Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEBUTUHAN PALLIATIVE

CARE PADA PASIEN HEMODIALISIS


Relationship Anxiety Level With Palliative care In Hemodialisis Patients

Trimeilia Suprihatiningsih1

STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap


*
Alamat Korespondensi: liaihsal@gmail.com

ABSTRAK
Palliative care merupakan suatu cara pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga yang sedang mengalami masalah penyakit terminal atau mengancam
kehidupan. Pasien yang sering menjadi sasaran palliative care adalah pasien kanker, diabetes
mellitus, jantung, stroke, parkinson atau alzheimer dan ginjal. Gagal ginjal kronik adalah
kerusakan ginjal yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerolus yang terjadi secara
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia. Penelitian
menunjukan 61 % kecemasan dan depresi secara signifikan berkontribusi terhadap kualitas
hidup pasien hemodialisis. Kecemasan adalah suatu keadaan tertentu dalam menghadapi situasi
yang tidak pasti dan tidak menentu dalam menghadapi suatu permasalahan atau obyek tertentu.
Jenis penelitian kuantitatif, desain survei analitik dan rancangan cross sectional. Sampel
berjumlah 64 responden, menggunakan purposive sampling. Pengukuran tingkat kecemasan
menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), sedangkan pengukuruan kebutuhan
palliative care mengadopsi dari Needs at the End of Life Screening Tool (NEST). Analisis
bivariat menggunakan uji Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan
antara tingkat kecemasan dengan kebutuhan Palliative care pada pasien hemodialisis (pv =
0,000 < 0,05).

Kata Kunci : Tingkat kecemasan, palliative care, pasien hemodialisis

ABSTRACT
Palliative care is a way of approach to improve the quality of life of patients and families
who are experiencing terminal illness or life threatening problems. Patients who are frequently
targeted for palliative care are cancer patients, diabetes mellitus, heart, stroke, Parkinson's or
Alzheimer's and kidney. Chronic failur renal is a renal impairment characterized by a
progressive and irreversible decrease in glomerolus filtration rate in which the body's ability
fails to maintain the metabolism and fluid and electrolyte balance that cause uremia.. Research
showed that 61% of anxiety and depression significantly contributed to the quality of life of
hemodialysis patients. Anxiety is a particular situation in the face of uncertain and uncertain
situations in the face of a particular problem or object. Types of quantitative research, analytic
survey design and cross sectional design. The sample was 64 respondents, using purposive
sampling. Measurement of anxiety levels using Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), while
palliative care needs assessment adopted from Needs at the End of Life Screening Tool (NEST).
Bivariate analysis using Spearman Rank test. The results showed there was a relationship
between anxiety level with Palliative care requirement in hemodialysis patient (pv = 0,000 <α
0,05).

