Perusahaan bisnis multi nasional adalah perusahaan yang memiliki beberapa pabrik
yang berdiri di negara yang berbeda-beda. Penyesuaian dengan budaya di tiap
negara yang dimasuki adalah suatu keharusan untuk dapat bertahan dan sukses.
Dengan mendirikan banyak unit produksi di negara lain diharapkan dapat
menghemat biaya ongkos produksi dan distribusi produk hingga sampai ke tangan
konsumen akhir.
Perusahaan multinasional yang sangat besar memiliki dana yang melewati dana
banyak negara. Mereka dapat memiliki pengaruh kuat dalam politik global, karena
pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar bagai para politisi, dan juga sumber
finansial yang sangat berkecukupan untuk relasi masyarakat dan melobi politik.
Karena jangkauan internasional dan mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan
negara sendiri, harus berkompetisi agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas
mereka (dengan begitu juga pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas eknomi
lainnya) di wilayah tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik
politik regional seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak,
bantuan pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan
lingkungan yang memadai.
Ø Divisi internasional
o Semua anak perusahaan melapor pada divisi internasional MNC yang dipisah
dari divisi Domestik.
Ø Wilayah Geografis
o Tiap wilayah bertanggung jawab atas anak perusahaan yang berlokasi dalam
batasnya.
o Divisi ini bertanggung jawab pada operasi mereka sendiri diseluruh dunia.
Ø Memodernisir industri
Dunkin’ Donuts sendiri mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1985, dengan gerai
pertamanya di Jl. Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Sebenarnya, Dunkin’ Donuts bukan
merupakan perusahaan donut multinasional pertama yang masuk ke Indonesia. Di
tahun 1968, American Donut merupakan perintis donat pertama yang digoreng
dengan mesin otomatis di Pekan Raya Jakarta. Selain membuka gerainya di pekan
raya, American Donut juga membuka gerainya di berbagai tempat di Jakarta. Selain
itu, masih ada perusahaan-perusahaan multinasional donut lainnya yang juga
berusaha mengimbangi gerak Dunkin’ Donuts, seperti Country Style Donuts asal
Kanada, Donuts Xpress asal Australia, Krispy Kreme yang juga berasal dari AS,
serta masih banyak lagi perusahaan-perusahaan donut lainnya.
Meskipun demikian, Dunkin’ Donuts-lah yang dinilai paling berhasil dalam
meluaskan jaringan pasarnya di Indonesia, bahkan di dunia.Dunkin’ Donuts telah
berhasil membuka lebih dari 8.800 gerai donatnya di lebih dari 35 negara di
berbagai benua. Di Indonesia sendiri Dunkin’ Donuts telah membuka 200 gerai lebih
di kota-kota besar di seluruh Indonesia, seperti Medan, Yogyakarta, Bandung, Bali,
Surabaya, Makassar, Jakarta, dan kota-kota lainnya di Indonesia. Dunkin’Donuts
telah berhasil menjadi model dalam hal pelayanan serta konsep gerai yang
dimilikinya. Bahkan Dunkin’Donuts terkadang dianggap sebagai bayang-bayang bagi
perusahaan donut lainnya. Di Jogjakarta, Dunkin’ Donuts telah merambah ke mall-
mall, swalayan serba ada, jalan-jalan di malioboro, hingga ke bookstore-bookstore
seperti Gramedia.
Kembali kepada isu mengenai MNC yang mengundang banyak polemik dari
berbagai kalangan, terutama mengenai kehadirannya di Negara-Negara Dunia
Ketiga. Perusahaan-perusahaan Multinasional dianggap sebagai ancaman bagi
usaha-usaha lokal di negara tempat ia berada. Namun, meskipun demikian,
pemerintah negara-negara tersebut tetap saja saling berlomba-lomba (bidding wars)
untuk menarik investor agar mau menanamkan modalnya di negara mereka dalam
bentuk Foreign Direct Investment. Kehadiran MNC terkadang memang membawa
keuntungan dan kerugian. Hal inilah yang menjadi perdebatan antara pihak-pihak
yang pro dan kontra atas kehadiran Perusahaan Multinasional di negara mereka.
Dengan menggunakan studi kasus yang ada, tulisan ini diarahkan untuk menjawab
beberapa pertanyaan berikut: “Bagaimana masuknya Dunkin’Donuts di Indonesia?”
