Merek Otsuka
faktor tetes = 15 tetes/ml
Merek Terumo
faktor tetes = 20 tetes/ml
Infus Blood set untuk tranfusi memiliki faktor tetes yang sama dengan merek otsuka, 15
tetes/menit.
Infus set macro drip dengan faktor tetes 10 tetes/menit jarang ditemui di Indonesia. Biasanya
hanya terdapat di rumah sakit rujukan pusat, rumah sakit pendidikan, atau rumah sakit
internasional.
o) Merek Otsuka
o) Merek Terumo
Contoh soal 1
Seorang pasien dengan berat 65 kg datang ke klinik dan membutuhkan 2.400 ml cairan RL.
Berapa tetes infus yang dibutuhkan jika kebutuhan cairan pasien mesti dicapai dalam waktu
12 jam? Di klinik tersedia infus set merek Otsuka.
Diketahui:
Cairan = 2.400 ml (cc)
Waktu = 12 jam
Faktor tetes Otsuka = 15 tetes/ml
Jawab:
Jadi, pasien tersebut membutuhkan 50 tetes infus untuk menghabiskan cairan 2400 ml dalam
waktu 12 jam dengan menggunakan infus set Otsuka.
Contoh soal 2
Seorang pasien datang ke RSUD dan membutuhkan 500 ml cairan RL. Berapa tetes infus
yang dibutuhkan jika kebutuhan cairan pasien mesti dicapai dalam waktu 100 menit? Di
RSUD tersedia infus set merek Terumo.
Diketahui:
Cairan = 500 ml (cc)
Waktu = 100 menit
Faktor tetes Terumo = 20 tetes/ml
Jawab:
Jadi, pasien tersebut membutuhkan 100 tetes infus untuk menghabiskan cairan 500 ml dalam
waktu 100 menit dengan menggunakan infus set Terumo.
Micro drip
faktor tetes = 60 tetes/ml
Idealnya dosis pertama imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir (jika
memungkinkan < 12 jam), kemudian dilanjutkan dengan interval 4 minggu dari dosis
pertama dan interval imunisasi kedua dan ketiga yang dianjurkan adalah minimal 2 bulan dan
terbaik setelah 5 bulan. Apabila sang anak belum mendapatkan imunisasi hepatitis B semasa
bayi, maka imunisasi hepatitis B tersebut dapat diberikan kapan saja, sesegera mungkin,
tanpa harus memeriksakan kadar AntiHBsnya. Kecuali jika sang ibu memiliki hepatitis B
ataupun sang anak pernah menderita penyakit kuning, maka ia dianjurkan untuk
memeriksakan kadar HBsAg dan antiHBs terlebih dahulu.
Umur bayi 1 bulan: BCG, Polio 1
BCG
Imunisasi BCG sebaiknya pertamakali diberikan pada saat bayi berusia 23 bulan. Pemberian
BCG pada bayi berusia < 2 bulan akan meningkatkan risiko terkena penyakit tuberkulosis
karena daya tahan tubuh bayi yang belum matang. Apabila bayi telah berusia > 3 bulan dan
belum mendapatkan imunisasi BCG, maka harus dilakukan uji tuberkulin (tes mantoux
dengan PPD2TU/PPDRT23) terlebih dulu. Bila hasilnya negatif, imunisasi BCG dapat
diberikan. Imunisasi BCG tidak membutuhkan booster.
Polio
Ada dua macam imunisasi polio yang tersedia:
Imunisasi polio oral (OPV) dengan jadwal pemberian: saat lahir, usia 2, 4, 6, dan 18 bulan
Imunisasi polio suntik (IPV) dengan jadwal pemberian: usia 2, 4, 6, 1824 bulan dan 6 8 tahun
Bila imunisasi polio terlambat diberikan, Anda tidak perlu mengulang pemberiannya dari
awal lagi. Cukup melanjutkan dan melengkapinya sesuai jadwal tidak peduli berapa pun
interval keterlambatan dari pemberian sebelumnya.
