Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.
Fraktur yang paling sering terjadi pada sistem skeletal dan dianggap remeh adalah
fraktur phalanx. Fraktur phalanx memiliki frekuensi kejadian mencapai 10 % dari total
fraktur dan mencapai 46% dari total fraktur yang terjadi pada tangan. Jika dirata-ratakan
pertahun angka kejadian fraktur phalanx adalah 1,0 % pada populasi normal. Kejadian fraktur
phalanx terbanyak pada usia 39-60 tahun.
Gejala klinik dari fraktur phalanx sendiri seperti gejala umum fraktur, dimana tampak
pembengkakan, nyeri tekan, keterbatasan gerak karena nyeri. Untuk diagnosis sendiri dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis.
Terapi pada fraktur phalanx tergantung dari garis patahannya apabila garis patahan
tak stabil maka dilakukan open reduksi, apabila garis patahannya stabil biasanya cukup
dengan reposisi tertutup.
Fraktur metatarsal merupakan fraktur yang terjadi pada penghubung antara
pergelangan tangan dengan phalanx. Penyebab langsung dari fraktur ini karena kejatuhan
benda berat, sedangkan penyebab tidak langsung biasanya disebabkan oleh posisi waktu
menginjak tanah dengan kuat kemudian secara tiba-tiba badan melakukan gerakan berputar.
Pada anamnesis biasanya penderita mengeluh nyeri didaerah pedis. Pada pemeriksaan
fisik tampak pembengkakkan, ekimosis, krepitasi, nyeri tekan dan nyeri sumbu.
Penanggulangannya sendiri tergantung fraktur, apabila fragmen frakturnya tidak
mengalami dislokasi, dilakukan imobilisasi dengan pemasangan gips sirkuler, apabila
fragmen mengalami dislokasi dapat dilakukan reposisi tertutup, kalau gagal dengan reposisi
tertutup dapat dengan pemasangan internal fiksasi dengan Kirschner wire.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGIS TULANG METATARSAL DAN PHALANX

Ossa metatarsalia dan phalanges masing masing mempunyai caput di distal, corpus
dan basis di proksimal. Kelima ossa metatarsalia diberi nomor dari sisi medial ke lateral.
Setiap tulang metatarsal adalah tulang panjang miniatur dan memiliki bagian-bagian, yaitu
basis (Base), batang (Shaft) dan kepala (Head).

a. Tulang Metatarsal I
Paling pendek dan paling tebal. Pada basis dari aspek plantar kita jumpai tonjolan
yang disebut tuberositas ossis metatarsalis I. Corpusnya berisi tiga. Permukaan
proksimal dasar memiliki segi berbentuk ginjal, yang cekung ke arah luar.
Metatarsal pertama berartikulasi dengan cuneiform medial, dan sampai batas kecil ke
tulang runcing menengah dan di sisi distal dengan falang proksimal. Lingkar dari facet
berbentuk ginjal beralur untuk menerima ligamen tarsometatarsal. Dasar medial
memberikan perlekatan ke bagian tendon anterior tibialis.
Secara umum, tidak ada fasies artikular pada sisi-sisinya tetapi kadang-kadang suatu
sisi oval mungkin hadir untuk berartikulasi dengan tulang metatarsal kedua. Keunggulan
oval kasar pada permukaan plantar adalah untuk memasukkan longus peroneus, juga
disebut fibularis longus. Tubuh tulang kuat, dan bentuk prisma yang ditandai dengan
baik. Kepalanya besar dan memiliki dua sisi yang terpesona di permukaan plantarnya,
dipisahkan oleh ketinggian, untuk artikulasi dengan tulang sesamoid.
b. Tulang Metatarsal II
Metatarsal kedua adalah metatarsal terpanjang. Ini memiliki basis berbentuk baji. Ini
memproyeksikan mundur dan ditahan di reses yang dibentuk oleh tiga tulang
cuneiformis. Sisi medial alas memiliki sisi dorsal untuk cuneiform medial. Ini
berartikulasi dengan tulang cuneiform, metatarsal ketiga dan kadang-kadang tulang
metatarsal pertama.Basisnya luas di atas, sempit dan kasar di bawah. Ini menyajikan
empat permukaan artikular:
 Aspek posterior dari dasar, segi segitiga adalah untuk artikulasi dengan tulang
cuneiform menengah
 Sebuah segi di bagian atas permukaan medial berartikulasi dengan runcing medial
 Pada aspek lateral dari basa, faset atas dan bawah hadir, dipisahkan oleh interval
non-artikular kasar. Punggungan vertikal membagi kedua permukaan artikular lateral
ini menjadi dua. Yang anterior mengartikulasikan dengan metatarsal ketiga dan
posterior dengan cuneiform lateral.
 Faset kelima kadang-kadang hadir untuk artikulasi dengan metatarsal pertama;
bentuknya oval, dan terletak di sisi medial tubuh dekat pangkalan.

