Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA

A. PENGERTIAN

Trauma atau rudapaksa adalah suatu keadaan kegawat daruratan yang

harus memerlukan penagananan secara optimum, yang bilamana tidak ditolong

dengan segera akan berakibat kematian atau kecacatan.

B. ETIOLOGI

Penyebab dari trauma atau rudapaksa adalah kecelakaan lalulintas.

C. PENILAIAN DAN PENGELOLAAN AWAL PENDERITA TRAUMA

1. Tahap persiapan atau pengelolaan penderita

Persiapan penderiata berlangsung dalam 2 keadaan berbeda, yang

pertama adalah tahap pra rumah sakit (prehospital), dimana seluruh

kejadian idealnya berlansung dalam koordinasi dengan dokter di rumah

sakit. Fase kedua adalah fase rumah sakit (in-hospital) dimana dilakukan

persiapan untuk menerima penderita sehingga dapat dilakukanresusitasi

dalam waktu cepat.

Koordinasi yang baik antara dokter dirumah sakit dengan petugas

lapangan akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah

diberitahukan sebelum penderita diangkat dari tempat kejadian. Yang

harus diperhatikan disini adalah mejaga airway, breathing, kontrol

perdarahan dan syok, inmobilisasi penderita dan pengiriman kerumah sakit


terekat yang cocok, sebaiknya kesuatu pusat trauma. Harus diusahakan

untuk mengurangi waktu tanggap (repon time). Jangan sampai terjadi

bahwa semakin tinggi tingkat paramedik, semakin lama penderiata berada

di TKP.

Harus menyertai penderita keterangan yang akan dibiutuhkan di

rumah sakit yaitu : waktu kejadian, riwayat penderita dan mekanisme

kejadian dapat menerangkan jenis perlukaan dan beratnya perlukaan.

2. Triase

Triase adalah cara pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi

dan sumberdaya yang tersedia. Terapi didasarkan pada keadaan ABC

Airway dengan cervikal spine control, brithing, dan circulaion dengan

kontrol perdarahan )

Triase berlaku untuk pemiihan penderita baik dilapangan maupun di

rumah sakit. Merupakan tanggung jawab tenaga prarumah sakit dan

pemimpin tim lapangan bahwa penderita akan dikirim ke rumah sakit yang

sesuai. Merupakan kesalahan besar untuk mengirim penderita ke rumah

sakit non trauma bila ada pusattrauma tersedia. Suatu sistem skoring akan

membantu dalam pengambilann keputusan pengiriman ini.

Dua jenis triase dapat terjadi :

a. jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui

kemampuan petugas,. Dalam keadaan ini penderita dengan masalah

dawat darurat dan multi trauma akan dilayani terlebih dahulu


b. jumlah penderita dan beratnya perlukaan melapaui kemampuan

petugas. Dalam keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah

penderita dengan kemungkinan survival yag terbesar dan

membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga paingsedikit.

3. Survei primer

Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan

berdasarkan jenis perlukaan, atabilitas tanda-tanda vital dan mekanisme

ruda paksa. Pada penderita luka parah , prioritas terapi diberikan berurutan

berdasarkan penilaian:

a. Airway (jalan napas) dengan kontrol servikal

b. Breathing dan ventilasi

c. Circulation dengan kontrol perdarahan

d. Disability : satus neurologis

e. Exposure/enviromental control : buka baju penderita , tetapi cegah

hipotermia.

Yang penting pada fase pra rumah sakit adalah ABC dilakukan

resusitasi dimana perlu kemudian fiksasi penderita lalu transportasi.

Walaupun jumlah darah, cairan, obat, ukuran anak, kehilangan

panas, dan pola perlukaan dapat berbeda, namun penilaian dan prioritas

pada anak pada dasarnya sama dengan pada dewasa.

4. Resusitasai

a. Airway
Airway ahrus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar.

Jaw thrust atau chin lift dapat dipakai pada beberapa kasus. Pada

penderita yang masih sadar dapat dipakai nao-pharingeal airway. Bila

penderita tidak sadar dantidak ada refleks bertahak (gag refleks) dapat

dipakai oro-pharigeal airway (Guedel).

