Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN

RETENSIO PLASENTA DI BIDAN PRAKTIK MANDIRI


(BPM) BIDAN HJ. ENTIN SURYATINI, SST
LEUWIDAHU KOTA TASIKMALAYA

LAPORAN TUGAS AKHIR


Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai
Gelar Ahli Madya Kebidanan

Oleh :
SULASTRI WIDIASARI
NIM. 13DB277134

PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN RETENSIO
PLASENTA DI BIDAN PRAKTIK MANDIR (BPM) BIDAN
HJ. ENTIN SURYATINI, SST LEUWIDAHU
KOTA TASIKMALAYA1

Sulastri Widiasari² Sandriani³ Rosidah Solihah 4

INTISARI

Keadaan ini terjadi apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin
lahir dan penyebabnya antara lain plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas
sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian terjadi perdarahan
yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas sama
sekali dari dinding uterus karena:
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva),
2. Plasenta melekaterat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-
perkreta). Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III, akibatnya terjadi lingkaran kontraksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
Tujuan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini untuk memperoleh
pengalaman nyata dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin
dengan Retensio Plasenta dengan menggunakan pendekatan proses
manajemen kebidanan dan pendokumentasian dalam bentuk SOAP. Asuhan
kebidanan pada Ibu Bersalin dengan Retensio Plasenta ini dilakukan selama 2
bulan di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Bidan Hj. Entin Suryatini, SST Leuwidahu
Kota Tasikmalaya.
Dari hasil penyusunan Laporan Tugas Akhir ini mendapatkan gambaran
pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan retensio plasenta.
Berdasarkan asuhan kebidanan didapatkan tidak ada kesenjangan antara
tinjauan kasus dengan tinjauan pustaka yang dikaji.

Kata Kunci : Ibu Bersalin, Retensio Plasenta


Kepustakaan : 31 buku (2008-2016)
Halaman : i-xii, 55 halaman, 12 lampiran

¹Judul Penulisan Ilmiah²Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis³Dosen


STIKes Muhammadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kematian ibu adalah kematian seorang wanita pada saat hamil, bersalin,
atau 42 hari setelah persalinan. Menurut World Health Organization (WHO)
perempuan yang meninggal setiap hari mencapai 800 perempuan yang
disebabkan oleh komplikasi karena hamil dan bersalin, termasuk pendarahan,
infeksi, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Hafiz, 2011).
Salah satu kasus yang terjadi pada saat bersalin adalah atonia uteri,
retensio plasenta, robekan jalan lahir. Retensio plasenta merupakan kasus
yang banyak kita temui dalam kesehatan terutama dalam kasus-kasus
kebidanan, oleh karena itu retensio plasenta bisa menjadi faktor pemicu
terjadinya kematian pada ibu.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), Angka Kematian Ibu (AKI)
diseluruh dunia diperkirakan 400 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan
wilayah di negara berkembang 440 per 100.000 kelahiran hidup, di Afrika 830
per 100.000 kelahiran hidup, di Asia 330 per 100.000 kelahiran hidup dan di
Asia Tenggara 210 per 100.000 kelahiran hidup (Prabowo, 2002).
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada
tahun 2012 AKI sebesar 230 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 359 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2013 sedangkan target yang ingin dicapai
Pemerintah dalam menurunkan AKI pada tahun 2016 yaitu AKI sebesar 102
per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2015).
AKI berdasarkan data Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2014 AKI
sebesar 96 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Jabar, 2014). Sementara AKI
di Kota Tasikmalaya berdasarkan data laporan KIA Dinkes Kota Tasikmalaya
pada tahun 2015 sebanyak 20 ibu. AKI tersebut terjadi pada saat melahirkan
7 orang, nifas 6 orang dan waktu hamil 7 orang, sedangkan data ibu bersalin
dengan retensio plasenta dari bulan Januari-Desember 2015 sebanyak 31 ibu
dan dari bulan Januari-Maret 2016 sebanyak 3 ibu (Dinkes Kota Tasikmalaya,
2016).

1
2

Data di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Bidan Hj. Entin Suryatini, SST
Leuwidahu Kota Tasikmalaya memiliki kunjungan ibu bersalin dari bulan
Januari-Desember 2015 mencapai 132 orang dan bulan Januari-Maret 2016
jumlah ibu bersalin yang berkunjung ke BPM Bidan Hj. Entin Suryatini, SST
sebanyak 26 orang (Data Buku Kunjungan).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada
usia kehamilan cukup bulan (setelah 37-42 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit (Winknjosastro, HG., 2008). Penyulit persalinan yaitu atonia uteri,
robekan jalan lahir, solusio plasenta, retensio plasenta. Retensio plasenta
adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi waktu setengah jam.
Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak, Perdarahan hanya terjadi
pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding rahim.
Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang
telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan
pada tali pusat dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan
bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan plasenta manual (Rukiyah,
Ai yeyeh, dkk., 2013).
Menurut hadist riwayat Ibnu Atsir : bila seorang wanita menderita sakit
saat persalinan dan dia mengikhlaskan rasa sakitnya itu maka ia akan
mendapat pahala setara dengan pahala seorang prajurit yang berperang
dijalan Allah dalam keadaan puasa, (Arafiqqah, 2013) sedangkan
berdasarkan pandangan Islam tentang persalinan dalam ayat Al-qur’an surah
Al-ahqaf/ 46:15, dimuat bersama dengan ayat tentang kehamilan, yang
berbunyi :

َ َ‫صالُ ُه َثالَ ُث ْون‬


‫ش ْه ًرا‬ َ ِ‫ َو َح ْملُ ُه َوف‬,‫ض َع ْت ُه ُك ْرهًا‬
َ ‫ َح َملَ ْت ُه ا ُ ُّم ُه ُك ْرهًا َو َو‬,ً‫سانا‬ َ ‫ص ْي َنا ْاإلِ ْن‬
َ ‫سانَ بِ َوالِ َد ْي ِه ا ِْح‬ َّ ‫َو َو‬

Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik


kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah
payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula) mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan………......(QS. Al-Ahqaf/
46:15).
3

Ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu alasan kenapa Allah


memberi wasiat pada manusia agar berbakti kepada kedua orang tua adalah
karena proses persalinan yang dialami ibu merupakan suatu proses yang
sangat berat. Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi mau lahir menyebabkan
ibu merasakan sangat kesakitan, bahkan dalam keadaan tertentu dapat
menyebabkan kematian.
Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Ra’d ayat 8 yang berbunyi :

َ ُ ‫ه‬
ٍ ‫َّللاُ َيعْ لَ ُم َما َتحْ ِم ُل ُك ُّل أ ْن َث ٰى َو َما َتغِيضُ ْاْلرْ َحا ُم َو َما َت ْزدَا ُد ۖ َو ُك ُّل َشيْ ٍء عِ ْن َدهُ ِب ِم ْقد‬
‫َار‬

Artinya: Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan,


dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan
segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.
Dalam ayat diatas sesuai dengan teori yang telah dijelaskan bahwa
perdarahan post partum disebabkan karena gangguan pelepasan plasenta
yang didalamnya termasuk faktor dari rahim dengan his yang kurang kuat
atau keadaan rahim yang kurang sempurna. Dan secara predisposisi umur
paritas dan graviditas merupakan ukuran yang mempengaruhi pada retensio
plasenta.
Berdasarkan data kasus yang terjadi dengan masalah tersebut penulis
tertarik untuk mengambil studi kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada
Ibu Bersalin Dengan Retensio Plasenta Di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Bidan
Hj. Entin Suryatini, SST Leuwidahu Kota Tasikmalaya”.

