Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

PEMBAHASAN

Keluhan utama yang membawa pasien ke RS adalah BAB cair . Pasien seorang anak
laki - laki 14 bulan dengan keluhan utama BAB cair . BAB cair sejak 3 hari SMRS. BAB cair
dan memberat 1 hari SMRS . BAB ±7 x dalam sehari sebanyak ± ¾ gelas aqua BAB berwarna
kuning , menyemprot , berisi ampas dan cairan , konsistensi cair , tidak ada lendir dan tidak
ada darah , bau tidak asam . Sebelum BAB pasien selalu menangis dan tampak gelisah , ayah
pasien mengaku setelah pasien BAB bagian pantat pasien berwarna merah .
Pada kasus ini dapat dikatakan pasien mengalami diare akut yaitu buang air besar pada
bayi atau anak lebih dari tiga kali perhari, disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi
cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari dua minggu.1 Keluhan
BAB cair pasien juga disertai muntah . Muntah mulai muncul sejak 2 hari setelah dirawat di
rumah sakit . Muntah ±4 kali sekali muntah ±1/2 gelas aqua . Muntah berisi air dan susu,
tidak ada makanan, tidak ada darah . Muntah tidak menyemprot . Pasien sebelumnya yaitu 1
hari SMRS sudah ke puskesmas dan diberikan oralit dari pusekesmas, namun tidak ada
perbaikan .
Pada pasien ini diare terjadi dengan volume ¾, frekuensi yang sering yaitu 7x sehari
dan konsistensi yang cair serta berwarna kuning bau yang tidak asam. Pasien juga mengalami
muntah jika makan atau minum, muntah sebanyak 4x. Diare juga diawali oleh demam yang
mendadak tinggi. Karakteristik pada pasien ini dapat terjadi pada diare yang disebabkan virus
karena pada diare yang disebabkan virus memiliki karakteristik yang berbeda dengan diare
yang disebabkan karena bakteri . Didapatkan diare yang disebabkan virus yaitu diare cair
disertai muntah yang cukup banyak , dapat disertai perut terasa nyeri , nafsu makan berkurang
3
namun dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang untuk mengetahui pasti mengenai
etiologi dari diare tersebut .
Beberapa kuman pathogen penyebab penting diare akut pada anak- anak yaitu
Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni. Beberapa
penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah bakteri , virus dan
parasit . Contoh nya apabila dari bakteri adalah Aeromonas, Bacillus cereus, Campylobacter
jejuni, E. coli, Salmonella, Shigella, Stapylococcus aureus, Vibrio cholera dll . Jika dari
infeksi virus penyebab diare akut terbanyak pada anak Rotavirus serotype 1, 2, 8, dan 9 pada
manusia, Norwalk virus, Astrovirus, Adenovirus (tipe 40, 41), Small bowel structured virus,
Cytomegalovirus . Namun jika diare dikarenakan parasit contohnya adalah balantidium coli,
Entamoeba histolityca, 3,4
Pada pasien An J usia 14 bulan berdasarkan usia tanda dan gejala dicurigai etiologi
dari diare pasien adalah rotavirus. Secara epidemiologi rotavirus menjadi penyebab utama diare
berat pada anak usia balita baik di negara maju maupun negara berkembang. Umumnya
menyerang anak berusia di bawah 0 - 5 tahun dan tidak ada perbedaan jenis kelamin antara
pasien, laki-laki dan perempuan . Rotavirus adalah virus golongan famili Reoviridae yang
berperan dalam penyebab utama penyakit diare akut pada bayi dan anak-anak.
Didukung dengan anamnesis diare yang didapatkan pada pasien yaitu BAB cair , demam dan
disertai dengan muntah dengan volume yang cukup banyak serta didapatkan pada pemeriksaan
fisik pasien dengan keadaan rewel , kehausan , produksi air mata berkurang serta pada abdomen
didapatka peningkatan bising usus dan turgor kulit yang kembali > 2 detik yang
memperlihatkan tanda – tanda dehidrasi . Hal ini sesuai dengan teori diare yang dikarenakan
oleh rotavirus dengan manifestasi klinis dari, yaitu akan ditemui dari anamnesis BAB cair
disertai muntah , demam dapat disertai batuk dan pilek yang dapat menyebabkan pasien
mengalami dehidrasi mulai ringan, sedang sampai berat. Pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan keadaan umum gelisah , tanda vital dapat normal atau meningkat jika sudah
mencapai dehidrasi berat pada kepala didapatkan ubun – ubun cekung , mata cowong dan air
mata berkurang , pada hidung dapat didapatkan sekret , nafas cuping hidung. Pada mulut bibir