Kontrol jalan nafas pada penderita yang airway terganggu

karena faktor mekanik, atau ada gangguan ventilasi akibat gangguan

kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakheal, baik oral maup[un

nasal. Prosedur ini harus dilakukan dengan kontrol terhadap servikal.

Surgical airway dapat dilakukan bila intubasi endotrakheal tidak

mungkin karena kontra indikasi atau karena masalah teknis.

b. Breathing/ventilasi/oksigenasi

Adanya tension pneumothoraks mengganggu ventilasi, dan bila

dicurigai, harus segera dilakukan dekompresi (tusuk dengan jarum

besar, disusul WSD).

Setiap penderita trauma diberikan oksigen. Bila tampa intubasi,

sebaiknya oksigen diberikan dengan face mask.

c. Circulation dengan kontrol perdarahan

Bila ada gangguan cirkulasi harus dipasang sedikitnya 2 jalur

(IV line(. Kateter IV yag dipakai harus berukuran besar, Pada awalnya

sebaiknnya menggunakan vena pada lengan. Jenis IV line lain, vena

seksi, atau vena sentralis tergantung dari kemampuan petugas yang

melayani.
Syok pada penderita pada umumnya disebabkan hipovalemia.

Pada saat datang penderita diinfus dengan cepat dengan 1,5-2 liter

cairan kristaloid, sebaiknya Ringer Laktat. Bila tidak ada respon

dengan pemberian bolus kristaloid tadi, diberikan darah segolongan.

Bila tidak ada darah segolongan dap[at diberikan darah type O rhesus

negatif atau tipe O rhisus positif titer rendah.

Pemberian vasopresor, steroid atau Bic. Nat tidak

diperkenangkan. Hipotermia dapat terjadi pada penderita yang

diberikan Ringer Lactac yang tidak dihangatkan atau darah yan masih

dingin terutama bila penderita juga adalam keadaan dingin terutama

bila penderita juga dalam keadaan kedinginan karena tidak diselimuti.

Untuk menghangatkan cairan dapat dipakai alat pemanas cairan.

d. Monitoring

Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju nadi, nafas,

tekanan darah, tekanan nadi, suhu tubuh dan kesadaran penderita.

1) Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing. Eet dapat

berubah posisi pada saat penderita berubah posisi.

2) Pulse oximetri sangat berguna. Pulse oximetri mengukur secara

koligrafi kadar saturated o2, bkan pao2.

3) Pola penilaian tekanan darah harus disadari bahwa tekanan darah

ini merupakan indikator yang kurang baik guna menilai perfusi

jaringan.

4) Monitoring ekg dianjurkan pada semua penderita trauma.


Tindakan resusitasi dilakukan pada saat masalhnya dienali,

bukan setelah survei primer selesai. Pada saat keputusan diambil

untuk merujuk, perlu komunikasi antara petugas pengirim dan petugas

penerima rujukan.

e. Survei sekunder

Survei sekunder dilakukan hanya setelah survei primer telah

selesai, resusiotasi dilakukan dan pebderita stabil. Survei sekunder

adalah pemeriksaan kepala sampai kaki (head to toe examination),

termasuk pemeriksaan tanda vital. Pada penderita tidak sadar atau

gawat,kemungkinan untuk luput dalam mendiagnosis cukup besar,

dan merupakan pertolongan yang besar bagi dokter yang bertugas di

rumah sakit apabila dilaporkan kelainan yang ditemukan pada survei

sekunder. Sekali lagi ditekankan bahwa survei sekunder hanya

dilakukan apabila penderita telah stabil.

1) Trauma atau rudapaksa adalah suatu keadaan kegawat daruratan

yang harus memerlukan penagananan secara optimum, yang

bilamana tidak ditolong dengan segera akan berakibat kematian

atau kecacatan.

2) Penyebab dari trauma atau rudapaksa adalah kecelakaan

lalulintas.