B. Rumusan Masalah
Latar belakang di atas, memberikan landasan bagi penulis untuk
membuat rumusan masalah, Bagaimanakah Asuhan Kebidanan pada Ibu
Bersalin dengan Retensio Plasenta di Bidan Praktik Mandiri (BPM) Bidan Hj.
Entin Suryatini, SST Leuwidahu Kota Tasikmalaya?.
4

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin dengan
Retensio Plasenta di BPM Bidan Hj. Entin Suryatini, SST Leuwidahu Kota
Tasikmalaya.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengkaji data subjektif dan objektif pada ibu bersalin dengan
retensio plasenta di BPM Bidan Hj. Entin Suryatini, SST.
b. Dapat menentukan interprestasi data pada ibu bersalin dengan retensio
plasenta di BPM Bidan Hj. Entin Suryatini, SST.
c. Dapat melakukan identifikasi diagnosa atau potensial masalah pada ibu
bersalin dengan retensio plasenta di BPM Bidan Hj. Entin Suryatini,
SST.
d. Dapat mengidentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan pada
ibu bersalin dengan retensio plasenta di BPM Bidan Hj. Entin Suryatini,
SST.
e. Dapat membuat perencanaan pada ibu bersalin dengan retensio
plasenta di BPM Bidan Hj. Entin Suryatini, SST.
f. Dapat memberikan asuhan secara tepat dan rasional berdasarkan
perencanaan yang dibuat pada ibu bersalin dengan retensio plasenta di
BPM Bidan Hj. Entin Suryatini, SST.
g. Dapat mengetahui hasil atau evaluasi asuhan kebidanan yang telah
diberikan pada ibu bersalin dengan retensio plasenta di BPM Bidan Hj.
Entin Suryatini, SST.
5

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Lahan Praktik
Manfaat bagi lahan praktik, dapat mempertahankan semua
pelayanan yang sudah maksimal dan dapat meningkatkan pelayanan
kebidanan pada klien secara komprehensif, sehingga klien dapat merasa
puas dan senang atas pelayanan yang telah diberikan.

2. Bagi Institusi Pendidikan STIKes Muhammadiyah Ciamis


Sebagai sarana belajar, bahan referensi dan untuk pengembangan
bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan dan wawasan melalui
asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan retensio plasenta.

3. Bagi Profesi Kebidanan


Menjadi informasi dalam upaya meningkatkan pelayanan kebidanan
pada ibu bersalin, terutama dalam memberikan pengetahuan, pengawasan
dan pelayanan dengan kasus retensio plasenta.

4. Bagi Penulis
Hal ini merupakan pengalaman yang dapat meningkatkan dan
manambah pengetahuan dalam penerapan asuhan kebidanan, khususnya
asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan retensio plasenta.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PERSALINAN


1. Pengertian Persalinan
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2009).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan
janin turun kedalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah
proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42
minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala, tanpa
komplikasi baik ibu maupun janin (Hidayat, Sujiatini., 2010).

2. Sebab Terjadinya Persalinan


Sebab terjadinya persalinan sampai saat ini masih merupakan teori-
teori yang komplek. Faktor-faktor hormonal, pengaruh prostaglandin,
struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai
faktor yang mengakibatkan persalinan mulai. Perubahan-perubahan dalam
biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dan
berlangsungnya persalinan, antara lain penurunan kadar hormon estrogen
dan progesteron. Seperti diketahui progesteron merupakan penenang bagi
otot-otot uterus.
Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1 sampai 2
minggu sebelum persalinan dimulai. Kadar progesteron dalam kehamilan
dari minggu ke 15 hingga aterm meningkat. Plasenta menjadi tua dengan
tuanya kehamilan. Villi koriales mengalami perubahan-perubahan,
sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun. Keadaan uterus yang
terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot
uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi
uteroplasenter, sehingga plasenta akan mengalami degenerasi.

6
7

Berkurangnya nutrisi pada janin, maka hasil konsepsi akan segera


dikeluarkan. Faktor lain yang dikemukakan ialah tekanan pada ganglion
servikale dari frankenhauser yang terletak di belakang. Bila ganglion
tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan (Siwi Walyani,
Purwoastuti,. 2015 ).

3. Macam – Macam Persalinan


Menurut Rukiyah, Ai yeyeh, dkk., (2009), persalinan dapat
dibedakan menjadi 3 berdasarkan cara pengeluarannya:
a. Persalinan spontan atau partus biasa (normal)
Bila seluruh persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan buatan atau partus luar biasa (abnormal)
Bila persalinan berlangsung dengan bantuan tenaga dari luar, misalnya
sectio caesarea (SC), forcep dan vakum.
c. Persalinan anjuran (partus presipitatus)
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar
dengan jalan pemberi rangsang, misalnya dengan pemberian obat-
obatan atau rangsangan baik di sertai pemecahan ketuban atau tanpa
pemecahan ketuban.
Menurut Siwi Walyani, Purwoastuti (2015) berdasarkan umur
kehamilan dapat dibedakan menjadi 6 diantaranya:
a. Abortus (keguguran) adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat
hidup. Berat janin dibawah 1000 gram, tua kehamilan dibawah 28
minggu.
b. Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada
kehamilan 28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur, berat janin
diantara 1000-2500 gram.
c. Partus maturus atau aterm (cukup bulan) adalah persalinan pada
kehamilan 37-40 minggu. Janin matur, berat janin diatas 2500 gram.
d. Partus Postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu
atau lebih dari waktu partus yang ditafsir yaitu umur kehamilan > 42
minggu, janin disebut postmatur.
e. Partus presipitatus adalah persalinan yang berlangsung cepat (dikamar
mandi, di atas beca, dll).
8

f. Partus percobaan adalah suatu penilain kemajuan persalinan untuk


memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya disproporsi sefalopelvik.

4. Tanda-Tanda Persalinan
Menurut Yanti (2009) ada tanda-tanda persalinan yang dapat
dibedakan menjadi 4 diantaranya:
a. Kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi
yang semakin pendek.
b. Dapat terjadi pengeluaran pembawa tanda (pengeluaran lendir, lendir
bercampur darah).
c. Dapat disertai ketuban pecah.
d. Pada pemeriksaan dalam, dijumpai perubahan servik (perlunakan
servik, pendataran servik, terjadi pembukaan servik).

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persalinan


Menurut Yanti (2009) faktor yang mempengaruhi persalinan yaitu
a. Power (kekuatan ibu untuk mendorong jalan keluar).
1) His (kontraksi otot rahim).
2) Kontraksi otot dinding perut.
3) Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan mengejan.
4) Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum.
b. Passanger (keadaan janin atau bagian yang ada didalam uterus).
1) Janin dan plasenta.
c. Passage (keadaan jalan lahir yang dilalui oleh passanger).
1) Jalan lahir lunak (otot-otot, sendi ligamen).
2) Jalan lahir keras (tulang).