Basis metatarsal kedua bertindak sebagai keystone untuk sendi Lisfranc atau artikulasi
tarsometatarsal. keystone adalah potongan batu berbentuk baji di puncak kubah batu atau
lengkungan, yang merupakan bagian akhir yang ditempatkan selama konstruksi dan
mengunci semua batu ke posisi, memungkinkan lengkungan untuk menahan berat.
c. Tulang Metatarsal III
Tulang metatarsal ketiga adalah tulang panjang di kaki. Ini adalah metatarsal terpanjang
kedua. Basisnya berbentuk baji. Artikulasi :
 Tulang metatarsal ketiga berartikulasi secara proksimal, dengan menggunakan
permukaan halus segitiga, dengan rona ketiga
 Medial, oleh dua sisi, dengan metatarsal kedua
 Secara lateral satu sisi untuk metatarsal keempat. Faset terakhir ini terletak di sudut
dorsal pangkalan.

d. Tulang Metatarsal IV
Tulang metatarsal keempat berukuran lebih kecil daripada tulang metatarsal ketiga
dan merupakan metatarsal terpanjang ketiga. Basis metatarsal keempat berbentuk baji
dan memiliki permukaan segi empat untuk mengartikulasikan dengan berbentuk kubus.
Pada sisi lateral, pangkalan memiliki satu sisi dorsal untuk tulang metatarsal kelima. Sisi
medial pangkalan memiliki satu wajah ditempatkan di bagian punggung, yang dibagi
menjadi bagian proksimal untuk runcing lateral dan bagian distal untuk tulang metatarsal
ketiga. Kepala mengartikulasikan dengan phalanx proksimal keempat.
e. Tulang Metatarsal V
Tulang metatarsal kelima adalah tulang panjang di kaki. Ini adalah tulang terkecil kedua
dari lima tulang metatarsal. Metatarsal kelima memiliki proses tuberositas atau styloid
besar yang memproyeksikan mundur dan lateral. Basis berartikulasi di belakang, oleh
permukaan segitiga dipotong miring dalam arah melintang. Sisi medial basa memiliki
satu sisi untuk tulang metatarsal keempat. Permukaan plantar dari pangkal adalah alur
oleh tendon dari digit minimal abduktor. Kepala mengartikulasikan dengan falang
proksimal kelima, tulang pertama di jari kaki kelima. Band yang kuat dari aponeurosis
plantar menghubungkan bagian memproyeksikan tuberositas dengan proses lateral
tuberositas calcaneus.
Ada 14 phalang di setiap kaki; 2 untuk jempol kaki dan tiga untuk masing-masing jari kaki
lainnya. Dibandingkan dengan phalang tangan, ini jauh lebih kecil dalam ukuran, dan poros
(terutama jika pengaturan dan fitur mereka mirip di dua anggota badan.
1. Basis phalang distal
 Lateral empat jari kaki
- Flexor digitorum longus pada permukaan plantar
- Ekspansi eksentensor pada permukaan dorsal.
 Jempol kaki
- Flexor Hallucis longus pada permukaan plantar
- Ekstensor halusus longus pada permukaan dorsal.
2. Basis dari middle phalang
 Flexor digitorum brevis pada permukaan plantar
 Perluasan ekstensor pada permukaan dorsal
3. Basis dari phalang proksimal
 Jari ke-2, ke-3 dan ke-4:
- Otot lumbris di sisi medial
- Otot interosseus di setiap sisi.
 Kaki kelima
- Otot plantar interosseus di sisi medial
- Abuductor digit minimi dan digit fleksor minimi brevis pada sisi lateral.
 Jempol kaki
- Abductor hallucis dan bagian dari flexor hallucis medial
- Abductor hallucis dan sisa bagian dari flexor hallucis brevis lateral
Selubung fleksor fibrosa melekat pada margin proksimal dan falang tengah lateral empat
jari kaki.

