Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN BBDM MODUL 6.

SKENARIO 1

IBU KELELAHAN SAAT PERSALINAN

Disusun oleh:

BBDM 13

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2019
DAFTAR PESERTA DIDIK

BBDM 13

No. Nama Peserta Didik NIM Paraf


1. Muhammad Ghaza Syahputra 22010116130176 1.
2. Laurentius Juan Wicaksono 22010116130184 2.
3. Andika Ponco Wibowo 22010116130185 3.
4. Ganesha Aji Pratama 22010116140186 4.
5. Maria Putridalima Djatu 22010116130194 5.
6. Yolanda Marthia Swandayani 22010116130195 6.
7. Allegra Aneira Z T S 22010116130196 7.
8. Ajron Pindo Putra 22010116140204 8.
9. Athika Syafira 22010116140205 9.
10. Vanessa Andhani Putri 22010116140206 10.

Mengetahui

Tutor BBDM 13 Skenario 1,

( )
Ibu Kelelahan Saat Persalinan
Ilustrasi Kasus:

Anda bertugas di IGD Puskesmas Mulyorejo datang seorang perempuan


hamil diantar bidan. Keamilan ini adalah kehamilan yang pertama (G1P0A0, hamil
38 minggu) mulai ada kenceng-kenceng sering dan teratur kurang lebih 18 jam lalu.
Ibu hamil tersebut tampak lemah, mata terlihat cowong.

STEP 1 TERMINOLOGI
1. Kenceng - Kenceng
Yang dimaksud disini adalah kotraksi, yaitu tanda bahwa proses persalinan
akan segera dimulai.
2. Mata Cowong
Mata atau kelopak mata yan terlihat cekung, merupakan salah satu contoh
tanda dari dehidrasi ringan maupun berat.
3. G1P0A0
G = gravida (kehamilan)  ibu hamil pertama kali
P = partus/para (persalinan)  belum pernah bersalin
A = abortus (keguguran)  belum pernah keguguran
4. Persalinan
Proses dimana serviks dilatasi, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu yang
terjadi pada minggu 37 – 42 kehamilan.

STEP 2 RUMUSAN MASALAH


1. Mengapa ibu hamil tersebut dirujuk ke puskesmas oleh bidan?
2. Adakah hubungan antara kondisi pasien yang baru pertama kali hamil dengan
kondisi pasien saat itu?
3. Mengapa ibu tampak lemah, mata cowong, dan hubungannya dengan
G1P0A0?
4. Mengapa pasien mengalami keluhan perut kencang yang sering dan teratur?
Normalkah?
5. Apa langkah/ tindakan yang harus dilakukan oleh dokter pada kasus tersebut?

STEP 3 ANALISIS MASALAH


1. Mengapa ibu hamil tersebut dirujuk ke puskesmas oleh bidan?
 Awalnya ada keluhan mata cowong  butuh pemeriksaan lanjut untuk
memastikan apakah adanya dehidrasi  kemungkinan belum bisa
diperiksa di desannya  dirujuk
 Ibu hamil mengalami kondisi yang diluar kompetensi bidan  dirujuk ke
IGD Puskesmas
2. Adakah hubungan antara kelelahan pasien yang baru pertama kali hamil
dengan kondisi pasien saat itu?
 Hubungan dengan hamil pertama kali: takut dan cemas  intake
makanan dan minuman berkurang  mungkin dehidrasi  (lanjut urutan
oksitosin)
 Trimester 3 volume darah meningkat 50%  asupan air ibu meningkat 
bila kurang bisa dehidrasi
 Trimester 3  vesica urinaria tertekan  sering BAK  ibu malas
minum  dehidrasi  volume darah menurun  kadar oksitosin dalam
darah tetap sama  konsentrasi oksitosin dalam darah meningkat 
kontraksi uterus  kenceng-kenceng
3. Mengapa ibu tampak lemah, mata cowong, dan hubungannya dengan
G1P0A0?
Adanya kontraksi terus menerus memakan energi yang lebih banyak sehingga
cairan tubuh ibu berkurang dan mengalami dehidrasi
4. Mengapa pasien mengalami keluhan perut kencang yang sering dan teratur?
Normalkah?
38 minggu normal karena dekat dengan waktu persalinan  kontrasi uterus
(his) untuk nantinya mempengaruhi pembukaan serviks dan proses persalinan
His dibagi menjadi dua, yaitu:
 His sejati  teratur dan sering
 His palsu (braxton hicks)