6. Tahapan Persalinan
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Pada kala I serviks membuka
dari 0 sampai 10 cm. Kala I dinamakan juga kala pembukaan. Kala II
disebut juga dengan kala pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan
kekuatan mengedan, janin di dorong keluar sampai lahir. Dalam kala III
atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari dinding uterus dan
dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam kemudian.
9

Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum


(Sumarah, dkk., 2009).
a. Kala I (Kala Pembukaan)
Kala I persalinan dimulai dari adanya his yang adekuat sampai
pembukaan lengkap (10 cm) (Hidayat, Sujiatini., 2010).
Persalinan kala I menurut Sari Puspita, dkk., (2014) dibagi menjadi
2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
1) Fase laten, berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat
lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
2) Fase aktif (pembukaan serviks 4-10 cm), berlangsung selama 6 jam
dan dibagi dalam 3 subfase.
a) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4
cm.
b) Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali, dalam waktu
2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.
Pada fase aktif persalinan, frekuensi dan lama kontraksi uterus
umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat jika terjadi tiga kali
atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40 detik atau
lebih) dan terjadi penurunan bagian terbawah janin. Berdasarkan kurve
Friedman, diperhitungkan pembukaan pada primigravida 1 cm/ jam dan
pembukaan multigravida 2 cm/ jam.
b. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)
Kala II persalinan dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai
lahirnya bayi. Kala II pada primipara berlangsung selama 2 jam dan
pada multipara 1 jam (Hidayat, Sujiatini., 2010).
Menurut Baety (2011), tanda gejala kala II dapat ditandai dengan
1) Dorongan meneran (doran).
2) Tekanan pada anus (teknus).
3) Perineum menonjol (perjol).
4) Vulva, vagina dan spinterani membuka.
5) Peningkatan pengeluaran lendir darah.
10

6) Tanda pasti (pembukaan lengkap, terlihat kepala di introitus vagina,


kepala tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm disebut crowning).
c. Kala III (Pelepasan Uri)
Kala III persalinan dimulai segera setelah bayi lahir sampai
lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih 30 menit (Sumarah,
2009).
Tanda pelepasan plasenta menurut Rohani, dkk., (2011), yaitu
1) Uterus globuler dan perubahan tinggi fundus.
2) Tali pusat bertambah panjang.
3) Semburan darah tiba-tiba.
Tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan
kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu
setiap kala, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah
kala III persalinan jika dibandingkan kala III fisiologis (Sari Puspita, dkk.,
2014). Penatalaksanaan manajemen aktif kala III dapat mencegah
terjadinya kasus perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh
atonia uteri dan retensio plasenta.
Keuntungan manajemen aktif kala III adalah
1) Persalinan kala III lebih singkat.
2) Mengurangi jumlah kehilangan darah.
3) Mengurangi kejadian retensio plasenta.
Langkah utama manajemen aktif kala III ada 3 langkah yaitu
1) Pemberian Suntikan Oksitosin
Oksitosin 10 unit secara intramuskuler (IM) sepertiga bagian
atas paha bagian luar (aspektuslateralis), dapat diberikan dalam 1
menit setelah bayi lahir dan dapat diulangi setelah 15 menit jika
plasenta belum lahir. Tujuan pemberian suntikan oksitosin dapat
menyebabkan uterus berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga
dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan
darah (Sari Puspita, dkk., 2014).
11

2) Penegangan Tali Pusat Terkendali


Klem pada tali pusat diletakkan sekitar 5-10 cm dari vulva
dikarenakan dengan memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan
mencegah evulsi tali pusat. Meletakkan satu tangan di atas simpisis
pubis dan tangan yang satu memegang klem di dekat vulva.
Tujuannya agar bisa merasakan uterus berkontraksi saat plasenta
lepas. Segera setelah tanda-tanda pelepasan plasenta terlihat dan
uterus mulai berkontraksi tegangkan tali pusat dengan satu tangan
dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke
arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial). Lakukan secara hati-hati
untuk mencegah terjadinya inversio uteri. Lahirkan plasenta dengan
peregangan yang lembut mengikuti kurva alamiah panggul (posterior
kemudian anterior). Ketika plasenta tampak di introitus vagina,
lahirkan plasenta dengan mengangkat pusat ke atas dan menopang
plasenta dengan tangan lainnya. Putar plasenta secara lembut
hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu (Depkes, 2008).
3) Masase Fundus Uteri
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri
dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan memastikan bahwa
kotiledon dan selaput plasenta dalam keadaan lengkap. Periksa sisi
maternal dan fetal. Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua
menit untuk memastikan uterus berkontraksi. Evaluasi kontraksi
uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan
dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan (Lusa,
2013).
d. Kala IV (Kala Pengawasan)
Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post
partum. Pemantauan kala IV dilakukan secara menyeluruh mulai dari
tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu, tonus uterus,
kontraksi, tinggi fundus uteri, kandung kemih, serta perdarahan
pervaginam (perdarahan dianggap masih normal jika jumlahnya tidak
melebihi 400 sampai 500 cc) yang dilakukan setiap 15 menit pada satu
jam pertama post partum dan dilanjutkan dengan setiap 30 menit
setelah jam kedua pasca persalinan (Rohani, dkk., 2011).
12

Asuhan dan pemantauan pada kala IV


1) Lakukan rangsangan taktil (seperti pemijatan) pada uterus, untuk
merangsang uterus berkontraksi.
2) Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara
melintang antara pusat dan fundus uteri.
3) Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
4) Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada
laserasi atau episiotomi).

Tabel 2.1 Bagan Laserasi/ Episiotomi


(1) Derajat I : Terdiri dari mukosa vagina, komisura
posterior, kulit perineum. Tidak perlu
dijahit jika tidak ada perdarahan dan
posisi luka baik.
(2) Derajat II : Derajat I ditambah dengan otot
perineum. Dijahit menggunakan
teknik jelujur.
(3) Derajat III : Derajat II ditambah dengan otot
sfingter ani.
(4) Derajat IV : Derajat III ditambah dengan dinding
depan rektum. Untuk derajat III dan
IV penolong APN tidak dibekali
keterampilan untuk reparasi laserasi
perineum derajat III dan IV, segera
rujuk. (Depkes, 2007).
Sumber : Sari Puspita, dkk., 2014.
5) Evaluasi kondisi ibu secara umum.

5. Konsep Dasar Asuhan Persalinan


Tujuan asuhan pada persalinan normal secara umum adalah
mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang
tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui berbagai upaya yang terintegrasi dan
lengkap serta intervensi minimal sehingga prinsip keamanan dan kualitas
pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal.
13

Tujuan asuhan pada persalinan yang lebih spesifik adalah


a. Memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya
mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan
memperhatikan aspek sayang ibu dan bayi.
b. Melindungi keselamatan ibu dan bayi baru lahir (BBL), dimulai dari hamil
hingga bayi selamat.
c. Mendeteksi dan menatalaksana komplikasi secara tepat waktu.
d. Memberi dukungan serta cepat bereaksi terhadap kebutuhan ibu,
pasangan dan keluarganya selama persalinan dan kelahiran bayi.

