Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN GIGI ANAK I

JURNAL READING

HUBUNGAN KADAR FLUOR AIR MINUM TERHADAP KARIES GIGI PADA ANAK
SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN LANDONO KABUPATEN KONAWE SELATAN
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Disusun Oleh :

KELOMPOK GANJIL

PROGRAM STUDI HIGIENE GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2017
Anggota kelompok ganjil:

1. Karina Ulfa Eka Y. (13/352632/KG/09603)

2. Angelia Rosalina Anwar (15/382619/KG/10293)

3. Anis Agustina (15/382621/KG/10295)

4. Cindy Rozza Bella (15/382623/KG/10297)

5. Dyah Ayu Lestari (15/382625/KG/10299)

6. Farah Salsabila (15/382627/KG/10301)

7. Insum J. Lestaluhu (15/382629/KG/10303)

8. Kukuh Eko Prabowo (15/382631/KG/10305)

9. Merrinda Augustina (15/382633/KG/10307)

10. Nadatiya Ngamarotun F. (15/382635/KG/10309)

11. Nur Rohmawati (15/382637/KG/10311)

12. Putri Utami (15/382639/KG/10313)

13. Rahmah Indah Azahra (15/382641/KG/10315)

14. Rojiyah Liza G. (15/382643/KG/10317)

15. Vidya Lintang H. (15/382645/KG/10319)

16. Wenithoya Diantari (15/382649/KG/10323)


1. ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara fluor air minum dan
karies gigi anak-anak sekolah dasar di Kabupaten Landono, Kabupaten Konawe Selatan,
Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini bersifat cross sectional. Jumlah sampel sebanyak
144 anak kelas enam SD yang berusia 12 tahun dipilih secara proportional stratified random
sampling. Sampel air dikumpulkan dari sumber air yang dikonsumsi anak-anak. Pemeriksaan
gigi dilakukan di sekolah masing-masing dan pemeriksaan sampel air dilakukan di
Laboratorium Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2008. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerusakan karies gigi (DMF-T) rata-rata 3,29 dengan
persentase karies bebas (DMF-T = 0) 18,8% dan persentase ketebalan karies (C1-C4) adalah
81,2% (n = 144). Tingkat fluor tertinggi adalah 0,42 ppm dan terendah adalah 0,09 ppm.
Rata-rata fluor air sebelum dididihkan adalah 0,214 ppm dan setelah dididihkan 0,212 ppm.
Analisis korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa fluor air sebelum dididihkan (p =
0,018) dan setelah dididihkan (p = 0,022) berkorelasi dengan tingkat kerusakan karies gigi
(DMF-T) dengan korelasi paling lemah (r = - 0,197 dan r = -0,191). Ini berarti semakin tinggi
tingkat fluor, semakin rendah tingkat nilai DMF-T.

2. PENDAHULUAN

Tepat di tahun 1999, karies gigi terjadi pada 4,6 juta penduduk dunia atau sekitar 0,3 %
penduduk dunia dengan prevalensi 2,3 juta pada laki- laki dan 2,28 juta pada perempuan.
Persentase karies lainnya terjadi pada anak sekolah dasar di Arkansas, Amerika Serikat pada
tahun 2001 hingga tahun 2003 mencapai 72,2% (Wang, dkk., 2004).

Penyakit karies gigi di Indonesia masih tinggi begitu juga penyakit jaringan gusi, kurang
lebih mencapai 80% dari jumlah penduduk, dan hal ini belum bisa teratasi. Hal ini mungkin
disebabkan oleh faktor-faktor distribusi penduduk, faktor lingkungan, faktor perilaku dan
faktor pelayanan kesehatan yang berbeda-beda pada masyarakat Indonesia (Suwelo, dkk.,
1994).

