilai antara 0 (keadaan terburuk) dan 1

(keadaan terbaik). Lebih lanjut komponen angka melek huruf dan rata-rata lama
14

sekolah digabung menjadi satu sebagai indikator pendidikan dengan perbandingan

2:1. Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai

berikut:

[𝑋𝑖 − 𝑋𝑖 𝑚𝑖𝑛]
Indeks Xi =
[𝑋𝑖 𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑋𝑖 𝑚𝑖𝑛]

Dimana:
Xi : indikator ke-i (i=1,2,3)
Xi maks : nilai maksimum Xi
Xi min : nilai minimum Xi

Ketiga indeks yang dihitung ini (X1,X2,X3) adalah:

1. Indeks Harapan Hidup (Indeks X1)

2. Indeks Pengetahuan (Indeks X2)

3. Indeks Daya Beli (Indeks X3)

Untuk menghitung indeks masing-masing komponen IPM digunakan batas

maksimum dan minimum seperti terlihat dalam Tabel II-1.

Tabel II-1
Batas Maksimum dan Minimum IPM

No Komponen IPM Maksimum Minimum Keterangan


1 Angka harapan hidup 85 25 Standar
(Tahun) UNDP
2 Angka melek huruf 100 0 Standar
(Persen) UNDP
3 Rata-rata lama sekolah 15 0 Standar
(Tahun) UNDP
4 Daya beli (Rupiah 732.730 300.000 Pengeluaran
PPP) Perkapita Riil
(disesuaikan)
Sumber: http://langsakota.bps.go.id

Setelah ketiga angka indeks tersebut dihasilkan, maka dapat dihitung IPM

sebagai berikut:
15

𝑋1 + 𝑋2 + 𝑋3
IPM =
3

Keterangan:

X1 = indeks harapan hidup


X2 = indeks pengetahuan (2/3 indeks melek huruf + 1/3 indeks lama sekolah)
X3 = indeks standard hidup layak

Nilai dari Indeks Pembangunan Manusia dapat diklasifikan berdasarkan status

pembangunan manusia yang dapat dilihat pada Tabel II-2:

Tabel II-2
Status Pembangunan Manusia

Nilai IPM Status Pembangunan Manusia


< 50 Rendah
50 ≤ IPM < 66 Menengah Bawah
66 ≤ IPM < 80 Menengah Atas
≥ 80 Tinggi
Sumber: http://langsakota.bps.go.id

2.1.4. Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan

kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-

jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang sangat penting dalam

melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara.

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan

menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.

Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan

faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya

akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki
16

oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan

pendapatan masyarakat sebagai pemiliki faktor produksi juga akan meningkat.

Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada

perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur

dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau

nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final

goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu

tertentu (biasanya satu tahun).

Perlu diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan

ekonomi, kedua istilah ini memiliki arti yang sedikit berbeda. Kedua-duanya

memang menjelaskan mengenai perkembangan ekonomi yang berlaku. Tetapi

biasanya, istilah ini digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan selalu

digunakan sebagai suatu ungkapan yang menggambarkan tingkat perkembangan

suatu negara yang diukur melalui persentasi pertambahan pendapatan nasional riil.

Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi

di negara-negara berkembang. Dengan perkataan lain, dalam mengartikan istilah

pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah

perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan

ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor partanian yang tradisional,

masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian

pendapatan (Sukirno, 2006:423).

Sularso dan Restianto (2011:113) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi

daerah adalah kenaikan (GDP) atau PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu
17

lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah terjadi

perubahan struktur ekonomi. Laju pertumbungan PDRB merupakan laju

pertumbuhan dari tahun ke tahun yan dihitung dengan formula:

𝑃𝐷𝑅𝐵 𝑡 − 𝑃𝐷𝑅𝐵 𝑡 − 1
Laju pertumbuhan PDRB (G) = 𝑥100
𝑃𝐷𝑅𝐵 𝑡 − 1

Menurut Jhingan (2004:67), proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua

macam faktor, faktor ekonomi dan non-ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu

negara tergantung pada sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, usaha

teknologi dan sebagainya.