B. KONSEP DASAR RETENSIO PLASENTA


1. Pengertian Retensio Plasenta
Retensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama
setengah jam setelah persalinan bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi
retensio berulang (habitual retensio plasenta), plasenta harus dikeluarkan
karena dapat menimbulkan perdarahan yang banyak, infeksi karena
sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, polip plasenta,
degenerasi ganas khorio karsinom (Rukiyah, Ai yeyeh, dkk., 2009).
Retensio Plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian
besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi
uterus (Nugroho.T, 2012).
Perdarahan yang banyak yaitu sebagian plasenta yang telah lepas
sehingga memerlukan tindakan plasenta manual dengan segera. Bila
retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada
kemungkinan terjadi plasenta adhesive, akreta, inkreta dan perkreta.

2. Jenis Retensio Plasenta


Menurut Sari Puspita, dkk., 2014 dibagi menjadi 5 yaitu
a. Plasenta adhesiva
implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
14

b. Plasenta akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan
miometrium.
c. Plasenta inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/ melewati lapisan
miometrium.
d. Plasenta perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi
ostium uteri.

3. Predisposisi Retensio Plasenta


a. Grandemultipara.
b. Bekas operasi pada uterus.
c. Plasenta previa terjadi karena dibagian ishmus uterus, pembuluh darah
sedikit sehingga perlu masuk kedalam.
d. Kelamin ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang sedikit
luas.
e. Kasus infertilitas, karena lapisan endrometriumnya tipis (Walyani Siwi,
Purwoastuti., 2015).

4. Penyebab Retensio Plasenta


Menurut Rukiyah, Ai yeyeh, dkk,. (2010) penyebab retensio
plasenta secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab
terpenting), plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut
tuba), bentuknya (plasenta membranasea, plasenta anularis) dan
ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta yang sukar lepas karena
penyebab diatas disebut plasenta adhesive.
15

Penyebab retensio plasenta menurut Walyani Siwi, Purwoastuti.,


(2015) yaitu
a. Plasenta belum lepas dari dinding uterus.
b. Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III).
c. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis
menembus desidua sampai miometrium sampai dibawah peritoneum
(plasenta akreta–perkreta).
d. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta.

Tabel 2.2. Gambaran dan Dugaan Penyebab Retensio Plasenta


Gejala Separasi/Akreta Plasenta Plasenta akreta
Parsial inkarserata
Konsistensi Kenyal Keras Cukup
uterus
Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat
Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid
Perdarahan Sedang-Banyak Sedang Sedikit/ tidak ada
Tali pusat Terjulur Sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi Lepas Sebagian Sudah lepas Melekat
plasenta seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali
Sumber Nugroho, T (2010).

5. Etiologi
Menurut jurnal Prabowo, E (2014) setelah bayi dilahirkan, uterus
secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot uterus
menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih
tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progesif dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran mengecil.
Pengecilan mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat
perlekatan plasenta.
16

Ketika jaringan menyosong plasenta berkontraksi maka plasenta


yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan
yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang
longgar memberi jalan dan pelepasan plasenta terjadi ditempat itu.
Pembuluh darah yang terdapat diuterus berada diantara serat-serat otot
miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan
pembuluh darah dan retraksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah
terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala III dengan menggunakan
pencitraan ultrasonografi secara alami telah membuka perspektif baru
tentang mekanisme kala III persalinan. Kala III yang normal dapat dibagi ke
dalam 3 fase, yaitu:
a. Fase laten, ditandai oleh menebalnya dinding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
b. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat
plasenta melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
c. Fase pengeluaran, plasenta bergerak turun, darah pemisahan tetap
tidak berubah dan sejumlah kecil berdarah terkumpul didalam rongga
rahim.
Lama kala III pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase
kontraksi dengan menggunakan ultrasonografi pada kala III, 89% plasenta
lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya. Sesudah plasenta
terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding
uterus yang menyebabkan plasenta meluncur kebagian bawah rahim atau
atas vagina. Kadang-kadang plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh
adanya tekanan interabdominal.
Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak
dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya dibutuhkan
tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala III. Metode yang
biasa digunakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus,
bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
17

6. Gejala Klinis
a. Anamnesis
Meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi
mengenai episode perdarahan post partum sebelumnya, paritas, serta
riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat post partum
sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul
perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan (Prabowo, E., 2014).
b. Pada Pemeriksaan Pervaginam
Tidak ditemukan didalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau
lengkap menempel didalam uterus (Prabowo, E., 2014).
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Hitung darah lengkap untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan
hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah
leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit
biasanya meningkat (Prabowo, E., 2014).
2) Menentukan adanya gangguan
Koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial
Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting
Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan
perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain (Prabowo, E., 2014).
18

7. Penatalaksanaan
Gambar 2.3 RETENSIO PLASENTA

Persalinan yang tidak Infus intravena,


biasanya atonia rahim, jaringan bank darah,
parut rahim golongan darah,
skrining,
anastesia.
Periksa pasien

MANUVER BRANDT-
ANDREWS

Tidak ada pemisahan atau pemisahan lengkap


tetapi terjepit
pemisahan yang tidak sempurna

Berikan oksitosin Relaksan rahim

Tidak berhasil menyebabkan


keluarnya plasenta

PENGANGKATAN
MANUAL

Bidang pemisahan Plasenta dilahirkan


yang lengkap tidak
dapat ditemukan

waspadalah untuk manifestasi


Plasenta akreta lambat retensi plasenta:
perdarahan dan infeksi
19

Menurut Eko Prabowo (2014), manual plasenta merupakan


tindakan operasi kebidanan untuk melahirkan retensio plasenta. Teknik
operasi manual plasenta tidaklah sukar, tetapi harus siap agar tindakan
tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat
implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri
secara manual yaitu dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi
tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung kedalam kavum
uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit dalam lahirnya plasenta
secara spontan atau dengan tekanan ringan pada fundus uteri yang
berkontraksi.
Bila setelah 30 menit plasenta belum lepas sehingga belum dapat
dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang
banyak, plasenta sebaiknya dikeluarkan dengan segera.
Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila:
• Terdapat riwayat perdarahan post partum berulang
• Terjadi perdarahan post partum melebihi 400 cc
• Pada pertolongan persalinan dengan narkosa
• Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam
Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi
perdarahan di atas 400 cc dan terjadi retensio plasenta (setelah menunggu
½ jam). Seandainya masih terdapat kesempatan penderita retensio
plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit/ berkolaborasi
dengan dokter sehingga mendapat pertolongan yang adekuat. Dalam
melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infus
dan memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang
dapat memberikan pertolongan darurat.
Teknik Manual Plasenta: Untuk mengeluarkan plasenta yang belum
lepas jika masih ada waktu dapat mencoba teknik menurut Crede yaitu
uterus dimasase perlahan sehingga berkontraksi baik dan dengan
meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus
dipencet di antara jari-jari tersebut dengan maksud untuk melepaskan
plasenta dari dinding uterus dan menekannya keluar.
20

Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak boleh dilakukan


secara kasar. Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan
pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin,
atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat.
Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan
suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk
mengatasi rasa nyeri.
Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu
tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan
kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.