b. Ligamen – ligamen
Tulang-tulang dihubungkan oleh ligamen dorsal, plantar, dan interoseus.
1. Ligamen Dorsal
Ligamen dorsal kuat, pita datar.
- Metatarsal pertama bergabung dengan runcing pertama dengan pita lebar dan
tipis
- Metatarsal kedua memiliki tiga pita, satu dari setiap tulang cuneiform
- Tulang ketiga memiliki satu pita dari runcing ketiga
- Metatarsal keempat memiliki satu dari runcing ketiga dan satu dari kubus
- Metatarsal kelima memiliki satu pita dari kubus
2. Ligament Plantar
Ligamentum plantar terdiri dari band longitudinal dan oblique.
- Metatarsal pertama dan kedua adalah ligamen terkuat.
- Metatarsal kedua dan ketiga bergabung dengan pita oblik ke runcing pertama
- Metatarsal keempat dan kelima dihubungkan oleh beberapa serat ke bentuk
kubus
3. Ligament interosseous
ligamen interoseus jumlahnya ada tiga:
- Ligamentum interoseus pertama adalah yang terkuat. Melewati dari permukaan
lateral cuneiform pertama ke sudut yang berdekatan dari metatarsal kedua.
- Ligamentum interoseus kedua menghubungkan runcing ketiga dengan sudut
yang berdekatan dari metatarsal kedua.
- Ligamentum interoseus ketiga berasal dari sudut lateral dari runcing ketiga ke
sisi yang berdekatan dari dasar metatarsal ketiga.

c. Biomekanik Metatarsophalangeal Joint


Metatarsophalangeal joint merupakan bentuk sendi condyloid biaxial yang
menghasilkan 2 pasang gerakan (2 DKG) yaitu fleksi – ekstensi dan abduksi – adduksi.
ROM fleksi metatarsophalangeal adalah 0o – 45o, sedangkan ROM ekstensi
metatarsophalangeal adalah 0o- 70o (secara pasif). Otot yang bekerja pada fleksi
metatarsophalangeal adalah fleksor hallucis longus dan fleksor digitorum longus, sedangkan
pada ekstensi metatarsophalangeal adalah ekstensor hallucis longus dan ekstensor digitorum
longus.
ROM ekstensi pada metatarsophalangeal joint lebih penting daripada fleksi
(berbeda dengan metacarpophalangeal) karena gerakan ekstensi pada metatarsophalangeal
joint sangat dibutuhkan untuk aktivitas berjalan.
B. PATOLOGI
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya
(Brunner & Suddarth, 2001 dalam Wijaya & Putri, 2013 : 235). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 dalam Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012 :
15).
Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya trauma
ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan, namun jika
terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi kemampuan tulang
untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur (Garner, 2008; Price & Wilson, 2006).
fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang, yang diakibatkan oleh tekanan eksternal
yang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Bila Fraktur mengubah posisi
tulang, struktur yang ada disekitarnya (otot, tendon, saraf dan pembuluh darah) juga
mengalami kerusakan , cidera traumatic paling banyak menyebabkan Fraktur. Fraktur
Patologis terjadi tanpa trauma pada tulang yang lemah karena demineralisasi yang
berlebihan. (Carpenito, 2000)

