Anda di halaman 1dari 4

1.

Bercak Daun
Penyakit bercak daun pada kacang tanah disebabkan oleh Cercospora personata.
C.personata membentuk stadium sempurna pada musim hujan yang sangat lembab. Cendawan
membentuk askostroma pada kedua permukaan daun meskipun lebih banyak pada permukaan
bawah. Konidia dibentuk pada sisi bawah atau atas daun tetapi um unya pada sisi bawah.
Cendawan membentuk stroma yang padat, garis tengahnya sampai 130 µm. Konidiofor
dibentuk dalam jumlah besar pada bercak, membentuk rumpun yang rapat, kadang-kadang
pada lingkaran sepusat. Untuk warnanya sendiri coklat muda sampai coklat kehijauan, licin,
mempunyai bengkokan seperti lutut, tidak bersekat, atau bersekat jarang, berukuran 10-100 x
3-6,5 µm, bekas tempat melekatnya konidium tampak jelas, menebal dan menonjol dengan
lebar 2-3 µm. Konidia coklat kehijauan, kebanyakan mempunyai warna yang sama dengan
konidiofornya, berbentuk seperti tabung atau seperti gada terbalik, biasanya lurus atau agak
lengkung, jika diperhatikan dindingnya tampak kasar, ujungnya membulat, pangkalnya
meruncing pendek, bersekat 1-9, tidak menyempit pada sekat, dan berukuran 20-70 x 4-9 µm
(Holliday P, 1980).
Biasanya penyakit yang disebabkan C.personata menimbulkan gejala yang lebih lambat.
Pada daun kacang kacang tanah, cendawan akan membentuk bercak-bercak yang umumnya
bulat, dengan garis tengah 1-5 mm meskipun kadang-kadang sampai 15 mm. Bercak yang
ditimbulkan mempunyai halo kuning. Dari sisi atas bercak berwarna coklat dan dari sisi bawah
tampak hitam dengan titik-titik hitam yang terdiri dari rumpun-rumpun konidiofor. Cendawan
juga dapat menyerang tangkai daun, daun penumpu, batang dan tangkai buah (Haryono,
Semangun. 1993).
Pemencaran penyakit ini dibantu oleh angin dan serangga, meskipun angin memegang
peranan yang jauh lebih besar. C.personata menyebar sangat cepat, sehingga dalam waktu 7
hari intensitas penyakit dapat meningkat 10 kali. Di udara, konidia kedua cendawan tersebut
paling banyak terdapat menjelang tengah hari. Infeksi dapat terjadi melalui kedua sisi daun.
Jamur mengadakan penetrasi langsung dengan menembus permukaan lateral sel-sel epidermal,
atau melalui mulut daun. Infeksi pada daun paling banyak melalui epidermis atas. Cendawan
dapat mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman sakit dan pada tanaman kacang tanah yang
tumbuh liar. Selain itu, pertanaman tua dapat menjadi sumber infeksi bagi pertanaman baru di
dekatnya. Penyakit bercak daun sangat dipengaruhi oleh kelembaban. Dalam cuaca kering
penyakit baru berkembang banyak bila tanaman berumur 70 hari, sedangkan dalam cuaca
lembab terjadi pada umur 40 -45 hari. Pada suhu 23,5 – 26,50 C terjadi epidemik bercak daun
bila kelembaban nisbi paling rendah 95% berlangsung 6-8 jam. Di antara jenis-jenis unggul
yang dianjurkan dewasa ini seperti varietas Kelinci, Rusa, dan Anoa tahan terhadap penyakit
bercak daun, tetapi Rusa dan Anoa kurang tinggi daya hasilnya (Sumarno, 1987).
Menurut Sumarno (1987), penyakit karat daun ini dapat dikendalikan dengan cara :
1. Pergiliran tanaman lain selain kacang tanah
2. Menghilangkan gulma di sekitar tanaman untuk mengurangi kelembaban udara
3. Jarak tanam diusahakan agak longgar/renggang, 40-50 cm
4. Pemberian pupuk fosfat 60-70 kg P2O5 per ha dilaporkan dapat memperlambat
perkembangan penyakit.
5. Penggunaan varietas tahan (Anoa dan Kelinci) dan toleran (Badak)
6. Penyemprotan bermacam-macam fungisida :
 Fungisida yang mengandung tembaga, misalnya bubur Bordeaux 1% atau Perenox
(kuprooksida) 0,5% yang disemprotkan 2 minggu sekali. Penymprotan dapat dilakukan
sebelum gejala pertama muncul. Agar berhasil baik, fungisida harus mengenaio sisi
bawah daun juga.
 Fungisida yang mengandung oksiklorida (memberikan hasil yang kurang memuaskan).
 Mankozeb, Karbendazim (Delsene), dan Benomil (Benlate) yang terbukti efektif.
 Penyemprotan fungisida Bitertanol 300 g/l pada umur 7, 9 dan 11 minggu cukup efektif
me¬nekan serangan penyakit bercak daun dan karat, sehingga dapat meng¬ha¬silkan
jumlah daun saat panen lebih besar dibanding perlakuan tanpa penyemprotan fungisida.
Pengendalian penyakit daun selain menekan kehilangan hasil polong 8,5–7,4%, juga
dapat menekan kerontokkan daun, sehingga hasil biomassa untuk pakan ternak semakin
banyak.
2. Layu Bakteri
Penyakit layu bakteri merupakan penyakit penting pada tanaman kacang tanah, tomat,
dan kentang. Penyakit tersebut disebabkan oleh Ralstonia solanacearum yang bisa menempel
pada lebih 200 jenis tanaman inang. Bakteri ini dapat menyerang tanaman kacang tanah pada
berbagai stadia pertumbuhan. Bakteri berbentuk batang berukuran 1,5 x 0,5 µm, tidak
mempunyai spora, tidak berkapsul dan dapat bergerak dengan satu bulu cambuk (flagella) yang
terdapat di ujung (Semangun, 1993). Bakteri ini bersifat aerob dan merupakan salah satu
bakteri bergram negatif. Di atas medium agar-agar bakteri membentuk koloni yang keruh,
berwarna kecoklatan, kecil, tidak teratur, halus, kebasah-basahan dan bercahaya.
Infeksi R.solanacearum bila terjadi melalui tanah akan menimbulkan gejala pertama pada
waktu tanaman berumur 2 minggu. Tanaman layu dengan tiba-tiba, sedemikian cepat sehingga
daun tanaman masih tetap berwarna hijau. Tanaman seperti tersiram air panas, sehingga sering
juga disebut dengan hama wedang (wedang = air panas). Pada serangan yang lebih ringan
terjadi kelayuan sepihak dan kadang-kadang tanaman yang sakit dapat sembuh kembali.
Tanaman yang sakit layu selalu mempunyai sejumlah akar yang busuk. Populasi bakteri dalam
tanah akan berkurang bila tanah dikeringkan dengan kata lain R. Solanacearum menyukai
tempat yang berkelembaban tinggi. Kemungkinan besar bakteri memencar karena terbawa oleh
alat-alat pertanian seperti bajak dan cangkul. Pada umunya R.solanacearum hanya mengadakan
infeksi melalui luka-luka. Luka-luka pada akar dapat terjadi karena serangga dan nematoda
(Fitri, 2010).
Ada beberapa cara untuk mendeteksi penyakit layu bakteri. Belakangan dikenal dua
teknik identifikasi baru berdasarkan reaksi fisiologi atau biokimia yang dirakit menjadi sistem
bactid dan biolog.
1. Sistem bactid digunakan untuk memudahkan mengeliminasi pencemar saprofit atau
mikroorganisme nonsasaran lainnya.
2. Sistem biolog mengelompokkan berdasarkan taksa dan kemudian menelaah sifat dan
karakteristik setiap taksa. Metode pendekatan biologi molekuler untuk mengidentifikasi
patogen. Cara tersebut mengidentifikasi patogen dengan melihat pola sidik jari DNA atau
RNA. Pelacakan DNA tidak memerlukan pemurnian dan perbanyakan bakteri telebih
dahulu sehingga lebih cepat dan efisien. Informasi berdasarkan pola DNA selanjutnya
dijadikan dasar untuk memberikan tindakan apa yang paling tepat pada setiap isolat patogen
(Hayward, 1994).
3.Belang Daun
Penyakit ini disebabkan oleh Peanut Mottle Virus (PMoV). PMoV termasuk dalam
kelompok Potyvirus, dengan ukuran lebar 12 nm dan panjang 750 nm, mempunyai benang
RNA tunggal yang tersusun atas 9500 nukleotida. Dalam sitoplasma sel-sel daging daun
(mesofil) terdapat badan inklusi berbentuk cakra (pinwheel inclusion), melingkar, berkeping-
keping dan di dekatnya terdapat zarah-zarah virus tersebut. Virus ioni mempunyai suhu
inaktivasi 52-540 C, titik pengenceran terakhir 1000-10.000 kali, ketahanan terhadap
kemasaman antara pH 4-8, ketahanan terhadap penyimpanan in vitro pada suhu kamar adalah
24-30 jam. Virus mempunyai hubungan serologi dengan Potato Virus Y (Haryono, 1993).
Gejala muncul pada helaian anak daun dengan terdapatnya gambaran belang-belang yang tidak
teratur, berwarna hijau tua dan hijau muda. Ukuran daun tidak banyak berbeda dari daun yang
sehat. Infeksi yang terjadi pada waktu tanaman masih muda sering menyebabkan terjadinya
gejala belang dengan cincin klorosis. Penyimpangan anatomi juga terdapat pada lembaga atau
embrio biji tanaman sakit. Sel-sel lembaga menjadi tidak teratur dan mempunyai ukuran lebih
kecil (Rusli, 1985). Penyakit tidak mengurangi berat, gaya kecambah, dan ukuran biji, tetapi
mengurangi jumlah polong, jumlah biji dan berat kering biji. Makin awal terjadinya infeksi,
pengurangan semakin besar (Sumarno, 1987).
Penularan virus secara mekanik, oleh kutu-kutu daun dan oleh biji tanaman sakit.
Penyakit dapat ditularkan oleh kutu daun Aphis craccivora yang umum terdapat pada kacang
tanah dan kacang panjang. Virus bersifat non persisten (tidak diturunkan dari induk ke