Keywords: Anxiety level, palliative care, hemodialysis patient

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 25


PENDAHULUAN nyaman, memberikan psikoedukasi
Palliative care adalah pelayanan mengenai arti kehidupan dan memandang
kesehatan yang bersifat holistik dan kematian sebagai suatu proses yang normal,
terintegrasi dengan dasar falsafah bahwa melakukan terapi kelompok dengan sesama
setiap pasien berhak mendapatkan pasien agar dapat saling memberikan
perawatan terbaik sampai akhir hayatnya dukungan, berbagi pengalaman dan
(Widayati & Lestari, 2015). Palliative care mendapat informasi seputar penyakit,
ditujukan untuk menutupi atau memberikan pengaruh positif selama sakit,
menyembunyikan keluhan pasien dan mendorong pasien agar tetap aktif dalam
memberikan kenyamanan ketika tujuan kegiatan serta memberikan psikoedukasi
penatalaksanaan tidak mungkin kepada keluarga pasien mengenai
disembuhkan (Muckaden, 2011). Menurut pentingnya dukungan keluarga dalam
WHO (2016) palliative care merupakan menghadapi penyakitnya.
suatu cara pendekatan untuk meningkatkan Kebutuhan palliative care dipengaruhi
kualitas hidup pasien dan keluarga yang oleh masalah-masalah yang timbul akibat
sedang mengalami masalah penyakit perubahan faktor fisik seperti keluhan atau
terminal atau mengancam kehidupan. gejala fisik yang mengganggu, faktor sosial
Palliative care menekankan pentingnya seperti kesulitan dibidang finansial serta
integrasi palliative care lebih dini agar keterbatasan aktivitas fisik, faktor kultural
masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat yaitu pemahaman yang keliru tentang
diatasi dengan baik. penyakit, nyeri, kematian, ras, kebiasaan dan
Tujuan terapi palliative care adalah struktur keluarga, faktor spiritual seperti
membantu pasien dan keluarga mencapai perasaan bahwa hidup masih punya arah dan
kualitas hidup terbaik, menghilangkan nyeri tujuan yang jelas dan berarti dan faktor
dan gejala lain yang mengganggu, psikologis seperti emosi, kecemasan dan
menyediakan dukungan (baik untuk pasien depresi (Prawita, 2017).
maupun keluarga) serta memberikan Pasien yang sering menjadi sasaran
dukungan psikologis dan spiritual palliative care adalah pasien kanker,
(Emmanuel & Librach, 2012). Palliative diabetes mellitus, jantung, stroke, parkinson
care yang dapat diterapkan kepada pasien atau alzheimer dan ginjal (CAPC, 2014).
menurut Lubis (2012) adalah untuk Hasil survei di Amerika Serikat pada tahun
mengurangi rasa sakit dan gejala tidak 2011 oleh Public Opinion Strategy

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 26


menunjukkan bahwa 95% responden kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual
menyatakan setuju jika pasien dan keluarga yang dilakukan dengan pendekatan
yang menghadapi penyakit serius serta interdisiplin yang dikenal sebagai palliative
mengancam kehidupan perlu diberikan care (Widayati & Lestari, 2015).
edukasi tentang palliative care (NHS, 2016). Penyakit GGK merupakan masalah
Berdasarkan mini survei di RSCM terhadap kesehatan masyarakat di seluruh dunia
95 orang pasien geriatri pada tahun 2015 (Lewis et al., 2011). Kasus di dunia
menunjukkan bahwa sebagian besar pasien saat ini meningkat lebih dari 50% terutama
yang membutuhkan terapi palliative care di negara berkembang termasuk Indonesia.
adalah pasien Gagal Ginjal Kronis (GGK) Menurut Center for Disease Control (CDC,
sebanyak 31,6%. Pasien dengan GGK 2015) sekitar 1,9% dari populasi penduduk
menjadi sasaran palliative care karena Amerika Serikat atau 3,4 juta jiwa terkena
akibat yang ditimbulkan dan dideritanya penyakit ginjal. Angka kematian pasien
dapat mengakibatkan penurunan kualitas penyakit ginjal adalah sekitar 14,9 setiap 100
hidup dan menumpuknya beban keluhan ribu penduduk dan menempati posisi 9
sepanjang menjalaninya (Mardyaningsih, penyebab kematian. Berdasarkan data dari
2014). Riskesdas (2013) prevalensi penyakit GGK
Kondisi kesehatan pasien GGK akan sesuai diagnosis dokter di Indonesia sebesar
mengalami perubahan fungsi tubuh yang 0,2%. Urutan pertama ditempati oleh
cukup signifikan. Perubahan tersebut akan provinsi Sulawesi Tengah dengan prevalensi
membuat pasien tidak dapat menjalankan 0,5%, di ikuti oleh Aceh, Gorontalo, dan
aktivitas keseharian dengan optimal, Sulawesi Utara dengan prevalensi 0,4%,
rutinitas terapi yang dijalani akan membuat sementara NTT, Sulawesi Selatan,
pasien mengalami banyak hal baru yang Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah
membutuhkan penyesuaian, seperti waktu Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur
terapi yang memendek, risiko kematian yang masing-masing memiliki prevalensi sebesar
semakin besar, komplikasi yang muncul, 0,3%.
dan harapan kesembuhan yang tidak pasti GGK adalah kerusakan ginjal yang
adalah hal yang membuat pasien menjadi ditandai dengan penurunan laju filtrasi
stres sehingga kebutuhan pasien GGK tidak glomerolus yang terjadi secara progresif dan
hanya pemenuhan pengobatan gejala fisik irreversible dimana kemampuan tubuh gagal
saja, tetapi juga dukungan terhadap untuk mempertahankan metabolisme dan

