Adapun pesan itu menurut Onong Effendy, menyatakan bahwa pesan adalah:
“suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan
seseorang dengan menggunakan lambang, bahasa/lambang-lambang lainnya
disampaikan kepada orang lain”.(Effendy, 1989:224)
Sedangkan Abdul Hanafi menjelaskan bahwa pesan itu adalah“produkfiktif
yang nyata yang di hasilkan oleh sumber–encoder”. (Siahaan, 1991:62). Kalau
berbicara maka “pembicara” itulah pesan, ketika menulis surat maka “tulisan surat”
itulah yang dinamakan pesan.
Selain itu, Sastropoetro (1982:13) memberikan pengertian bahwa pesan
(encoding) merupakan suatu kegiatan penting, sulit dan menentukan apakah gagasan
yang ada dapat dituangkan secara pasti kedalam lembaga yang berarti dan telah
disusun sedemikian rupa, sehingga menghindari timbulnya salah paham.
Pratikno (1987 : 42) mendefinisikan pesan dengan melihat dari bentuknya,
yaitu :“Pesan adalah semua bentuk komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Yang
dimaksud dengan komunikasi verbal adalah komunikasi lisan, sedangkan nonverbal
adalah komunikasi dengan simbol, isyarat, sentuhan perasaan dan penciuman”.
Sedangkan Menurut De Vito, pesan adalah pernyataan tentang pikiran dan
perasaan kita yang dikirim kepada orang lain agar orang tersebut diharapkan bisa
mengerti dan memahami apa yang diinginkan oleh sipengirim pesan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pesan adalah suatu materi
yang disampaikan kepada orang lain dalam bentuk gagasan baik verbal maupun
nonverbal, untuk menyatakan maksud tertentu sesuai dengan kebutuhan orang lain
berkenaan dengan manfaat dan kebutuhannya. Pesan merupakan seperangkat lambang
bermakna yang disampaikan oleh komunikator. Pesan dapat berupa gagasan,
pendapatdan sebagainya yang sudah dituangkan dalam suatu bentuk dan melalui
lambang komunikasi diteruskan kepada orang lain atau komunikan.
Pesan adalah keseluruhan dari apa yang disampaikan oleh komunikator. Pesan
seharusnya mempunyai inti pesan atau tema sebagai pengaruh di dalam usaha
mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Pesan dapat disampaikan
panjang lebar, namun yang perlu diperhatikan dan diarahkan adalah tujuan akhir dari
pesan itu sendiri. Pesan (message) terdiri dari dua aspek, yaitu isi pesan (The content
of message) dan lambang/symbol untuk mengekspresikannya. Lambang utama pada
komunikasi umumnya adalah bahasa, karena hanya bahasalah yang dapat
mengungkapkan pikiran dan perasaan, fakta dan opini hal yang kongkrit dan abstrak,
pengalaman yang sudah lalu dan yang akan datang dan sebagainya.
Menurut Hanafi ada tiga factor yang perlu dipertimbangkan dalam pesan,
yaitu:
a) Kode pesan adalah sederetan simbol yang disusun sedemikian rupa sehingga
bermakna bagi orang lain. Contoh bahasa Indonesia adalah kode yang mencakup
unsur bunyi, suara, huruf dan kata yang disusun sedemikian rupa sehingga
mempunyai arti.
b) Isi pesan adalah bahan untuk atau materi yang dipilih yang ditentukan oleh
komunikator untuk mengomunikasikan maksudnya.
c) Wujud pesan adalah sesuatu yang membungkus inti pesan itu sendiri, komunikator
memberi wujud nyata agar komunikan tertarik akan isi pesan didalamnya.
(Siahaan,1991:62).
Bentuk-bentuk Pesan
Selain hal tersebut di atas, pesan juga dapat dilihat dari segi bentuknya.