1. Faktor Ekonomi

Para ahli menganggap faktor produksi sebagai kekuatan utama yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor ekonomi diantaranya:

a. Sumber Alam

Faktor produksi pertama adalah tanah. Tanah yang dapat ditanami

merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber daya alam

yang penting antara lain: minyak, gas dan bahan mineral lainnya.

b. Akumulasi Modal

Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa pengurangan

konsumsi, yang mungkin berlangsung selama beberapa puluh tahun.

Pembentukan modal dan investasi ini sebenarnya sangat dibutuhkan untuk

kemajuan cepat dibidang ekonomi.


18

c. Faktor sumber daya manusia

Kualitas input tenaga kerja atau sumber daya manusia merupakan factor

terpenting bagi keberhasilan ekonomi.

d. Kemajuan Teknologi

Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor paling penting di dalam proses

pertumbuhan ekonomi. Perubahan ini berkaitan dengan perubahan didalam

metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik

penelitian baru.

e. Pembagian kerja dan skala produksi

Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas.

Keduanya membawa kearah ekonomi produksi skala besar yang selanjutnya

membantu perkembangan industri.

2. Faktor Non-ekonomi

Faktor non-ekonomi bersama-sama saling mempengaruhi kemajuan

perekonomian. Oleh karena itu, faktor non-ekonomi juga memiliki arti penting

didalam pertumbuhan ekonomi. Beberapa faktor non-ekonomi diantaranya:

a. Faktor sosial

Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan pandangan, harapan, struktur

dan nilai-nilai sosial.

b. Organisasi

Organisasi adalah suatu unsur yang bersifat melengkapi dan membantu

meningkatkan produktivitasnya.
19

c. Faktor politik dan administratif

Sumber politik dan administratif yang lemah merupakan penghambat besar

bagi pembangunan ekonomi negara terbelakang. Administrasi yang kuat,

efisien dan tidak korupsi menjadi sangat penting bagi pertumbuhan

ekonomi.

2.1.5. Teori Pertumbuhan Ekonomi

Dalam zaman ahli ekonomi klasik, seperti Adam Smith dalam buku

karangannya yang berjudul An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth

Nations, menganalisis sebab berlakunya pertumbuhan ekonomi dan faktor yang

menentukan pertumbuhan ekonomi. Setelah Adam Smith, beberapa ahli ekonomi

klasik lainnya seperti Ricardo, Malthus, Stuart Mill, juga membahas masalah

perkembangan ekonomi. Kemudian Schumpeter menjadi sangat terkenal karena

bukunya mengenai pembangunan ekonomi yang berjudul The Theory of Economic

Development dan mengenai siklus kegiatan usaha atau konjungtur. Setelah itu teori

Harrod Domar dan teori Neo-Klasik telah lebih memperkaya lagi analisis mengenai

pertumbuhan ekonomi. Adapun Teori tentang pertumbuhan ekonomi yaitu sebagai

berikut (Sukirno, 2006:432):

1. Teori pertumbuhan Klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok

barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi

yang digunakan. Dalam teori ekonomi klasik faktor-faktor produksi merupakan


20

hal yang sangat penting dalam menaikkan pendapatan nasional dan

mewujudkan pertumbuhan. Akan tetapi yang terutama di perhatikan ahli

ekonomi klasik adalah peranan tenaga kerja, karena tenaga kerja yang

berlebihan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

2. Teori Schumpeter

Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha didalam

mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ini ditunjukkan bahwa para

pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat

pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi.

3. Teori Harrod Domar

Dalam teori ini menunjukkan peranan investasi sebagai faktor yang

menimbulkan pertambahan pengeluaran agregat. Teori ini pada dasarnya

menekankan peranan segi permintaan dalam mewujudkan pertumbuhan.

4. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Melalui kajian empirikal teori ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi

dan peningkatan kemahiran masyarakat merupakan faktor yang terpenting

dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi.

2.1.6. Kemiskinan

Definisi tentang kemiskinan telah mengalami perluasan, seiring dengan

semakin kompleksnya faktor penyebab, indikator maupun permasalahan lain yang

melingkupinya. Kemiskinan tidak lagi hanya dianggap sebagai dimensi ekonomi

melainkan telah meluas hingga ke dimensi sosial, kesehatan, pendidikan dan


21

politik. Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan

memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan

maupun non makan.