Apa dan bagaimana pengaruh kehadirannya di Indonesia? Serta bagaimana
dampak Dunkin’Donuts terhadap pertumbuhan dan perkembangan usaha-usaha
lokal?” Dengan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, tulisan ini
berusaha memberikan pemikiran yang positif bahwa kesempatan untuk memperoleh
keuntungan Ekonomi-Politik Internasional melalui kegiatan Multinational
Corporations tidak hanya dimiliki oleh negara-negara ekonomi maju. Akan tetapi,
negara-negara berkembang juga dapat mengupayakan hal yang sama melalui MNC.
Di Indonesia sendiri, Dunkin’ Donuts mulai merambah pasarnya pada tahun 1985
dengan gerai pertama didirikan di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. Khusus
wilayah Indonesia, master franchise Dunkin’Donuts dipegang oleh Dunkin’ Donuts
Indonesia. Saat pertama kali Dunkin’Donuts membuka gerai pertamanya di
Indonesia (pada tahun 1980-an), tidak ada reaksi keras dari masyarakat yang
menentang perusahaan tersebut untuk masuk. Masyarakat cenderung menganggap
positif atas upaya perusahaan tersebut dalam memperluas jaringan pasarnya.
Mereka justru cenderung merasa senang atas hadirnya Dunkin’Donuts di Indonesia.
Sedangkan mengenai isu outsourcing yang juga dinilai akan memberikan kontribusi
bagi peningkatan jumlah penduduk perumahan kumuh di daerah perkotaan tidak
berlaku bagi kehadiran perusahaan ini. Produksi donut yang dihasilkan dari
perusahaan ini menggunakan teknologi mesin penggoreng otomatis. Sehingga,
tenaga manusia yang digunakan lebih banyak bergerak di bidang Manajemen dan
Pelayanan. Hal ini justru membawa dampak yang positif bagi masyarakat, yaitu yang
paling pokok adalah mengurangi angka pengangguran dan memberdayakan
produktivitas sumber daya manusia. Selain itu, bagi masyarakat pribadi, hal ini
dapat meningkatkan keterampilan mereka dalam bidang manajemen dan
pemasaran ditambah lagi dengan perluasan jaringan kerja (work networking).
Saat ini bahkan perusahaan donut J.CO dinilai mampu menandingi Dunkin’Donuts
dalam hal pelayanan dan kualitas produk yang ditawarkan (berdasarkan jumlah
pengunjung yang datang dan antre setiap harinya). Hal ini mungkin sejalan dengan
istilah laissez-faire (“let be” atau biarkan saja). Di mana pemerintah membiarkan
“Perusahaan” masuk dan berkembang hingga akhirnya mampu memicu persaingan
dengan pengusaha lokal. Hal ini mungkin juga sejalan dengan prinsip liberalisme
dalam tulisan Adam Smith (1776), yaitu teori The Invisible Hand. Smith yakin pada
sifat baik manusia yang mau bekerjasama dan konstruktif. Masyarakat bisa saling
bekerja dalam keselarasan dengan sesamanya, walaupun bersaing dalam melayani
pelanggan yang sama ataupun menghasilkan produk yang sama.
Di samping itu, saat ini pun sudah mulai banyak perusahaan-perusahaan donut lokal
yang mampu menghasilkan produk-produk donut berkualitas. Bahkan sebagian dari
mereka sudah mempunyai nama ataupun membuka gerai berkonsep resto donut
dan kopi seperti halnya Dunkin’Donuts. Sebut saja donut I-Crave, Java Donut, J.CO,
Donut Oishii, Mister Donut, dan lain sebagainya. Donut-donut lokal ini juga tidak
kalah digemarinya oleh para penikmat donut. Sebuah polling dalam sebuah situs
internet baru-baru ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kegemaran para penikmat
donut terhadap rasa dari jenis-jenis donut yang ada, baik lokal maupun yang dari
luar.
Dunkin Donuts
11 (29.7%)
J. CO
18 (48.6%)
Krispy Kreme
0 (0%)
iCrave
1 (2.7%)
4 (10.8%)
Donat Kentang
2 (5.4%)
1 (2.7%)
Total Voters: 37
Keterangan:
Di sini terlihat bahwa jumlah para penikmat donut lokal ternyata jumlahnya justru
lebih banyak (sekitar 70%) dibandingkan jumlah penikmat donut dari Perusahaan
Multinasional seperi Dunkin’Donuts (30% sisanya). Hal ini karena adanya
segmentasi pasar yang berbeda selain karena adanya permasalahan mengenai cita
rasa.
Salah satu dari perusahaan-perusahaan donut lokal yang mampu bersaing dengan
Perusahaan Dunkin’Donuts adalah J.CO (perusahaan milik penata rambut Johnny
Andrean). J.CO mulai berdiri sejak tahun 2005. Perusahaan ini bahkan dianggap
mampu menyaingi Dunkin’Donuts dalam hal cita rasa dan pelayanan. J.CO pun
telah membuka gerai-gerainya di mall-mall besar di kota-kota besar di Indonesia.
J.CO dianggap sebagai salah satu perusahaan donut lokal yang mampu keluar dari
bayang-bayang Perusahaan Multinasional Dunkin’Donuts.
Perusahaan donut J.CO dianggap sebagai perusahaan donut lokal yang berhasil
membuat gebrakan dalam bisnis di bidang resto donut dan kopi. J.CO dianggap
berhasil “tampil beda” dengan para pemain sebelumnya karena berhasil
menawarkan konsep gerai baru. J.CO menggunakan konsep gerai “Open Kitchen”
(sama seperti Bread Talk, keduanya juga berada dalam satu payung perusahaan
yang sama). Namun, bukan hanya konsep gerai saja yang membuat J.CO dianggap
lebih unggul daripada Dunkin’Donuts. Kualitas jasa (tingkat pelayanan) J.CO juga
dinilai lebih baik daripada tingkat pelayanan Dunkin’Donuts.
Di samping itu, kualitas produk dalam hal rasa dan bahan J.CO juga dinilai lebih baik
dan lebih berkualitas. J.CO dinilai lebih legit dan lebih lembut bagi para penikmat
donut dibandingkan dengan rasa Dunkin’ Donuts. Bahan-bahan yang digunakan
juga dinilai baik dan sehat. Misalnya, coklat putih Belgia, yoghurt dan susu bebas
lemak, biji kopi yang dikembangkan dari Brazil—dan lain sebagainya—yang
memang dinilai sebagai bahan-bahan yang berkualitas. Selain itu, teknologi mesin
penggoreng yang digunakan juga diimpor langsung dari Amerika Serikat.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan lokal juga mampu memiliki kualitas dalam
hal produk, pelayanan, maupun sistem manajemen yang tidak kalah dengan
Perusahaan-Perusahaan Multinasional. Ditambah lagi, perusahaan J.CO juga
memiliki “wadah” komunitas berupa J.CO Community dan jejaring sosial berupa
facebook. Sehingga memudahkan J.CO untuk menyalurkan info-info kepada para
pelanggannya, baik berupa launching gerai ataupun outlet baru, promosi produk,
sampai dalam hal pelayanan baru misalnya berupa Midnite Sale. Event-event
ataupun kegiatan-kegiatan yang diadakan perusahaan tersebut, biasanya juga
diinformasikan melalui sarana media tersebut. Hal ini membuat perusahaan J.CO
semakin dekat dengan para pelanggannya.
Tidak hanya memasarkan produknya di dalam negeri (tingkat lokal) saja. J.CO
Donuts & Coffee Indonesia juga telah membuka cabang-cabangnya di negara-
negara Asia Tenggara.seperti Malaysia, Singapura dan Filipina. Di Malaysia sendiri,
J.CO Donuts & Coffee telah membuka gerainya di Kuala Lumpur dan Petaling Jaya,
Selangor—yang dianggap sebagai pusat kegiatan ekonomi Malaysia. Saat ini
bahkan J.CO dianggap sebagai waralaba resto Donut & Coffe yang laju
pertumbuhannya paling cepat di Asia Tenggara.
Fakta-fakta tersebut di atas menunjukkan bahwa, perusahaan-perusahaan lokal
terbukti juga tidak kalah bersaing dengan Perusahaan-Perusahaan Multinasional
yang berasal dari luar negeri. Bisnis di bidang pangan berupa resto Donut & Coffe
merupakan salah satu contoh kemajuan yang dimiliki oleh usaha-usaha lokal. Masih
banyak lagi usaha-usaha lokal yang juga “memiliki nama” di tingkat regional bahkan
global. Misalnya saja perusahaan Mustika Ratu ataupun Sari Ayu yang merupakan
produk di bidang kecantikan. Hal ini tentunya juga menjadi pemicu bagi perusahaan-
perusahaan lokal lainnya untuk turut bersaing di era globalisasi ini. Tidak selamanya
Perusahaan Multinasional hanya dikuasai oleh negara-negara ekonomi maju.
Bahkan saat ini disebutkan bahwa para pelaku MNC dari negara-negara ekonomi
maju eksistensinya mulai terancam, karena mendapatkan saingan yang cukup ketat
dari negara-negara industri berkembang serta negara-negara berkembang lainnya
(new emergent forces).