Kontraksi sendiri disebabkan oleh perubahan secara drastis hormon


progesteron dan estrogen. Placenta  hipofisis anterior  produksi acth 
glandula adrenal fetus  produksi cortiso dan dhea  diubah oleh placenta
jadi estrogen  memacu oksitosin  kontraksi uterus meningkat

5. Apa langkah/ tindakan yang harus dilakukan oleh dokter pda kasus tersebut?
 Cek tanda vital ;
 Diberi infus ;
 Berikan minuman
 Injeksi oksitosin
 Cek partograf

STEP 4 PETA SKEMATIK

Perempuan hamil 38 minggu, G1P0A0

Rujuk kke IGD oleh bidan

Keluhan:

- Kenceng” sering dan teratur (±18 jam)


- Tampak lemah & mata cowong
Definisi, Etiologi, Definisi, Etiologi,
Faktor Risiko Partus Faktor Risiko
Definisi, Etiologi, Lama Definisi, Etiologi,
Faktor Risiko Faktor Risiko

Definisi, Etiologi, Definisi, Etiologi,


Faktor Risiko Faktor Risiko

STEP 5 SASARAN BELAJAR


1. Definisi dan faktor risiko partus lama
2. Patofisiologi
3. Tanda dan gejala partus lama
4. Komplikasi partus lama
5. Tata laksana
6. Edukasi dan pencegahan partus lama

STEP 6 BELAJAR MANDIRI


1. Definisi dan faktor risiko partus lama

Definisi

Persalinan lama disebut juga “distosia”, didefinisikan sebagai persalinan yang


abnormal/sulit (Sarwono,2013). Partus lama adalah kontraksi ritmis yang
terasa sakit disertai pembukaan leher rahim yang berlangsung lebih dari 24
jam. (WHO 2008)

Persalinan lama dapat dibagi sesuai waktu terjadinya menjadi dua, yaitu
persalinan lama fase laten (mulai dari pembukaan 1 yaitu 1,8cm bagi
primigravida atau 2,2cm bagi multigravida hingga pembukaan 4cm) dan
persalinan lama fase aktif (mulai dari pembukaan 4cm hingga pembukaan
10cm tepat sebelum masuk Kala II).
Partus lama adalah partus yang melebihi batas waktu normal, yaitu:

 Fase laten lebih dari 8 jam


 Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih bayi belum lahir
 Dilatasi serviks dikanan garis waspada pada persalinan fase aktif.

Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko menurut Prof. Dr. Rustam Mochtar MPH (1998):

1. Kelainan letak bayi


2. Kelainan bentuk panggul atau ukuran panggul sempit
3. Kelainan his (aritmik atau tidak adekuat)
4. Ukuran bayi yang terlalu besar atau adanya kelainan kongenital
(microcephaly, anencephaly)
5. Gemeli (kembar)
6. Serotinus (bayi lahir lewat bulan, >42 minggu)
7. Primi muda (usia hamil <17 tahun)
8. Primi tua
o Primi tua primer  belum hamil >4 tahun sejak menikah
o Primi tua sekunder  jarak dengan kelahiran terakhir >10 tahun
9. Ketuban pecah dini (sebelum memasuki inpartu fase aktif)
10. Penyakit/kondisi penyerta (anemia, payah jantung, TB paru)
11. Psikologis ibu (cemas, takut, kepribadian dependen)
12. Preeklamsia berat, eklamsia (kegawatan)

2. Patofisiologi Partus Lama

Patofisiologi terjadinya partus lama, dapat diterangkan dengan


memahami proses yang terjadipada jalan lahir saat akhir kehamilan dan saat
akhir persalinan. Dengan memahaminya, kita dapat mengetahui dan
memperkirakan faktor apa saja yang menyebabkan terhambatnya persalinan.
Pada akhir kehamilan, kepala janin akan melewati jalan lahir, segmen
bawahrahim yang cukup tebal dan serviks yang belum membuka. Jaringan
otot di fundus masihbelum berkontraksi dengan kuat. Setelah pembukaan
lengkap, hubungan mekanis antaraukuran kepala janin, posisi dan kapasitas
pelvis yang disebut proporsi fetopelvik ( fetopelvic proportion), menjadi
semakin nyata seraya janin turun. Abnormalitas dalam proporsifetopelvik,
biasanya akan semakin nyata seraya kela II persalinan dimulai. Penyebab
persalinan lama dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu disfungsi uterus
murni dan diproporsi fetoplevis. Namun pembagian ini terkadang tidak dapat
digunakan karenakedua kelainan tersebut terkadang terjadi bersamaan
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya partus lama meliputi
kelainan letak janin seperti letak sungsang, letak lintang, presentasi muka,
dahi dan puncak kepala, Kelainan panggul seperti pelvis terlalu kecil dan CPD
(cephalopelvic disproportion), kelainan his seperti inersia uteri,
incoordinate uteri action. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengakibatkan
pembukaan serviks berjalan sangat lambat, akibatnya partus menjadi lama
Secara general, persalinan abnormal adalah hasil dari 3 komponen
abnormal dalam persalinan yang biasa disebut sebagai 3P, yaitu :
 Passenger (besar janin, presentasi janin [occiput anterior, posterior, atau
transversal)
 Pelvis or passage (besar, bentuk, dan kesiapan dari Panggul)
 Power (Kekuatan kontraksi uterus)
Masa laten yang memanjang bisa disebabkan karena oversedasi atau
partus yang terjadi terlalu cepat dengan serviks yang masih tebal dan masih
kaku. Kejadian ini kadang juga bisa salah terdiagnosis karena kontraksi uterus
prodormal yang sering terjadi.
a. P yang pertama, yaitu Passenger bisa menyebabkan partus lama karena
besar janin misalnya kondisi kondisi seperti macrosomia, atau
kelainan posisi dari janin.
1) Presentasi Puncak Kepala
Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin dalam
keadaan flexi dalam keadaan tertentu flexi tidak terjadi, sehingga
kepala deflexi. Pada presentasi puncak kepala lingkar kepala yang
melalui jalan lahir adalah sikumfrensia fronto oxipito dengan titik
perputaran yang berada di bawah simfisis adalah glabella.
2) Presentasi Muka
Akibat kelainan Sikap (Habitus) berupa defleksi kepala maksimum.
Ada presentasi muka terjadi hiperekstensi maksimum kepala
sehingga oksiput menempel dengan punggung janin dengan
demikian maka yang merupakan presentasi (bagian terendah) janin
dan sekaligus denominator adalah mentum. Dalam orientasinya
dengan simfisis pubis, maka presentasi muka dapat terjadi dengan
mento anterior atau mento posterior.Pada janin aterm dengan
presentasi muka mento-posterior, proses persalinan terganggu akibat
bregma (dahi) tertahan oleh bagian belakang simfisis pubis.
Dalam keadaan ini, gerakan fleksi kepala agar persalinan
pervaginam dapat berlangsung terhalang, maka persalinan muka
spontan per vaginam tidak mungkin terjadi. Persalinan pervaginam
hanya mungkin berlangsung bila dagu berputar ke anterior. Bila dagu
berada di anterior, persalinan kepala per vaginam masih dapat
berlangsung pervaginam melalui gerakan fleksi kepala. Pada
sejumlah kasus presentasi muka dagu posterior, dagu akan berputar
spontan ke anterior pada persalinan lanjut sehingga dapat terjadi
persalinan spontan per vaginam atau menggunakan ekstraksi cunam.
3) Presentasi Dahi
Bentuk dari Kelainan Sikap (habitus) berupa gangguan defleksi
moderate. Diagnosa ditegakkan bila VT pada PAP meraba orbital
ridge dan ubun-ubun besar. Kecuali pada kepala yang kecil atau
panggul yang sangat luas, engagemen kepala yang diikuti dengan
persalinam pervaginam tak mungkin terjadi.
4) Posisi Oksiput Posterior
Satu bentuk kelainan putar paksi dalam (internal rotation) pada
proses persalinan.Pada 10% kehamilan, kepala masuk PAP dengan
oksiput berada pada segmen posterior panggul. Sebagian besar
keadaan ini terjadi pada arsitektur panggul yang normal, namun
sebagian kecil terjadi pada bentuk android. Diagnosa ditegakkan
melalui palpasi abdomen dimana punggung janin teraba disatu sisi
pinggang ibu dan dilokasi tersebut DJJ terdengar paling keras. Pada
persalinan aktif, pemeriksaan VT dapat memberi informasi yang
lebih banyak dengan terabanya occiput dan ubun-ubun besar
5) Letak sungsang
Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai
bagian yang terendah ( Presentasi Bokong).
6) Letak Lintang
Sumbu panjang janin tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu.
Kadang-kadang sudut yang ada tidak tegak lurus sehingga terjadi
letak oblique yang sering bersifat sementara oleh karena akan
berubah menjadi presentasi kepala atau presentasi bokong (“unstable
lie”). Pada letak lintang, bahu biasanya berada diatas Pintu Atas
Panggul dengan bokong dan kepala berada pada fossa iliaca.