Umur bayi 2 bulan: DPT/ HB 1, Polio 2
Diptheria, Pertusis, dan Tetanus (DPT)
Imunisasi DPT diberikan 3 kali sebagai imunisasi dasar dan dilanjutkan dengan booster 1 kali
dengan jarak 1 tahun setelah DPT3. Pada usia 5 tahun (sebelum masuk SD) diberikan
imunisasi DPT (DPaT/Tdap) dan pada usia 12 tahun berupa imunisasi Td. Pada wanita,
imunisasi TT perlu diberikan 1 kali sebelum menikah dan 1 kali pada ibu hamil, yang
bertujuan untuk mencegah tetanus pada bayi baru lahir.
Apabila Imunisasi DPT terlambat diberikan, maka berapa pun interval keterlambatannya
jangan mengulang dari awal, namun langsung lanjutkan imunisasi sesuai jadwal. Bila anak
Anda belum pernah diimunisasi dasar pada usia < 12 bulan, maka imunisasi dasar DPT dapat
diberikan pada usia anak sesuai jumlah dan interval yang seharusnya. Bagaimana dengan
pemberian imunisasi DPT keempatnya?
Imunisasi DPT keempatnya tetap diberikan dengan jarak 1 tahun dari yang ketiga, dengan
catatan sebagai berikut:
Bila imunisasi DPT keempat diberikan sebelum ulang tahun keempatnya, maka pemberian
imunisasi DPT kelima dapat diberikan sesuai jadwal, paling cepat 6 bulan sesudahnya.
Bila imunisasi DPT keempat diberikan setelah ulang tahun keempatnya, maka pemberian
imunisasi DPT kelima tidak diperlukan lagi.
Umur bayi 3 bulan: DPT/ HB 2, Polio 3
Umur bayi 4 bulan: DPT/ HB 3, Polio 4
Umur bayi 9 bulan: Campak
Campak
Imunisasi Campak sebaiknya diberikan pada usia 9 bulan dan dosis penguatan (second
opportunity pada crash program campak) pada usia 24 bulan serta saat SD kelas 16.
Terkadang terdapat program PIN (Pekan Imunisasi Nasional) campak yang bertujuan sebagai
penguatan (strengthening). Program ini bertujuan untuk mencakup sekitar 5% individu yang
diperkirakan tidak memberikan respons imunitas yang baik saat diimunisasi dulu.
Untuk anak yang terlambat/ belum mendapat imunisasi campak, bila saat itu anak berusia 912
bulan, berikan kapan pun saat bertemu. Bila anak berusia > 1 tahun, berikan MMR. Jika
sudah diberi MMR usia 15 bulan, tidak perlu campak di usia 24 bulan.
Kesimpulan:
Jika terlambat mendapat imunisasi, imunisasi berikut tetap harus diberikan dari awal:
hepatitis.
Sedangkan imunisasi berikut tidak perlu mengulang dari awal, cukup melanjutkan: polio,
DPT.
Vaksin MMR (Mumps Measles Rubella) adalah campuran tiga jenis virus yang dilemahkan,
yang disuntikkan untuk imunisasi melawan campak (measles), gondongan (mumps) dan
rubella (german measles). Vaksin MMR umumnya diberikan kepada anak usia 1 tahun
dengan booster diberikan sebelum memasuki usia sekolah (4-5 tahun). Di Amerika Serikat,
vaksin MMR diijinkan pada tahun 1963 dan boosternya dimulai pada pertengahan tahun
1990-an. Vaksin MMR digunakan secara luas di seluruh dunia sejak diperkenalkan pada awal
1970-an. Vaksin MMR yang tersedia: MMR II dari Merck, Priorix dari GlaxoSmithKline,
Tresivac dari Serum Institute of India, Trimovax dari Sanofi Pasteur.
kondisi tubuh lemas, kehausan yang berlebihan, mual, jantung berdebar kencang ditandai
dengan tekanan darah yang tidak normal, kencing sedikit dan berwarna keruh, tenggorokan
kering, kekenyalan kulit berubah, dan mungkin adanya penurunan kesadaran. Itulah
beberapa tanda-tanda umum dehidrasi selain itu juga adanya penurunan berat badan.