Klasifikasi fraktur menurut Rasjad (2007):

1) Berdasarkan etiologi:

a) fraktur traumatik

b) fraktur patologis,

c) fraktur stress terjadi karena adanya trauma terus menerus di suatu tempat

2) Berdasarkan klinis:

a) Fraktur terbuka

b) Fraktur tertutup

c) Fraktur dengan komplikasi

3) Berdasarkan radiologi:

a) Lokalisasi
b) Konfigurasi

c) Ekstensi

d) fragmen

Ada beberapa subtipe fraktur secara klinis antara lain:

1) Fragility fracture

Merupakan fraktur yang diakibatkan oleh karena trauma minor. Misalnya, fraktur
yang terjadi pada seseorang yang mengalami osteoporosis, dimana kondisi tulang
mengalami kerapuhan. Kecelakaan ataupun tekanan yang kecil bisa mengakibatkan
fraktur.

2) Pathological fracture

Fraktur yang diakibatkan oleh struktur tulang yang abnormal. Tipe fraktur patologis
misalnya terjadi pada individu yang memiliki penyakit tulang yang mengakibatkan
tulang mereka rentan terjadi fraktur. Fraktur pada seseorang yang diakibatkan oleh
patologi bisa menyebabkan trauma spontan ataupun trauma sekunder.

3) High-energy fraktur

High-energy fraktur adalah fraktur yang diakibatkan oleh adanya trauma yang serius,
misalnya seseorang yang mengalami kecelakaan jatuh dari atap sehingga tulangnya
patah. Stress fracture adalah tipe lain dari high-energy fracture, misalnya pada seorang
atlet yang mengalami trauma minor yang berulang kali. Kedua tipe fraktur ini terjadi
pada orang yang memiliki struktur tulang yang normal.

Beberapa ahli yang lain (Mansjoer, 2010) membagi jenis fraktur berdasarkan pada ada
tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan paparan luar sebagai fraktur tertutup
(closed fracture) dan fraktur terbuka (open fracture). Derajat fraktur tertutup berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1) Derajat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.

2) Derajat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
3) Derajat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
adanya pembengkakan.

4) Derajat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
terjadinya sindroma kompartement.

Derajat fraktur terbuka berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1) Derajat 1: laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.


2) Derajat 2: laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
3) Derajat 3: luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.

Price & Wilson (2006) juga membagi derajat kerusakan tulang menjadi dua, yaitu
patah tulang lengkap (complete fracture) apabila seluruh tulang patah; dan patah tulang
tidak lengkap (incomplete fracture) bila tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Hal ini
ditentukan oleh kekuatan penyebab fraktur dan kondisi kerusakan tulang yang terjadi
trauma.
Smeltzer & Bare (2006) membagi jenis fraktur sebagai berikut:
1) Greenstick: fraktur sepanjang garis tengah tulang.
2) Oblique: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
3) Spiral: fraktur memuntir seputar batang tulang.
4) Comminutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen/bagian.
5) Depressed: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam, sering terjadi pada
tulang tengkorak dan tulang wajah.
6) Compression: fraktur dimana tulang mengalami kompresi, biasanya sering terjadi
pada tulang belakang.
7) Patologik: fraktur pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis
tulang, dan tumor).
8) Avultion: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya.
9) Epificial: fraktur melalui epifisis.
10) Impaction: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.

Kompilkasi fraktur:
a. Mal Union : adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak seharusnya, membentuk sudut atau miring.
b. Delayed Union : adalah proses penyembuhan yang terus berjalan tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
c. Non Union : adalah tulang yang patah dapat menjadi komplikasi yang
membahayakan bagi penderita.

