Kelompok 11
Universitas Airlangga
Februari 2017
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Hukum Korporasi dengan Judul “Pengantar Hukum Perikatan dan Hukum Perjanjian”
dalam waktu yang telah ditentukan.
Bersama ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya tugas ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua
dan dengan adanya hasil tugas makalah seperti ini, pencarian yang kami laksanakan dapat tercatat
dengan rapi dan dapat kita pelajari kembali pada kesempatan yang lain untuk kepentingan proses
belajar.
Dalam penyusunan tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan
saran sangat penulis harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini dan untuk pelajaran
bagi kita semua dalam pembuatan tugas-tugas yang lain di masa mendatang. Semoga dengan
adanya tugas ini kita dapat belajar bersama demi kemajuan bangsa dan ilmu pengetahuan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan
Sebagai mahluk sosial, manusia selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Interaksi yang
terjalin dalam komunikasi tersebut tidak hanya berdimensi kemanusiaan dan sosial budaya, namun
juga menyangkut aspek hukum, termasuk perdata. Naluri untuk mempertahankan diri, keluarga
dan kepentingannya membuat manusia berfikir untuk mengatur hubungan usaha bisnis mereka ke
dalam sebuah perjanjian
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dimiliki pada
subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat
atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Maka hukum perdata mengatur hubungan
antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, perjanjian, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada
perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimana pun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau
tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus
halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang. Di
dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang
dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya
positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan
untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati
dalam perjanjian
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah, yaitu :
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana
dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Pengertian perjanjian secara umum
adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itulah maka timbul suatu hubungan
antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian merupakan
suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis. Sedangkan definisi dari perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau
dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain,
dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan Perikatan adalah suatu pengertian
yang abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hal yang konkret atau suatu peristiwa.
Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu
berhak menuntut hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan yang
dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah
pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik yaitu keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian
mereka mengadakan negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu
yang baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati
oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang
berupa penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu
perbuatan.
Sebagaimana pada pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila
diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
Atau ada pula agar suatu kontrak dapat dianggap sah oleh hukum, haruslah memenuhi beberapa
persyaratan yuridis tertentu. Terdapat 4 persyaratan yuridis agar suatu kontrak dianggap sah,
sebagai berikut:
1. Syarat sah yang obyektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
a. Objek / Perihal tertentu
b. Kausa yang diperbolehkan / dihalalkan / dilegalkan.
2. Syarat sah yang subjektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
a. Adanya kesepakatan dan kehendak
b. Wenang berbuat.
3. Syarat sah yang umum di luar pasal 1320 KUH Perdata.
a. Kontrak harus dilakukan dengan I’tikad baik.
b. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
c. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
d. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum.
4. Syarat sah yang khusus
a. Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu
b. Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu
c. Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu
d. Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu
1. Pengertian
Menurut Subekti, kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang
berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal.
Ada juga yang memberikan pengertian kepada kontrak sebagai suatu perjanjian
atau serangkaian perjanjian di mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi
dari kontrak tersebut, dan oleh hukum, pelaksanaan dari kontrak tersebut dianggap
merupakan suatu tugas yang harus dilaksanakan. Menurut Pasal 1313 Kitab Undang
Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan di
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.
2. Pengaturan
Kontrak diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata di Buku ketiga tentang
Perikatan. Buku ketiga disamping mengatur tentang perikatan yang timbul dari perjanjian,
juga mengatur perikatan yang timbul dari undang undang. Contoh perikatan yang lahir dari
undang-undang sebagi berikut :
Buku ketiga Kitab Undang Undang Hukum Perdata menganut sistem terbuka. Maksud
dari sistem terbuka adalah orang dapat mengadakan perjanjian tentang apapun juga (meski
menyimpang dari yang telah ditetapkan buku ketiga) sesuai kehendaknya (baik mengenai
bentuk ataupun isinya) sepanjang tidak bertentangan dengan undang undang, ketertiban
umum dan kesusilaan. Jadi aturan buku ketiga Kitab Undang Undang Hukum Perdata
merupakan hukum pelengkap yang berlaku bagi para pihak sepanjang tidak
mengesampingkan perjanjian mereka.
Dasar-dasar dari hukum kontrak nasional terdapat dalam Kitab Undang Undang
Hukum Perdata. Karena itu Kitab Undang Undang Hukum Perdata merupakan sumber
utama dari suatu kontrak. Di samping sumbernya dalam Kitab Undang Undang Hukum
Perdata tersebut, yang menjadi sumber hukum kontrak adalah sebagai berikut:
5. Doktrin atau pendapat para ahli yang telah dianut secara meluas.
Dalam ilmu hukum dikenal beberapa asas hukum terhadap suatu kontrak yaitu sebagai berikut:
Istilah “Pacta Sunt Servanda” berarti “janji itu mengikat”. Yang dimaksudkan adalah
bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut
secara penuh sesuai isi kontrak tersebut. Istilah terkenalnya adalah “my word is my bonds”
atau sesuai dengan tampilan bahasa Indonesia “jika sapi dipegang talinya, jika manusia
dipegang mulutnya”. Mengikatnya secara penuh atas kontrak yang dibuat oleh para pihak
tersebut oleh hukum kekuatannya dianggap sama saja dengan kekuatan mengikat mengikat
dari suatu undang-undang. Karena itu, apabila suatu pihak dalam kontrak tidak menuruti
kontrak yang telah dibuatnya, oleh hukum disediakan ganti rugi atau bahkan pelaksanaan
kontrak secara paksa.
d. Asas konsensual
Yang dimaksud dengan asas konsensual dari suatu kontrak adalah bahwa jika suatu
kontrak telah dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh, bahkan pada prinsipnya
persyaratan tertulis pun tidak disyaratkan oleh hukum kecuali untuk beberapa jenis kontrak
tertentu, yang memang dipersyaratkan secara tertulis. Syarat tertulis tersebut misalnya
dipersyaratkan untuk jenis kontrak berikut ini :
1. Kontrak perdamaian
2. Kontrak pertanggungan
3. Kontrak penghibahan
1. Asas obligatoir
Asas obligatoir adalah suatu asas yang menentukan bahwa jika suatu kontrak telah
dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak
dan kewajiban semata-mata. Sedangkan prestasi belum dapat dipaksakan karena kontrak
kebendaan belum terjadi. Jadi jika terhadap kontrak jual beli misalnya, maka dengan kontrak
saja hak milik belum berpindah, jadi baru terjadi kontrak obligatoir saja. Hak milik baru
berpindah setelah adanya kontrak kebendaan tersebut atau yang sering disebut juga dengan
serah terima (levering). Hukum kontrak Indonesia memberlakukan asas obligatoir ini karena
hukum kontrak Indonesia berdasarkan pada Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Walau
pun hukum adat tentang kontrak tidak mengakui asas obligatoir karena hukum adat
memberlakukan asas kontrak riil.
Artinya suatu kontrak haruslah dibuat secara riil, dalam hal ini harus dibuat secara
“terang” dan “tunai”. Dalam hal ini kontrak haruslah dilakukan di depan pejabat tertentu,
misal di depan penghulu adat atau ketua adat yang sekaligus juga dilakukan leveringnya.
Jika hanya sekedar janji-janji saja, dalam hukum adat kontrak seperti dalam sistem obligatoir
dalah hukum adat kontrak seperti itu tidak punya kekuatan sama sekali.
4. Bentuk Perjanjian/Kontrak
Perjanjian/kontrak memiliki dua bentuk yaitu bentuk tertulis dan dan tidak tertulis
(lisan) Baik berbentuk tertulis maupun tudak tertulis mengikat, asal memenuhi syarat yang
diatur Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata tentang syarat sah perjanjian.
Perjanjian tidak tertulis/lisan dalam praktek kurang disukai karena perjanjian lisan sulit
dalam pembuktiannya kalau terjadi sengketa.
Sedang perjanjian berbentuk tertulis yang berupa akta otentik dan akta dibawah tangan
merupakan alat bukti yang mudah dalam pembuktianya.
Prestasi adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan dan disepakati
bersama. Menurut hukum Indonesia, bentuk prestasi adalah sebagai berikut:
1. Memberikan sesuatau
2. Berbuat sesuatau
Akibat atau konsekuensi logis tindakan wanprestasi yaitu adanya tuntutan ganti rugi
material dan immaterial dari pihak yang dirugikan. Praktek dari aplikasi ganti rugi akaibat
adanya wanprestasi dari suatu kontrak dilaksanakan dalam berbagai kemungkinan, di mana
yang dimintakan oleh pihak yang dirugikan adalah hal-hal sebagai berikut:
6. Penyusunan Perjanjian/Kontrak
a. Prakontrak
1. Negosiasi
3. Studi Kelayakan
4. Negosiasi (lanjutan)
b. Kontrak
2. Perbaikan naskah
4. Penandatanganan
c. Pascakontrak
1. Pelaksanaan
2. Penafsiran
3. Penyelesaian sengketa
7. Hapusnya Perjanjian/Kontrak
Menurut Pasal 1381 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, perjanjian/kontrak dapat
hapus dengan cara :
1. Karena pembayaran
Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak
yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedangkan
pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau siberhutang.
Perhubungan antara dua orang atau dua pihak dalam suatu perikatan atau perjanjian adalah suatu
perhubungan hukum, yang berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin dijamin oleh hukum atau
undang – undang. Apabila tuntutan itu tidak dipenuhi secara sukarela, si berpiutang dapat
menuntutnya di depan Hakim.
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah
suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan
suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu
rangkaian perkataan yang mengandung janji – jani atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber – sumber yang lain. Suatu
perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.
Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya.
Perkataan kontrak, lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.
Definisi Kontrak
Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih mengenai hal
tertentu yang disetujui oleh mereka. Ketentuan umum mengenai kontrak diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia.
Pasal 6.213.I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda (BW Baru) mendefinisikan
perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum yang terjadi antara satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya kepada satu orang atau lebih di mana keduanya saling mengikatkan dirinya.
Berdasarkan Ketentuan Umum Hukum Kontrak Belanda, pengertian kontrak adalah suatu
perbuatan hukum (juridical act), yang dibuat dengan formalitas yang memungkinkan, dan
diijinkan oleh hukum yang berwenang-dan dibuat bersesuaian dan harus ada ungkapan niat dari
satu atau dua pihak secara bersama-sama yang saling bergantung satu sama lain(interdependent).
Kontrak ini bertujuan untuk menciptakan akibat hukum untuk kepentingan satu pihak dan juga
untuk pihak lain.
Kontrak merupakan golongan dari ‘perbuatan hukum’, perbuatan hukum yang dimaksud
adalah suatu perbuatan yang menghasilkan akibat hukum dikarenakan adanya niat dari perbuatan
satu orang atau lebih. Sehingga dapat dikatakan bahwa beberapa perbuatan hukum adalah kontrak.
Ciri khas yang paling penting dari suatu kontrak adalah adanya kesepakatan bersama
(mutual consent) para pihak. Kesepakatan bersama ini bukan hanya merupakan karakteristik dalam
pembuatan kontrak, tetapi hal itu penting sebagai suatu niat yang diungkapkan kepada pihak lain.
Di samping itu, sangat mungkin untuk suatu kontrak yang sah dibuat tanpa adanya kesepakatan
bersama.
Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata),
yaitu “suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih”. Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum, perjanjian
merupakan suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum itulah yang menimbulkan adanya hubungan
hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan.
Berdasarkan teori, di dalam suatu hukum kontrak terdapat 5 (lima) asas yang dikenal
menurut ilmu hukum perdata. Kelima asas itu antara lain adalah: asas kebebasan
berkontrak (freedom of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian
hukum (pacta sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian (personality).
Berikut ini adalah penjelasan mengenai asas-asas dimaksud:
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPer, yang
berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.”
Asas ini merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Pada pasal tersebut
ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua
belah pihak.
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang
berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim
atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana
layaknya sebuah undang-undang.
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPer yang berbunyi: “Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur
dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh maupun kemauan baik dari para pihak.
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan
dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam
Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPer. Pasal 1315 KUHPer menegaskan: “Pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti
ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk
kepentingan dirinya sendiri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain
atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Ada juga yang
memberikan pengertian kepada kontrak sebagai suatu perjanjian atau serangkaian perjanjian di
mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi dari kontrak tersebut, dan oleh hukum,
pelaksanaan dari kontrak tersebut dianggap merupakan suatu tugas yang harus dilaksanakan.
Menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa pengertian
perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih.
Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property), dalam bidang hukunm keluarga (family law), dalam bidang hukum
waris (law of succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law). Dalam kita undang-
undang hukum perdata pasal 1331 ayat 1 dinyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai unddang-undang bagi mereka yang membuatnya, artinya apabila objek
hukum yang dilakukan tidak berdasarkan niat yang tulus, maka secara otomatis hukum
perjanjian tersebut dibatalkan demi hukum.
http://rechthan.blogspot.co.id/2015/2014-syarat-sahnya-perjanjiankontrak.html?m=1
https://id.linkedin.com/.pulse/tentang-hukum-perikatan-perjanjian-yuoky-surinda
https://www.google.co.id/amp/srechtvolution.wordpress.com/2013/05/02/hubungan-antara-
perikatan-dan-perjanjian/amp/
http://pengacaramuslim.com/asas-asas-dalam-hukum-kontrak/