Suyanto (2007:32), membagi cara berfikir yang memandang kemiskinan

sebagai gejala absolut dan gejala relatif. Cara berfikir (model) mengenai

kemiskinan sebagai gejala absolut memandang kemiskinan sebagai kondisi serba

berkekurangan materi, hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki sarana

untuk mendukung kehidupan sendiri. Cara pandang revalistik ini terdiri atau dua

cara pandang, yakni cara pandang (model) kebudayaan dan cara pandang (model)

struktural. Membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan

atau jumlah rupiah untuk konsumsi perbulan. Definisi menurut Foster dalam

Muthalib (2015:2), kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang atau

keluarga yang serba kekurangan. Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat

dari dua sisi, yaitu:

a. Kemiskinan absolut

Kemiskinan yang dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan

kebutuhan yang hanya dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar

minimum yang memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Dengan

demikian kemiskinan diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan orang

dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan

dasarnya yakni makanan, pakaian dan perumahan agar dapat menjamin

kelangsungan hidupnya. World Bank menghitung garis kemiskinan absolut

dengan menggunakan pengeluaran konsumsi yang dikonversi ke dalam PPP


22

(Purchasing Power Parity/ Paritas Daya Beli). Tujuannya adalah untuk

membandingkan tingkat kemiskinan antar negara. Hal ini bermanfaat dalam

menentukan kemana menyalurkan sumber finansial (dana) yang ada juga dalam

menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan (BPS, 2009).

b. Kemiskinan relatif

Kemiskinan dilihat dari aspek ketimpangan sosial, karena ada orang yang sudah

dapat memenuhi kebutuhan dasar minimumnya tetapi masih jauh lebih rendah

dibandingkan masyarakat sekitarnya (lingkungan). Semakin besar ketimpangan

antara tingkat penghidupan golongan atas dan golongan bawah maka akan

semakin besar pula jumlah penduduk yang dapat dikategorikan miskin,

sehingga kemiskinan relatif erat hubungannya dengan masalah distribusi

pendapatan. Untuk mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin,

maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan dan perlu disesuaikan

terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan

relatif tidak dapat digunakan untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar

negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama

(BPS, 2009).

Menurut Jhingan (2010:78), mengemukakan tiga ciri utama negara berkembang

yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada kemiskinan.

Pertama, prasarana dan pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan

tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki keterampilan ataupun

keahlian. Kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga hanya

sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja produktif dan yang
23

ketiga adalah penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan

dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggan zaman. Untuk mengukur

kemiskinan, Indonesia melalui BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar

(basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau hitungan Indeks Perkepala

(Head Count Index), yakni jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada

dibawah garis kemiskinan.

Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil

sehingga kita dapat mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri kemajuan

yang diperoleh dalam mengentaskan kemiskinan disepanjang waktu. Salah satu

cara mengukur kemiskinan yang diterapkan di Indonesia yakni mengukur derajat

ketimpangan diantara masyarakat miskin, seperti koefisien Gini antar masyarakat

miskin (GP) atau koefisien variasi pendapatan (CV) antar masyarakat miskin

(CVP). Koefisien Gini antara masyarakat tersebut penting diketahui karena dampak

guncangan perekonomian pada kemiskinan dapat sangat berbeda tergantung pada

tingkat dan distribusi sumber daya diantara masyarakat miskin

Prinsip-prinsip untuk mengukur kemiskinan yakni: anonomitas independensi

maksudnya ukuran cakupan kemiskinan tidak boleh tergantung pada siapa yang

miskin atau pada apakah negara tersebut mempunyai jumlah penduduk yang

banyak atau sedikit. Prinsip monotenisitas, yakni bahwa jika kita memberi sejumlah

uang kepada seseorang yang berada dibawah garis kemiskinan, jika diasumsikan

semua pendapatan yang lain tetap maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin

lebih tinggi daripada sebelumnya. Prinsip sensitivitas distribusional, menyatakan


24

bahwa dengan semua hal lain konstan, jika anda mentransfer pendapatan dari orang

miskin ke orang kaya maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin.

Dua indeks kemiskinan yang sangat sering digunakan karena memenuhi empat

kriteria tersebut adalah Indeks Send dan Indeks Foster-Greer-Thorbecke (FGT).

UNDP selain mengukur kemiskinan dengan parameter pendapatan pada tahun 1997

memperkenalkan apa yang disebut Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) atau yang

sering diebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yakni bahwa kemiskinan harus

diukur dalam satuan hilangnya tiga hal utama (three key deprivations), yaitu

kehidupan, pendidikan dan ketetapan ekonomi.