dan mukosa kering, stomatitis, sianosis pada pemeriksaan thoraks dapar didapatkan retraksi
jika sudah terjadi dehidrasi berat.. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan cembung , bising
usus meningkat, hipertimpani, turgor normal, lambat atau sangat lambat dan pada anus dapat
perianal eritema. Serta pada ekstremitas akral hangat atau dingin, sianosi, capillary refill time
normal atau lambat
Cara penularan diare adalah melalui fekal oral, yaitu melalui makanan atau minuman
yang tercemar oleh enteropatogen atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang
yang sudah tercemar tinja penderita atau melalui lalat. Transmisi bisa melalui 4 F yaitu finger,
flies, fluid, dan field 4. Melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja
penderita atau tidak langsung melalui lalat. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya
adalah golongan virus, bakteri, dan parasit. 2,3
Diketahui pada kasus ini pasien anak J mendapatkan asi yang tidak eksklusif yaitu
hanya 40 hari pertama saja . Setelah itu di ganti laktogen dan digantikan dengan susu soya /
bebas laktosa . Selain itu pada pasien untuk mencuci peralatan makan hanya dicuci
menggunakan air biasa dan tidak direndam di air mendidih, sumber air minum dari air minum
isi ulang yang dibeli di pinggir jalan yang tidak diketahui ke higienis an nya hal ini dapat
menjadi faktor resiko terjadinya diare sesuai dengan teori faktor resiko terjadi diare karena
Sesuai dengan teori bahwa faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen
adalah tidak memberikan ASI secara penuh sampai umur 6 bulan pertama, tidak memadai
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kekurangan sarana prasaranana MCK,
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyediaan makanan yang tidak higienis Hal
ini dapat meningkatkan kecenderungan untuk terkena diare dan juga gizi buruk . Selain itu
faktor umur, faktor infeksi asimtomatik, faktor musim juga dapat menjadi faktor resiko dari
diare karena . Pada faktor umur sebagian besar episode diare pada umur 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pada keadaan ini menunjukan bahwa terjadi kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu atau kurangnya kekebalan aktif bayi dengan pengenalan makanan yang mungkin
tercemar atau terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
5,6
binatang. Faktor karena adanya infeksi asimtomatik yaitu proporsi infeksi usus bersifat
asimtomatik meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunisasi aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita
mengandung bakteri, virus atau kista protozoa yang infeksius. Selain itu faktor musim yaitu
pada daerah subtropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus terjadi pada musim dingin. Di daerah tropik seperti
indonesia diare yang disebabkan oleh Rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun
Pada pasien terjadi gejala gastrointestinal berupa BAB cair, muntah dapat
menyebabkan pasien kehilangan cairan sampai mengalami dehidrasi. Pasien juga mengalami
dehidrasi ringan sedang yang disimpulkan berdasarkan yang di dapatkan dari pemeriksaan fisik
yaitu dari keadaan umum pasien tampak rewel dengan GCS pasien E4V5M6, mata pasien
agak cekung , produksi air mata tidak ada , mulut dan lidah yang kering serta adanya rasa haus
dan pasien banyak minum serta tugor kulit yang kembali melambat. Pada pasien urine nya
keluar sedikit dan jarang berkemih dibuktikan dari jumlah popok pasien selain saaat diare tidak
ada popok yang diganti karena penuh dengan urine . Biasanya setiap 4 jam ganti popok karna
berkemih . Urine yang berkurang juga merupakan tanda dehidrasi.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah
dan demam. Hal ini merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia bahkan kematian jika tidak ditangani dengan cepat . Sesuai dengan teori bahwa
akibat dari kehilangan air dan elektrolit terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskular dan kematian bila tidak diobati dengan
tepat.
Tabel 1. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab:

Gejala Klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual muntah Sering Jarang Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Jarang Tenesmus, kolik - Tenesmus, Kram
tenesmus, kram
kram perut
Nyeri kepala - + + - - -

Lamanya 5-7 hr >7hr 3-7 hr 2-3 hr Variasi 3 hr


sakit
Volume tinja Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus-
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau Langu - Busuk Amis
Warna Kuning- hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah- hijau Air cucian
beras
Leukosit - + + - + -
Lain- lain Anorexia Kejang ± Sepsis ± Meteorismus Infeksi sistemik

Pada pasien telah dilakukan pemeriksan penunjang berupa pemeriksaan darah dan
pemeriksaan feses. Pemeriksaan laboratorium darah pasien tidak ditemukan tanda – tanda
infeksi bakteri seperti peningkatan jumlah leukosit . Pada pemeriksaan feses lengka secara
makroskopis pada pasien ditemukan konsistensi dan bentuk lembek , warna kuning , bau khas
, tidak ditemukan darah, ditemukan lendir , tidak ditemukan parasite . Dalam keadaan normal
didapatkan sedikit sekali lendir dalam tinja. Terdapatnya lendir yang banyak berarti ada
rangsangan atau radang pada dinding usus. Pada pemeriksaan feses mikroskopik pada pasien
ditemukan serat makanan , tidak ditemukan Kristal , tidak ditemukan lemak , ditemukan
leukosit banyak sel , eritrosit 0-2 sel , tidak ditemukan telur cacing , tidak ditemukan amuba ,
dan tidak ditemukan jamur .
Menurut teori ditemukan serat makanan pada feses normal hampir selalu dapat
ditemukan juga pada keadaan normal, tetapi dalam keadaan tertentu jumlahnya meningkat dan
hal ini dihubungkan dengan keadaan abnormal. Sisa makanan sebagian berasal dari makanan
daun-daunan dan sebagian lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastis dan lain-lain.
Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan lugol untuk menunjukkan
adanya amilum yang tidak sempurna dicerna. Larutan jenuh Sudan III atau IV dipakai untuk
menunjukkan adanya lemak netral seperti pada steatorrhoe. Sisa makanan ini akan meningkat
jumlahnya pada sindroma malabsorpsi. Ditemukan leukosit dengan banyak sel , dalam
keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Ditemukan leukosit
banyak sel hal ini juga ada kemungkinan terdapat infeksi bakteri . yang menunjukan invasi
bakteri ke mukosa, seperti pada Shigellosis, E.coli dan E.histolytica namun pada kembali pada
anamnesis , pemeriksaan fisik dan keadaan klinis pasien , pasien An J lebih mengarah kepada
infeksi virus akibat rotavirus , dapat ditemukan leukosit banyak sel pada pemeriksaan feses
juga dapat dikarenakan faktor kontaminas dari pengambilan sampel feses .
Penatalakasaan yang dilakukan di IGD adalah loading RL 80 cc loading cepat Ka En
4B 8 tpm menggunakan infus makro , Injeksi ranitidine 2 x 8 mg dan pemberian obat oral
yaitu Zinc sulphate syrup 60 ml PCT 3 x ¾ , Multivitamin syrup Becefort / 12 jam . Diruangan
pasien mendapatkan obat tambahan yaitu salep oles mikonazole dan hidrokortison serta
mendapatkan obat tambahan yaitu promuba metronidazole benzoate . Pada pasien diberikan
tatalaksana awal Ringel laktat di IGD untuk rehidrasi cairan dikarenakan pasien datang dengan
keadaan dehidrasi ringan sedang . Ringer Lactat merupakan cairan yang paling fisiologis yang
dapat diberikan pada kebutuhan volume dalam jumlah besar dan digunakan untuk keadaan
kehilangan cairan karena diare , syok hipovolemik , trauma . Diberikan Ringer lactat juga dapat
digunakan untuk memperbaiki keadaan seperti asidosis metabolik, dan dapat membatu
menggantikan defisit kalium yang hilang karena diare dan muntah .
Pasien juga di lanjutkan penggatian cairan dengan menggunakan KAEN 4B , KAEN
4B merupakan infus rumatan untuk bayi dan anak kurang dari 3 tahun , mensuplai 8 mEq/L
kalium pada pasien sehingga meminimalkan resiko hypokalemia dan tepat digunakan untuk
dehidrasi hipertonik . Diberikan obat ranitidine 2 x 8 mg
Sesuai dengan teori penatalaksanaan pertama yang dapat diberikan pada pasien diare
seperti pada pasien ini meliputi 5 pilar terdiri dari rehidrasi, pemberian zinc , pemberian nutrisi
,antibiotic selektif , edukasi.
Rehidrasi yang dilakukan adalah cairan rehidrasi oral hipoosmolar diberikan sebanyak
75ml/kgBB dihabiskan dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi
sebanyak 5-10ml/kgBB setiap diare cair. Rehidrasi parenteral diberikan bila anak muntah
setiap diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit demi sedikit, atau melalui
pipa nasogastrik. Cairan intravena yang diberikan adalah ringer laktat atau KaEn 3B atau NaCl
dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara
berkala. Berat badan 3-10kg : 200ml/kgbb/hari, Berat badan 10-15kg : 175ml/kgbb/hari, Berat
badan >15kg : 135ml/kgbb/hari. Pada pasien, berat badan 3-10 kg sehingga dapat diberikan
cairan 200 ml/kg bb/hari
Pemberian zinc kepada pasien sesuai dosis menurut umur pasien, umur pasien saat ini
14 bulan, sehingga pemberian zink diberikan dengan dosis 20 mg, Untuk anak diatas umur 6
bulan 20mg (1 tablet) / hari. Zink diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak
telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zink dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau
oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zink dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air
matang atau oralit. Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian
diare. Pemberian zinc diberikan karena dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh
usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border
apical dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen dari usus..
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,
mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan
kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare
harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare.
Pada pasien ini tidak diberikan antibiotik selektif karena antibiotik selektif diberikan
diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri (diare berdarah) atau kolera. Namun pada pasien
ini seharusnya diberikan antibiotik dengan spektrum luas. Sesuai dengan anamnesis ,
pemeriksaan fisik dan dengan ditambahkan hasil pemeriksaan penunjang yang mengarah ke
infeksi bakteri. Pasien mendapatkan beberapa obat tambahan di ruangan yaitu : promuba
metronidazole benzoat syrup yang seharusnya tidak perlu diberikan karena Pemberian
antibiotika tidak dianjurkan dan direkomendasikan. Karena infeksi rotavirus adalah penyakit
“Self limiting Disease” atau sembuh sendiri dengan atau tanpa antibiotika dalam 5-7 hari.
Pengobatan terpenting adalah terapi rehidrasi atau cairan oralit dan nutrisi. Sebelum
memberikan terapi rehidrasi pada pasien, perlu dinilai dulu derajat dehidrasinya. WHO
merekomendasikan suplementasi Zinc 10-20 mg untuk 10-14 hari untuk semua anak diare akut.
2,3
Probiotik adalah suplemen makanan mikroba hidup yang umum digunakan dalam
pengobatan dan pencegahan diare akut. Mekanisme yang mungkin untuk probiotik termasuk
sintesis zat antimikroba, persaingan dengan patogen untuk nutrisi, modifikasi racun, dan
stimulasi respon imun nonspesifik terhadap patogen. Dua tinjauan sistematis besar telah
menemukan probiotik (terutama GG Lactobacillus) efektif dalam mengurangi durasi diare pada
anak-anak yang mengalami diare akut. Pasien juga mendapatkan obat tambahan kombinasi
mikonazole hidrokortison salep yaitu adalah obat luar yang digunakan untuk mengatasi infeksi
jamur pada kulit diberikan karena kandungan hidrokortison salep yaitu salah satu obat
kortikosteroid yang berfungsi untuk mengatasi alergi dapat tetap diberikan pada kasus ini untuk
mengatasi kemerahan/ eritema natum pada bagian anus pasien.
Pemberian nutrisi kepada pasien harus terus dilakukan. Paling tidak 50% dari energi
diit harus berasal dari makanan dan diberikan porsi kecil tapi sering (6 kali atau lebih) Pisang
baik untuk menambah kalium. Bayi tanpa ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling
tidak setiap 3 jam. Pemberian susu rendah laktosa atau bebas laktosa mungkin diperlukan untuk
sementara bila pemberian susu menyebabkan diare timbul kembali atau bertambah hebat
sehingga terjadi dehidrasi lagi. Setelah diare berhenti, pemberian tetap dilanjutkan selama 2
hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula biasanya diminum secara bertahap
selama 2 – 3 hari. Makan dengan karbohidrat kompleks seperti nasi, gandum, kentang, roti dan
sereal, lean meat, yougurt, buah dan sayur-sayuran. Makanan berlemak atau makanan tinggi