3) Penilaian dan pengelolaan awal penderita taruma terdiri atas :

a) Tahap pengelolaan penderita

b) Triase
c) Survei primer

d) Resusitasi

e) Survey sekunder

f) Pemantauan dan re-evaluasi berlanjut

g) Penaganan menetap

D. Asuhan keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajianmerupakan tahap pertama dalam proses perawat yang

merupakan pendekatansistematis untuk mengumpulkan

data,mnganalisanya sehingga dapat diketahuikebutuhan pasien tersebut.

Pengkajianpasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :

a. Aktivitas / istirahat

Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupunistirahat

b. Sirkulasi

Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi

apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.

c. Integritas ego

Tanda : ketakutan atau gelisah.

d. Makanan dan cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.

e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau

regangan, tajamdan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas

dalam, kemungkinan menyebarke leher, bahu dan abdomen.

Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,

mengkerutkan wajah.

f. Pernapasan

Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma,

penyakit parukronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial

menyebar, keganasan ;pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.

Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun

atau tak ada ;fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan

dada tidak sama ; kulitpucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan

; mental ansietas, bingung,gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi

mekanik tekanan positif

g. Pernapasan

Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma,

penyakit parukronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial

menyebar, keganasan ;pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.

Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun

atau tak ada ;fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan

dada tidak sama ; kulitpucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan

; mental ansietas, bingung,gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi

mekanik tekanan positif.


h. Keamanan

Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk

keganasan.

i. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya

bedah intratorakal/biopsy paru.

2. Analisa Data

NO DATA EIOLOGI MASALAH


.1. DS:Biasanya pasien ekpansi paru yang Tidak efektifnya jalan
mengeluh sulit bernafas tidak maksimal karena nafas
DO:Pasien tampak gelisah akumulasi
udara/cairan
2. DS: Biasanya pasien trauma jaringan dan Perubahan rasa
mengeluh timbul nyeri reflek spasme otot nyaman
dada selama batuk sekunder
DO:Pasien
tampak gelisah
3. DS:Biasnya pasien trauma mekanik Kerusakan integritas
mengeluh lemah terpasang bullow kulit
DO:pasien terlihat drainage
berkeringat
- Ada luka bekas tusukan
benda tajam

3. Diagnosa Keperawatan:

a. Ketidakefektifan pola pernapasanberhubungan dengan ekpansi paru

yang tidak maksimal karena akumulasiudara/cairan.

b. Perubahan kenyamanan : Nyeri akutberhubungan dengan trauma

jaringan dan reflek spasme otot sekunder

c. Kerusakan integritas kulit berhubungandengan trauma mekanik

terpasang bullow drainage


4. Perencanaan

Tujuan /Kriteria
No Diagnosa Intervensi Rasionalisasi
Hasil
Ketidakefektifan pola Pola pernapasan 1.Berikan posisi yang 1.Meningkatkan inspirasi
pernapasan efektive. nyaman, biasanya maksimal, meningkatkan
berhubungan dengan Kriteria hasil : dengan peninggian ekpsnsi paru dan ventilasi
ekpansi paru yang tidak -Memperlihatkan kepala tempat tidur. pada sisi yang tidak sakit.
maksimal karena frekuensi pernapasan Balik ke sisi yang 2.Distress pernapasan
akumulasi yang efektive. sakit. Dorong klien dan perubahan pada tanda
udara/cairan.Ditandai -Mengalami untuk duduk sebanyak vital dapat terjadi sebgai
dengan: perbaikan pertukaran mungkin. akibat stress fifiologi dan
DS:Biasanya pasien gas-gas pada paru. 2.Obsservasi fungsi nyeri atau dapat
mengeluh sulit bernafas -Adaptive mengatasi pernapasan, catat menunjukkan terjadinya
DO:Pasien tampak faktor-faktor frekuensi pernapasan, syock sehubungan
gelisah penyebab dispnea atau dengan hipoksia.
perubahan tanda-tanda 3.Pengetahuan apa yang
vital diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan
3.Jelaskan pada klien mengembangkan
bahwa tindakan kepatuhan klien terhadap
tersebut dilakukan rencana teraupetik
untuk menjamin 4.Pengetahuan apa yang
keamanan. diharapkan dapat
mengembangkan
4.Jelaskan pada klien kepatuhan klien terhadap
tentang etiologi/faktor rencana teraupetik.
pencetus adanya sesak 5.Membantu klien
atau kolaps paru-paru. mengalami efek fisiologi
hipoksia, yang dapat
5.Pertahankan perilaku dimanifestasikan sebagai
tenang, bantu pasien ketakutan/ansietas.
untuk kontrol diri
dnegan menggunakan
pernapasan lebih
lambat dan
dalam

