Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL NAFAS

A. PENGERTIAN

Gagal nafas adalah ketidak mampuan system pernafasan untuk

mempertahankan oksigen asidarah normal (PaO2), eliminasi karbon

dioksida (PaCO2) dan pH yang ade kuat disebabkan oleh masalah

ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 2007).

Gagal nafas adalah kegagalan system pernafasan untuk

mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam

jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS

Jantung “Harapan Kita”, 2007).

Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap

karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju

konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel

tubuh.

Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg

(Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar

dari 45 mmHg (hiperkapnia) (Brunner &Sudarth, 2001).

B. PATOFISIOLOGI

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal

nafas kronik, dimana masing-masing mempunyai pengertian yang


berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien

yang parunya normal secara structural maupun fungsional sebelum

awitan penyakit timbul.

Sedangkan gagal nafas kronika dalah terjadi pada pasien dengan

penyakit paru kronik seperti bronchitis kronik, emfisema dan penyakit

paru hitam (penyakit penambang batu bara). Pasien mengalami

toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara

bertahap. Setelah gagalna fase akut biasanya paru-paru kembali

kekeadaan asalnya.

Padagagalnya faskronik struktur paru alami kerusakan yang

ireversibel. Indikator gagalna fas telah frekuensi pernafasan dan

kapasitas vital, frekuensi pernafasan normal ialah 16-20x/mnt.Bila

lebih dari 20x/menit tindakan yang dilakukan berbantuan ventilator

karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan.

Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

Gagalna fas penyebab terpentingnya adalah ventilasi yang tidak ade

kuat dimana terjadi obstruksi jalanna fas atas. Pusat pernafasan yang

mengendalikan pernafasan terletak di bawah batang otak (pons dan

medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, ciderakepala, stroke,

tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia

mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga

pernafasan menjadi lambat dan dangkal.


Pada periode postoperative dengan anestesi biasa terjadi

pernafasan tidak ade kuat karena terdapat agen menekan pernafasan

dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari

analgetikopiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat

mengarah kegagalna fasakut.

C. ETIOLOGI

1. Depresi Sistem Saraf Pusat

Mengakibatkan gagalna fas karena ventilasi tidak adekuat.

Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan, terletak

dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan

lambat dan dangkal.

2. Kelainan NeurologisPrimer

Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang

timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang

membentang dari batang otak terus ke saraf spinal kereseptor

pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan

medulla spinalis, otot-otot pernafasan atau pertemuan

neuromuslular yang terjadi pada pernafasan akan sangat

mempengaruhi ventilasi.

3. EfusiPleura, Hemotoraksdan Pneumothoraks

Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui

penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan


penyakit paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan

cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.

4. Trauma

Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi

penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera

kepala, ketidak sadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut

dapat mengarah pada obstruksi jalannya fasatas dan depresi

pernafasan. Hemothoraks, pneumothoraks dan fraktur tulang

igadapatter jadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest

dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.

Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang

mendasar.

5. Penyakit Akut Paru

Pneumonia disebabkan oleh bakteri dan virus.Pneumonia

kimiawi atau pneumonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang

mengiritasi dan materi lambung yang bersifatasam.

Asmabronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru

adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

4. Patofisiologi (Brunner & Sudarth, 2006)

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik

dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut

adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural

maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas


kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis

kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara). Pasien

mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara

bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali ke asalnya. Pada

gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,

frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan

yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi

tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal

10-20 ml/kg).

Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat

dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan

pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien

dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis,

hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan.

Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif

dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen

menekan pernafasan dengan efek yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan

efek dari analgetik opiod. Penemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat

mengarah ke gagal nafas akut.


D. TANDA DAN GEJALA

1. Tanda

a. Gagal Nafas

- Dengarkan udara di mulut, hidung tidak dapat

didengar/dirasakan.

- Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra

klavikula dan selain sertai tidak ada pengembangan dada

pada inspirasi.

- Adanya kesulitan inflasi paru dalam usaha memberikan

ventilasi buatan.

b. Gagal Nafas Parsial

- Terdengar suarana fasilitas tambahan gargling, snoring,

Growing dan whizing.

- Ada retraksi dada.

2. Gejala

a. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2).

b. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau

sianosis (PO2 menurun).

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Airway

- Peningkatan sekresi pernafasan.

- Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi.

2. Breathing

- Distress pernafasan :pernafasan cupinghidung,

takipneu/bradipneu, retraksi.

- Menggunakan otot aksesori pernafasan.

- Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis.

3. Circulation

- Penurunan curah jantung :gelisah, letargi, takikardia.

- Sakitkepala.

- Gangguan tingkat kesadaran :ansietas, gelisah, kacau mental,

mengantuk.

- Papiledema.

- Penurunan haluaranurine.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Polanafas tidak efektifb.d. penurunan ekspansi paru.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat

mempertahankan pola pernafasan yang efektif.

KriteriaHasil :
Pasien menunjukkan

- Frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan normal.

- Adanya penurunandispneu.

- Gas-gas darah dalam batas normal.

Intervensi :

- Kajifrekuensi, kedalaman dan kualitas pernafasan serta pola

pernafasan.

- Kajitanda vital dan tingkat kesadaran setiap jam.

- Monitor pemberi antra keostomibila PaCo2 50 mmHg atau

PaO2<60 mmHg.

- Berikanoksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier

sesuai dengan pesanan.

- Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi :kaji

kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan

penurunan PaO2.

- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1

jam.

- Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur

ditinggikan 30-45º untuk mengoptimalkan pernafasan.

- Berikan dorongan untuk batuk dan nafas dalam, bantu pasien

untuk membebat dada selama batuk.

- Instruksikan pasien untuk melakukan pernafasan diagfragma

atau bibir.
- Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO>60 mmHg,

PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5

mmHg/jam.PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg

atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi

mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengana bnormalitas

ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi.

Tujuan:

Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat

mempertahankan pertukaran gas yang adekuat.

KriteriaHasil :

Pasien mampu menunjukkan :

- Bunyi parubersih.

- Warnakulit normal.

- Gas-gas darah dalamb atas normal untuk usia yang

diperkirakan.

Intervensi :

- Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia.

- Kaji TD, nadiapical dan ingkat kesadaran setiap jam.

- Laporkan perubahan tingkat kesadaran pada dokter.


- Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya

kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan

dalam PaO2.

- Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi,

kajin perlunya CPAP atau PEEP.

- Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam.

- Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan

peningkatan atau penyimpangan.

- Pantauirama jantung.

- Berikancairan parenteral sesuai pesanan.

- Berikanobat-obatan sesuai pesanan :bronkodilator, antibiotik,

steroid.

- Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan

kebutuhan oksigen.

3. Kelebihan volume cairanb.d. edemapulmo.

Tujuan :

Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi

kelebihan volume cairan.

KriteriaHasil :

Pasien mampu menunjukkan:

- TTV normal.

- Balance cairan dalam batas normal.


- Tidakterjadi edema.

Intervensi :

- Timbang BB tiaphari.

- Monitor input dan output pasientiap 1 jam.

- Kajitan dada gejala penurunan curah jantung.

- Kajitanda-tanda kelebihan volume : edema, BB, CVP.

- Monitor parameter hemodinamik.

- Kolaborasi untuk pemberian cairan dan elektrolit.

4. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu

mempertahankan perfusi jaringan.

KriteriaHasil :

Pasien mampu menunjukkan

- Status hemodinamik dalam batas normal.

- TTV normal.

Intervensi :

- Kaji tingkat kesadaran.

- Kaji penurunan perfusi jaringan.

- Kaji status hemodinamik.

- Kajiirama EKG.

- Kajisistem gastrointestinal.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi

8, EGC, Jakarta

Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa

Indonesia, EGC, Jakarta

Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA

Davis, Philadelphia

Suprihatin, Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK

Angkatan I, Universitas Airlangga, Surabaya

Anda mungkin juga menyukai