Air pada umumnya dibutuhkan manusia untuk keperluan hidup sehari-hari. Adanya
kandungan fluor yang berbeda-beda kadarnya dalam air minum akan sangat berpengaruh
terhadap intake fluor yang diterima oleh orang tersebut disamping intake flour dari makanan
dan minuman yang mengandung banyak fluor seperti teh dan ikan laut. Kandungan flour
yang dikonsumsi dengan kadar yang berbeda tersebut diduga akan mengakibatkan pula
perbedaan frekuensi karies gigi bahkan dapat terjadi fluorosis atau hipoplasia email (Sutadi,
dkk., 1990).

Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Monang Panjaitan 2003
mengenai pengalaman karies pada anak usia 12 sampai 15 tahun yang minum air sumur bor
dan air leding di kampung nelayan dan uni kampung belawan, menunjukkan bahwa
pengalaman karies gigi tetap anak yang minum air sumur bor lebih kecil dibanding anak
yang minum air leding. Dapat disimpulkan bahwa fluoride yang terkandung dalam air sumur
bor mempunyai pangaruh terhadap prevalensi karies.

Di Indonesia penyakit karies gigi serta penyakit jaringan gusi masih tinggi, kurang lebih
mencapai 80% dari jumlah penduduk. Tingginya prevalensi karies gigi dan penyakit
periodontal, serta belum berhasil usaha untuk mengatasinya. Hal ini mungkin disebabkan
oleh faktor-faktor distribusi penduduk, faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor
pelayanan kesehatan yang berbeda-beda pada masyarakat Indonesia (Suwelo, dkk., 1994).

Kandungan fluor pada air yang dikonsumsi sehari-hari berpengaruh terhadap tingkat
insidensi karies. Kandungan fluor air minum ditiap-tiap tempat berbeda. Keadaan ini
disebabkan karena penduduk mendapat sumber air yang berbeda-beda. Keadaan yang
berbeda tersebut diduga akan mengakibatkan perbedaan frekuensi karies gigi bahkan dapat
terjadi fluorosis atau hipoplasia email (Sutadi, dkk., 1990).

Kecamatan Landono tercatat menduduki rangking 5 dari total seluruh penduduk yang
terkena penyakit gigi dan mulut. Hal tersebut dikarenakan kondisi geografis kecamatan
Landono. Insidensi siswa di kecamatan Landono yang memerlukan perawatan hampir 80%
total murid menyebabkan perlunya diketahui kadar fluor dalam air minum yang setiap hari
dikonsumsi dan pengaruhnya terhadap kesehatan gigi dan mulut anak usia sekolah dasar di
kecamatan Landono.
3. BAHAN DAN METODE

3.1 Rancangan dan Lokasi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional dengan menggunakan pendekatan cross


sectional study. Penelitian dilakukan di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara. Waktu penelitian 2 bulan (Maret-April 2008).

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak sekolah dasar kelas VI di
Kecamatan Landono sebanyak 224 orang. Sampel pada penelitian ini adalah anak
sekolah dasar berusia 12 tahun yang lahir dan bertempat tinggal di daerah penelitian
sampai dilakukannya penelitian yaitu sebanyak 144 orang. Pengambilan sampel
dilakukan secara Proportional Stratified Random Sampling. Adapun sampel air minum
ditentukan berdasarkan tempat tinggal anak-anak sekolah dasar berusia 12 tahun yang
telah diperiksa karies giginya.

3.3 Analisa data

Untuk variabel tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pola/frekuensi
menyikat gigi dan frekuensi mengkonsumsi permen, serta pH saliva. Uji statistik yang
digunakan adalah Korelasi Spearman Rank untuk variabel kadar fluor dalam air minum
dan tingkat keparahan karies gigi (DMF-T).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Tingkat Keparahan Karies Gigi (DMF-T)
Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan tingkat keparahan karies (DMF-T) di
Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2008.
DMF-T Jumlah Persen
0 27 18,8
1 3 2,1
2 23 16,0
3 24 16,7
4 22 15,3
5 20 13,9
6 13 9,0
7 9 6,3
8 3 2,1
Jumlah 144 100,0

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 144 responden , terdapat DMF-T = 0 (bebas karies)
paling banyak yaitu 27orang (18,8%), dan terdapat DMFT-T=8 dan 1 paling sedikit yaitu
3 orang (2,1%).
4.2 Tingkat Keparahan Karies (DMF-T) Rata-rata
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan tingkat keparahan karies (DMF-T) rata-
rata di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2008.
Karies gigi Jumlah gigi Rata – rata
D 382 2.65
M 92 0.64
F 0 0
Jumah 474 3,29

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah D (Decay) atau gigi yang berlubang sebesar 382
gigi dengan rata-rata 2,65, kemudian M (Missing) atau banyaknya gigi yang hilang
sebesar 92 gigi dengan rata-rata 0,64 dan F (Filling) atau gigi dengan tambalan sebesar 0
dengan rata-rata 0. Berdasarkan data yang diperoleh dari 144 responden (474 gigi) yang
telah diperiksa, ditemukan jumlah paling banyak nomor satu adalah gigi berlubang yang
disebabkan karena karies, kemudian nomor kedua adalah gigi yang hilang karena karies
atau indikasi pencabutan,kemudian nomor ketiga adalah tidak ditemukan gigi yang
mempunyai tambalan, sehingga didapatkan nilai DMF-T rata-rata 3,29.
4.3 Karies Gigi
Dari 144 responden yang telah diperiksa terdapat 27 responden yang tidak mengalami
karies gigi dengan persentase 18,8% dan terdapat 117 responden mengalami karies gigi
dengan persentasi 81,2% (Tabel 3).
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat kedalaman karies (CO-C4) di Kecamatan
Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008

Karies gigi Jumlah Persen


C0 (Tidak ada karies) 27 18,8
C1 – C4 (Ada karies) 117 81,2
Jumlah 144 100,0
Data Primer
Analisis Multivariat
4.3.1.1 Karies gigi dengan kadar fluor sebelum dididihkan
Dari 117 responden yang mengalami karies gigi, terdapat 81 orang dengan
kadar fluor sangat rendah dan 36 orang dengan kadar fluor rendah, sedangkan dari
27 responden yang tidak mengalami karies gigi, terdapat 16 orang dengan kadar
fluor sangat rendah dan 11 orang dengan kadar flour rendah (Tabel 5).
Tabel 5. Distribusi karies gigi dengan kadar fluor sebelum dididihkan di
Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2008.

Sebelum Karies Gigi


Jumlah
Karies Tidak Karies
dididihkan (Fluor 1) n % n % n %
Sangat rendah < 0,3 81 83,5 16 16,5 97 100,0
Rendah 0,3 – 0,7 36 76,6 11 23,4 47 100,0
Jumlah 117 81.3 27 18.8 144 100.0
Data Primer
4.3.1.2 Karies gigi dengan kadar fluor setelah dididihkan
Berdasarkan hasil pemeriksaan karies gigi dan hasil pengukuran kadar fluor
setelah dididihkan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 6. Distribusi karies gigi dengan kadar fluor setelah dididihkan di Kecamatan
Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008.
Setelah dididihkan Karies Gigi
Jumlah
Karies Tidak karies
(Flour 2) n % n % n %
Sangat rendah < 0,3 81 83,5 16 16,5 97 100,0
Rendah 0,3 – 0,7 36 76,6 11 23,4 47 100,0
Jumlah 117 81.3 27 18.8 144 100.0

DataData Primer
Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa :
a. Responden yang mempunyai karies gigi lebih banyak mengkonsumsi kadar fluor
yang sangat rendah (83,5%) dan rendah (76,6%) adalah sama sebelum dididihkan
dan setelah dididihkan (83,5%).
b. Responden yang tidak mempunyai karies gigi lebih banyak mengkonsumsi kadar
fluor yang rendah (23,4%) dan sangat rendah (16,5%) adalah sama sebelum dan
setelah dididihkan.
Artinya kadar fluor tetap memberikan kontribusi untuk terjadinya karies gigi, namun
menurut (Roth, dkk., 1981) secara klinik untuk perkembangan karies gigi membutuhkan
waktu yang lama rata-rata 12-24 bulan.
4.4 Kadar fluor terhadap keparahan karies gigi (DMF-T)
Tabel 7 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai DMF-T sangat rendah
mempunyai sumber air minum yang lebih banyak mengandung kadar fluor rendah yaitu
(23,4%). Responden yang mempunyai DMF-T sangat tinggi mempunyai sumber air
minum yang lebih banyak mengandung kadar fluor sangat rendah yaitu (10,3%).
Tabel 7. Kadar fluor terhadap keparahan karies gigi (DMF-T) anak SD di
Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2008.
Keparahan Karies gigi (DMF-T)
Sangat Sangat
kadar Rendah Sedang Tinggi Jumlah
rendah tinggi
Fluor 1,2 – 2,6 2,7 – 4,4 4,5 – 6,6
< 1,2 >6,6
n % n % n % n % n % n %
Sangat
rendah 19 19,6 14 14,4 29 29,9 25 25,8 10 10,3 97 100,0
<0,3
Rendah
11 23,4 9 19,1 17 36,2 8 17,0 2 4,3 47 100,0
0,3 -0,7
Jumlah 30 20,8 23 16,0 46 31,9 33 22,9 12 8,3 144 100,0
Data Primer
5. PEMBAHASAN
5.1 Keadaan Karies Gigi Anak SD
Pada penelitian ini, mengenai jumlah bebas karies hanya sebanyak 27 orang dari 144
anak. Hasil rerata DMFT adalah 3,29, hasil tersebut menurut WHO termasuk dalam
kategori sedang dan sedikit berbeda dari Profil Kesehatan Gigi dan Mulut 2005 bahwa
target yang ditetapkan WHO untuk indicator derajat kesehatan gigi dan mulut anak usia
12 tahun yaitu DMF-T ≤ 3. Secara epidemiologi mempunyai alas an terentu mengenai
keterkaitan berbagai faktor penyebab kejadian karies. Menurut Suwelo,Is (1994) bahwa
perbedaan suku/ras, budaya, lingkungan akan menyebabkan perbedaan karies. Diketahui
bahwa masyarakat kecamatan Londono pada penelitian ini merupakan masyarakat yang
multi etnis, juga karena faktor susunan gigi yang berjejal yang biasanya sulit dibersihkan
dari sisa makanan.
5.2 Kadar fluor air
Pada tabel terlihat bahwa ada perubahan kadar fluor tertinggi setelah dididihkan, hal
ini disebabkan karena fluor bereaksi dengan silica membentuk silicafluorit yang larut
dalam air. Namun pada penelitian ini dari 27 sampel air yang telah diteliti ada 21 sampel
air yang tidak mengalami perubahan kadar fluor sebelum dan setelah dididihkan, ini
disebabkan karena fluor tidak mudah menguap hanya dengan dididihkan kecuali bila
dibakar pada suhu sekitar ≥600 °C. Hai ini berarti bahwa kadar fluor yang baik untuk
dikonsumsi adalah kadar fluor yang tidak mengalami perubahan setelah dididihkan,
dengan asumsi bahwa air sebelum dikonsumsi oleh masyarakat terlebih dahulu harus
dididihkan. Kadar fluor yang tidak mengalami perubahan sebelum dan setelah
dididihkan, maka air yang dikonsumsi tidak kehilangan kandungan kadar fluor, meskipun
pada hasil pemeriksaan laboratorium ternyata kadar fluor air di Kecamatan Landono
masih rendah dan ada beberapa desa yang masih sangat rendah kadar fluornya. Dean dari
US Public Health Service menganjurkan pemakaian 1 ppm fluoride dalam air minum.
Ternyata insiden karies menurun 50-60% dan tidak ditemukan mottled enamel.
Sampel air yang berasal dari mata air, perpipaan dan sebagian sumur gali tidak
mengalami perubahan kadar fluor setelah dididihkan. Kadar fluor tertinggi pada air
sebelum dididihkan pada sumur gali (0,42 ppm) dan terendah pada sumur gali dan mata
air (0,09 ppm). Sedangkan kadar fluor air tertinggi setelah dididihkan terdapat pada
sumur gali (0,40 ppm) dan terendah pada sumur gali dan mata air (0,09 ppm), Ada
perbedaan berarti pada distribusi bebatuan yang dengan mudah melepaskan fluor. Fluor
yang terkandung dalam air tanah berbeda tergantung adanya kandungan fluor yang
terbentuk pada kedalaman yang berbeda.
5.3 Kadar fluor air sebelum dan setelah dididihkan dengan keparahan karies gigi
(DMF-T)
Pada penelitian ini kadar fluor sebelum dan setelah dididihkan tidak mengalami
perubahan.

a. Anak yang mempunyai DMF-T sangat rendah mempunyai sumber air minum yang
mengandung kadar fluor rendah yaitu 23,4%

b. Anak yang mempunyai DMF-T sangat tinggi mempunyai sumber air minum yang
mengandung kadar fluor yang sangat rendah yaitu 10,3%.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Monang Panjaitan (2003), pengalaman karies
pada anak usia 12 sampai 15 tahun di Kampung Nelayan dan Uni Kampung Belawan
menunjukkan pengalaman karies gigi tetap anak yang minum air sumur bor lebih kecil
dibanding anak yang minum air leding. Fluoride yang terkandung dalam air sumur bor
mempunyai pangaruh terhadap prevalensi karies. Kadar fluor sebelum dan setelah
dididihkan memberikan kontribusi terhadap kejadian karies dan proses terjadinya karies
membutuhkan waktu yang lama 12-24 bulan.
5.4 Hubungan kadar fluor air minum terhadap karies gigi
Dengan menggunakan analisis korelasi spearman rank diketahui bahwa, kadar fluor
dalam air minum berhubungan dengan karies gigi dan hubungan tersebut berbanding
terbalik, semakin tinggi kadar fluor air semakin rendah terjadinya karies gigi, dan
sebaliknya.
Di Kecamatan Landono kadar fluor dalam air minumnya termasuk dalam kategori
rendah, dan beberapa tempat sangat rendah. DMF-T rata-rata 3,29 yang masuk dalam
kategori sedang (WHO), dan degan mayoritas tingkat kedalam karies pada email
(dangkal).
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kadar fluor air minum tertinggi di Kecamatan Landono adalah 0,42 ppm (rendah) dan
terendah adalah 0,09 ppm (sangat rendah) dengan rata-rata sebelum dididihkan adalah
0,214 ppm dan setelah dididihkan 0,212 ppm. Dean dari US Public Health Service
menganjurkan pemakaian fluor dalam air minum sebesar 1 ppm. Rata-rata tingkat
keparahan karies gigi (DMF-T) anak SD di Kecamatan Landono tergolong sedang (3,29)
dengan jumlah bebas karies (DMF-T =0) sebanyak 27 orang (18,8 %) dari 144 orang
yang diteliti dan tingkat kedalaman karies (C1-C4) masih dalam kategori karies dangkal
(karies pada email). Semakin tinggi kadar fluor dalam air minum maka semakin rendah
tingkat keparahan karies gigi (nilai DMF-T rendah), demikian pula sebaliknya. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kadar fluor air minum terhadap karies
gigi anak sekolah dasar di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi
Sulawesi Tenggara.
6.2 Saran
Disarankan kepada masyarakat untuk melakukan fluoridasi baik melalui fluoridasi air
minum, penggunaan pasta gigi yang berfluoride maupun mengkonsumsi makanan dan
minuman yang mengandung fluor.
DAFTAR PUSTAKA
Sunubi, E. (2014). Hubungan Kadar Fluor Air Minum terhadap Karies Gigi pada Anak Sekolah
Dasar di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Jurnal Masyarakat Epidemiologi Indonesia, Vol.2 No.2 : 87-92.

Anda mungkin juga menyukai