Menurut A.W. Widjaja dan M. Arisyk Wahab terdapat tiga bentuk pesan yaitu:
Informatif
Yaitu untuk memberikan keterangan fakta dan data kemudian komunikan mengambil
kesimpulan dan keputusan sendiri, dalam situasi tertentu pesan informatif tentu lebih
berhasil dibandingkan persuasif.
Persuasif
Yaitu berisikan bujukan yakni membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia
bahwa apa yang kita sampaikan akan memberikan sikap berubah. Tetapi berubahnya
atas kehendak sendiri. Jadi perubahan seperti ini bukan terasa dipaksakan akan tetapi
diterima dengan keterbukaan dari penerima.
Koersif
Menyampaikan pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi
bentuk yang terkenal dari penyampaian secara inti adalah agitasi dengan penekanan
yang menumbuhkan tekanan batin dan ketakutan dikalangan publik. Koersif
berbentuk perintah-perintah, instruksi untuk penyampaian suatu target. (Widjaja &
Wahab,1987:61)
Karakteristik Pesan
Pesan dikemas. Pengemasan pesan tidaklah hanya sebuah kebiasaan tapi melibatkan
perasaan kita juga.
Pesan dibangun oleh berbagai aturan. Pesan diatur oleh sistem, norma dan nilai yang
berkembang.
Pesan memiliki abstraksi (wujud). Pesan memiliki makna yang berbeda-beda
berdasarkan kesan.
Pesan memiliki nilai kesopanan. Nilai kesopanan lahir dari pengalaman, dan nilai
budaya yang berbeda.
Pesan menjadi bagian dalam diri seseorang. Pesan yang lebih kita mengerti sendiri
ataupun hanya pada kelompok tertentu.
Pesan berada dalam tingkat keberagaman dan kelangsungan tertentu. Suatu pesan
memiliki tingkat keuntungan dan kerugian
Pesan berada dalam tingkat ketegasan dan tidak tegasan. Pesan ini cenderung
dilakukan dengan orang terdekat.
Terhadap suatu pesan yang dikomunikasikan ingin mempunyai kemampuan
untuk meramalkan efek yang timbul pada komunikan. Maka tidaklah mengherankan
apabila dalam setiap melaksanakan penyampaian pesan tidak terlepas dari keinginan
untuk menjadikan pesan itu diterima oleh komunikan. Tetapi untuk menjadikan pesan
itu dapat di terima maka harus memperhatikan berbagai macam kondisi cara
penyampaian dan memenuhi syarat dari suatu pesan. Wilbur Schramm menampilkan
apa yang disebut “The Condition Of Succes In Communication” yakni kondisi yang
harus dipenuhi jika menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang
dikehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pesan harus direncanakan secara baik-baik, serta sesuai dengan kebutuhan kita.
Pesan tersebut dapat menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak.
Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan
kepuasan.
Dalam penyampaian pesan, pesan dapat disampaikan dengan Lisan / fice to
fice / langsung, maupun menggunakan media / saluran. Kedua model penyampaian
pesan tersebut merupakan bentuk penyampaian pesan yang secara umum di dalam
komunikasi.
1. Intensitas Berpikir
Berpikir dapat didefinisikan sebagai kemampuan manusia untuk mencari arti
bagi realitas yang muncul di hadapan kesadarannyadalam pengalaman dan pengertian
(Huijbers : 1986, 116). Jadi, komunikasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan
manusia untuk mengutarakan pikirannya kepada orang lain. Dalam kehidupan
manusia sebagai makhluk social, berpikir mengenai realitas social yang dalam
prosesnya berlangsung secara horizontal atau berpikir secara sensitive-rasional dan
secara vertical atau berpikir secara metarasional.
a) Berpikir sensitive-rasional
Secara horizontal, manusia berpikir mengenai suatu realitas dengan dilandasi
pengalaman sebagai rekaman dari penginderaan selama hidupnya. Rekaman dari
fungsinya sebagai komunikan dalam setiap proses komunikasi yang melibatkan
dirinya. Maka, apabila ia berkomunikasi secara horizontal yang berkisar pada
persoalan tahu dan mengetahui, sifatnya menjadi sensitivorasional.
b) Berpikir metarasional
Manusia tidak hanya puas dengan sekedar mengetahui (wissen), tetapi juga
ingin memahaminya secara mendalam, manusia tidak lagi memandang suatu relaita
sosial dengan indera mata (das Ding ansich), tetapi dengan mata batiniah apa yang
terdapat di seberang realita (beyond the reality), secara metafisik.