2.1.7. Teori Kemiskinan

Teori-teori kemiskinan pada umumnya bermuara pada dua paradigma besar

yang juga berpengaruh pada pemahaman mengenai kemiskinan dan

penanggulangan kemiskinan. Dua paradigma ini memiliki perbedaan yang sangat

jelas terutama dalam melihat kemiskinan maupun dalam memberikan solusi

penyelesaian masalah kemiskinan. Adapun paradigma yang dimaksud adalah

sebagai berikut:

1. Paradigma Neo-Liberal

Menurut Muthalib (2015:5), menyatakan bahwa teori neo-liberal berakar pada

karya politik klasik yang ditulis oleh Thomas Hobbes, John Lock dan John

Stuart Mill yang intinya menyerukan bahwa komponen penting dari sebuah

masyarakat adalah kebebasan individu. Dalam bidang ekonomi, karya

monumental Adam Smith the Wealth of Nation dipandang sebagai rujukan


25

kaum neo-liberal yang mengedepankan azas laissez faire yang disebut sebagai

ide yang mengunggulkan mekanisme pasar bebas.

Secara garis besar, para pendukung neo-liberal berargumen bahwa kemiskinan

merupakan persoalan individu yang disebabkan oleh kelemahan-kelemahan

atau pilihan-pilihan individu yang bersangkutan. Kemiskinan akan hilang

dengan sendirinya jika kekuatan-kekuatan pasar diperluas sebesar-besarnya dan

pertumbuhan ekonomi dipacu setinggi-tingginya. Secara langsung, strategi

penanggulangan kemiskinan harus bersifat residual dan hanya melibatkan

keluarga, kelompok swadaya atau lembaga keagamaan dan peran pemerintah

harus bersifat tidak menonjol. Penerapan program-program Jaringan Pengaman

Sosial (JPS), dibeberapa Negara merupakan contoh kongkrit dari pengaruh neo-

liberal dalam bidang penanggulangan kemiskinan. Jadi, kaum neo-libebral

memandang bahwa strategi penanganan kemiskinan yang melembaga

merupakan tindakan yang tidak ekonomis dan menyebabkan ketergantungan.

2. Teori Sosial Demokrat

Teori sosial demokrat memandang bahwa kemiskinan bukanlah persoalan

individual, melainkan structural. Kemiskinan disebabkan oleh adanya

ketidakadilan dan ketimpangan dalam masyarakat akibat tersumbatnya akses-

akses kelompok tertentu terhadap berbagai sumber-sumber kemasyarakatan.

Teori yang berporos pada prinsip-prinsip ekonomi campuran dan manajemen

ekonomi Keynesian ini, muncul sebagai jawaban terhadap depresi ekonomi

yang terjadi pada tahun 1920-an dan awal 1930an. Menurut pandangan sosial

demokrat, strategi kemiskinan haruslah bersifat institusional (melembaga).


26

Program-program jaminan sosial dan bantuan sosial yang dianut di Amerika

Serikat, Eropa Barat dan Jepang merupakan contoh strategi anti kemiskinan

yang diwarnai oleh teori sosial demokrat. Jaminan sosial yang berbentuk

pemberian tunjangan pendapatan atau dana pensiun, misalnya dapat

meningkatkan kebebasan karena dapat menyediakan penghasilan dasar yang

mana orang akan memiliki kemampuan (capabilities) untuk memenuhi

kebutuhan dan menentukan pilihan-pilihan. Sebaliknya, ketiadaan pelayanan

dasar tersebut dapat menyebabkan ketergantungan (dependency) karena dapat

membuat orang tidak memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dan

menentukan pilihan-pilihannya. Jadi, pendukung sosial demokrat meyakini

bahwa penangan kemiskinan yang bersifat residual, berorientasi pada proyek

jangka pendek justru merupakan strategi yang hanya menghabiskan dana saja

karena efeknya juga singkat, terbatas dan tidak berwawasan pemberdayaan dan

keberlanjutan (Muthalib, 2015:6).