anaknya). Kutu yang mengandung virus sudah dapat menularkan virus ke tanaman sehat bila
dibiarkan menghisap selama 3 menit. Oleh kutu daun PMoV dapat ditularkan ke tanaman
kedelai dan sebaliknya. Sebagian dari biji tanaman sakit (kurang lebih 27,5%) tumbuh menjadi
tanaman sakit.
Menurut Baliadfi dan Saleh (1995), penyakit ini dapat dikendalikan dengan beberapa
cara :
1. Penanaman varietas tahan Penanaman varietas kacang tanah yang tahan terhadap PMoV
merupakan cara pengendalian yang efektif, murah, cocok dengan cara pengendalian yang
lain, dan mudah diterima petani. Namun sejauh ini belum ditemukan varietas tahan terhadap
infeksi tersebut. Akan tetapi dianjurkan untuk menanam kacang tanah varietas Anoa,
Banteng, Gajah, AH-10.
2. Benih sehat bebas virus Benih sehat merupakan modal utama dalam upaya pengendalain
PMoV. Penggunaan benih yang berasal dari tanaman yang terinfeksi PMoV sering menjadi
penyebab terjadinya ledakan penyakit terutama saat populasi vektor tinggi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa benih sehat akan memberikan dampak nyata dalam menurunkan
intensitas serangan penyakit di sekitar daerah yang lingkungannya relatif bersih dari
sumber-sumber inokulum. Namun upaya ini tidak memberi pengaruh nyata di daerah
endemik atau terkontaminasi dengan sumber inokulum di lapang seperti halnya kebun
percobaan.
3. Cara kultur teknis Mengatur waktu tanam yang tepat saat populasi vektor di lapang masih
rendah merupakan cara yang paling tepat untuk menghindari serangan penyakit belang.
4. Pengendalian vektor Pengendalian vektor dengan insektisida dapat menekan populasi
vektor yang selanjutnya akan menekan perkembangan penyakit. Akan tetapi karena PMoV
merupakan virus non persisten, penyemprotan insektisida tidak efektif menekan intensitas
serangan meskipun mampu menekan populasi vector.
4.Penyakit Karat
Puccinia arachidis menyebabkan penyakit karat pada daun kacang-kacangan. Gejala
yang ditimbulkan adalah pada daun yang terserang akan muncul bintil-bintil yang berwarna
kuning kemerahan seperti warna karat pada besi. Tanaman yang terserang berat akan mati dan
terserang ringan hanya akan menurunkan produksi hingga 30-50% (Martoredjo, 1989).
Puccinia arachidis membentuk urediosorus panjang atau bulat panjang pada daun. Epidermis
pecah sebagian dan masa spora akan dibebaskan menyebabkan urediosorus berwarna coklat
atau coklat tua. Urodiospora yang masak akan berubah menjadi hitam bila teliospora terbentuk
(Semangun, 2001).
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, namun yang paling
populer belakangan ini adalah secara mekanis, kultur teknis dan kimiawi, yaitu dengan
menggunakan varietas yang resisten, tanaman yang terserang dicabut dan dibakar. Sedangkan
pencegahan penyakit dapat dilakukan menggunakan Natural GLIO pada awal tanam (Jakes,
2013). Secara kimiawi pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida
Bitertanol 300 g/l pada umur 7, 9 dan 11 minggu yang berdampak cukup efektif me¬nekan
serangan penyakit bercak daun dan karat, sehingga dapat meng¬ha¬silkan jumlah daun saat
panen lebih besar dibanding perlakuan tanpa penyemprotan fungisida (BALITKABI, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Baliadi Y dan N Saleh. 1989. Pengendalian Peanut Stripe Virus (PStV) dalam Kacanag Tanah
(Arachis hypogaea). Kongres Nasional X PFI. Denpasar. November 1989: 129-132.

BALITKABI. 2008. http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/hasil-penelitian/kacang-tanah/87-


pengendalian-penyakit-bercak-dan-karat-pada-kacang-tanah.html. Diakses 14
September 2018.

Holliday P. 1980. Fungus Diseases of Tropical Crops. Cambridge: Cambridge University Press

Jakes. 2013. http://penyuluhthl.wordpress.com/2011/01/02/pengelolaan-hama-dan-penyakit-


kacang-tanah/. Diakses 14 September 2018.

Martoredjo, T. 1989. pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bagian dari Perlindungan Tanaman.
Andi Offset, Yogyakarta.

Semangun Haryono. 1993. Penyakit-penyakit Tanman Pangan di Indonesia. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Sumarno. 1987. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Bandung: Sinar Baru.

Anda mungkin juga menyukai