Dalam keradikalannya pemikiran manusia secara vertical itu bisa menyentuh
hal-hal yang sifatnya ilahi.Ia mengetahui adanya tuhan serta ia percaya akan
mahakuasa-Nya. Kepercayaan seperti itu bersifat suprarasional, suatu tingkat
pemahaman di luar jangkauan pemikiran secara sensitive-rasional.
Berdasarkan intensitas berpikir itu komunikator yang berpikir secara sensitivo-
rasional hanya berfungsi sebagai informan saja, sedangkan komunikator yang berpikir
secara metarasional berfungsi sebagai interpretator, menyampaikan interpretasi, yakni
proses menyampaikan pesan yang secara eksplisit dan implicit termuat dalam realitas.
Proses memperantarai dan menyampaikan pesan agar dapat dipahami
mencakup tiga arti yang terungkap di dalam tiga kata kerja yang saling berkaitan satu
dengan yang lain (Prospoprodjo: 1987, 192).
2. Sistematika Berpikir
Pentingnya sistematika berpikir bagi seorang komunikator adalah ketika ia
melakukan komunikasi intra sebelum melakukan komunikasi social dengan orang
lain. Seperti yang ditegaskan pesan komunikasi terdiri dari pikiran sebagai isi pesan
dan lambang sebagai media primer sebagai sarana pembawa pikiran pada
komunikan.Pikiran ini dikemas oleh bahasa. Proses ini dinamakan ideasi (ideation).
Jadi, efektif tidaknya komunikasi bergantung pada pesan.Dan pesan bergantung
pada isi pesan, yaitu pikiran itu.Pada akhirnya bergantung pada komunikator yang
menyusun pikiran itu.Berikut ini adalah sistematika berpikir berdasarkan karya Dr.
Marseto Donoseputro.
Berpikir Deduktif
Reasoning yang deduktif berasal atau bersumber dari suatu pandangan umum
(general conclution). Sumber dari filsafat berpikir seperti ini berasal dari plato dan
aristoteles. Meskipun cara ini kurang sempurna, tetap bermanfaat kalau deduksi ini
didasarkan pada suatu perumusan yang betul. Dasar dari pelajaran ilmu pasti alam
adalah demikian pula halnya.Dari satu rumus umumdapat ditarik sebagai
kesimpulan.Metode berpikir ini dapat disebut berpikir analitik.
Berpikir induktif
Kebalikan dari berpikir deduktif adalah berpikir induktif, yakni menarik suatu
kesimpulan umum dari berbagaikejadian (data) yang ada di sekitarnya.Dasarnya
adalah observasi, proses berpikirnya adalah synthesis, tingkatan berpikirnya adalah
inductive.Jelas, bahwa pemikiran semacam ini mendekatkan manusia pada ilmu
pengetahuan.
Berpikir memecahkan masalah (problem solving thingking)
Manusia mulai berpikir pada waktu ia mencoba mengenal untuk kemudian
menguasai situasi (to control the situation). Tingkatan ini merupakan suatu kelanjutan
yang logis dari kedua tingkatan terdahulu. Dengan pengetahuan mengenai gejala
umum yang dikenalnya dari pengalaman yang lampau (deduksi) ditambah dengna
observasi terhadap situasi yang dihadapinya, yang memberikan suatu kesimpulan
(induksi), maka ia kemudian akan menyelesaikan persoalannya dalam situasi tersebut.
Berpikir Kausatif
Titik berat berpikir kausatif adalah membentuk peristiwa mendatang dan
prestasi daripada menunggu nasib yang akan menimpa (G. Terry, principles of
mangement).
Berpikir Kreatif
Adalah suatu tingkatan berpikir yang tinggi, kesanggupan sesorang untuk
menciptakan ide baru yang berfaedah.Creative thingking berbeda dengan original
thingking yakni, bahwa yang pertama selalu berguna bagi usaha penciptanya,
sedangkan original thingking tidak perlu.
Berpikir Filsafati
Louis O. Kattsoff dalam bukunya “element of philosophy” menyatakan bahwa
kegiatan filsafati merupakan perenungan yaitu, suatu jenis pemikiran yang meliputi
kegiatan meragukan segala sesuatu, mengajukan pertanyaan, menghubungkan
gagasan yang satu dengna yang lainnya.
Tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak
mungkin, mengajukan kritik, menemukan hakikatnya serta mengatur semuanya dalam
bentuk yang sistematika.Fisafat membawa kita kepada pemahaman, dan pemahaman
membawa kita kepada tindakan yang lebih layak.Filsafat adalah suatu analisis secara
hati-hati terhadap penalaran mengenai suatu masalah, serta penyusunan secara sengaja
dan sistematis suatu pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan.
3. Pertimbangan Nilai
Pertimbangan nilai dilakukan seorang komunikator disaat mengemas pikirannya
dalam bahasa dalam ideasi, sesaat sebelum suatu pesan ditransmisikan kepada
komunikan. Nilai adalah pandangan, cita-cita, adat, kebiasaan, dan lain-lain yang
menimbulkan tanggapan emosional pada seseorang atau masyarakat tertentu.
Hakikat nilai dipelajari oleh cabang filsafat yaitu aksiologi.Aksiologi terdiri dari
perkataan “axios” yang berarti nilai dan “logos” yang berarti ilmu.Jadi, secara harfiah
aksiologi berarti ilmu tentang nilai.Dalam filsafat terutama filsafat komunikasi, nilai
berkaitan dengan logika, etika dan estetika.
Penilaian bersifat kontekstual dan situasional seperti halnya komunikasi.Suatu
pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan ditentukan oleh
konteksnya dan situasinya ketika komunikasi itu berlangsung.Itulah sifat nilai
manusiawi yang terpaut pada komunikasi antar manusia.
Menurut Andrain, ciri-ciri nilai adalah sebagai berikut: nilai adalah amat umum
dan abstrak, nilai adalah konseptual, tidak konkret, nilai menunjukkan dimensi
keharusan, nilai menunjukkan ketidakajegan, dan nilai bersifat mapan.
Demikian ciri-ciri nilai menurut Andrain, dalam kaitannya dengan komunikasi
pemahaman mengenai ciri-ciri nilai itu sangat penting, terutama dalam hubungannya
dengan lambang sebagai aspek komunikasi.Lambang yang diekspresikan komunikator
mengandung makna khusus dari nilai-nilai.Suatu pesan yang menggunakan lambang
tertentu dapat diterima oleh komunikan secara denotatif yang mengandung makna
objektif. Suatu lambang berarti sama bagi sejumlah orang yang heterogen, misalnya
bendera sang Saka Merah Putih yang berkibar pada sebuah kapal menunjukkan
eksistensinya sebagai kapal milik Republika Indonesia.
Tetapi, lambang juga dapat dipandang oleh komunikan secara konotatif yang
menimbulkan makna subjektif emosional.Disini lambang dapat mengkonotasikan
nilai-nilai tertentu.Sang Saka Merah Putih yang secara denotatif menunjukkan
eksistensi Republika Indonesia, namun secara konotatif menunjukkan nilai keberanian
oleh warna merah, dan nilai kesucian yang dilambangkan oleh warna putih.
Daftar Pustaka