2.1.8. Hubungan antara Belanja Modal dengan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif

pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004:68). Syarat fundamental untuk

pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang

seimbang dengan pertambahan penduduk. Bertambahnya infrastruktur dan

perbaikan oleh pemerintah daerah diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi

daerah.
27

Model pertumbuhan ekonomi Rostow menjelaskan bahwa salah satu unsur

pertumbuhan ekonomi adalah pembentukan modal berupa mesin-mesin, pabrik,

jalan raya dan sarana infrastruktur lainnya.

2.1.9. Hubungan antara Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan

Pertumbuhan ekonomi

Menurut Brata (2002:121), tingkat pembangunan manusia yang relatif tinggi

akan mempengaruhi kinerja perekonomian melalui kapabilitas penduduk dan

konsekuensinya adalah peningkatan produktivitas dan kreativitas masyarakat.

Dengan meningkatnya produktivitas dan kreativitas tersebut, maka penduduk dapat

menyerap dan mengelola sumber daya yang penting bagi pertumbuhan ekonomi.

Pengaruh pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi melalui

peningkatan kualitas sumber daya manusia atau dalam ilmu ekonomi lazim disebut

sebagai mutu modal manusia (Ranis, 2004:6). Peningkatan kualitas modal manusia

dapat tercapai apabila memperhatikan dua faktor penentu yang seringkali

disebutkan dalam beberapa literature yaitu pendidikan dan kesehatan.

Dalam perspektif yang lebih makro, pendidikan dikaitkan langsung dengan

pertumbuhan ekonomi. Disamping pendidikan, kesehatan juga memiliki peranan

terhadap pertumbuhan ekonomi. Pengaruh kesehatan terhadap pertumbuhan

ekonomi terjadi secara langsung maupun tidak langsung.

Pengaruh secara tidak langsung faktor kesehatan terhadap pertumbuhan

ekonomi umumnya melalui beberapa cara, antara lain misalnya perbaikan

kesehatan penduduk akan meningkatkan partisipasi angkatan kerja, perbaikan


28

kesehatan dapat pula membawa perbaikan dalam tingkat pendidikan yang

kemudian menyumbang kepada pertumbuhan ekonomi, ataupun taraf perbaikan

kesehatan mendorong bertambahnya jumlah penduduk yang akan mempengaruhi

penguasaan keterampilan dan kemampuan mengendalikan tekanan, sehingga

mampu mengembangkan intensitas riset dan kemajuan teknologi akan tercapai.

Kemajuan teknologi akan mempengaruhi kemampuan produksi barang dan jasa

yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

2.1.10. Hubungan antara Belanja Modal dengan Kemiskinan

Menurut Noor (2015:258), dari sisi ekonomi publik, pengeluaran atau belanja

Negara dalam APBN ditunjukkan untuk manajemen pemenuhan kebutuhan publik.

Pemerintah adalah pihak yang mewakili dan menjalankan tugas dan fungsi Negara

dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat suatu

wilayah atau Negara setidaknya ditentukan oleh dua hal yaitu:

a. Masyarakat memiliki sumber nafkah atau sumber pendapatan yang memadai,

yaitu dengan memiliki pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan bakat yang

dimilikinya.

b. Terpenuhinya pelayanan yang dibutuhkan masyarakat dari negaranya.

Pelayanan ini berupa tersedianya barang dan jasa kebutuhan publik (air, listrik,

kesehatan, pendidikan dan keamanan) dan hak-hak publik lainnya untuk dapat

hidup layak.

Untuk mewujudkan kedua hal tersebut, diperlukan kemampuan Negara untuk

mengadakan berbagai fasilitas dan sarana publik dan jasa pelayanan kebutuhan
29

masyarakat. Untuk menjalankan fungsi Negara dan pemerintahan seperti itu,

diperlukan anggaran yang memadai untuk membiayai berbagai kebutuhan

pencapaian tujuan Negara.

Belanja Negara bukan besaran dan volumenya saja yang penting, namun yang

juga perlu diperhatikan adalah ketepatan penggunaannya. Apakah dapat

merangsang aktivitas ekonomi di masyarakat sehingga berkontribusi bagi

kesejahteraan publik. Sebagai contoh dalam menyusun rencana belanja, maka harus

dipikirkan dampak apa yang dapat ditimbulkan oleh belanja ini di masyarakat.

Maka dapat disimpulkan bahwa belanja negara atau pemerintahan berperan penting

dalam pengentasan kemiskinan.