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 27


keseimbangan cairan dan elektrolit yang kelemahan, fatigue, kecemasan, penurunan
menyebabkan uremia (Smeltzer & Bare, konsentrasi, disorientasi, tremor, kelemahan
2010). Pasien dengan laju filtrasi glomerolus pada lengan, nyeri pada telapak kaki,
kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama perubahan tingkah laku (Smeltzer & Bare,
lebih dari 3 bulan termasuk dalam gagal 2008). Penelitian Kring et al (2009)
ginjal kronis dan memerlukan terapi (Lewis menunjukkan bahwa 61 % kecemasan dan
et al., 2011). Menurut National Kidney depresi secara signifikan berkontribusi
Foundation (2015) berdasarkan nilai terhadap kualitas hidup pasien hemodialisis.
Glomerular Filtration Rate (GFR), GGK Kecemasan adalah perasaan campuran
terdiri dari 5 stadium, apabila GGK sudah yang berisikan ketakutan dan keprihatinan
stadium 5 pasien harus menjalani terapi mengenai masa-masa mendatang tanpa
pengganti ginjal untuk mempertahankan sebab khusus dan bersifat individual
hidupnya dan terapi pengganti ginjal yang (Chaplin, J,P. 2009). Kecemasan merupakan
paling banyak dilakukan pada saat ini adalah pengalaman subyektif yang tidak
hemodialisis. Hemodialisis merupakan menyenangkan mengenai kekhawatiran atau
terapi pengganti ginjal pada pasien gagal ketegangan berupa perasaan cemas, tegang,
ginjal untuk membantu membuang zat dan emosi yang dialami seseorang (Nur M.G
metabolit dan kelebihan cairan tubuh dan Rini RS, 2009). Kecemasan adalah suatu
menggunakan mesin. Prosedur ini harus keadaan tertentu dalam menghadapi situasi
dijalani seumur hidupnya, kecuali pasien yang tidak pasti dan tidak menentu dalam
beralih menggunakan transplantasi ginjal menghadapi suatu permasalahan atau obyek
(Sanusi, 2015). tertentu (Zulkamain, 2009). Nur M.G dan
Pasien GGK tidak hanya mengalami Rini RS (2009) menjelaskan bahwa
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak kecemasan dipengaruhi oleh beberapa hal
nafas, penurunan berat badan, gangguan diantaranya kekhawatiran akan kegagalan,
aktivitas tetapi juga mengalami gangguan frustasi pada hasil tindakan yang lalu.
psikososial dan spiritual yang Kecemasan terjadi pada 20-30% pasien yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan menjalani Hemodialisis (Tatsuya et al, 2004
keluarganya (Widayati & Lestari, 2015). dalam La.Musa W, 2015). Penelitian
Pada umumnya, proses hemodialisis dapat terhadap pasien Hemodialisis yang
menimbulkan stres psikologis dan fisik yang dilakukan di Denpasar, mendapatkan
mengganggu sistem neurologi seperti