2. Etiologi
Long (2006) menjelaskan, penyebab fraktur adalah peristiwa trauma, kecelakaan, dan
hal-hal patologis. Smeltzer & Bare (2006) menyebutkan bahwa fraktur terjadi akibat
trauma langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan kontraksi otot yang
ekstrim.
Penyebab fraktur antara lain:
 Trauma langsung
Menyebabkan fraktur/patang tulang pada titik terjadinya trauma itu.
 Trauma tidak langsung
Menyebabkan fraktur/patang tulang pada tempat yang jauh dari tempat
terjadinya trauma.
 Adanya metastase tulang yang dapat melunakkan struktur tulang dan
menyebabkan fraktur.
 Adanya penyakit primer, seperti asteophorasis.

3. Tanda dan Gejala


a. Tanda – tanda klasik fraktur
- Nyeri
- Deformitas
- Perubahan bentuk
- Kropitasi
- Pergerakan abnormal
- Bengkak

b. Gejala – gejala fraktur


Gejala fraktur menurut Mansjoer Arif, dkk, 2000 : 357, adalah :
- Kelainan bentuk pada bagian yang patah (deformitas)
- Krepitasi terasa atau terdengar bila fraktur digerakkan
- Tampak adanya fragmen tulang yang keluar pada fraktur komplikasi
- Pemeriksaan radiologi tampak adanya fraktur

4. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi

Trauma dan kondisi patologis yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan fraktur,

fraktur menyebabkan diskontuinitas jaringan tulang yang dapat membuat penderitanya

mengalami kerusakan mobilitas fisiknya. Apabila kulit sampai robek hal ini akan menjadikan

luka terbuka dan akan menyebabkan potensial infeksi. Diskontuinitas jaringan tulang dapat

mengenai/terjadi di 3 bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf serta tulang itu

sendiri. Apabila mengenai jaringan lunak maka akan terjadi spasme otot yang menekan ujung

– ujung saraf dan pembuluh darah mengakibatkan nyeri, deformitas serta syndrome

compartemen. Jika diskontuinitas terjadi di pembuluh darah dan saraf maka perdarahan akan

bertambah banyak mengakibatkan hipovolemi dan jika tidak segera ditangani akan terjadi

syok, jaringan akan kekurangan oksigen dan bisa berakibat fatal yaitu kematian. Jika terjadi

ditulang maka akan mengalami 2 hal yaitu tindakan imobilisasi fiksasi dan perubahan bentuk

tulang, jika tulang sudah terjadi perubahan baik dalam komposisi atau pun kemampuannya

maka akan terjadi kerusakan periostenum dan sumsum tulang, terjadinya kerusakan akan

membuat serpihan lemak masuk kedalam pembuluh darah yang terbuka dan hanyut bersama

aliran darah terjadilah emboli lemak dan jika terjadi diparu terjadi emboli paru dengan tanda-

tanda pasien akan mengalami sesak, apabila sudah sesak maka terjadi hipoksia jaringan bisa

sistemik dan lokal, jika terjadi secara lokal maka terjadi kematian saraf dan pembuluh darah

karena tidak mendapatkan suplai oksigen yang adekuat lama kelamaan akan terjadi kematian

jaringan dan pasien harus segera diamputasi. Dan jika terjadi secara sistemik maka akan

terjadi kematian.

Fraktur tulang metatarsal (tulang pertengahan kaki) sering terjadi. Penyebab yang paling

sering adalah terlalu banyak berjalan atau penggunaan berlebihan yang menyebabkan tekanan
yang tidak langsung. Penyebab lain adalah benturan yang terjadi secara mendadak. Selain

dilakukan pembedahan untuk meluruskan pecahan-pecahan tulang yang patah, perlu

dilakukan imobilisasi dengan gips. Masa penyembuhan biasanya memerlukan waktu 3 – 12

minggu, tetapi pada usia lanjut atau status kesehatan yang buruk, mungkin diperlukan waktu

yang lebih lama.

Anda mungkin juga menyukai