Mencapai 1.Kaji kulit dan 1.mengetahui sejauh


Kerusakan integritas penyembuhan luka identifikasi pada tahap mana perkembangan luka
kulit mekanik terpasang pada waktu yang perkembangan luka mempermudah dalam
bullow sesuai. melakukan tindakan yang
drainage.Ditnadai Kriteria Hasil : 2. Kaji lokasi, ukuran, tepat.
dengan: • tidak ada tanda- warna, bau, serta 2.mengidentifikasi
tanda infeksi seperti jumlah dan tipe cairan tingkat keparahan luka
DS: Biasanya pasien pus. luka akan mempermudah
mengeluh timbul nyeri • luka bersih tidak intervensi
dada selama batuk lembab dan tidak 3. Pantau 3. suhu tubuh yang
DO:Pasien kotor. peningkatan suhu meningkat dapat
tampak gelisah • Tanda-tanda vital tubuh diidentifikasikan sebagai
dalam batas normal adanya proses
atau dapat ditoleran 4. Berikan perawatan peradangan.
luka dengan tehnik 4.Berikan perawatan luka
aseptik. Balut luka dengan tehnik aseptik.
dengan kasa kering Balut luka dengan kasa
Tujuan /Kriteria
No Diagnosa Intervensi Rasionalisasi
Hasil
dan steril, gunakan kering dan steril, gunakan
plester kertas. plester kertas
5.tehnik aseptik
5. Jika pemulihan membantu mempercepat
tidak terjadi kolaborasi penyembuhan luka dan
tindakan lanjutan, mencegah terjadinya
misalnya debridement infeksi.
Jika pemulihan tidak
6. Setelah terjadi kolaborasi
debridement, ganti tindakan lanjutan,
balutan sesuai misalnya debridemen
kebutuhan 6.agar benda asing atau
jaringan yang terinfeksi
7. Kolaborasi tidak menyebar luas pada
pemberian antibiotik area kulit normal
sesuai indikasi lainnya.balutan dapat
diganti satu atau dua kali
sehari tergantung kondisi
parah/ tidak nya luka,
agar tidak terjadi infeksi
7. antibiotik berguna
untuk mematikan
mikroorganisme
pathogen pada daerah
yang berisiko terjadi
infeksi

Risiko terhadap infeksi infeksi tidak terjadi / 1.Pantau tanda-tanda 1.mengidentifikasi tanda-
berhubungan dengan terkontrol. vital tanda peradangan
tempat masuknya Kriteria hasil : terutama bila suhu tubuh
organisme sekunder • tidak ada tanda- 2.Lakukan perawatan meningkat.
terhadap tanda infeksi seperti luka dengan teknik 2.mengendalikan
trauma.Ditandai pus. aseptik penyebaran
dengan: • luka bersih tidak mikroorganisme patogen
DS:Biasnya pasien lembab dan tidak 3.Lakukan perawatan .
mengeluh lemah kotor. terhadap prosedur 3.untuk mengurangi
DO:pasien terlihat • Tanda-tanda vital inpasif seperti infus, risiko infeksi nosokomia.
berkeringat dalam batas normal kateter, drainase luka, 4.penurunan Hb dan
- Ada luka bekas atau dapat dll peningkatan jumlah
tusukan benda tajam ditoleransi. leukosit dari normal bisa
terjadi akibat terjadinya
4.Jika ditemukan tanda proses infeksi.
infeksi kolaborasi 5.antibiotik mencegah
untuk pemeriksaan perkembangan
darah, seperti Hb dan mikroorganisme patogen.
leukosit.