gula seperti jus, soda harus dihindasi. Energi yang dibutuhkan pada diare sekitar 100
kcal/kg/hari dan protein sebesar 2-3 g/kg/hari.
Usia pasien sekarang adalah 14 bulan dengan BB 8 kg dan tb 74 cm dengan status gizi
baik , walaupun pada hasil perhitungan menurut kurva WHO pada berat badan , tinggi badan
dan umur pasien , karegori baik dengan di nilai batas akhir normal sebelum memasuki kriteria
kurang gizi dengan kriteria BB/TB didapatkan garis -2SD –< 2SD , BB / U didapatkan -2SD –
< 2SD dan TB/ U-2SD –< 2SD . Namun untuk memantau dan menjaga berusaha agar pasien
tetap mendapatkan asuan gizi yang baik dan disesuaikan . Pada pasien sebaiknya diet tinggi
karbohidrat tinggi protein , selain makanan di rumah sakit,orang tua pasien juga memberikan
makanan selingan seperti kue bolu dan pisang . Menurut Recommended dietary Allowences
(RDA) untuk bayi dan anak . Seharusnya kebutuhan kalori terhadap pasien adalah 816 kkal/kg
di dapatkan dari 8 kg bb pasien di kalikan kebutuhan kalori kkal/kg 102 . Kebutuhan protein
pada pasien adalah 9,84 g/kg . Sedangkan kebutuhan cairan 112- 125 ml / kg dan pada pasien
seharusnya membutuhkan nutrisi cairan 896-1000 ml/kg.
Pada pasien juga telah diberikan edukasi yang diberikan telah sesuai dengan telah teori
,yaitu memberikan edukasi kepada orang tua mengenai pasien mengenai pantau pemberian
cairan tambahan, suplemen zink, teruskan pemberian makan, ketika terjadi diare kembali,
berikan cairan tambahan (sebanyak yang anak inginkan) dan segera lapor kepada petugas yang
berjaga jika selama perawatan . Pasien diperbolehkan pulang pada tanggal 12 / 12 / 2018
dengan perbaikan . Kondisi pasien sudah lebih baik . BAB cair sudah tidak ada , nafsu makan
pasien sudah lebih membaik dan pasien pulang dengan membawa obat zinc yang dilanjutkan
sampai 14 hari serta diberikan surat kontrol dan pemberian edukasi untuk jika terjadi diare
berulang di rumah yaitu edukasi cara memberikan cairan dan obat di rumah, kapan harus membawa
kembali balita ke petugas kesehatan yaitu bila diare lebih sering, muntah berulang , pasien sangat haus
,makan/minum sedikit , timbul demam , tinja berdarah Tidak membaik dalam 3 hari.
Pasien ini juga merupakan pasien TB on therapy yang sudah berjalan selama 1 bulan.
Diagnosis TB pada anak didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Pada pasien ini didapatkan keluhan pasien saat sebelum terdiagnosis TB adalah batuk
yang lama. Batuk pasien ± 3 minggu dan ibu pasien mengatakan badan pasien sering terasa demam
namun tidak terlalu tinggi. Demam pasien ± 1 bulan dan disertai dengan keringat malam. Sejak
merasa demam pasien menjadi tidak nafsu 7,6 kg selama hampir 1 bulan sakit dan pernah berat
badan pasien tidak pernah naik selama 1,5 bulan, saat itu pasien berat badan nya tetap di 7,6
kg namun semenjak menjalankan pengobatan TB Paru dengan rutin BB paien mulai bisa naik
perlahan sekarang menjadi 8 kg dengan BB pasien 8 dan PB 74 cm masih dalam rentang gizi
normal namun pada garis normal batas terbawah.
Pasien berhubungan kontak erat dengan penderita TB paru , gejala-gejala ini dirasakan
karena awalnya pasien tinggal satu rumah bersama nenek pasien. Nenek pasien awalnya
hanya batuk-batuk lama dan tidak pernah menutup mulutnya saat batuk. Selanjutnya nenek
pasien yang tinggal satu rumah dengan pasien tersebut diperiksa dan terdiagnosis TB Paru. 1
bulan sebelum pasien masuk ke rumah sakit tepatnya tanggal 13-11-2018 pasien datang
berobat ke praktek dokter spesialis anak dan pasien didiagnosa TB dengan skoring TB dan di
dapatkan : Riwayat kontak dengan pasien TB dengan skore 3 , batuk lama dengan skore 1 ,
panas berulang dengan skore 1 , pada pemeriksaan kelenjar getah bening ditemukan kelenjar
di cervical dengan skore 1 , pada pasien tidak ditemukan adanya nyeri tulang atau sendi
sehingga skore 0 , pasien juga sempat gizi kurang dengan skore 1 namun sekarang pasien
sudah gizi normal , mantoux test tidak dilakukan dan foto thorax dengan skore 1. Sehingga
dapat disimpulkan pada pemeriksaan pasien di dokter spesialis anak pada tanggal 13 -11 -
2018 dengan jumlah skore 8 pada skoring TB anak yang dapat dikatakan pasien terdiagnosa
dengan TB paru. Saat ini pasien mendapatkan terapi OAT lini petama dan jalan pengobatan
bulan pertama , hal tersebut sudah sesuai dengan prosedur pengobatan TB pada anak.