b. P yang kedua, yaitu pelvis bisa menyebabkan partus lama karena


bentuk atau jalurnya yang terlalu kecil untuk dilewati oleh janin,
sehingga mengakibatkan partus lama, partus lama yang disebabkan
karena obstruksi mekanik biasa disebut dengan distosia mekanik.
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara anatomis
melainkan panggul sempit secara fungsional artinya perbandingan
antara kepala dan panggul. Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut
:
 Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera
kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari
12 cm Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ±
9½ cm dan kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas
bahwa conjugata vera yang kurang dari 10cm dapat
menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalau kedua
ukuran ialah diameter antara posterior maupun diameter
transversa sempit.
 Kesempitan bidang bawah panggul
Ukuran terpenting adalah distansia interspinarum kurang dari
9.5 cm perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran
pada persalinan, apabila diameter sagitalis posterior pendek
pula.
 Kesempitan pintu bawah panggul
Bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior
kurang dari 15cm, maka sudut arkus pubis mengecil pula
(<80o) sehingga timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran
biasa.
 Kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah dan
pintu bawah panggul.

c. P yang ketiga yaitu Power bisa mengakibatkan partus lama karena


kurangnya kekuatan kontraksi uterus walaupun frekuensinya sudah
mencukupi, kurangnya kekuatan kontraksi ini bisa disebabkan karena
hilangnya konduksi dari uterus, misalnya karena operasi, bekas luka,
atau jaringan fibroid pada uterus. Apapun penyebabnya, hal hal
tersebut bisa mempengaruhi pola kontraksi uterus yang menyebbkan
gagalnya dilatasi dari serviks uteri. Hal inilah yang biasa kita sebut
dengan distosia fungsional. Agar bisa tergolong adekuat, kekuatan
kontrasi uterus yang dihasilkan harus melebihi 200 MVU selama 10
menit periode kontraksi.
Salah satu gangguan Power adalah Inersia uteri. Inersia uteri adalah
his yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat dan lebih jarang
dibandingkan dengan His yang normal.
 Inersia Uteri Primer
Kelainan His sejak dari permulaan persalinan
 Inersia Uteri Sekunder
Kelemahan his yang timbul stelah adanya his yang kuat teratur
dan dalam waktu yang lama. Persalinan normal rata-rata
berlangsung tidak lebih dari 24 jam dihitung dari awal
pembukaan sampai lahirnya anak.

3. Tanda dan Gejala Partus Lama

Tanda dan gejala Diagnosis


Serviks tidak membuka Belum in partu
Tidak didapatkan his/his tidak teratur
Pembukaan serviks tidak melewati 4 Fase latan memanjang
Cm sesudah 8 jam
Inpartu dengan his yang teratur
Pembukaan serviks melewati kanan Fase aktif memanjang
garis waspada partograf
 Frekwensi his kurang dari 3 his per  Inersia uteri
10 menit dan lamanya kurang dari
40 detik
 Pembukaan serviks dan turunnya  Disproporsi sefalopelvik
bagian janin yang dipresentasi tidak
maju sedangkan his baik
 Pembukaan serviks dan turunnya  Obstruksi kepala
bagian janin yang dipresentasi tidak
maju dengan kaput, terdapat maulase
hebat, edema serviks, tanda rupture
uteri imminens, gawat janin
 Kelainan presentasi ( selain verteks  Malpresentasi atau malposisi
dengan oksiput anterior )

Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin Kala II lama


mengedan, tetapi tak ada kemajuan
penurunan

4. Komplikasi partus lama


A. Bahaya Bagi Ibu
Partus lama menimbulkan efek berbahaya terhadap ibu maupun anak,
beratnya cedera meninggkat dengan semakin meningkat proses
persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat setelah 24 jam. Terdapat
kenaikan pada insidensi atenia uteri, laserasi, pendarahan, infeksi,
kelelahan ibu dan shock angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi
sinatus
1. Infeksi Intpartum
Infeksi adalah bahaya yang mengancam pada partus lama, terutama
bila disertai pecahnya ketuban. Bahan didalam cairan amnion menembus
amnion dan menginvasi desidu serta pembuluh korion sehingga terjadi
bakterimia dan sepsis pada ibu dan janin, bisa juga mengakibatkan
pneumonia
2. Ruptura Uteri
Penipisan segmen bawah uterus yang abnormal menimbulkan bahaya
serius selama partus lama, jika disporsi antara kepala janin dan panggul
besar  engaged atau penurunan segmen bawah Rahim menjadi dangat
rengang dan dapat diikuti oleh rupture
3. Cincin Retraksi Patologis
Sangat jarang terjadi, timbul konstriksi atau cincin local uterus pada
persalinan yang berkepanjangan. Tipe yang paling seriing terjadi adalah
cincin patologis Bandl, yaitu pembentukan cincin retraksi normal yang
berlebihan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat,
disertai perengangan dan penipisan segmen bawah uterus
4. Pembentukan fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi
tidak maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang
terletak diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang
berlebih. Karena gangguan sirkulasi, dapat terjadi nekrosis yang akan
jelas dalam beberapa hari saat proses persalinan dengan munculnya
fistula vesikovaginal, vesiko servikal, atau retrovaginal. Umumnya
nekrosis akibat penekanan ini terjadi setelah persalinan kala II yang
sangat berkepanjangan.
5. Cedera otot dasar panggul
Cedera pada otot dasar panggul atau persarafan atau fasia penghubung
adalah konsekuensi pada persalinan pervaginam, terutama apabila
persalinan sulit
6. Dehidrasi
Ibu Nampakt kelelahan, nadi meningkat, Tekanan darah dapat Normal
atau turun, Temperatur tubuh meningkat
7. Ketuban pecah dini
Apabila kepala tertahan pada pintu panggul, seluruh tenaga diuterus
diarahkan ke bagian membrane yang menyentuh Os. Internal akibat air
ketubahn pecah dini lebih mudah terjadi infeksi (Wijayurin, 2009)
8. Asidosis dengan gangguan elektrolit
9. Cedera otot dasar panggul
Cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau fascia penghubungnya
merupakan konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan per
vaginum terutama apabila persalinannya sulit.
B. Bahaya Pada janin
Partus lama dapat sangat merugikan apabila panggul sempit dapat terjadi
ketuban pecah lama serta intra uterus, resiko janin dan ibu akan muncul.
Infeksi ini trapartum bukan saja merupakan permasalahan pada ibu tetapi
juga dapat menimbulkan kematian janin dan nenatus
1. Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempi, sering terjadi kaput suksedaneum yang besar
dibagain terbawah kepala janin, kaput dapat mencapai dasaar panggul
sementara kepala belum siap. Dokter yang kurang berpengalaman dapat
melakukan ekstraksi forcept
2. Molase kepala janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih satu sama lain disutura-suturan besar, suatu proses
yang disebut Molase (molding, moulage). Batas median tulang perinatal
yang berkontak dengan promontorium tumpang tindih dengantulang
frontal, namun iksipital terdorong kebawah tulang perineal

5. Tata laksana Partus Lama

Penatalaksanaan Menurut ilmu kebidanan oleh Sarwono:

Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun keadaan ibu


yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur tiap
4 jam, bahkan pemeriksaan ini perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala
preeklamsi. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam kala I dan
lebih sering dalam kala II. Kemingkinan dehidrasi dan asidosis harus
mendapat perhatian sepenuhnya. Karena ada persalinan lama selalu ada
kemungkinan untuk melakukan tindakan pembedahan dengan narcosis,
hendaknya ibu jangan diberi makan biasa melainkan bentuk cairan.
Sebaiknya dberikan infuse lartan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonic secara
intervena berganti-ganti. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan petidin
50 mg yang dapat diulangi; pada pemmulaan kala I dapat diberikan 10 mg
morfin. Pemeriksaan dalam perlu dilakukan, tetapi harus selalu disadari
bahwa pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi. Apabila persalinan
berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian
keadaan umum, perlu diadakan penilaian yang seksama tentang keadaan.
Selain penilaian umum, perlu ditetapkan apakah perslainan benar-benar sudah
mulai atau masihdalam tingkat false labour, apaka ada inersia uteri
atau incoordinated uterine contraction; apakah tidak ada disproporsi
sefalopelvik biarpun ringan. Untuk menetapkan hal yang terakhir ini, jika
perlu dilakukan pelvimetri roentgenologik atau Magnetic Resinance
Imaging (MRI). Apabila serviks sudah terbuka untuk sedikit-sedikitnya 3 cm,
dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan sudah mulai.

Dalam menentukan sikap lebih lanjut lebih perlu diketahui apakah


ketuban sudah atau belum pecah. Apabila ketuban sudah pecah, maka
keputusan untuk menyelesaikan persalinan tidak boleh ditunda terlalu lam
berhubung dengan bahaya infeksi. Sebaiknya dalam 24 jam setelah ketuban
pecah dapat diambil keputusan apakah perlu dilakukan seksio sesarea dalam
waktu singkat atau persalinan dapat dibiarkan berlangsung terus.