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 28


kejadian tingkat kecemasan sebanyak 19,6% Jenis penelitian adalah kuantitatif
(Agustriadi, 2009) dengan desain survei analitik dan rancangan
Berdasarkan data dari unit Hemodialisa cross sectional. Populasi adalah seluruh
RSUD Cilacap pada tahun 2017, jumlah pasien hemodialisis di RSUD Cilacap
pasien GGK yang melakukan hemodialisis sebanyak 175 orang dan sampel berjumlah
sebanyak 175 orang. Hasil studi 64 responden, pengambilan sampel
pendahuluan dengan melakukan wawancara menggunakan purposive sampling.
terhadap lima orang pasien didapatkan Pengukuran tingkat kecemasan
bahwa empat pasien menyatakan menggunakan Hamilton Anxiety Rating
membutuhkan perawatan yang bersifat Scale (HARS), sedangkan pengukuruan
menyeluruh, karena pasien merasa cemas kebutuhan palliative care mengadopsi dari
dan putus asa, merasa terbatas dalam Needs at the End of Life Screening Tool
beraktifitas secara fisik, merasa tidak (NEST). Analisis bivariat menggunakan uji
mampu lagi mencari nafkah sehingga Spearman Rank.
mengalami kesulitan ekonomi, merasa HASIL
kematian sudah dekat dan merasa banyak Karakteristik pasien hemodialisis di
sekali dosa dan belum cukup dalam RSUD Cilacap tahun 2017 sebagian besar
bertaubat kepada Allah SWT. Pasien berusia dewasa akhir (54.9%) dan sebagian
berharap tidak hanya dilakukan Hemodialis kecil berusia lansia (19.3%), sebagian besar
saja tetapi juga perawat atau dokter dapat berjenis kelamin laki-laki (53.5%), sebagian
mengkomunikasikan seberapa parah besar berpendidikan SD (46.5%) dan
penyakitnya, berapa lama bisa bertahan sebagian kecil berpendidikan Perguruan
hidup, adanya bimbingan dan konseling Tinggi (5.6%), sebagian besar bekerja
bersifat keagamaan yang dapat sebagai IRT (33.%) dan sebagian kecil
menenangkan jiwa dan pikiran. Berdasarkan bekerja sebagai PNS (5.6%). Hasil uji
fenomena maka penulis tertarik untuk univariate diperoleh variabel kebutuhan
melakukan penelitian tentang hubungan palliative care mempunyai nilai mean
tingkat kecemasan dengan kebutuan sebesar 57,68. Sehingga penentuan kriteria
palliative care pada pasien hemodialisis di skor untuk variabel kebutuhan palliative
RSUD Cilacap. care adalah rendah jika < 58 dan tinggi jika
METODE ≥ 58. Sebagian besar pasien memiliki tingkat
kecemasan sedang (38.0%) dan sebagian

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 29


kecil panic (7.0%). Hasil uji statistik RSUD Cilacap tahun 2017. Nilai koefisien
didapatkan nilai p value = 0,000 < α = 0,05 korelasi yang terjadi antara kedua variabel
maka Ho ditolak, artinya terdapat hubungan adalah 0,480 yang berarti keeratan hubungan
antara tingkat kecemasan dengan kebutuhan antar kedua variabel dalam kategori sedang.
palliative care pada pasien hemodialisis di
Tabel 1. Karakteristik pasien hemodialisis di RSUD Cilacap tahun 2017
No. Karakteristik f %
1. Usia
Dewasa awal 19 26.8
Dewasa akhir 39 54.9
Lansia 13 19.3
Jumlah 71 100.0
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 38 53.5
Perempuan 33 46.5
Jumlah 71 100.0
3. Pendidikan
SD 33 46.5
SMP 14 19.7
SMA 20 28.2
PT 4 5.6
Jumlah 71 100.0
4. Pekerjaan
Wiraswasta 7 9.9
Swasta 6 8.5
Petani 7 9.9
Buruh 23 32.4
PNS 4 5.6
IRT 24 33.8
Jumlah 71 100.0

Sumber : Data Primer diolah, 2017


Tabel 2. Distribusi frekuensi kebutuhan palliative care
Variabel Mean STD Median Min Max
Kebutuhan
Palliative care 57.68 13.52 59 14 107
Sumber : Analisa data, 2017
Tabel 3. Distribusi frekuensi tingkat kecemasan dan kebutuhan palliative care
No. Variabel f %
1. Tingkat Kecemasan
Tidak cemas 8 11.3
Ringan 6 8.5
Sedang 27 38.0
Berat 25 35.2
Panik 5 7.0
Jumlah 71 100.0
2. Kebutuhan Palliative care
Rendah 29 40.8
Tinggi 42 59.2
Jumlah 71 100.0

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 30


Sumber : Data Primer diolah, 2017

Tabel 4. Hubungan antara tingkat kecemasan dengan kebutuhan palliative care


Kebutuhan Palliative care
Jumlah
No Kecemasan Rendah Tinggi Rho p value
f % f % f %
1 Tidak cemas 7 9.9 1 1.4 8 11.3
2 Ringan 2 2.8 4 5.6 6 8.5
3 Sedang 16 22.5 11 15.5 27 38.0
0.480 0.000
4 Berat 4 5.6 21 29.6 25 35.2
5 panik 0 0,0 5 7.0 5 7.0
29 40,8 42 59,2 71 100,0
Sumber : Data Primer diolah, 2017

PEMBAHASAN mampu mengatasi stressor sehingga


1. Tingkat kecemasan pada pasien kecemasan menjadi sedang dan tidak
hemodialisis di RSUD Cilacap tahun sampai berat atau panik, hal ini sesuai
2017 dengan pendapat Tanvir (2013) bahwa
Hasil penelitian menunjukan sebagian seseorang akan mengalami kecemasan
besar tingkat kecemasan pasien ketika tidak mampu mengatasi stressor
hemodialisis di RSUD Cilacap memiliki yang sedang dihadapinya.
kategori sedang sebanyak (38,0%). Hasil Usia juga dapat mempengaruhi tingkat
penelitian ini tidak sejalan dengan hasil kecemasan, hasil penelitian sebagian besar
penelitian Lestari (2017) tentang tingkat pasien berusia 41-60 tahun (54,9%). Hal ini
kecemasan pasien GGK yang menjalani tidak sesuai dengan hasil penelitian Raharjo
hemodialisis di unit hemodialisa RSUD S (2010) yang mengatakan bahwa sangat
Wates, dimana hasilnya bahwa sebagian mungkin bisa terjadi tingkat kecemasan
besar pasien mengalami cemas ringan yang tinggi pada pasien umur 40-60 tahun
(42,4%). Menurut Stuart (2016) bahwa karena pasien cenderung sudah tidak
kecemasan merupakan hal yang sering bekerja dan perasaan tidak berguna bagi
terjadi dalam hidup manusia terutama pada keluarga menjadi salah satu sumber
penderita penyakit kronis dan pasien yang kecemasan. Selain itu pada umur tersebut
dirawat karena penyakit yang mengancam sebagian besar pasien mempunyai anak-
kehidupan akan lebih sering mengalami anak usia sekolah yang membutuhkan
kecemasan. Sebagian besar pasien finansial yang lebih cukup besar. Menurut
hemodialisis mempunyai tingkat Isaac (dalam Untari, 2014) seseorang yang
kecemasan sedang, hal ini dapat mempunyai usia lebih muda ternyata lebih
disebabkan karena pasien relatif cukup mudah mengalami gangguan kecemasan

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 31


daripada seseorang yang lebih tua. Pada lebih memiliki sifat yang lebih aktif dan
usia dewasa seseorang sudah memiliki ekploratif sedangkan perempuan memiliki
kematangan baik fisik maupun mental dan sifatnya lebih sensitif (Jangkup, Elim dan
pengalaman yang lebih dalam memecahkan Kandou, 2015). Hal ini didukung oleh
masalah sehingga mampu menekan penelitian Widiyati (2016) yang
kecemasan yang dirasakan. Semakin tua menyimpulkan ada hubungan antara jenis
umur seseorang akan terjadi proses kelamin dengan kecemasan pasien GGK
penurunan kemampuan fungsi organ tubuh yang menjalani hemodialisis.
(regenerative) hal ini akan mempengaruhi Terjadinya kecemasan juga
dalam mengambil keputusan terutama dipengaruhi oleh pendidikan, yang mana
dalam menangani penyakit GGK dengan hasil dari penelitian sebagian besar
terapi hemodialisis. Pada usia tua seseorang pendidikan pasien lulus SD yaitu sebanyak
dapat menerima segala penyakitnya dengan 33 orang (46,5%), SMP sebanyak 14 orang
mudah karena di usia tua seseorang (19,7%), SMA sebanyak 20 orang (28,2%)
cenderung berfikir bahwa secara spiritual dan paling sedikit lulus PT sebanyak 4
tua harus dijalani dan dihadapi sebagai orang (5,6%). Hal ini menunjukkan bahwa
salah satu hilangnya nikmat sehat secara semua pasien hemodialisis dengan
perlahan. Hal ini didukung oleh penelitian pendidikan terakhir SD, SMP, SMA
Julianti, Yustina & Ardinata (2015) yang maupun PT mengalami kecemasan saat
menunjukkan adanya hubungan antara usia menjalani proses hemodialisis. Teori lain
dengan tingkat kecemasan pasien gagal menurut Stuart dan Sundeen tingkat
ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di pendidikan seseorang akan berpengaruh
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi terhadap kemampuan berfikir, semakin
Medan. tinggi tingkat pendidikan akan semakin
Selain itu jenis kelamin berpengaruh mudah berpikir rasional dan menangkap
terhadap terjadinya rasa cemas, yang mana informasi baru termasuk dalamnya
sebagian besar pasien hemodialisis adalah menguraikan hal baru.
laki-laki (53,5%), dimana laki-laki bersifat Pekerjaan dapat memengaruhi tingkat
lebih kuat secara fisik dan mental, laki-laki kecemasan pada pasien hemodialisis, hasil
dapat dengan mudah mengatasi sebuah penelitan sebagian besar bekerja sebagai
stressor, laki-laki lebih rileks dalam ibu rumah tangga (33,8%). Hal ini sesuai
menghadapi sebuah masalah dan laki-laki dengan pendapat Prasanto H, (2007) bahwa

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 32


pasien yang tidak bekerja merasa menjadi dini agar masalah fisik, psikososial dan
beban tanggungan keluarga karena biaya spiritual dapat diatasi dengan baik.
pencucian darah (hemodialisis) yang akan Sagiran (2012) pasien hemodialisis
dilakukan. Hasil penelitian ini tidak sesuai rutin akan mengalami problem
dengan penelitian oleh Nadia (2008) biopsikososial yang sangat kompleks,
tentang kecemasan pada penderita GGK di sehingga membutuhkan Palliative care
Laboratorium Dialisis RSP. TNI AU, yang tinggi. Hasil penelitian hampir serupa
mengatakan bahwa berdasarkan pekerjaan dengan penelitian Burton et al (2010) yang
didapatkan nilai rerata kecemasan yang menemukan bahwa pasien kanker memiliki
lebih tinggi ialah PNS, diasumsikan bahwa kebutuhaan yang tinggi terhadap kebutuhan
selain masalah kesehatan pasien memiliki Palliative care. Kebutuhan palliative care
beban pekerjaan, juga masalah pendapatan dipengaruhi masalah-masalah yang timbul
yang relatif kecil menambah beban akibat perubahan pada faktor fisik,
penderita. psikologis, dan sosial pada pasien kanker.
2. Kebutuhan Palliative care pada Faktor fisik dipengaruhi gejala yang terjadi
pasien hemodialisis di RSUD Cilacap akibat penyakit kanker tersebut dan
tahun 2017 pengobatan yang diperoleh. Faktor
Berdasarkan hasil penelitian diketahui psikologis dipengaruhi kecemasan atau
bahwa sebagian besar pasien hemodialisis depresi akibat rasa kehilangan harapan,
mempunyai kebutuhan Palliative care yang kehilangan kontrol, dan kebebasan
tinggi (59,2%). Palliative care ditujukan melakukan aktivitas. Sedangkan faktor
untuk menutupi atau menyembunyikan sosial dipengaruhi oleh kesulitan sosial
keluhan pasien dan memberikan pada pasien kanker (Nuhonni, 2010).
kenyamanan ketika tujuan penatalaksanaan Hasil penelitian tidak relevan dengan
tidak mungkin disembuhkan (Muckaden, penelitian Prawita (2017) dimana hasilnya
2011). Menurut WHO (2016) palliative menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
care merupakan suatu cara pendekatan GGK yang menjalani terapi hemodialisis
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dengan kebutuhan palliative care rendah
dan keluarga yang sedang mengalami (67,2%) dan kebutuhan palliative care
masalah penyakit terminal atau mengancam tinggi (32,8%). Berdasarkan WHO,
kehidupan. Palliative care menekankan terdapat lebih dari 40 juta orang di dunia
pentingnya integrasi palliative care lebih yang membutuhkan palliative care, namun

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 33


hanya 14% saja yang baru memperoleh Palliative care, hal ini sesuai dengan
perawatan tersebut. pendapat Rustina (2012) bahwa gangguan
3. Hubungan Tingkat Kecemasan psikososial pasien hemodialisis dapat
Dengan Kebutuhan Palliative care dimanifestasikan dalam serangkaian
Pada Pasien Hemodialisis di RSUD perubahan perilaku antara lain menjadi
Cilacap Tahun 2017 pasif, ketergantungan, merasa tidak aman,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bingung sehingga dapat menimbulkan
semakin berat tingkat kecemasan pasien kemarahan yang akhirnya timbul suatu
hemodialisis akan semakin tinggi pula keadaan depresi.
kebutuhan terhadap palliative care. Hasil Menurut Sunaryo (2008) dua pertiga
penelitian relevan dengan pendapat Prawita dari pasien yang mendapat terapi
(2017) bahwa salah satu faktor yang dapat hemodialisis tidak pernah kembali pada
mempengaruhi kebutuhan Palliative care aktifitas atau pekerjaan seperti sedia kala,
adalah faktor psikologis. Faktor psikologis pasien akan mengalami kehilangan
dipengaruhi oleh emosi, kecemasan dan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, harapan
depresi. Menurut La.Musa W (2015) dalam umur panjang dan fungsi seksual sehingga
penelitiannya bahwa salah satu faktor dapat menimbulkan kemarahan yang
kecemasan di pengaruhi oleh bagaimana akhirnya timbul suatu keadaan depresi yang
pasien menjalani tindakan hemodialisa, dimulai dari rasa cemas. Hal ini sesuai
pada pasien yang baru menjalani tindakan dengan pendapat Prawita (2017) yang
hemodialisa rata-rata yang di dapatkan menyatakan bahwa status sosial ekonomi
adalah tingkat kecemasan berat karena pada merupakan salah satu faktor yang
priode awal pasien merasa berputus asa dan mempengaruhi kebutuhan palliative care.
tidak dapat sembuh sedia kala. Setelah Faktor sosial dipengaruhi oleh kesulitan di
terapi berkelanjutan pasien mulai dapat bidang finansial serta keterbatasan atau
beradaptasi dengan baik serta tingkat kehilangan aktivitas fisik.
kecemasan mulai sedang dan ringan. KESIMPULAN
Pasien hemodialisis akan mengalami Terdapat hubungan antara tingkat
gangguan psikososial salah satunya adalah kecemasan dengan kebutuhan palliative
kecemasan dan gangguan ini menyebabkan care pada pasien hemodialisis di RSUD
pasien merasa tidak aman, bingung dan Cilacap tahun 2017 dengan tingkat keeratan
menderita sehingga pasien membutuhkan

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 34


hubungan antar kedua variabel dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
kategori sedang.
No.812/Menkes/SK/VII/2007
RUJUKAN PUSTAKA
Lewis., Sharon, L., Dirksen., Shannon, R.,
Agustriadi, O. 2009. Hubungan antara
Heitkemper., Margaret, M.,
Perubahan Volume Darah Relatif
Buncher., Linda., Camera, I.A.N.M.,
dan Episode Hipotensi Intradialitik
2011, Medical surgical nursing :
Selama Hemodialisis pada Gagal
Assasment and management of
Ginjal Kronik__ (karya akhir).
clinical problem. (8thed).Elsevier.Inc
Denpasar: Universitas Udayana.
Lubis, 2012, Terapi Perilaku Kognitif pada
Burton et al, 2010, The Palliatif Care Needs
Pasien Kanker. Medan: USU Press.
of cancer Patients : a Prospective
Study of Hospital Admission
Mardyaningsih, 2014, Kualitas hidup pada
penderita gagal ginjal kronik yang
Chaplin JP, 2009. Kamus Lengkap
menjalani terapi hemodialisisdi
Psikologi. Jakarta: Rajawali Press
RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Kabupaten Wonigiri, Skripsi,
Center to Advance Palliative care (CAPC).,
Program Studi Keperawatan Stikes
2014, Palliative care Facts and
Kusuma Husada, Surakarta.
Stats.Diakses tanggal 18 Oktober
2017 dari http://media.capc.org/filer
Muckaden, 2011, Paediatric palliative
public/68/bc/68bc93c7-14ad-4741-
care: Theory to practice, Indian
9830-8691729618d0/capc press-
Journal Palliat Care 2011;17, Suppl
kit.pdf.
S1:52-60

National Kidney Foundation., 2015,


Centers For Disease Control and
Advance Directives, a Guide for
Prevention (CDC)., 2015,
Patients and Family.
Departement of Health and Human
Services Centers for Disease Control
National Health Service (NHS)., 2016, End
and Prevention.Corwin. E. 2009.
of life care in Advanced Kidney
Buku Saku Patofisiologis. Edisi 3,
Disease; A Framework for
Implementation.
Emmanuel, L.L & Librach, S.L., 2012,
Palliative Care : Core Skill and
Nuhonni, 2010, Kembang Rampai
Clinical Competence, Saunders
PALLIATIVE CARE, Fakultas
Elsevier, Philadelphia
Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.
Jangkup, Elin & Kandaou, 2015, Tingkat
Kecemasan Pada pasien Penyakit
Prawita, H., 2017, Hubungan Kualitas
Ginjal Kronik (PGK) Yang
Hidup Dengan Kebutuhan
Menjalani Hemodialisis di BLU
PALLIATIVE CARE Pada Pasien
RSUP Prof. DR. R. D. Kandau
CKD Yang Menjalani Terapi
manado, Jurnal e-Clinic, 3 (1)
Hemodialisa Di Ruang HD RSUD A.
Wahab Sjahranie Samarinda, Jurnal
Kepmenkes RI Nomor: 812, 2007,
Kebijakan PALLIATIVE CARE.

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 35


Ilmiah Sehat Bebaya Vol.1 No. 2,
Mei 2017 Sunaryo, 2008, Psikologi untuk
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2013).
Badan Penelitian dan Pengembangan Tanvir, 2013, Prevalence Of Depression
Kesehatan Kementerian RI tahun And Anxiety In Chronic Kidney
2013.Diakses: 19 Oktober 2014, dari Disease Patients On Haemodialysis,
http://www.depkes.go.id/resources/d Ann Pakistan Institusee Of Medical
ownload/general/Hasil%20Riskesdas Sciences, 9 (2).
%20 2013.pdf.
Widayati & Lestari, 2015, Peningkatan
Rustina, 2012, Gambaran Tingkat Depresi Kualitas Hidup Pada Penderita
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani
Yang Menjalani Hemodialisis Di Terapi Hemodialisa Melalui
Rsud Dr. Soedarso Pontianak Tahun Psychological Intervention Di Unit
2012, Naskah Publikasi, Program Hemodialisa RSUD Gambiran
Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kediri, Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 3
Kedokteran Universitas Tanjungpura, No. 2 Mei 2015, ISSN 2303-1433
Pontianak
Widiyati, 2016, Hubungan Mekanisme
Sagiran, 2012, Mukjizat Gerakan Solat, Koping Individu Dengan Tingkat
Penelitian Dokter Ahli Bedah Dalam Kecemasan Pada Pasien Gagal
Pencegahan dan Penyembuhan Ginjal Kronik Yang Menjalani
Penyakit, Jakarta : Qultum Media Hemodialisa Di Bangsal Teratai
RSUD dr. Soedirman Mangun,
Sanusi 2015, Perbandingan Efek Kompres Naskah Publikasi, StiKes Kusuma
Hangat dengan Kompres Dingin Husada Surakarta.
Terhadap Intensitas Nyeri Saat
Insersi Jarum Pada Pasien Gagal World Health Organization., 2016, WHO
Ginjal Yang Menjalani Hemodialisis Definition if palliative Care. dari
Rutin di Rumah Sakit http://www.who.int/cancer/palliative/
MuhammadiyahBandung, Jurnal definitionn/en/. Diakses tanggal 12
Keperawatan ‘Aisyiyah (JKA) September 2017
Volume 2, Nomor 1 Juni 2015
Zulkamain, 2009. Kontribusi Budaya Kerja
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2017. Buku Etos Kerja Disiplin. Tesis (tidak
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah diterbitkan). Medan: Fakultas
Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC Psikologi Universitas Negri Medan

Jurnal Kesehatan Al-Irsyad Vol. XI, No. 2. September 2018 36

Anda mungkin juga menyukai