Tingkat-tingkat Dehidrasi
Penurunan Berat Badan (BB) menjadi indikator penting untuk mengetahui tingkat dehidrasi
yang terjadi. Dehidrasi dibagi tiga tingkat yaitu dehidrasi ringan, sedang dan berat.
A. Dehidrasi ringan
Penurunan cairan tubuh Kurang 5 % BB. Gejala umum yang sering ditunjukkan yaitu haus,
bibir kering, dan lemas
B. Dehidrasi sedang
Penurunan cairan tubuh antara 5-10 % BB. Pada tingkat dehidrasi sedang penderita terlihat
haus, buang air kecil mulai berkurang. Mata terlihat agak cekung, kekenyalan kulit menurun,
dan bibir kering.
C. Dehidrasi berat
penurunan cairan tubuh antara 10-15 % BB. Gejala nya Selain gejala klinis yang terlihat pada
dehidrasi ringan dan sedang, pada keadaan ini juga terlihat napas yang cepat dan dalam,
kekenayalan kulit sangat menurun, kondisi tubuh sangat lemas, kesadaran menurun, nadi
cepat.
Salah satu faktor penting dalam terapi klinis dehidrasi yaitu menentukan tingkat dehidrasi
penderita. Dehidrasi ringan biasanya cukup dengan mengkomsumsi banyak cairan ditambah
dengan pemberian Cairan Rehidrasi oral (CRO) atau ORALIT. CRO diberikan sebanyak15-
20 ml/kgBB/jam. Untuk mengganti cairan yang hilang. Makanan tidak perlu dibatasi karena
pemberian makanan akan mempercepat penyembuhan
Sedangkan pada dehidrasi sedang dan dehidrasi berat penderita harus segera dibawa ke
Rumah Sakit untuk mendapat cairan rehidrasi melalui infus(intravena). Selain itu untuk
memudahkan pengobatan terhadap penyebab dehidrasi seperti diare, muntah-muntah dan
penyebab lainnya. Keadaan penderita harus sesering mungkin di evaluasi. Sekian
pembahasan tentangpengertian dehidrasi, gejala, penyebab dan cara penanganan
dehidrasisemoga bermanfaat.
MENIGITIS
Meningitis adalah radang pada selaput yang melingkupi otak (selaput otak
= meninge)dan korda spinalis (bagian dari sistem saraf pusat). Umumnya disebabkan
oleh virusatau bakteri. Mengetahui penyebabnya apakah virus atau bakteri sangat penting,
karena keparahan penyakit dan pengobatannya akan berbeda tergantung penyebabnya.
Meningitis akibat virus biasanya lebih ringan dan dapat hilang sendiri tanpa treatment
spesifik. Tetapi meningitis akibat bakteri umumnya sangat parah dan dapat menyebabkan
kerusakan otak, hilangnya pendengaran, dan gangguan belajar. Pada meningitis akibat
bakteri, sangat penting pula mengetahui macam bakteri penyebabnya, sehingga dapat
dipilihkan antibiotika yang sesuai.
Sebelum tahun 1990an, Haemophilus influenzae type b (Hib) merupakan bakteri penyebab
utama meningitis bakterial. Karena itu, pada anak-anak umumnya perlu diberikan vaksinasi
Hib. Adanya vaksinasi Hib ini sekarang telah banyak menurunkan jumlah kasus infeksi Hib
pada selaput otak. Dan sekarang, penyebab utama meningitis
adalah Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis. Selain itu, ada pula Listeria
monocytogenes (listeria), yang dapat ditemukan di banyak tempat, misalnya dalam debu dan
makanan yang terkontaminasi, seperti keju, hot dog dan daging sandwich yang mana bakteri
ini berasal dari hewan lokal (peliharaan).
Gejala meningitis awalnya agak sulit dibedakan dengan gejala flu, sehingga kadang orang
sering salah mengenali. Gejala umum meningitis pada mereka yang berusia di atas 2 tahun
adalah demam tinggi, sakit kepala, dan kekakuan leher. Gejala ini bisa berkembang dari
beberapa jam, atau mungkin sampai 1-2 hari. Gejala lain bisa berupamual, muntah,
tidak tahan dengan cahaya terang, bingung, dan mengantuk. Pada bayi yang baru lahir
atau anak-anak di bawah 2 tahun, gejala klasik seperti sakit kepala dan leher kaku seringkali
agak sulit terdeteksi, karena mereka belum bisa menyampaikan keluhannya. Bayi dengan
meningitis biasanya menunjukkan gejala lesu (kurang aktif), muntah, rewel, tidak mau
makan, dan tidak mau bangun dari tempat tidur. Dengan berjalannya waktu dan penyakit,
maka pada pasien meningitis ( di segala usia) akan timbul gejala berupa kejang-kejang.
Diagnosis dan pengobatan secara dini sangat penting. Untuk mendiagnosis adanya bakteri
penyebab meningitis, perlu dilakukan pengambilan sampel dari cairan spinaldengan cara
tertentu (spinal tap). Jika bakteri penyebab telah diketahui, maka dokter akan memilihkan
antibiotika yang paling sesuai untuk membunuh bakteri tersebut. Untuk pemeriksaan lebih
lanjut dapat pula dengan MRI (magnetic resonance imaging) untuk melihat keadaan otak
akibat infeksi tersebut, jika diperlukan.
Beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada kasus meningitis yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis antara
lainCephalosporin (ceftriaxone atau cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan
oleh bakteri Listeria monocytogenes akan diberikan Ampicillin,
Vancomycin danCarbapenem (meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone. Pengobatan
lainnya adalah untuk mengatasi gejala yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam
dengananalgesik-antipiretik, kejangnya dengan diazepam atau fenitoin, dan lain
sebagainya. Kadang-kadang dokter akan memberikan antibiotika walaupun belum dipastikan
penyebab meningitisnya, apakah karena virus atau bakteri, karena hasil kultur cairan
spinal mungkin tidak bisa diperoleh secara cepat, apalagi di RS yang fasilitasnya terbatas.
Ya, beberapa jenis bakteri meningitis dapat menular. Bakteri dapat menyebar dari satu orang
ke yang lain utamanya melalui kontak dengan cairan respirasi atau tenggorakan(ludah,
ingus, dahak, dll), misalnya dengan batuk-batuk, bersin, atau berciuman. Untungnya, tidak
ada bakteri meningitis yang dapat menular semudah penularan flu. Juga tidak mudah menular
hanya dengan sekedar berdekatan dengan pasien meningitis. Namun demikian, orang yang
merawat pasien meningitis dalam waktu lama dan sering ada kontak langsung dengan pasien,
apalagi jika ada kontak langsung dengan cairan dari mulut pasien, maka ada resiko untuk
terkena bakteri yang sama. Untuk itu, jika perlu bagi keluarganya diberikan vaksinasi.
Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan meningitis viral, antara lain enterovirus
(meliputi enteroviruses, coxsackieviruses, dan echoviruses), virus cacar, herpes virus
(spt Epstein-Barr virus, herpes simplex viruses, dan varicella-zoster virus) virus campak, dan
juga virus influenza. Namun untuk mengetahui apakah meningitis disebabkan oleh virus atau
bakteri, tetap harus dilakukan uji kultur yang berasal daricairan spinal pasien.
Pasien dengan meningitis viral umumnya tidak perlu pengobatan khusus, dan disarankan
untuk istirahat total (bed rest), minum banyak cairan, dan pengobatan untuk mengatasi gejala
saja, seperti analgesik antipiretik untuk mengilangkan rasa sakit (sakit kepala), dan
menurunkan demam.
Ya, virus-virus ini bisa menyebar dengan cara yang berbeda-beda. Enterovirus, yang
merupakan virus penyebab meningitis terbanyak, paling sering tersebar melalui tinja
penderita. Selain itu, virus ini dan virus lainnya seperti virus campak dan varicella-zoster juga
dapat menyebar melalui kontak langsung maupun taklangsung dengan cairan pernafasan (air
liur, ingus, dahak) dari pasien yang terinfeksi. Waktu yang dibutuhkan dari mulai terinfeksi
virus sampai muncul gejala umumnya sekitar 3-7 hari.
Beberapa cara di bawah ini dapat membantu menghindarkan dari infeksi virus:
1. Cuci tangan dengan baik dan sering, terutama mereka yang merawat atau berada
berdekatan dengan pasien meningitis
3. Tutupi mulut saat batuk, dengan tissue atau tangan. Jika menggunakan tissue, buang tisue
ke tempat sampah, Jika menggunakan tangan, segera cuci tangan.
4. Hindarkan mencium pasien, atau berbagi gelas minuman, atau hal-hal yang mungkin
menyebabkan penyebaran virus
5. Lakukan vaksinasi, ada beberapa vaksinasi yang tersedia yaitu: Haemophilus influenzae
type b (Hib), – Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), – Pneumococcal polysaccharide
vaccine (PPV), dan Meningococcal conjugate vaccine (MCV4)
CARA CPR
1. Cek Responsivitas/ kemampuan reaksi. Goyangkan atau tepuk anak dengan lembut.
Lihat apakah anak bergerak atau bersuara. Teriakkan, "Apakah kamu baik-baik saja?"
2. Jika tidak ada tanggapan, teriak minta bantuan. Kirim seseorang untuk
menghubungi 911 atau nomor darurat lokal dan mengambil defibrilator eksternal
otomatis (Automatic External Defibrillator, AED) jika tersedia. Jangan tinggalkan
anak sendirian untuk menghubungi 911 atau nomor darurat lokal dan mengambil
AED sampai anda telah melakukan CPR selama 2 menit.
3. Hati-hati menempatkan anak terutama masalah punggung mereka. Jika ada
kemungkinan anak mengalami cedera tulang belakang, dua orang harus memindahkan
anak untuk mencegah kepala dan leher memutar.
4.
5. Lakukan penekanan dada.
o Tempatkan telapak tangan (heel of hand) salah satu tangan di tulang dada -
tepat dibawah puting susu. Pastikan telapak tangan (heel of hand) tidak berada
di ujung tulang dada.
o Letakkan tangan yang lainnya di dahi anak, menjaga kepala bergerak
kebelakang.
o Tekan ke bawah di dada anak sehingga dada anak terkompres kebawah sekitar
1/3 - 1/2 kedalaman dada.
o Berikan 30 kompres dada. Setiap kali, biarkan dada meningkat sepenuhnya.
Kompresi ini harus CEPAT dan keras tanpa henti. Hitung kompresi dengan
cepat :
"1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,
25, 26, 27, 28, 29, 30, selesai.
6.
7. Buka jalan pernapasan. Angkat dagu dengan satu tangan. Pada saat yang sama,
tekan dengan lembut dahi anak dengan tangan yang lainnya.
8. Melihat, mendengar, rasakan napas anak. Tempatkan telinga anda dekat dengan
mulut dan hidung anak. Perhatikan gerakan dada. Rasakan napas di pipi anda.
9. Jika anak tidak bernapas:
o Tutup mulut anak erat dengan mulut anda
o Jepit dan tutup hidung anak
o Biarkan dagu diangkat dan dahi di tahan dengan tangan lainnya
o Berikan dua napas. Setiap napas harus memakan waktu sekitar 1 detik dan
buat dada mengembang.
10. Lanjutkan CPR (30 kompresi dada diikuti oleh 2 napas, kemudian ulangi) selama
sekitar 2 menit.
11. Setelah sekitar 2 menit melakukan CPR, jika anak masih tidak bernapas dengan
normal, batuk, atau gerakan apapun, tinggalkan anak jika kamu sendiri dan hubungi
911 atau nomor lokal darurat anda (ambulan). Jika AED untuk anak-anak tersedia,
gunakan sekarang.
12. Ulangi pernapasan buatan dan penekanan dada sampai anak sadar atau bantuan tiba.
Jika anak mulai bernapas lagi, tempatkan mereka dalam posisi pemulihan. Secara berkala
periksa ulang napas anak sampai bantuan tiba
DM PERBEDAAN
"Membandingkan tipe 1 dan tipe 2 seperti membandingkan apel dengan traktor," kata
GaryScheiner, CDE, seorang edukator diabetesdan penulis Think Like a Pancreas.
"Satu-satunya kesamaan yang mereka miliki adalah keduanya melibatkan ketidakmampuan
untuk mengontrol kadar gula darah," ujarnya. Berikut ini adalah 5 perbedaan penting dari tipe
penyakit ini:
Jika langkah-langkah ini tidak bekerja dan penyakit semakin memburuk, Anda mungkin
harus beralih menggunakan suntikan insulin.
4. Makan makanan manis mungkin akan lebih berisiko jika Andadiabetes tipe 2.
Terkejut? Meskipun tidak mudah bagi seseorang untuk menghindari permen, "orang dengan
tipe 1 dapat makan apa saja yang mereka inginkan, jika sesuai dengan dosis insulinnya," kata
Scheiner.
Jadi jika Anda berencana untuk pergi ke pesta ulang tahun, Anda hanya harus mengonsumsi
insulin lebih banyak untuk melawan serangan gula dari kue.
Jika Anda menderita diabetes tipe 2, Anda mungkin harus lebih sedikit hati-hati terhadap
makanan. Kebanyakan orang dengan tipe 2 tidak mengonsumsi insulin dan artinya tubuh
tidak bisa mengatasi dengan mudah apa yang Anda makan.
diabetes tipe 2 juga berkaitan erat dengan obesitas dan konsumsi banyak makanan manis
dapat dengan mudah menyebabkan kenaikan berat badan.
NILAI APGAR
Skor Apgar atau nilai Apgar (bahasa Inggris: Apgar score) adalah sebuah metode yang
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode
sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah
kelahiran. Apgar yang berprofesi sebagai ahli anestesiologi mengembangkan metode skor ini
untuk mengetahui dengan pasti bagaimana pengaruh anestesi obstetrik terhadap bayi.
Appearance (warna kulit)
0 — Seluruh tubuh bayi berwarna kebiru-biruan atau pucat
1 — Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan
2 — Warna kulit seluruh tubuh normal
Pulse (denyut jantung)
0 — Denyut jantung tidak ada
1 — Denyut jantung kurang dari 100 kali per menit
2 — Denyut jantung lebih atau diatas 100 kali per menti
Grimace (respon refleks)
0 — Tidak ada respon terhadap stimulasi
1 — Wajah meringis saat distimulasi
2 — Meringis, menarik, batuk, atau bersin saat stimulasi
Activity (tonus otot)
0 — Lemah, tidak ada gerakan
1 — Lengan dan kaki dalam posisi fleksi dengan sedikit gerakan
2 — Bergerak aktif dan spontan
Respiration (pernapasan)
0 — Tidak bernapas
1 — Menangis lemah, terdengar seperti merintih, pernapasan lambat dan tidak teratur
2 — Menangis kuat, pernapasan baik dan teratur
Kelima hal diatas dinilai kemudian dijumlahkan. Jika jumlah skor berkisar di 7 – 10 pada
menit pertama, bayi dianggap normal. Jika jumlah skor berkisar 4 – 6 pada menit pertama,
bayi memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan
napas dengan suction, atau pemberian oksigen untuk membantunya bernapas. Biasanya jika
tindakan ini berhasil, keadaan bayi akan membaik (KidsHealth,2004)
HISPRUNG
Ada beberapa pengertian mengenai Hisprung ( Mega Colon ), namun pada intinya sama
yaitu, penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak
mampunya spinkter rectum berelaksasi. Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang
tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak
adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya
evakuasi usus spontan (Betz,Cecily&Sowden:2000)
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase
usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir
£3Kg, lebih banyak laki – laki dari pada perempuan. ( Arief Mansjoeer,2000)
Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya
dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.
Post Operatif
1. Ganggau rasa nyaman :Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
berhungungan dengan luka post op
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post op
3. Resiko komplikasi pascapembedahan
D. Perencanaan Keperawatan pada Askep Hisprung
Pre Operatif
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya
daya dorong.