Anda di halaman 1dari 13

KEGIATAN HULU MIGAS BERBUDAYA LINGKUNGAN

MAKALAH

IAN CANDINI KAMIL


071001400076

PROGRAM STUDI TEKNIK PERINYAKAN


FAKURTAS TEKNOLOGI MEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
2018
KATA PEGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
administrasi pendidikan dalam profesi keguruan.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bogor,29 oktober 2018


Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN
KATA PEGANTAR ...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
BAB II ISI ..................................................................................................................................... 2
2.1 Ketentuan Lingkungan Hidup ............................................................................................. 6
2.2 Contoh Kasus Industri Migas yang Tidak Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup.......... 7
2.3 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan ......................................................... 7
BAB III PENUTUP....................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 10

ii
BAB I PENDAHULUAN

keadaan lingkungan hidup dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan.


Kerusakan lingkungan yang banyak menjadi sorotan masyarakat adalah kerusakan
hutan. Berdasarkan catatan akhir tahun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(WALHI), kerusakan hutan yang terjadi menyebabkan 83% (delapan puluh tiga
persen) bencana banjir longsor di Indonesia. Menurut Supardi Lasaming, Direktur
Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tengah, liberalisasi izin-izin di bidang
lingkungan hidup dan pertambangan merupakan faktor utama peyebab kerusakan
hutan. Lebih lanjut Supardi mengatakan bahwa selain investasi di bidang lingkungan
hidup, penyebab lain dari terjadinya kerusakan hutan adalah investasi di bidang
pertambangan.

Sebenarnya, sektor pertambangan mempunyai kontribusi yang besar terhadap


penerimaan negara. Menurut Direktur Jenderal Mineral, Batubara, dan Panas Bumi
(Minerbapabum) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Simon F. Sembiring,
investasi pada sektor pertambangan, yang terdiri dari bidang minyak dan gas bumi
(migas), ketenagalistrikan, mineral, batubara, dan panas bumi, berjumlah sekitar
14,32 miliar dolar Amerika Serikat, pada tahun 2006. Namun demikian, tidak dapat
dipungkiri bahwa keberadaan sektor pertambangan, khususnya migas, cenderung
dipersepsikan sebagai sumber pencemaran lingkungan dan menganggu kelestarian
hutan.

Seharusnya, pembangunan sektor migas dapat berjalan beriringan dengan


pembangunan pada sektor lingkungan hidup. Terciptanya keseimbangan antara
pemanfaatan dan kelestarian hutan dan migas merupakan prasyarat penting bagi
terlaksananya keberlanjutan pembangunan sektor lingkungan hidup dan migas. Oleh
karena itu, pada memo ini akan dicoba dibahas lebih lanjut mengenai keterkaitan
antara sektor migas dengan kelestarian hutan.

1
BAB II ISI

Kegiatan usaha migas seharusnya dilakukan dengan berdasarkan pada ekonomi


kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran
bersama dan kesejateraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan, dan kepastian hukum
serta berwawasan lingkungan. Adapun salah satu tujuan penyelenggaraan kegiatan usaha
migas, menurut Pasal 3 huruf f adalah sebagai berikut:

“menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan


kemakmuran rakyat yang adil dan merata, serta menjaga kelestarian lingkungan
hidup.’

Dari kedua aturan di dalam UU Migas tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam
pelaksanaan sektor industri migas, harus selalu memperhatikan aspek-aspek kelestarian
lingkungan hidup, termasuk diantaranya adalah sektor lingkungan hidup.

Kegiatan usaha migas terdiri atas:

a. kegiatan usaha hulu yang mencakup:

a) eksplorasi;

b) eksplotasi.

b. Kegiatan usaha hilir yang mencakup:

a) Pengolahan;

b) Pengangkutan;

c) Penyimpanan;

d) Niaga.

2
3

Kegiatan usaha hulu dilaksanakan melalui Kontrak Kerja Sama, yang paling
sedikit memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Penerimaan negara;

b. Wilayah Kerja & pengembaliannya;

c. Kewajiban pengeluaran dana;

d. Perpindahan kepemilikan hasil produksi datas migas;

e. Jangka waktu dan kondisi perpanjangan kontrak;

f. Penyelesaian perselisihan;

g. Kewajiban pemasokan migas untuk kebutuhan dalam negeri;

h. Berakhirnya kontrak;

i. Kewajiban pasca operasi pertambangan;

j. Keselamatan dan kesehatan kerja;

k. Pengelolaan lingkungan hidup;

l. Pengalihan hak dan kewajiban;

m. Pelaporan yang diperlukan;

n. Rencana pengembangan lapangan;

o. Pengutamaan pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri;

p. Pengembangan masyarakat dan sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat;

q. Pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia.


4

Untuk menjamin agar industri migas dapat tetap menjaga kelestarian lingkungan
hidup, maka diperlukan peran serta pemerintah. Dalam hal ini pemerintah memiliki
peranan sebagai regulator, sekaligus melaksanakan fungsi pengawasan. Pasal 39 ayat (1)
UU Migas menyebutkan bahwa pemerintah berperan untuk melakukan pembinaan
terhadap sektor usaha migas, yang antara lain mencakup penetapan kebijakan mengenai
kegiatan usaha migas, berdasarkan pada:

a. cadangan dan potensi sumber daya migas yang dimiliki;

b. kemampuan produksi;

c. kebutuhan bahan bakar migas dalam negeri;

d. penguasaan teknologi;

e. aspek lingkungan dan pelestarian lingkungan hidup;

f. kemampuan nasional;

g. kebijakan pembangunan.

Sedangkan fungsi pengawasan yang dilakukan pemerintah antara lain


pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan kegiatan usaha migas terhadap ditaatinya
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang meliputi:

a. konservasi sumber daya dan cadangan migas;

b. pengelolaan data migas;

c. penerapan kaidah keteknikan yang baik;

d. jenis dan mutu hasil olahan migas;

e. alokasi dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan bahan baku;

f. keselamatan dan kesehatan kerja;


5

g. pengelolaan lingkungan hidup;

h. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun
dalam negeri;

i. penggunaan tenaga kerja asing;

j. pengembangan tenaga kerja Indonesia;

k. pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat;

l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi migas;

m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha migas sepanjang menyangkut


kepentingan umum.

Namun demikian, yang memegang peranan terpenting untuk menjamin agar


sektor usaha migas dapat tetap menjaga kelestarian lingkungan, adalah badan usaha itu
sendiri, sebagai pelaku di lapangan. Oleh karena itu, di dalam Pasal 40 UU Migas diatur
mengenai kewajiban-kewajiban Badan Usaha dalam rangka menjamin kelestarian
lingkungan hidup, yaitu sebagai berikut:

a. menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup dan
menaati ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dalam kegiatan
usaha migas;

b. melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas


terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pascaoperasi
pertambangan;

c. bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat .


6

2.1 Ketentuan Lingkungan Hidup

Kewajiban badan usaha, termasuk yang bergerak dalam industri migas, untuk
menjaga kelestarian lingkungan hidup telah diatur dengan tegas di dalam UU LH, antara
lain sebagai berikut:

a. dilarang melanggar mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;

b. wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup, bagi rencana


usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar
dan penting terhadap lingkungan hidup;

c. wajib melakukan pengelolaan limbah hasil usaha dan/atau kegiatan;

d. wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun.

Terhadap badan usaha yang melakukan pelanggaran atas ketentuan yang


telah diatur tersebut, di dalam UU LH juga telah diatur mengenai sistem
penjatuhan sanksi, yaitu sebagai berikut:

a. Sanksi administratif, sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (1) dan (2) serta
Pasal 27 ayat (1) UU LH, sebagai berikut:

§ Mencegah dan mengakhiri terjadinya pelanggaran;

§ Menanggulangi akibat yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran;

§ Melakukan tindakan penyelamatan, penanggulangan, dan/atau pemulihan


atas beban biaya;

§ Pembayaran sejumlah uang tertentu;

§ Pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan.

b. Sanksi pidana, sebagaimana diatur dalam pasal 41-47 UU LH.


7

2.2 Contoh Kasus Industri Migas yang Tidak Menjaga Kelestarian Lingkungan
Hidup

a. Pencemaran Lingkungan oleh Lapindo Brantas Inc., di Porong, Kabupaten Sidoarjo


Jawa Timur

Sejak tahun 2006, pipa gas milik Lapindo Brantas Inc., yang terletak di Porong,
mengalami kebocoran dan mengeluarkan lumpur dan air panas, bukan minyak atau gas,
yang mencemari Kali Porong. Kondisi masih berlangsung sampai sekarang, bahkan
semakin memburuk.

Sebenarnya, Lapindo Brantas, Inc., pada tahun 2004, sempet memperoleh


peringkat merah dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam
pengelolaan lingkungan hidup sepanjang tahun 2003. peringkat merah ini diberikan pada
badan usaha yang telah melaksanakan upaya pengendalian dan pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup tetapi belum mencapai persyaratan minimum sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lapindo Brantas Inc. Sudah
memenuhi Baku Mutu Air Limbah dan Baku Mutu Emisi, tetapi belum mengajukan
perizinan limbah B3.

b. Pencemaran Lingkungan di Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu

Pulau Biawak di Indramayu tercemar oleh limbah dari salah satu industri migas
yang beroperasi di Indramayu. Hal ini menyebabkan terganggunya ekosistem air di
wilayah tersebut, selain itu juga menyebabkan matinya ikan-ikan dan menurunnya
kualitas air, sehingga merugikan masyarakat sekitar.

2.3 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan

Melihat adanya fakta tetap adanya sektor industri migas yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan hidup, maka pemerintah memberikan aturan yang tegas terhadap
kewajiban industri sektor migas untuk menjaga kelesatarian lingkungan. Hal ini diatur di
dalam Pasal 74 ayat (1) UU PT, yang berbunyi sebagai berikut:
8

“Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan


dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan.”

Selain itu, untuk menjamin agar sektor industri migas benar-benar melaksanakan
Tanggung Jawab Sosial dan Perusahaan, UU PT juga telah mengatur mengenai
mekanisme pemberian sanksi, yaitu di dalam Pasal 74 ayat (3), yang berbunyi sebagai
berikut:

“Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Salah satu bentuk sanksi yang dapat dijatuhkan kepada sektor industri migas yang
tidak melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan adalah
berdasarkan pada aturan di dalam UU LH.
BAB III PENUTUP

Kelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab seluruh umat


manusia, termasuk di antaranya pemerintah dan badan usaha. Industri sektor migas
sebagai salah satu industri penyumbang terbesar devisa negara, yang juga banyak
terkait dengan aspek lingkungan hidup, memiliki kewajiban untuk turut menjaga
kelestarian lingkungan hidup.

Hukum Indonesia telah memberikan pengaturan yang cukup jelas dan tegas
bagi industri sektor migas terkait dengan kewajibannya dalam menjaga kelestarian
lingkungan hidup. Berbagai kasus kerusakan lingkungan hidup yang terjadi, yang
disebabkan oleh industri sektor migas, merupakan bukti bahwa aturan yang ada belum
terlaksana secara maksimal.

Diharapkan dengan adanya aturan mengenai Tanggung Jawab Sosial dan


Lingkungan Perusahaan, sebagaimana diatur dalam UU PT, dapat menjadi pegangan
bagi industri sektor migas untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Dicari Parpol Environmentalist, dimuat dalam www.surya.co.id pada tanggal 6


Maret 2007, di-download pada tanggal 15 April 2008.
2. Saat ini Sulawesi Tengah dalam Ancaman Krisis Ekologi, dimuat dalam
www.lestari-m3.org pada tanggal 10 Desember 2007, di-download pada tanggal
15 April 2008.
3. Kontribusi Sektor ESDM pada APBN 2006 Mencapai Rp. 237,6 Triliun, dimuat
dalam www.antara.co.id pada tanggal 5 September 2007, di-download pada
tanggal 15 April 2008.
4. Pembangunan Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan, dimuat pada
www.bainfokomsumut.go.id pada tanggal 15 Maret 2007, di-download pada
tanggal 15 April 2008.
5. Pasal 2 UU Migas
6. Pasal 6 UU Migas
7. Pasal 41 UU Migas.
8. Pasal 42 UU Migas.
9. Pasal 14 ayat (1) UU LH.
10. Pasal 15 ayat (1) UU LH.
11. Pasal 16 ayat (1) UU LH.
12. Pasal 17 ayat (1) UU LH.
13. Antoni Manurung, Kerusakan Hutan Di Indonesia, dimuat dalam
www.forumteologi.com, di-download pada tanggal 15 April 2008.
14. 21 Lapangan Kegiatan Hulu Migas Mendapat Peringkat Biru Proper KLH, dimuat
dalam www.bpmigas.com pada tanggal 23 Februari 2005, di-download pada
tanggal 15 April 2008.
15. Pemburu Ikan Hias Ancam Kelestarian Pulau Biawak Selain Keberadaan Industri
Migas yang Diduga Ikut Mencemari, dimuat dalam www.bplhdjabar.go.id, di-
download pada tanggal 15 April 2008.

10

Anda mungkin juga menyukai