Pada kasus persalinan lama akibat insersia uteri, harus diperiksa


keadaan serviks, presentasi serta posisi janin, turunya kepala janin pada
panggul, dan keadaan panggul. Kemudian harus disusun rencana menghadapi
persalinan yang lamban ini. Apabila ada disproporsi sefalopelvik yang berarti,
sebaiknya diambil keputusan untuk seksio sesarea. Apabila tidak ada
disproporsi atau ada disproporsi ringan dapat diambil sikap lain. Keadaan
umum penderita sementara itu diperbaiki dan kandung kencing serta rektm
dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin sudah masuk kedalam
panggul, penderita disuruh jalan-jalan. Tindakan sederhana ini kadang-kadang
menyebabkan his menjadi kuat dan selanjutnya persalinan berjalan lancar.
Pada waktu pemeriksaan dalam ketuban boleh dipecahkan. Memang sesudah
tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung lama. Namun, tindakan
terseubt dapat dibenarkan karena dapat merangsang his sehingga
mempercepat jalannya persalinan. Kalau diobati dengan oksitosin, 5 satuan
pksitosin dimasukkan dalam larutan glukosa 5% dan diberikan infuse secara
intervena dengan kecepatan kira-kira 12 tetes per menit dan perlahan-lahan
dapat dinaikan sampai kira-kira 50 tetes, tergantung pada hasilnya. Kalau 50
tetes tidak memberkan hasil yang diharapkan, maka tidak banyak gunanya
memberikan oksitosin dalam dosis yang lebih tinggi. Bila infuse oksitosin
diberikan, penderita harus diawasi dengan ketat dan tidak boleh ditinggalkan.
Kekuatan dan kecepatan his dan keadaan denyut jantung janin harus
diperhatikan dengan teliti. Infuse harus diberhentikan apabila kontraksi uterus
berlangsung lebih 60 detik atau kalau denyut jantung janin menjadi cepat atau
menjadi lambat. Menghentikan infuse umunya akan segera memperbaiki
keadaan. Sangat berbahaya memberikan oksitosin pada panggul sempit dan
pada adanya regangan segmen bawah uterus. Demikian pula oksitosin jangan
diberikan pada grande multipara dan kepada penderita yang pernah
mengalami seksio sesarea atau mioktomi, karena memudahkan terjadinya
rupture uteri. Pada penderita dengan partus lama dan gejala-gejala dehidrasi
dan asidosis, di samping pemberian oksitosin dengan jalan infuse intervena
gejala-gejala tersebut perlu diatasi.

Maksud pemberian oksitosi adalah memperbaiki his sehingga serviks


dapat membuka. Satu cirri khas oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya
tampak jalan waktu singkat. Olek karena itu, tidak ada gunanya memberikan
oksitosin berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin diberikan beberapa jam saja.
Kalau ternyata tidak ada kemajuan, pemberianya diberhentikan supaya
penderita dapat istirahat. Kemudian dicoba lagi untuk beberapa jam. Kalau
masih tida ada kemajuan, lebih baik dilakukan seksio sesarea.

Pada partus lama akibat his terlalu kuat, bilamana his kuat dan ada
rintangan yang menghalangi lahirnya janin, dapat timbul lingkaran retraksi
patologik, yang merupakan tanda bahay akan terjadi rupture uteri. Dalam
keadaan demikian janin harus dilahirkan dengan cara yang memberikan
trauma minimal bagi ibu dan anak.

Pada partus lama akibat Incoordinated Uterine Action, Kelainan ini


hanya dapat diobati secara simptomatis karena belum ada obat yang dapat
memperbaiki koordinasi fungsional antar bagian-bagian uterus. Usaha yang
dapat dilakukan ialah mengurangi ketakutan penderita. Hal ini dapat
dilakukan dengan pemberian analgetika, seperti morfin dan petidin. Akan
tetapi, persalinan tidak boleh berlangsung berlarut-larut apalagi kalau ketuban
sudah pecah. Dalam hal ini pada pembukaan belum lengkap, perlu
pertimbangan seksia sesarea. Lingkaran kontriksi dalam kala I biasanya tidak
diketahui, kecuali kalau lingkaran ini terdapat dibawah kepala janin sehinga
dapat di raba melalui kanalis servikalis. Jikalau daiagnosis lingkaran kontriksi
dalam kala I dapat dibuat, persalinan harus siselesaikan dengan seksio sesarea.
Biasanya lingkaran kontriksi dalam kala II baru diketahui setelah usaa
melahirkan dengan cunam gagal. Dengan tangan yang dimasukkan kedalam
kavum uteri untuk mencari sebab kegagalan cunam, lingkaran kontriksi
mungkin dapat diraba. Dengan narcosis dalam, lingkaran tersebut kadang-
kadang dapat dihilangkan dan janin dapat dilahirkan dengan cunam. Apabla
tindkan gagal dan janin masih hidup, terpaksa dilakukan seksio sesarea.

Tindakan suportif

Kala 1, Dimulainya proses persalinan yang ditandai dengan adanya kontraksi


yang teratur,adekuat,dan perubahan pada serviks hingga mencapai pembukaan
lengkap.

a. Asuhan Sayang Ibu


-Memberi dukungan Emosional

-Mengatur posisi yang nyaman bagi ibu


-Cukup asupan cairan dan nutrisi
-Keleluasaan untuk mobilisasi , termasuk ke kamar kecil
- Penerapan prinsip Pencegahan Infeksi yang sesuai

Yang tidak dianjurkan

-Kateterisasi rutin

-Pemeriksaan dalam berulang ( tanpa indikasi yang jelas )

-Melakukan Lavament rutin

- Mengharuskan ibu pada posisi tertentu dan membatasi mobilisasi

-Memberikan informasi yang tidak akurat atau berlawanan dengan


kenyataan

Tujuan Mengosongkan Kandung Kemih

-Mememfasilitasi Kemajuan Persalinan

-Memberi rasa nyaman bagi ibu

-Mengganggu proses kontraksi

-Penyulit pada distosia bahu

b. Periksa Abdomen
-Tinggi fundus Uteri

-Memantau denyut jantung janin

-Menilai kontraksi uterus

-Menentukan penurunan bagian terbawah janin


c. Periksa dalam
-Tentukan Konsistensi dan pendataran serviks ( periksa kondisi
jalan lahir )

-Mengukur besanya pembukaan

-Menilai selaput ketuban

-Menentukan presentasi dan seberapa jauh bagian terbawah telah melalui


jalan lahir.

d. Partograf
Instrument untuk memantau kemajuan persalinan, data untuk membuat
keputusan klinik dan dokumentasi asuhan persalinan yang diberikan oleh
seorang penolong persalinan

6. Pencegahan dan Edukasi


a. Memperhatikan status gizi saat hamil, status gizi harus baik dengan
demikian tenaganya saat persalinan akan bagus.
b. Membiasakan senam hamil, karena Senam hamil diperlukan untuk
melemaskan otot-otot, belajar bernafas selama persalinan, dan
memperkenalkan posisi , persiapan mental menjelang persalinan.
c. Jangan meneran sebelum diperintahkan karena jika tidak teratur, tenaga
makin berkurang, dan jalan lahir bisa membengkak. Hal ini diakibatkan
karena saat meneran, terdapat cairan yang keluar di jalan lahir. Akibat
lebih jauh, akan menyulitkan penjahitan jika vagina ibu mengalami
pembengkakan.
d. Rutin kontrol kehamilan agar bisa mendeteksi sedini mungkin bila ada
kelainan.
REFERENCES

Mochtar, Rusatam. 1998. Sinopsis Obstetri. EGC. Jakarta


Oxorn, Harry. 2010. Ilmu Kebidanan: Patologis & Fisiologi Persalinan. C.V ANDI
OFFSET. Yogyakarta
Sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
PT Bina Pustaka. Jakarta
Sarwono, H., 2014. Persalinan Lama. In Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
keempat ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. p.576-579.
Saifuddin Abdul bari, Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Ed.1, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004
Hacker, Moore, Essential of Obstetric and Gynecology, 2nd Edition, W.B Saunders
Company, 1992
Current Obstetric and Gynecologic, Diagnosis treatment, ninth Edition International,
2003
sastrawinata Sulaiman, Ilmu kesehatan Reproduksi, Obstetri Patologi, Ed.2 – Jakarta:
EGC, 2004
Obstetri Fisiologi, Bagian obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran Bandung.
Saifuddin Abdul bari, Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Ed.1, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004
WHO, 2008. Managing prolonged and obstructed labour. WHO.

Anda mungkin juga menyukai