Gambar 2.4 Meregang Tali Pusat dengan Jari-jari Membentuk Kerucut

Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada
waktu melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan
(constrition ring), ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara
perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi.
Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar
dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah.
Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan
fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala III, biasanya telah
ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
21

Gambar 2.5 Ujung Jari Menelusuri Tali Pusat, Tangan Kiri diletakkan di
atas Fundus

Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang


berada di dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah
terlepas itu. Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat
dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara tangan yang di luar
tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan
demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.

Gambar 2.6 Mengeluarkan Plasenta


22

Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk


mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian
plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan
diganti yang baru.
Setelah plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk
memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul
intramuskular dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan
spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau
serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.
Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena
atonia uteri maka dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan
lain untuk menghentikan perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila
perlu. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan
kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian
antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
8. Komplikasi
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain
infeksi/ komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang
dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi
dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila ditemukan plasenta
akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan memasuki
miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara
plasenta inkreta dan plasenta perkreta.
Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan
sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika disadari
adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta
dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan
mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.
23

C. KONSEP DASAR ASUHAN MANAJEMEN KEBIDANAN


 Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan
tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, keterampilan
dalam tahapan yang akurat untuk mengambil keputusan yang berfokus
pada kline (Varney, 2004).
2. Proses Manajemen Kebidanan
Adapun langkah-langkah yang harus dilaksanankan menurut
Varney (2008), adalah sebagai berikut:
A. Langkah I : Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama yang dipakai dalam
menerapkan asuhan kebidanan pada pasien dan merupakan suatu
proses sistematis dalam pengumpulan data-data (Varney, 2008)
1) Data Subjektif
Data subyektif adalah data yang diperoleh dan hasil bertanya
dari pasien, suami atau keluarga (Rukyah, dkk., 2013).
a) Identitas klien
 Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan
sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan pelayanan.
Untuk membedakan klien, mengetahui dan mengenal
pasien.
 Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko
seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum
matang, mental dan belum siap sedangkan umur lebih dari
35 tahun renta sekali untuk terjadi perdarahan masa nifas.
 Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
Untuk memberi motivasi pasien sesuai dengan agamanya.
24

 Pekerjaan Pasien
Untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi
pasien tersebut. Untuk mengetahui kemungkinan pengaruh
pekerjaan terhadap permasalah kesehatan atau untuk
mengetahui tingkat sosial ekonomi.
 Suku/ Bangsa
Berpengaruh pada adat-istiadat atau kebiasaan sehari-
hari. Untuk mengetahui faktor bawaan atau ras pasien.
 Pendidikan
Berpengaruh pada tindakan kebidanan dan mengetahui
sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat
memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.
 Alamat
Ditanyakan karena mungkin memiliki nama yang sama
dengan alamat yang berbeda atau untuk mempermudah
kunjungan rumah bila perlu.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan
pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan (Sulistyawati,
2013). Keluhan yang muncul adalah mengalami perdarahan
yang lebih banyak, lemas, pucat dan tidak merasa mules.
c. Riwayat Menstruasi
Umur menarche, siklus, lamanya haid, banyaknya darah,
haid teratur atau tidak, sifat darah (cair atau ada bekuan,
warnanya), adanya dismenorhoe (Rohani, dkk., 2011).
d. Riwayat Perkawinan
Untuk mengetahui pasien menikah umur berapa, berapa
kali menikah, lama menikah dan merupakan istri atau suami
yang ke berapa.
e. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu
Riwayat kehamilan yang lalu meliputi jumlah anak, anak
yang lahir hidup, persalinan aterm, persalinan premature,
keguguran atau kegagalan kehamilan, persalinan dengan
25

tindakan (forceps, vakum atau operasi seksio sesaria), riwayat


perdarahan pada kehamilan, persalinan atau nifas sebelumnya,
kehamilan dengan tekanan darah tinggi, berat badan bayi
<2.500 gram atau > 4.000 gram dan masalah-masalah lain
yang dialami ibu (Walyani, E., 2015).
f. Riwayat Kehamilan Sekarang
Menurut Rohani, dkk., (2011) data subjektif dari riwayat
kehamilan antara lain:
1. Haid pertama dan haid terakhir merupakan data dasar yang
diperlukan untuk menentukan usia kehamilan, apakah cukup
bulan atau prematur.
2. Kapan bayi lahir (menurut taksiran ibu) merupakan data
dasar untuk menentukan usia kehamilan menurut tafsiran
atau perkiraan ibu.
3. Tafsiran persalinan.
4. Keluhan pada waktu trimester I, II, III.
5. Apakah ibu pernah memeriksakan kehamilannya dan
dimana ibu memeriksakan kehamilannya. Hal ini diperlukan
untuk mengidentifikasi masalah potensial yang dapat terjadi
pada persalinan ini.
6. Imunisasi TT, sudah pernah diimunisasi TT atau belum,
berapa kali, dimana, teratur atau tidak (Winkjosastro, 2008).
g. Riwayat Keluarga Berencana
Dikaji untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut
keluaga berencana (KB) dengan kontrasepsi jenis apa, berapa
lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi
(Ambarwati, Wulandari., 2010).
h. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Dikaji untuk mengetahui keluhan yang ibu alami saat ini,
yang berhubungan dengan kesehatannya.
2. Riwayat Kesehatan yang Lalu
Dikaji untuk mengetahui apakah pasien pernah menderita
suatu penyakit kronis, menular maupun penyakit infeksi,
26

apakah pasien pernah menjalani operasi. Jika pernah jenis


operasi apa yang dialami dan kapan operasi tersebut
berlangsung.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Merupakan data mengenai latar belakang kesehatan
keluarga yang meliputi anggota keluarga yang mempunyai
penyakit tertentu terutama penyakit menular, penyakit yang
dapat diturunkan, penyakit kronis dan penyakit menahun,
seperti: diabetes mellitus, jantung hipertensi, ginjal, asma,
TBC, gonorhoe, AIDS dan kelainan pembekuan darah.
i. Riwayat Psikososial
Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap
bayinya. Kita dapat menanyakan langsung kepada klien
mengenai bagaimana perasaannya terhadap kehamilannya
(Romauli, S., 2011).
j. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Riwayat sosial dan ekonomi meliputi status perkawinan,
respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan ibu, riwayat KB,
dukungan keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga,
gizi yang dikonsumsi dan kebiasaan makan, kebiasaan hidup
sehat, merokok dan minuman-minuman keras, mengkonsumsi
obat terlarang, beban kerja dan kegiatan sehari-hari, tempat
dan petugas kesehatan yang diinginkan untuk membantu
persalinan (Walyani, E., 2015).
k. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1. Nutrisi
Dalam mengkaji data nutrisi perlu diketahui pola makan dan
minum klien yang meliputi frekuensi, kualitas, porsi makan,
jenis makanan yang disukai dan jenis makanan pantangan.
2. Eliminasi
Pola eliminasi menggambarkan berapa kali sehari klien BAK
dan BAB, warna fesesnya, konsistensi fesesnya dan
keluhannya.
27

3. Pola Istirahat
Untuk mengetahui berapa lama ibu tidur siang dan berapa
lama ibu tidur pada malam hari.
4. Pola Seksual
Untuk mengkaji berapa frekuensi yang dilakukan akseptor
dalam hubungan seksual.
5. Pola Hygiene
Mengkaji frekuensi mandi, gosok gigi, kebersihan perawatan
tubuh terutama genetalia berapa kali dalam sehari.
6. Aktivitas
Aktivitas akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah
atau adanya nyeri akibat penyakit-penyakit yang dialaminya.
l. Penggunaan Obat-obatan dan Rokok
Menurut Winkjosastro (2007), harus dikaji apakah ibu
perokok dan pemakai obat-obatan atau jamu-jamuan selama
hamil atau tidak. Jamu-jamuan dapat menyebabkan perlekatan
plasenta semakin kuat sehingga memicu tejadinya retensio
plasenta.
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara memeriksa keadaan
umum ibu. Meliputi:
 Keadaan Umum
Untuk mengetahui keadaan umum ibu apakah baik, sedang,
atau buruk. Pada ibu dengan retensio plasenta, keadaan
umum ibu sedang.
 Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah
composmentis, somnolen atau koma. Kesadaran pada ibu
bersalin dengan retensio plasenta (Fauziyah, 2012).
 Tekanan Darah
Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi dengan dinilai
hipertensi dengan satuan mmHg. Batas nomalnya tensi
adalah 90/60 – 130/90 mmHg.
28

 Suhu
o
Suhu badan waktu inpartu tidak melebihi dari 37,2 C,
sesudah partus dapat naik 0,5 oC dari keadaan normal tetapi
tidak melebihi 38 oC. Normalnya 36,6 oC – 37,6 oC.
 Nadi
Untuk mengetahui denyut nadi pasien dengan menghitung
dalam 1 menit, sedangkan normal denyut nadi dalam 1
menit adalah 60-100 x/ menit.
 Pernapasan
Untuk mengetahui pernapasan pasien dalam waktu 1 menit.
Sedangkan normalnya pernapasan dalam 1 menit adalah
16-20 x/ menit.
 Berat Badan
Untuk mengetahui adanya kenaikan berat badan selama
hamil, penambahan badan rata-rata 0,3-0,5 kg/ minggu,
tetapi nilai normal untuk penambahan berat badan selama
hamil 9-12 kg.
 Tinggi Badan
Untuk mengetahui tinggi badan pasien kurang dari 145 cm
atau tidak, termasuk resiko tinggi atau tidak.
 LILA
Untuk mengetahui lingkar lengan ibu 23,5 cm atau tidak,
termasuk resiko tinggi atau tidak.
b. Pemeriksaan Sistematis
1. Inspeksi
Adalah pemeriksaan dengan melihat pasien dari ujung
rambut sampai ujung kaki (Nursalam, 2004).
a) Rambut
Untuk mengetahui apakah rambut rontok atau tidak,
menilai warnanya, kelebatan dan karakteristik rambut.
(Rukiyah, dkk., 2013).
b) Muka
Untuk mengetahui apakah oedema atau tidak (Jannah,
2011).
29

c) Mata
Untuk mengetahui keadaan conjungtiva pucat atau merah
muda, warna sclera putih atau kuning (Rukiah, dkk.,
2013).
d) Hidung
Untuk mengetahui keadaan hidung dari kebersihan, alergi
debu atau tidak dan ada polip atau tidak (Sulistyawati,
2013).
e) Telinga
Untuk mengetahui keadaan telinga apakah ada gangguan
pendengaran atau tidak, ada serumen atau tidak
(Sulistyawati, 2013).
f) Mulut dan Gigi
Untuk mengetahui di mulut ada stomatitis atau tidak dan
di gigi ada caries dentis atau tidak.
g) Leher
Apakah ada pembesaran kelenjar thyroid atau kelenjar
getah bening.
h) Dada
Untuk mengetahui retraksi dinding dada kanan-kiri saat
bernapas sama atau tidak.
i) Payudara
Untuk mengetahui keadaan payudara membesar atau
tidak, simetris atau tidak, puting susu menonjol atau tidak,
ada benjolan atau nyeri tekan atau tidak (Rukiyah, dkk.,
2013).
j) Perut
Untuk mengetahui ada bekas operasi atau tidak, ada strie
atau tidak, ada linea atau tidak.
k) Vulva
Untuk mengetahui ada oedema atau tidak, ada varices
atau tidak, laserasi atau tidak.
30

l) Anus
Adanya haemoroid atau tidak dan adanya varices atau
tidak.
m) Ekstremitas
Untuk mengetahui adanya oedema atau tidak, adanya
varices atau tidak, adanya kelainan atau tidak, reflek
patela positif atau negatife (Varney, 2007).
2. Palpasi
Adalah pemeriksaan yang menggunakan indra peraba
(tangan dan jari) untuk mengumpulkan data (Nursalam,
2009).
a. Leher
Untuk mengetahui adanya pembengkakan pada kelenjar
getah bening atau tidak.
b. Dada
Untuk mengetahui bentuk dan ukuran payudara. Puting
susu menonjol atau tidak, adanya retraksi atau tidak,
masa dan pembesaran pembuluh limfe.
c. Perut
Untuk mengetahui ukuran, bentuk uterus dan tinggi
fundus uterus (TFU).
3. Auskultasi
Untuk mendengarkan denyut jantung janin (DJJ).
4. Perkusi
Adalah suatu pemeriksaan dengan jalan mengetuk atau
membandingkan kanan atau kiri pada daerah permukaan
tubuh.
5. Genetalia
Tidak ada kelainan dan tidak ada infeksi. Dan anus tidak
hemoroid.
6. Pemeriksaan Dalam
a. Penipisan dan Pembukaan
Dikaji untuk menilai besarnya pembukaan dan penipisan
servik.
31

b. Penurunan Kepala
Untuk menentukan penurunan kepala janin dan
merupakan indikasi kemajuan persalinan.
c. Kulit Ketuban
Untuk memastikan kulit ketuban sudah pecah atau belum.
d. Titik Penunjuk
Titik penunjuk ubun-ubun kecil menandakan bahwa janin
dalam keadaan fleksi sehingga memungkinkan lingkar
kepala yang paling kecil terlebih dahulu.
7. Data Pemeriksaan Laboratorium
Data penunjang diperlukan sebagai pendukung diagnosa
apabila diperlukan. Misalnya pemeriksaan laboratorium
seperti pemeriksaan Hb dan Papsmear atau pemeriksaan
USG (Nugroho, T., 2010).

B. Langkah II : Merumuskan Diagnosa atau Masalah Kebidanan


Pada langkah ini identifikasi terhadap diagnosa atau masalah
berdasarkan interpretasi yang akurat atas data-data yang telah
dikumpulkan. Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan
sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik (Hidayat,
Sujiatini., 2010)

C. Langkah III : Diagnosa Potensial


Diagnosa potensial adalah mengidentifikasi masalah atau
diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan
diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil
mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa
atau masalah potensial benar-benar terjadi. Diagnosa potensial:
1. Potensi terjadinya ada infeksi peurpurieum pada tindakan manual
plasenta.
2. Potensial terjadi syok haemorhagie karena adanya perdarahan
post partum.
32

3. Retensio sisa plasenta, inversio uteri akibat penarikan tali pusat


yang kuat pada plasenta akreta (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk., 2009)

D. Langkah IV : Tindakan Segera


Tindakan yang dilakukan berdasarkan data baru yang diperoleh
secara terus-menerus dan dievaluasi supaya bidan dapat melakukan
tindakan segera dengan tujuan agar dapat mengantisipasi masalah
yang mungkin muncul sehubungan dengan keadaan yang dialami ibu
(Varney, 2008).

E. Langkah V : Perencanaan
Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan terhadap
masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi dan diantisipasi,
apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling dan rujukan yang mungkin
diperlukan (Rukiyah, dkk., 2013).

F. Langkah VI : Penatalaksanaan
Langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan
menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah kelima,
mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan
bermutu (Rukiyah, dkk., 2013).

G. Langkah VII : Evaluasi


Langkah ini merupakan mengevaluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan pada klien
apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi didalam diagnosa dan masalah
rencana tersebut (Rukiyah, dkk., 2013). Didalam evaluasi diharapkan
mendapat hasil:
1. Keadaan umum ibu baik
2. Tanda-tanda vital kembali normal
3. Plasenta dapat dikeluarkan dengan lengkap
4. Perdarahan dapat teratasi
5. Syok haemorhagie tidak terjadi, kontraksi uterus dan ibu nyaman.
33

D. KONSEP DASAR ASUHAN PERSALINAN PADA RETENSIO PLASENTA


Asuhan kebidanan adalah penerapan fungsi, kegiatan dan tanggung
jawab bidan dalam pelayanan yang diberikan kepada klien yang memiliki
kebutuhan dan masalah kebidanan (kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru
lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan
kesehatan masyarakat) (Soepardan, 2008).
1. Askeb menurut Varney, 2008
S : Data Subjektif
Ibu mengeluh lemas, perdarahan, pucat dan tidak merasa mules
(Sulistyawati, 2013).
O : Data Objektif
1. Keadaan Umum
Keadaan umum pada ibu bersalin dengan retensio plasenta adalah
sedang (Suheni, 2008).
2. Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu mulai dari keadaan
composmentis, apatis sampai dengan koma. Kesadaran pada ibu
bersalin kala III dengan retensio plasenta adalah composmentis.
3. Pemeriksaan Tanda Vital
Suhu pada ibu bersalin dengan retensio plasenta 36oC-37oC, nadi
pada ibu bersalin dengan retensio plasenta yaitu denyut nadi
normal 70-90 x/ menit (Ambarwati, Wulandari., 2010), pernapasan
pada ibu bersalin dengan retensio plasenta yaitu 22 x/ menit
(Saifuddin, 2006).
4. Pemeriksaan Fisik
a. Mata
Untuk mengetahui keadaan conjungtiva pucat atau merah muda,
warna sclera putih atau kuning. Konjungtiva merah muda karena
tidak banyak mengeluarkan darah.
b. Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Pada retensio plasenta, plasenta inkreta parsial dengan uterus
yang kenyal, plasenta inkarserata uterus keras, plasenta akreta
uterus cukup.
34

A : Analisa Data
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi
yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah
dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosa yang spesifik (Hidayat, Sujiatini, 2010).
Diagnosa ibu bersalin dengan retensio plasenta adalah sebagai
berikut:
P1A0 kala III dengan retensio plasenta
P : Penatalaksanaan
Pada langkah ini merupakan pelaksanaan rencana asuhan
menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah kelima, mengarahkan
atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan bermutu
(Rukiyah, dkk., 2013).
Pada kasus retensio plasenta pelaksanaannya, meliputi:
1. Mengobservasi keadaan umum, kesadaran, TTV, kontraksi uterus
dan perdarahan.
2. Menjelaskan kepada ibu prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilakukan yaitu manual plasenta yang bertujuan untuk melepaskan
plasenta secara manual (menggunakan tangan) dari tempat
implantasinya dan kemudian dikeluarkan dari kavum uteri.
3. Meregangkan talipusat dan minta pasien untuk meneran. Bila
ekspulsi tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
4. Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc NS/ RL dengan 40 tetes
per menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misopostrol 400 mg rektal
(sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi yang
timbul dapat mengakibatkan plasenta terperangkap dalam kavum
uteri).
5. Bila uterus tidak berkontraksi maka lakukan manual plasenta.
6. Pemantaun sebelum tindakan yaitu restorasi cairan untuk mengatasi
hipovolemia, lakukan transfusi darah bila diperlukan, segera atasi bila
terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi dan syok neurogenik.
35

Penanganan retensio plasenta menurut Siwi Walyani, E,


dkk.,(2015) yaitu:
1. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang diambil.
2. Meregangkan talipusat dan minta pasien untuk meneran. Bila
ekspulsi tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
3. Pasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc NS/ RL dengan 40 tetes
per menit. Bila perlu, kombinasikan dengan misopostrol 400 mg rektal
(sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi yang
timbul dapat mengakibatkan plasenta terperangkap dalam kavum
uteri).
4. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan
manual plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari
terjadinya perforasi dan perdarahan.
5. Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan.
6. Berikan antibiotik profilaksis (ampisislin 2 g IV/ oral + metronidazole 1
g supositoria/ oral) apabila diperlukan.
7. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok
neurogenik.

E. KEWENANGAN BIDAN
Sesuai dengan Permenkes No. 1464/ Menkes/ Per/ X/ 2010 yang
menjadi landasan hukum pada asuhan kebidanan ibu bersalin kala III dengan
retensio plasenta adalah :
1. BAB I pasal 9 huruf a
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan
pelayanan kesehatan ibu.
2. BAB III pasal 10 ayat 1
Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana pasal 9 huruf a diberikan
pada : masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa
menyusui dan masa antara dua kehamilan.
3. BAB III pasal 10 ayat 2 huruf c
Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yaitu
pelayanan persalinan normal.
36

4. BAB III pasal III


Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 berwenang melakukan :
a. Huruf a : Episiotomi;
b. Huruf b : Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c. Huruf c : Penanganan kegawatdaruratan dilanjut perujukan;
d. Huruf d : Pemberian uterotonika pada MAK III dan post partum.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 369/ Menkes/
SK/ III/ 2007
4. Standar kompetensi yang berhubungan dengan persalinan kompetensi ke-
4
5. Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap
kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama persalinan
yang bersih dan aman, mengenai situasi kegawatdaruratan tertentu untuk
mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir. Persalinan
dengan abnormal yang terdapat pada point c nomor 22 yaitu ‘’Memberikan
pertolongan persalinan adnormal letak sungsang, partus macet, ketuban
pecah dini tanpa infeksi, post term dan preterm’’.

F. PANDANGAN ISLAM
Ayat-ayat Al-Qur’an menurut Arrafiqah (2013) yang menjelaskan tentang
kehamilan persalinan umumnya terkait dengan tanda-tanda adanya Allah,
kebesaran dan kekuasaanNya.
Diantaranya, Al-Qur’an Surat Al-Mukminun/ 23:12-14.

‫ار َّم ِك ْي ٍن ○ ُث َّم َخ َل ْق َنا ال ُّن ْطفَ َة َعلَ َق ًة‬


ٍ ‫سللَ ٍة ِّمنْ طِ ْي ٍن ○ ُث َّم َج َع ْل َناهُ ُن ْطفَ ًة ف ِْى َق َر‬ُ ْ‫سانَ مِن‬ َ ‫َولَ َقدْ َخلَ ْق َنا ْاإلِ ْن‬
‫ار َك‬ َ ‫ َف َت َب‬,‫شأْن ُه َخ ْلقا ً َءا َخ َر‬ َ ‫س ْو َنا ا ْل ِع َظا َم لَ ْح ًما ُث َّم أَ ْن‬
َ ‫ض َغ َة ِع َظا ًما َف َك‬ْ ‫ض َغ ًة فَ َخلَ ْق َنا ا ْل ُم‬
ْ ‫َف َخلَ ْق َنا ا ْل َعلَ َق َة ُم‬
○ َ‫سنُ ا ْل َخالِقِ ْين‬
َ ‫هللا ُاَ ْح‬
Artinya:
Ayat 12. Sungguh Kami telah mencipta manusia dari sari pati tanah,
13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim),
14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu
37

kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik.
Ayat tersebut mengisyaratkan adanya proses penciptaan manusia
dalam alamarham (masa kehamilan), yang diawali dengan “sulalah min tin”,
kemudian “menjadi nutfah, ‘alaqah, mudghah, ‘izaman, lahman dan khalqan”.
Penciptaan manusia, berasal dari sulalah min tin, artinya sari pati tanah,
yaitu inti zat-zat yang ada dalam tubuh wanita dalam bentuk ovum dan dalam
diri laki-laki dalam bentuk sperma. Sel telur yang telah dibuahi oleh sperma,
atau zygote, disebut nutfah. Setelah terjadi pembuahan, zygote berjalan
secara perlahan melalui tuba fallopi, menuju rahim. Setelah menempel di
dinding rahim, berubah menjadi ‘alaqah. Istilah ‘alaqah, biasa diterjemahkan
dengan segumpal darah. Penggunaan istilah ‘alaqah oleh al-Qur’an sangat
tepat, karena posisi zygote menggantung di dinding rahim. ‘Alaqah juga
berarti sesuatu yang menggantung.
Proses berikutnya, berubah menjadi mudghah, yang bentuknya seperti
sekerat daging, kemudian tumbuh tulang (‘izamaman) tulang dibungkas
daging (lahman), selanjutnya menjadi khlaq anakhar (makhluk janin, yang
sudah berbeda dengan kondisi awal terjadinya manusia).
Nabi Muhammad SAW, menjelaskan dalam sebuah hadistnya bahwa
ibu yang meninggal karena melahirkan sebagai syahid, setara dengan
perjuangan jihad di medan perang. Penghargaan itu diberikan Nabi
Muhammad SAW, sebagai perhatian rasul karena musibah yang dialami dan
juga beratnya resiko kehamilan dan melahirkan bagi seorang ibu.
Kemudian Allah meniupkan ruh dalam janin, Al-Qur’an Surat Az-
Zumar:39:06
38

Artinya:
Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan dari
padanya istrinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang
berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu
kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu
adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada
Tuhan selain Dia, maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (Q.S Az-
Zumar:39:6).
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa kehidupan janin dalam kandungan
ibu sangat nyaman, karena ia berada dalam ‫ظلمات ثلث‬ artinya tiga
kegelapanya itu dilapisi tiga lapisan yang menyebabkan rahim ibu sangat
nyaman untuk bayi.
Al-Maraghi menafsirkan bahwa tiga kegelapan adalah perut, rahim dan
selaput bayi. Sementara Dr. Abdul ’Aziz Isma’I menafsirkannya dengan tiga
selaputnya itu selaput minbari, kharban dan lafaif.
Hal ini bukan berarti membiarkan ibu yang akan melahirkan agar mati
syahid, tetapi justru memberi isyarat agar dilakukan upaya-upaya
perlindungan, pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pada ibu pada masa-
masa kehamilan dan melahirkan. Namun bila ibu meninggal karena
melahirkan, Allah menilainya sebagai perjuangan dan meninggal dalam
keadaan syahid.
DAFTAR PUSTAKA

AL-Qur’an Surat Al-Ahqaf ayat 15


AL-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 8
AL-Qur’an Surat Surat Al-Mukminun ayat 12-14
AL-Qur’an Surat Az-Zumar ayat 06
Arrafigah, R (2013) Menjadi Bidan Islam [internet]. Tersedia dalam
http://rumaisha-arrafiqah.blogspot.com/2014/04/14[Diakses tanggal 06 April
2016].

Baety, AN. (2011) Biologi Reproduksi Kehamilan dan Persalinan. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Depkes. (2008) Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR.

Dwi, dkk. (2010) Asuhan persalinan normal plus contoh askeb dan patologi
persalinan. Yogyakarta: Nuha medika.

Estiwidani, dkk., (2008) Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya.

Hafiz. (2011) Angka Kematian Ibu Dan Bayi Baru Lahir Di Asia Tenggara
[internet]. Tersedia dalam
www.akuindonesiana.wordpres.com [Diakses tanggal 14 Maret 2016].

Hidayat, S., Sujiatini (2010) Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Kesmenkes. (2014) Angka kematian Ibu di Indonesia [internet]. Tersedia dalam


http://www.depkes.go.id [Diakses tanggal 14 Maret 2016].

Nugroho, T. (2010) Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Nurul, Q (2013) Pengertian Manajemen Kebidanan [Internet]. Tersedia dalam


http://qomariahnurul.blogspot.com/2013/pengertian-manajemen-
kebidanan.html [diakses tanggal 02 April 2016].

Prabowo, E. (2014) retensio plasenta pdf [internet]. Tersedia dalam


http://www.pdf4free.com [Diakses tanggal 28 Maret 2016].

Prawihardjo, S. (2009) Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono


Prawihardjo.
(2010) Ilmu Kebidanan. Jakarta: P.T. Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.

Robby. (2014) Harian Terbit Koran Aspirasi Rakyat. Tersedia dalam


http://harianterbit.com/read/2014/05/07/1860/0/29/Target-MDGs-2015-
Angka-Kematian-Ibu-Sulit-Diatasi [Diakses tanggal 13 Maret 2016].

Rohani, dkk. (2011) Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta:


Salemba Medika.

Rukiah, dkk, (2010) Asuhan Kebidanan II (Persalinan). Jakarta: Cv Trans Info


Media.

Rukiyah, A.Y. & Yulianti, L ( 2010) Asuhan Kebidanan IV. Jakarta: Cv Trans Info
Media.

Sari, E (2014) Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.

Sichesse. (2012) Pengertian Retensio Plasenta [Internet]. Tersedia dalam


http://sichesse.blogspot.co.id/2012/04/asuhan-kebidanan-pada-ibu-
bersalin_14.html[diakses tanggal 20 Maret 2016].

Sulaiman, S (2012) Obstetri Patologi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas


Kedokteran Univesitas Padjadjaran Bandung. Bandung: ELEMAN.

Sulistyawati, Ari (2013) Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta: Salemba Medika.

Sumarah, dkk. (2010) Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Yogyakarta:


penerbit fitramaya.

Varney, (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Vol 2. Jakarta : EGC

Walyani, E.S dkk. (2015) Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir.
Yogyakarta: Pustakabarupress.

Widyatun, D (2012) Retensio Plasenta [Internet]. Tersedia dalam


http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/materi-retensio-plasenta.html
[diakses tanggal 25 Maret 2016].

Winkjosastro, H. (2008) Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

Yanti. (2009) Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Pustaka


Rihama.

Anda mungkin juga menyukai