5.Kolaborasi untuk
pemberian antibiotik
E. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan

dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa

keperawatan (Boedihartono, 1994:20)

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien

dengan trauma thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang

tidak maksimal karena trauma.

Tujuan : Pola pernapasan efektive.

Kriteria hasil :

a. Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.

b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :

a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala

tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk

sebanyak mungkin.

R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan

ventilasi pada sisi yang tidak sakit.


b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea

atau perubahan tanda-tanda vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi

sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan

terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.

c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk

menjamin keamanan.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan

mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau

kolaps paru-paru.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan

kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan

menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.

R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat

dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.

f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam

1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.

R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang

diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase

cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada

batas yang ditentukan.

R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang

mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.

3) Observasi gelembung udara botol penempung.

R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin

dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya

menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural

menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi

paru lengkap/normal atau slang buntu.

4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan

slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran

masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela

perlu.

R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada

selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.

5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.

R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya

perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.

g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

- Pemberian antibiotika.

- Pemberian analgetika.
- Fisioterapi dada.

- Konsul photo toraks.

R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan

parunya.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi

sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan : Jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil :

a. Menunjukkan batuk yang efektif.

b. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.

c. Klien nyaman.

Intervensi :

a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa

terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.

R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan

kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,

menyebabkan frustasi.

1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.

R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

2) Lakukan pernapasan diafragma.


R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan

meningkatkan ventilasi alveolar.

3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan,

keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.

4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan

melakukan 2 batuk pendek dan kuat.

R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah

pengeluaran sekresi sekret.

5) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya

batuk klien.

c. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :

mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan

1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.

R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan

sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.

d. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan

mencegah bau mulut.

e. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

Pemberian expectoran.

Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.

Konsul photo toraks.

R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan

menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan

dan reflek spasme otot sekunder.

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil :

a. Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.

b. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan

nyeri.

c. Pasien tidak gelisah.

Intervensi :

a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri

nonfarmakologi dan non invasif.

R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi

lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan

otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga

tingkatkan relaksasi masase.


R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2

oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi

nyerinya.

2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang

menyenangkan.

b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan

posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal

kecil.

R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan

meningkatkan kenyamanan.

c. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan

menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.

R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi

nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien

terhadap rencana teraupetik.

d. Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.

R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah

pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap

1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.


R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang

obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan

intervensi yang tepat.

4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang

bullow drainage.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria Hasil :

a. tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

b. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi :

a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka

R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam

melakukan tindakan yang tepat.

b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka

R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah

intervensi.

c. Pantau peningkatan suhu tubuh.

R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya

proses peradangan.

d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa

kering dan steril, gunakan plester kertas.


R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan

mencegah terjadinya infeksi.

e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya

debridement.

R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas

pada area kulit normal lainnya.

f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi

parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.

g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen

pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan

dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria hasil :

a. penampilan yang seimbang.

b. melakukan pergerakkan dan perpindahan.

c. mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan

karakteristik :

0 = mandiri penuh

1 = memerlukan alat Bantu.


2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan,

dan pengajaran.

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi :

a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan

peralatan.

R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah

karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan

mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder terhadap trauma.

Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

Kriteria hasil :

a. tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.


b. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi :

a. Pantau tanda-tanda vital.

R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh

meningkat.

b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,

drainase luka, dll

R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,

seperti Hb dan leukosit.

R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa

terjadi akibat terjadinya proses infeksi.

e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

F. EVALUASI

Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf

keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan

untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker,

Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/redupaksa

adalah :

1. Pola pernapasan efektive.

2. Jalan napas lancar/normal

3. Nyeri berkurang/hilang.

4. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

5. pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal

6. infeksi tidak terjadi / terkontrol

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 1999. RencanaAsuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC :

Jakarta.

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta

Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth

Ed.8Vol.3. EGC : Jakarta.

www.iwansain.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai