Anda di halaman 1dari 16

Pemicu

Seorang anak laki-laki umur 8 tahun dibawa ibunya ke puskesmas dengan keluhan telinga
kanan berair sudah 3 hari. Satu minggu yang lalu os pilek dan batuk dan sudah makan obat
dibeli di warung. Tapi tidak sembuh. Tidak sakit dan tidak demam dan cairan yang keluar
bau. Telinga berair ini kumat-kumatan sudah berjalan lebih dari satu tahun.
Otoskopi : Liang telinga sekret (+) mukopurulen
Rinoskopi anterior : Mukosa hiperemis
Sekret (+)
Telinga berair ini kumat-kumatan sudah hampir satu tahun, bau dan pendengaran nya
semakin berkurang dan tidak sakit.
Otoskopi telinga kanan : perforasi membrane timpani tipe marginal
Otoskopi telinga kiri : dalam batas normal
Pemeriksaan garpu tala
Rinne : kanan (-) ; kiri (-)
Weber : lateralisasi kekanan

I. Klarifikasi istilah
-

II. Identifikasi masalah


1. Telinga kanan berair sudah 3 hari ( ± 1 tahun kumat-kumatan) cairan berbau
2. Os pilek dan batuk seminggu yang lalu ( sudah minum obat, tidak sembuh)

III. Analisa masalah


1. Telinga kanan berair sudah 3 hari (±1 tahun kumat-kumatan) cairan berbau
- Infeksi bakteri
- Jarang membersihkan telinga
- Penggunaan cotton bud yang terlalu dalam
- Gangguan tuba eustachius
- Peradangan pada telinga menyebabkan terjadinya oedem pada membran
timpani kemudian pecah.
2. Os pilek dan batuk seminggu yang lalu (sudah minum obat, tidak sembuh)
- Pilek menyebabkan sumbatan tuba eustachius sehingga telinga tengah
yang harusnya diisi udara malah dipenuhi oleh sekret
- Tidak sembuh selama seminggu dicurigai telah ada infeksi pada cavitas
timpani
IV. Kerangka konsep
♂ 8 tahun

Keluhan : batuk, pilek

Terjadinya sumbatan di tuba eustachius

Cairan yang ada dalam sinus


mengalir ke telinga bagian tengah

Telinga berair

Adanya perforasi pada membran


timpani
DD:

1. OMA
2. OMSK

V. Learning objective
1. Anatomi telinga
2. Definisi dan etiologi DD
3. Patofisiologi OMSK
4. Klasifikasi OMSK
5. Penegakan diagnosa
6. Tatalaksana
7. Komplikasi OMSK
8. Jelaskan tentang membran timpani , perforasi pada membran timpani
9. Jenis tuli pada os
10. Jelaskan tuba auditiva dan hubungan perforasi pada membran timpani
11. Jelaskan tentang kolesteotoma
12. Jelaskan pemeriksaan penalan
VI. Hasil Diskusi
1. Anatomi Telinga

 Telinga luar (outer ear)

Bagian telinga ini terbentuk dari auricula (daun telinga) dan kanal pendengaran
eksternal (liang telinga atau ear canal). Auricula terbentuk oleh tulang rawan
elastis yang melekat erat pada kulit yang miring. Ini berfungsi untuk menangkap
suara dan melokalisasi suara. Bagian auricula membentuk cekungan yang disebut
concha dan bagian pinggirannya dinamakan heliks.

Bagian daun telinga terdiri dari:

 Heliks
 Spiral
 Antiheliks
 Fosa skafoid
 Fosa segitiga
 Crura antiheliks
 Antitragus
 Lobule
 Tragus

Liang telinga (ear canal) dibentuk oleh tulang rawan dan tulang temporal.
Ukurannya sekitar 4 cm dari tragus ke membran timpani (tympanic membrane)
yang juga disebut sebagai gendang telinga dan melengkung membentuk huruf S.
Lengkungan tersebut berguna untuk mencegah benda asing mencapai membran
timpani. Terdapat kondil mandibula di bagian depan tulang liang telinga dan sel
udara mastoid di bagian ujungnya. Ada beberapa saraf sensori di bagian telinga
luar, seperti saraf aurikular, saraf oksipital, saraf ariculotemporal, dan cabang
aurikular saraf fagus (saraf arnold).

 Telinga tengah (middle ear)


Fungsi telinga bagian ini adalah menghantarkan suara yang telah dikumpulkan
auricula ke telinga bagian dalam. Bagian telinga ini memanjang dari rongga ke
membran timpani ke jendela oval yang terdiri dari tulang malleus, incus, dan
stapes dan banyak dinding yang rumit. Misalnya dinding lateral, dinding medial,
dinding tagmental, dan dinding jugularis.

Membran timpani berbentuk tipis dan semi transparan yang memisahkan telinga
luar dengan telinga tengah yang terdiri dari pars flaccida dan pars tensa.
Manubrium malleus melekat kuat pada membran timpani dengan bentuk
cekungan yang disebut umbo. Bagian yang lebih tinggi dari umbo inilah yang
disebut dengan flaccida pars dan sisanya disebut dengan pars tensa.

Ada tiga saraf sensori pada membra timpani, yaitu saraf auriculotemporal, saraf
arnold, dan cabang saraf timpanik. Pada permukaan dalam membran timpani
terdapat rantai tulang yang bergerak disebut ossicles, yaitu malleus (palu), incus
(landasan), stapes (sanggurdi). Unsur-unsur tulang ini berfungsi untuk
menghantarkan dan memperkuat gelombang suara hingga 10 kali lebih kuat dari
udara ke perilymph telinga dalam.Selain itu, terdapat saluran eustachius yang
menghubungkan telinga tengah dengan bagian hulu kerongkongan dan hidung
(nasofaring). Fungsinya untuk menyamakan tekanan udara dengan gerakan buka
tutup. Otot penting yang terdapat di telinga tengah meliputi otot stapedius dan
tendon tensor tympani.Bagian horizontal saraf wajah melintasi rongga timpani.
Oleh karena itu, bila terjadi kelumpuhan pada saraf atau otot wajah akan
menyebabkan ketajaman suara terhalang dan kerusakan pada telinga bagian
dalam.

 Telinga bagian dalam (inner ear)

Bagian telinga ini disebut dengan rongga labirin yang berfungsi membantu
keseimbangan dan menyalurkan suara ke sistem saraf pusat. Rongga ini terbentuk
dari labirin osseus, yaitu rangkaian tulang temporal dan labirin membran
(kantung dan saluran membran). Labirin membran juga memiliki komponen
koklea, vestibular, dan semisirkular (setengah lingkaran).

Koklea (cohclea) adalah organ penting pada teling dalam yang berbentuk
cangkang siput. Bentuknya seperti tabung yang membengkok ke arah belakang
sejauh 2,5 lingkaran dengan bentuk kerucut di ujungnya. Bagian ini memiliki tiga
bilik, yaitu skala vertibuli, saluran koklear, dan skala timpani. Pada koklea ini,
terdapat organ korti yang berfungsi mengubah gelombang suara menjadi impuls
saraf. Vestibuli merupakan bagian penghubung antara koklea dan saluran
semisirkular. Ini terdiri dari sakula dan utrikula, yaitu sel rambut yang menjaga
keseimbangan posisi kepala terhadap gaya gravitasi pada saat tubuh dalam
keadaan diam.Sementara semisirkular adalah saluran setengah lingkaran dari tiga
saluran berbeda, yaitu kanalis semisirkularis horizontal, kanalis semisirkularis
vertikal atas, dan kanalis semisirkularis vertikal belakang yang berisi ampula. Ini
berfungsi untuk menentukan kesadaran posisi kepala saat terjadi gerakan rotasi
atau memutar.Setelah mengatahui anatomi telinga, Anda pasti memahami bahwa
telinga bukan hanya sebagai alat mendengar, tapi juga menjaga keseimbangan. Ini
membuat Anda bisa berjalan, melompat, berlari tanpa terjatuh. Bila Anda
merasakan gangguan pada telinga Anda, segera periksa kesehatan Anda ke dokter
untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat.

2. Defenisi dan Etiologi DD


 Defenisi

Otitis media akut atau OMA adalah suatu peradangan akut yang terjadi karena
adanya infeksi pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius,antrum mastoid dan sel sel mastoid ytang terjadi dalam kurun waktu
kurang dari 3 minggu.

 Etiologi
1. Streptococcus hemolyticus
2. Staphylococcus aureus
3. Peneumococcus
4. H. influenzae
5. E.coli
6. S.anhemolyticus
7. P. vulgaris
8. P. Aeruginosa

3. Patofisiologi OMSK
Otitis media supuratif kronis (OSMK) dengan perforasi memebran timpani
menjadi otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2
bulan ,bila proses infeksi kurang dari dua bulan,disebut otitis supuratif sub
akut.beberapa factor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi
yang terlambat diberikan ,terapi yang adekuat ,virulensi kuman yang tinggi ,
daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang ) atau higine buruk.

4. Klasifikasi OMSK

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu2,11 :

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.

Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:


1. Penyakit aktif

Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah
berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi
dari mukoid sampai mukopurulen.

2. Penyakit tidak aktif

Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.
Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam
telinga1,4.

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit


atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan
terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai
menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

a. Kongenital

b. Didapat.

Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media kronik dengan perforasi
marginal. teori itu adalah :

1. Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani
dan disini ia membentuk kolesteatom ( migration teori menurut Hartmann);
epitel yang masuk menjadi nekrotis, terangkat keatas.

2. Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi
kolesteatom.

3. Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi


(metaplasia teori menurut Wendt).

4. Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida ( attic retraction
cholesteatom).

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-


superior, kadang-kadang sub total

2. Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus
fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi
total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired


cholesteatoma

5. Penegakan Diagnosa
Diagnosis OSMK dibuat berdasarkan gejala klinik dan oemeriksaan THT
terutama pemeriksaan otoskopi , pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan
sederhana umtuk mengetahui adanya ganguan pendengaran ,untuk mengetahui
jenis dan derajat ganguan pendengaran dpat di lakukan pemeriksaan
audiometru nada murni ,audiometri tutur (speech audiometry) dan
pemeriksaan BERA bagi pasien yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan
audiometri nada murni.
Pemeriksaa penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji
resistensi kuman dari secret telinga.
6. Komplikasi OMSK
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena
komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada
kelainan patologik yang menyebabkan otore. pemberian antibiotika telah
menurunkan insiden komplikasi. Walaupun demikian organisme yang resisten
dan kurang efektifnya pengobatan, akan menimbulkan komplikasi. biasanya
komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis
media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK
tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial
yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK
berhubungan dengan kolesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi
sebagai berikut :
A. Komplikasi ditelinga tengah :
1. Perforasi persisten
2. Erosi tulang pendengaran
3. Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
1. Fistel labirin
2. Labirinitis supuratif
3. Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
a. Abses ekstradural
b. Trombosis sinus lateralis
c. Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
a. Meningitis
b. Abses otak
c. Hindrosefalus otitis Paparella dan Shumrick (1980)
membagi dalam :
A. Komplikasi otologik
a. Mastoiditis koalesen
b. Petrositis
c. Paresis fasialis
d. Labirinitis
B. Komplikasi Intrakranial
a. Abses ekstradural
b. Trombosis sinus lateralis
c. Abses subdural
d. Meningitis
e. Abses otak
f. Hidrosefalus otitis Shambough (1980) membagi atas
komplikasi meninggal dan non meninggal
A. Komplikasi meninggal
a. Abses ekstradural dan abses perisinus
b. Meningitis.
c. Tromboflebitis sinus lateral
d. Hidrosefalus otitis
e. Otore likuor serebrospinal
Komplikasi non meningeal
a. Abses otak.
b. Labirinitis.
c. Petrositis.
d. Paresis fasial.
Cara penyebaran infeksi :
1. Penyebaran Hemotogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.

7. Tatalaksana

Berikan pengobatan rawat jalan.

Jaga telinga anak agar tetap kering dengan cara wicking.

Sebagai pengobatan lini pertama dapat diberikan hanya obat tetes telinga yang
mengandung antiseptik (asam asetat 2% atau larutan povidon yang diencerkan
1:2) atau antibiotik, pilihan obat tetes antibiotik terbaik adalah golongan fluor
kuinolon (ofloksasin, siprofloksasin) karena tidak ototoksik. Obat topikal ini
diberikan sekali sehari selama 2 minggu.
8. Jelaskan tentang membran timpani,perforasi pada membran timpani .
Membrane timpani adalah pemisah antara telinga luar dan tengah berupa suatu
membrane tipis,semi transparan berbentuk elips,diameter lebih kurang 8-10
mm. membrane ini terlihat cekung,oblik terhadap sumbu liang telinga,
membrane timpani berbentuk kerucut dengan puncaknya di sebut umbo,dasaar
membrane timpani tampak sebgai bentukan oval. Membran timpani dibagi
menjadi dua bagian yaitu pars tensa (membrane propia) dan pars flasida
(mebran shrapnel ). Pars tensa memiliki tiga lapisan yaitu lapisan
skuamosa,lapisan mukosa dan lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat
melingkar dan radial yang membentuk dan memengaruhi konsistensi
membrane timpani.pars falsida hanya memiliki dua lapis saja yaitu lapisan
skuamosa dan lapisan mukosa
Jenis perforasi pada membrane timpani :
 Perforasi Sentral
Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero
superior,kadang kadang sub total
 Perforasi marginal
Terdapat pada pinggir membrane timpani dengan adanya erosi dari annulus
fibrosus,perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasu
total.perforasi pada pinggir postero superior berhungan dengan kolesteatom.
 Perforasi atik
Terjadi pada pars flasida,berhubungan dengan primary acquired
cholesteatoma.

9. Jenis tuli pada OS

Gangguan Pendengaran Konduktif

Setiap masalah di telinga luar atau tengah yang mencegah terhantarnya bunyi
dengan tepat dinamakan gangguan pendengaran konduktif. Gangguan
pendengaran konduktif biasanya pada tingkat ringan atau menengah, pada
rentang 25 hingga 65 desibel.Dalam beberapa kejadian, gangguan
pendengaran konduktif bersifat sementara. Pengobatan atau bedah dapat
membantu tergantung pada penyebab khusus masalah pendengaran
tersebut. Gangguan pendengaran konduktif juga dapat diatasi dengan alat
bantu dengar atau implan telinga tengah.

Gangguan Pendengaran Sensorineural

Gangguan pendengaran sensorineural disebabkan oleh hilangnya atau


rusaknya sel saraf (sel rambut) dalam rumah siput dan biasanya bersifat
permanen. Gangguan pendengaran sensorineural, yang disebut juga “tuli
saraf”, dapat ringan, menengah, berat atau parah. Gangguan pendengaran
ringan hingga berat sering dapat diatasi dengan alat bantu dengar atau implan
telinga tengah. Sedangkan implan rumah siput seringkali merupakan solusi
atas gangguan pendengaran berat atau parah. Sebagian orang menderita
gangguan pendengaran sensorineural hanya pada frekuensi tinggi, juga dikenal
dengan sebutan tuli sebagian. Dalam hal ini, yang rusak hanya sel rambut pada
ujung rumah siput. Pada bagian dalam rumah siput, apeks, sel rambut yang
berfungsi untuk memproses nada rendah masih utuh. Stimulasi akustik dan
elektrik gabungan, atau EAS, telah dikembangkan khusus untuk menangani
kejadian seperti ini.

Gangguan Pendengaran Campuran

Gangguan pendengaran campuran merupakan gabungan dari gangguan


pendengaran sensorineural dan konduktif. Gangguan ini disebabkan oleh
masalah baik pada telinga dalam maupun telinga luar atau telinga tengah. Opsi
penanganan mencakup pengobatan, bedah, alat bantu dengar atau implan
pendengaran telinga tengah .

Gangguan Pendengaran Saraf

Masalah yang disebabkan oleh tidak adanya atau rusaknya saraf pendengaran
dapat mengakibatkan gangguan pendengaran saraf. Gangguan pendengaran
saraf biasanya parah dan permanen.Alat bantu dengar dan implan rumah siput
tidak dapat mengatasi hal ini karena saraf tidak dapat meneruskan informasi
bunyi ke otak. Dalam banyak kejadian, Implan Batang Otak Auditory (ABI)
dapat menjadi pilihan pengobatan.

10. Jelaskan tuba auditiva dan hubungan perforasi pada membran timpani.

Perforasi membran timpani permanen adalah suatu lubang pada membran


timpani yang tidak dapat menutup secara spontan dalam waktu 3 bulan setelah
perforasi. Upaya penutupan perforasi membran timpani permanen secara
konservatif masih diperlukan oleh karena terapi secara operatif memerlukan
peralatan yang tidak selalu tersedia di rumah sakit kabupaten atau kota dan
memerlukan biaya yang tidaksedikit.
Ada 3 tipe perforasi membran timpani berdasarkan letaknya, yaitu :
1)Perforasi sentral (sub total). Letak perforasi di sentral dan pars tensa
membran timpani. Seluruh tepi perforasi masih mengandung sisa membran
timpani.

2)Perforasi marginal. Sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan


anulus atau sulkus timpanikum.

3)Perforasi atik. Letak perforasi di pars flaksida membran timpani. Sekret


yang keluar dari telinga tengah ke telinga luar dapat berlangsung terus-
menerus atau hilang timbul. Konsistensinya bisa encer atau kental. Warnanya
bisa kuning atau berupa nanah.
11. Jelaskan koleastoma

DEFINISI DAN KLASIFIKASI KOLESTEATOMA


Kolesteatoma dapat digambarkan secara umum dengan adanya kantung epitel
skuamosa yang terisi debris keratin dalam telinga tengah. Terdapat 2 tipe
kolesteatoma yang dikenal :
a. Kolesteatoma kongenital
Adalah kista epitel yang timbul didalam salah satu tulang kepala (biasanya
tulang temporal) tanpa adanya kontak dengan dunia luar.Dapat tumbuh di
tulang temporal bagian dalam atau skuama. Disebutkan jumlahnya meningkat
dalam ruang mastoid atau atik.
b. Kolesteatoma didapat atau akuisita :
Kolesteatoma didapat primer. Jenis ini berkembang sebagai kelanjutan dari
perforasi membran timpani pars flasida. Mula – mula mengisi ruang prussak,
kemudian dapat membesar sehingga memenuhi atik, antrum mastoid dan
sebagian telinga tengah.
Kolesteatoma didapat sekunder : Merupakan kelanjutan dari otitis atelektasis,
bila terjadi retraksi membran yang atrofi mengakibatkan kantung berisi debris
keratin disertai destruksi tulang yang lebih lanjut. Biasa dijumpai adanya
granulasi pada tepi posterior superior tepat di lateral anulus. Bila penyakit
telah mencapai tingkat ini, biasanya terjadi infeksi dengan cairan yang keluar
terus menerus.

12. Jelaskan pemerikasaan penalaan

Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif.

Terdapat berbagai macam tes penala, seperti:

Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang yang diperiksa

Cara :

Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di processus mastoid, setelah tidak


terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5cm. Bila masih
terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne negatif
(-).

Tes Weber

ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri


dengan telinga kanan

Cara :

Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala ( di


vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu), apbila
bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut.Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana
bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.

Tes Schwabach

ialah tes untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal.

Cara :

Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan pada processus mastoideus


sampai tidak terdengar bunyi, kemusdian tangkai penala segera dipindahkan
pada processus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara
sebaliknya yaitu penala diletakkan pada processus mastoideus pemeriksa lebih
dulu, bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach
memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya
disebut schwabach sama dengan pemeriksa.

Tes Bing (tes Oklusi)

Cara: Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga,
sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan
diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber)

Penilainan: Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup berarti telinga


tersebut normal atau tuli saraf. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak
bertambah keras berarti telinga tersebut tuli konduktif.

Tes Stenger

Digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli)

Cara: Menggunakan prinsip Masking.

Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri.

Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di


depan telinga kiri dan kanan, dengan cara yang tidak kelihatan oleh yang
diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan
(yang normal) sehingga jelas terdengar. Kemudian penala yang kedua
digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan teling yang kiri (yang pura-pura
tuli).
Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang
mendengar bunyi, jadi telinga kanan tidak akan nebdebgar bunyi.
T
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis
e
t
a
Positif
p Tidak ada lateralisasi Sama dgn pemeriksa Normal
i
e
l
Negatif
i Lateralisasi ke telinga Memanjang Tuli konduktif
n yang sakit
g
a
k
a
Positif
n Lateralisasi ke telinga Memendek Tuli sensorineural
a yang sehat
n

C
a
catatan: Pada tuli konduktif <30db,>

VII. KESIMPULAN
Dari pemicu diatas dapat di simpulkan bahwa OS mengalami ganguan pada
telinga bagian tengah (otitis media supuratid kronis)
DAFTAR PUSTAKA
1. Aboet A (2007). Radang telinga tengah menahun. Pidato pengukuhan jabatan guru
besar tetap dalam bidang ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok bedah kepala dan
leher. Proseding rapat terbuka Universitas Sumatera Utara. Medan: USU-
eRepository, pp: 1-27
2. Boruk M, Rosenfeld RM (2004). Terapi antimikroba pada THT. In: Lucente FE, Har-
El G (eds). Essensial of otolaryngology, 5 th ed, USA: Lippincott William and
Wilkins, Inc. Terjemahan Hartanto H, Suryono J, Matahari, Diani A, Kosasih AA,
Mahanani DA (2011). Ilmu THT esensial. Jakarta: EGC, pp: 632-647.
3. Chole RA, Sudhoff HH (2010). Chronic otitis media, mastoiditis, and petrositis. In:
Flint PW, Haughey BH, Lund VJ, Niparko JK, Richardson MA, Robbins KJ, et al.,
(eds). Cumming otolaryngology head
LAPORAN TUTORIAL

BLOK SPECIAL SENSES

OLEH :

NAMA : MAWAR T HEOFANI BEY BEY LUMBANTOBING

NPM : 216 210 045

FASILITATOR

dr. Novrina Situmorang

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA

T.A 2017 / 2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmatNya saya
dapat menyelesaikan laporan tutorial ini dengan tujuan agar menambah wawasan bagi p
enulis maupun pembaca terhadap masalahan yang berhubungan dengan topik “OMSK”

Kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah berkenan untuk
membaca laporan tutorial ini. Kami menyadari bahwa laporan ini masih tidak sempurna.
Oleh sebab itu,kami menerima kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan la
poran ini.

Besar harapan kami, laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan,28 November 2018

Penulis

Mawar Lumbantobing

Anda mungkin juga menyukai