Berdasarkan dengan teori skoring TB anak yaitu Anak dengan skor 6 yang diperoleh
dari kontak dengan pasien BTA positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi tanpa gejala
klinis, maka dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak
tersebut. Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak. Anak dengan
skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada fasyankes yang tidak
tersedia uji tuberkulin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak.
Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis, maka
terapi OAT dilanjutkan sampai selesai. Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat
imunisasi BCG dicurigai telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB
anak, jika dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB.

Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas (uji tuberkulin
dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan sistem skoring tetap dilakukan,
dan dapat didiagnosis TB dengan syarat skor ≥ 6 dari total skor 13. Pada anak yang pada
evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut
adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit
penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari pasien.
Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan
perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada saat
diagnosis.

Dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien sempat tinggal satu rumah dengn nenek
pasien yang ternyata yang sudah batuk-batuk lama lebih dari 1 bulan dimana adanya kecurigaan
riwayat kontak dengan pasien TB. Pasien mulai Batuk lama lebih dari tiga minggu serta demam
lebih dari dua minggu yang dikeluhkan pasien. Pasien dan nenek pasien juga menyadari adanya
penurunan berat dan sulitnya naik berat badan. Sesuai dengan teori bahwa anamnesis yang
dapat ditemukan pada TB paru adalah berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat
badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik, demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak
tinggi, keringat malam , batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan,
nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).
Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain. Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak
sembuh dengan pengobatan baku diare.

Berdasarkan data hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien
, dapat dipastikan pasien mengalami TB paru pada anak. Ada beberapa tahapan untuk
menegakkan diagnosa TB anak, antara lain adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks,
pemeriksaan BTA dan respon terhadap OAT. Pemeriksaan BTA yang merupakan gold
standard untuk menegakkan diagnosa pada TB membutuhkan waktu yang lama sehingga
dengan menggunakan sistem skoring pasien anak dapat segera diberikan terapi yang sesuai.

Pada pasien telah dilakukan foto thorax sebelumnya . Gambaran foto toraks yang khas
pada pasien adalah TB gambaran bercak infiltrat yang paling sering ditemukan pada bagian
apex paru. Sesuai dengan teori bahwa pada TB ditemukan pembesaran kelenjar limfe hilus
adanya bercak infiltrat di apex paru lobus sinistra sehingga memberikan kesan TB paru sinistra
dan mendukung untuk menegakan diagnosis TB paru namun pada gambaran pemeriksaan foto
thorax pasien tidak ditemukan pembesaran limfe hilus

Berdasarkan dari hasil pemeriksaan terhadap pasien menurut skoring TB paru, maka
OAT dapat diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 obat untuk mencegah terjadinya
resistensi obat dan membunuh bakteri TB. Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi obat
Isoniazid dengan dosis maksimal yaitu 1x300 mg per hari, Rifampisin 10 mg/kgBB/hari
sehingga diberikan 1x450 mg per hari dan Pirazinamid yang diberikan dosis 2x500 mg per hari.
Serta diberikan asupan gizi yang adekuat untuk mendukung penyembuhan dari proses infeksi
yang membutuhkan pengobatan yang lama serta kepatuhan dalam meminum obat

Anda mungkin juga menyukai