2.1.11. Hubungan antara Indeks Pembangunan Manusia dengan Kemiskinan

Menurut UNDP (1996) hubungan antara tingkat kemiskinan dan pembangunan

manusia, yaitu banyaknya penduduk miskin turut mempengaruhi pembangunan

manusia. Karena penduduk yang masuk kelompok ini, pada umumnya memiliki

keterbatasan pada faktor produksi, sehingga akses terhadap kegiatan ekonomi

mengalami hambatan. Akibatnya produktivitas menjadi rendah, pada gilirannya

pendapatan yang diterima pun jauh dari cukup. Dampaknya, untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan mengalami

kesulitan. Apalagi untuk kebutuhan lain seperti pendidikan, kesehatan dan lainnya

menjadi terhambat. Implikasinya pada wilayah-wilayah yang terdapat cukup

banyak penduduk miskin, akan mengalami kesulitan untuk mencapai keberhasilan

pada pembangunan manusianya.


30

Menurut Napitupulu dalam Sukmaraga (2011:35), mengatakan bahwa Indeks

Pembangunan Manusia mempunyai pengaruh dalam penurunan jumlah penduduk

miskin. Indeks Pembangunan Manusia memiliki indikator komposit dalam

penghitungannya antara lain angka harapan hidup, angka melek huruf, dan

konsumsi perkapita. Peningkatan pada sektor kesehatan dan pendidikan serta

pendapatan perkapita memberikan kontribusi bagi pembangunan manusia,

sehingga semakin tinggi kualitas manusia pada suatu daerah akan mengurangi

jumlah penduduk miskin di daerah.

2.2. Penelitian Sebelumnya

Nurmainah (2013) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh

Belanja Modal Pemerintah Daerah, Tenaga Kerja Terserap dan Indeks

Pembangunan Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan (Studi

kasus 35 Kabupaten/Kota di provinsi Jawa Tengah)”. Tujuan penelitian ini adalah

untuk menguji pengaruh belanja modal dari pemerintah daerah, penyerapan tenaga

kerja dan indeks pembangunan manusia terhadap pertumbuhan ekonomi dan

kemiskinan di 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini

menggunakan data sekunder. Ada variabel belanja modal pemerintah daerah,

penyerapan tenaga kerja dan indeks pembangunan manusia sebagai variabel

eksogen, sementara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan sebagai variabel

endogen. Penelitian ini menggunakan data panel yang menggabungkan data time

series dan cross section. Data ini dianalisis dengan menggunakan structural

equation modelling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat hipotesis


31

yang diajukan diterima dan hipotesis ditolak. Hipotesis 1 menyatakan bahwa

belanja modal pemerintah daerah berpengaruh signifikan positif terhadap

pertumbuhan ekonomi. Hipotesis 2 menyatakan bahwa penyerapan tenaga kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hipotesis 3

menyatakan bahwa indeks pembangunan manusia berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hipotesis 4 menyatakan bahwa

pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.

Hipotesis 5 menunjukkan bahwa indeks pembangunan manusia adalah efek

signifikan negatif terhadap kemiskinan.

Kotambunan, dkk (2016), melakukan penelitian dengan judul “Analisis

Pengaruh Belanja Modal dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Kemiskinan

di Provinsi Sulawesi Utara (Dalam tahun 2005-2014)”. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk menganalisis pengaruh belanja modal dan indeks pembangunan

manusia terhadap kemiskinan di Sulawesi Utara. Metode analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan model

regresi linier berganda yang difasilitasi oleh program eviews 8.0. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa belanja modal mempunyai pengaruh positif terhadap

kemiskinan dan signifikan. Kemudian indeks pembangunan manusia mempunyai

pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan.

2.3. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, hipotesis dalam penelitian

ini adalah:
32

1. Belanja modal pemerintah daerah dan indeks pembangunan manusia secara

parsial berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

2. Belanja modal pemerintah daerah dan indeks pembangunan manusia secara

parsial berpengaruh negatif terhadap kemiskinan.

3. Belanja modal pemerintah daerah dan indeks pembangunan manusia secara

simultan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

4. Belanja modal pemerintah daerah dan indeks pembangunan manusia secara

simultan berpengaruh negatif terhadap kemiskinan.

5. Belanja modal pemerintah daerah dan indeks pembangunan manusia

berpengaruh negatif terhadap kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai