Anda di halaman 1dari 47

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa nifas merupakan masa yang dimulai dari beberapa jam setelah

plasenta lahir sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ

reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan

sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi (Maritalia,

2012). Proses involusi ditandai dengan penurunan tinggi fundus uteri (TFU)

yang berlangsung selama 6 minggu. Pada hari pertama TFU berada diatas

symphisis pubis atau sekitar 12 cm. Proses ini terus berlangsung dengan

penurunan TFU 1 cm setiap harinya. Untuk mengembalikan organ reproduksi

kembali seperti keadaan sebelum hamil, terutama penurunan TFU

memerlukan perawatan nifas yang efektif dan optimal diantaranya dengan

melakukan Inisiasi Menyusui Dini dan melakukan mobilisasi dini (Bahiyatun,

2009).

Inisiasi menyusu dini adalah proses alami untuk menyusu, yaitu dengan

memberi kesempatan pada bayi untuk mencari dan mengisap ASI sendiri,

dalam satu jam pertama pada awal kehidupannya bayi. Inisiasi menyusu dini

atau IMD merupakan program yang sedang gencar dianjurkan Pemerintah

Indonesia. World Health Organication (WHO) dan United Of Children Emage

Fund (UNICEF) telah merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai

tindakan penyelamatan kehidupan, karena inisiasi menyusu dini dapat

1
2

menyelamatkan 22% nyawa bayi sebelum usia 28 hari. Untuk itu diharapkan

semua tenaga kesehatan di semua tingkatan pelayanan kesehatan, baik swasta

maupun masyarakat dapat mengsosialisasikan dan melaksanakan suksesnya

program tersebut (Depkes RI, 2012).

Mobilisasi dini merupakan aktivitas yang dilakukan segera setelah

beristirahat beberapa jam dengan beranjak dari tempat tidur ibu (Manuaba,

2009). Waktu pelaksanaan mobilisasi dini tergantung pada keadaan normal,

setelah beberapa jam istirahat boleh melaksanakan mobilisasi dini dengan

gerakan ringan.Keuntungan dengan dilakukannya mobilisasi dini dapat

mencegah terjadinya sumbatan pada aliran darah, melancarkan pengeluaran

lokhea sehingga dapat mempercepat involusi uteri (Dewi dan Sunarsih, 2011).

Namun, mobilisasi yang terlambat dilakukan akan berpengaruh terhadap

proses involusi, sehingga proses involusi tidak berjalan dengan baik, maka

akan menimbulkan suatu keadaan yang disebut subinvolusi yang akan

menyebabkan perdarahan (Prawirohardjo, 2008).

Pada masa pasca persalinan dapat terjadi masalah seperti perdarahan,

menurut WHO penyebab utama dari 150.000 kematian ibu setiap tahun di

dunia adalah perdarahan pasca persalinan dan hampir 4 dari 5 kematian karena

perdarahan pasca persalinan terjadi dalam waktu 4 jam setelah persalinan

(Sarwono, 2009).

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2012, AKI (yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar

359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih cukup tinggi jika
3

dibandingkan dengan negara–negara tetangga di Kawasan ASEAN. Pada

tahun 2010, ketika AKI di Indonesia mencapai 228, AKI di Singapura hanya 6

per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup, Filipina

112 per 100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia dan Vietnam sama-sama

mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2014).

Berdasarkan direktorat kesehatan ibu bahwa penyebab terbesar

kematian ibu pada tahun 2016 yaitu perdarahan 30,3%, hipertensi 27,1%,

infeksi 7,3%, partus lama 1,8%, abortus 0,0%, lain-lain (penyakit kanker,

ginjal, jantung, TBC, atau penyakit lain yang di derita ibu) 40,8% (Kemenkes

RI, 2017).

Jumlah Kematian Ibu di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2016

adalah 168.8/100.000 kelahiran hidup. Angka ini menurun jika dibandingkan

dengan angka kematian ibu di tahun 2015 yang mencapai 191/ 100.000

kelahiran hidup (Dinkes Sultra, 2016).

Data Kabupaten Konawe, Jumlah persalinan pada tahun 2017 adalah

sebanyak 4462 persalinan atau 72,8% dari sasaran ibu hamil dan kesemuanya

merupakan persalinan normal (Dinkes Konawe, 2017).

Data yang diperoleh dari BLUD Rumah Sakit Konawe, jumlah

persalinan pada tahun 2016 sebanyak 268 orang. Pada tahun 2017 jumlah

persalinan mencapai 230 orang dan pada tahun 2018 persalinan mencapai 302

orang persalinan kesemuanya merupakan persalinan normal dan yang berhasil

melakukan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) hanya sebanyak 102 persalinan.


4

Tentunya ini merupakan permasalahan yang harus segera mendapat perhatian.

(Profil BLUD RS. Konawe, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian Esyuananik, Anis Nur Laili menunjukkan

bahwa 13 (100%) ibu post partum melakukan mobilisasi dini dengan baik.

Dan terdapat 12 (92,31) ibu post partum proses involusinya berjalan dengan

normal. Hal ini disebabkan karena mobilisasi dini memperlancar pengeluaran

lokhea sehingga mempercepat involusi uterus dan tidak menyebabkan

perdarahan yang abnormal. Apabila ibu melakukan mobilisasi dini dengan

baik, maka akan berpengaruh terhadap percepatan proses involusi dan tidak

akan menyebabkan terjadinya sub involusi pada ibu post partum (Dikutip dari

jurnal penelitian Esyuananik, Anis Nur Laili dengan judul “Peranan

Mobilisasi Dini Terhadap Proses Involusi Pada Ibu Post Partum”, 2015).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan tindakan yang akan dituangkan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah

dengan judul “Hubungan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan Mobilisasi

Dini dengan Percepatan Penurunan Involusio Uteri pada Ibu Post

Partum di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2019”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah Bagaimanakah Hubungan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)

dan Mobilisasi Dini dengan Percepatan Penurunan Involusio Uteri pada Ibu

Post Partum di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2019?.


5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan

Mobilisasi Dini dengan Percepatan Penurunan Involusio Uteri pada Ibu

Post Partum di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui Hubungan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dengan

Percepatan Penurunan Involusio Uteri pada Ibu Post Partum di BLUD

Rumah Sakit Konawe Tahun 2019.

b. Mengetahui Hubungan Mobilisasi Dini dengan Percepatan Penurunan

Involusio Uteri pada Ibu Post Partum di BLUD Rumah Sakit Konawe

Tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

1. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang endokrinologi,

khususnya tentang Hubungan Inisiasi Menyusui Dini dan Mobilisasi Dini

dengan Percepatan Penurunan Involusio Uteri.

2. Sebagai sumber informasi kesehatan Ibu Post Partum bagi masyarakat

tentang sejauh mana Inisiasi Menyusui Dini dan Mobeilisasi Dini dapat

mempengaruhi Percepatan Penurunan Involusio Uteri pada Ibu Post

Partum.

3. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya peran penelitian

IMD dan Mobilisasi Dini dalam menentukan derajat kesehatan Ibu Post

Partum di Indonesia.
6

4. Bagi penelitian lebih lanjut sebagai masukan kepada pihak yang

memerlukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.


7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Post Partum (Nifas)

1. Pengertian Post Partum (Nifas)

Masa nifas (post partum/puerperium) berasal dari bahasa Latin, yaitu

dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan

(Wulanda, 2011).

Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari

persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum

hamil. Lama nifas yaitu 6-8 minggu (Wulanda, 2011).

Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8

minggu setelah persalinan. Proses ini mulai setelah selesainya persalinan

dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti sebelum

hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan

psikologi karena proses persalinan (Wulanda, 2011).

Periode masa nifas dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :

a. Periode Immediate Postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa

ini sering terdapat banyak masalah seperti perdarahan.

b. Periode Early Postpartum (24 jam – 1 minggu)

Masa dimana involusi uterus harus dipastikan dalam keadaan normal,

tidak ada perdarahan, lokea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu

7
8

cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui

dengan baik.

c. Periode Late Postpartum (1-5 minggu)

Masa dimana perawatan dan pemeriksaan kondisi sehari-hari, serta

konseling KB.

(Wulanda, 2011).

2. Tahapan Masa Nifas

a. Puerperium dini

Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan

lamanya bisa sampai 40 hari.

b. Puerperium Intermedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia, lamanya 6-8 minggu.

c. Remote Puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila

selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi lamanya

bisa berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

(Rahayu dkk, 2012).

3. Tujuan Asuhan Masa Nifas

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikis.

b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
9

c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri,

nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada

bayi dan perawatan bayi sehat.

d. Memberikan pelayanan keluarga berencana.

(Rahayu dkk, 2012).

4. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Menurut Rahayu dkk 2012 pada masa nifas terjadi perubahan

fisiologi, yaitu :

a. Perubahan Fisik

1) Rasa kram dan mulas dibagian perut akibat penciutan rahim

(involusi).

2) Keluarnya sisa- sisa darah dari vagina (lochea).

3) Kelelahan karena proses melahirkan.

4) Pembentukan ASI sehingga payudara membesar.

5) Kesulitan buang air besar (BAB) dan BAK.

6) Gangguan otot (betis, dada, perut, panggul, dan bokong).

7) Perlukaan jalan lahir (lecet atau jahitan).

(Walyani, 2015)

b. Involusi Uteri dan Pengeluaran lochea

Involusi/ pengerutan uterus yaitu uterus kembali ke kondisi semula

seperti sebelum hamil dengan berat uterus 60 gram (Rahayu dkk,

2012).
10

Pengeluaran lochea terdiri dari :

1) Lochea rubra : hari ke 1-2 terdiri dari darah segar bercampur sisa

air ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa vernix kaseosa, lanugo, dan

mekonium.

2) Lochea sanguinolenta : hari ke 3-7, terdiri dari : darah bercampur

lendir, warna kecoklatan.

3) Lochea serosa : hari ke 7-14, berwarna kekuningan

4) Lochea alba : hari ke14 sampai selesai nifas, hanya merupakan

cairan putih lochea yang berbau busuk dan terinfeksi disebut

lochea purulent.

(Walyani, 2015)

c. Laktasi atau Pengeluaran ASI

Segera sesudah kelahiran bayi diletakkan di atas payudara ibu untuk

dilakukan inisiasi menyusui dini (IMD) untuk merangsang timbulnya

laktasi, kecuali ada kontraindikasi untuk menyusui bayinya, misalnya :

ibu menderita thypus abdominalis, tuberkulosis aktif, thyrotoxicosis,

DM berat, psikos atau putting susu tertarik kedalam, laprae (Rahayu

dkk, 2012).

d. Perubahan sistim tubuh lainnya

Sistem reproduksi, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem

muskuloskeletal, endokrin, sistem cardovaskuler, perubahan

hematologi (Rahayu dkk, 2012).


11

e. Perubahan Psikis

1) Perasaan ibu berfokus pada dirinya, berlangsung setelah

melahirkan sampai hari ke-2 (fase taking in)

2) Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi, muncul

perasaan sedih (baby blues) disebut fase taking hold (hari ke-10)

3) Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayi disebut fase

letting go (hari ke-10 akhir masa nifas)

(Walyani, 2015)

B. Tinjauan Tentang Involusi Uteri

1. Pengertian Involusi Uteri

Involusi uteri merupakan pengecilan yang normal dari suatu organ

setelah organ tersebut memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus

setelah melahirkan. Involusi uteri adalah mengecilkan kembali rahim

setelah persalinan kembali ke bentuk asal (Walyani, 2015)

Involusi/ pengerutan uterus yaitu uterus kembali ke kondisi semula

seperti sebelum hamil dengan berat uterus 60 gram (Rahayu dkk, 2012).

2. Proses Involusi Uterus

Proses involusi ditandai dengan penurunan tinggi fundus uteri (TFU)

yang berlangsung selama 6 minggu. Pada hari pertama TFU berada diatas

symphisis pubis atau sekitar 12 cm. Proses ini terus berlangsung dengan

penurunan TFU 1 cm setiap harinya (Bahiyatun, 2009).

Menurut Rahayu dkk proses involusi uterus adalah :


12

a. Autolysis

Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot

uteri. Enzim Preteolitik akan memendekkan dan mengecilkan jaringan

oto yang telah sempat mengendur 10 kali panjangnya dari semula dan

5 kali lebar dari semula selama kehamilan, jadi bukan sel ototnya yang

berkurang tetapi sel tersebut mengalami proses pengecilan.

b. Terdapat polymorph phagolitik dan macrophages di dalam sistem

vaskuler dan sistem limphatik.

c. Efek oksitosin (cara bekerjanya oksitosin)

Penyebab kontraksi dan retraksi otot rahim sehingga akan mengompres

pembuluh darah yang menyebabkan akan mengurangi suplai darah ke

uterus. Proses ini akan mengakibatkan ukuran rahim semakin

berkurang.

(Rahayu dkk, 2012).

3. Proses Involusi Uteri

Table 1. Proses Involusi Uteri

Diameter
Involusi Uteri Palpasi serviks Berat uterus
Uterus
Pada akhir
12,5 cm Lembut/lunak 1000 gram
persalinan
Pada akhir minggu
7,5 m 2 cm 500 gram
ke-1
Pada akhir minggu
5,0 cm 1 cm 350 gram
ke-2
Pada akhir minggu
2,5 cm Menyempit 60 gram
ke-6
13

4. Tinggi Fundus Uteri dan Involusi Uterus

Tabel 2. Tinggi Fundus Uteri Dan Involusi Uterus

Involusi Tinggi Fundus Berat Uterus


Sepusat
Plasenta lahir 1000 gram
Pertengahan pusat-
7 hari (1 minggu) 500 gram
simpisis
14 hari (2 minggu) 350 gram
Tak teraba
42 hari (6 minggu) 50 gram
Sebesar hamil 2 minggu
56 hari (8 minggu) 30 gram
Normal

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Involusi

Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, factor yang

mempengaruhi involusi uterus antara lain :

a. Mobilisasi dini

Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari otot-otot

setelah anak lahir, yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah

yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk

mengeluarkan isi uterus yang tidak diperlukan, dengan adanya

kontraksi dan retraksi yang terus menerus ini menyebabkan

terganggunya peredaran darah dalam uterus yang mengakibatkan

jaringan otot kekurangan zat-zat yang diperlukan, sehingga ukuran

jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil.

b. Status gizi

Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai

dengan jenis kelamin dan usia. Status gizi yang kurang pada ibu

postpartum maka ketahanan pada dasar ligamentum latum yang terdiri

dari infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan pertahanan


14

terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk menghilangkan

jaringan nefrotik, pada ibu postpartum dengan status yang baik akan

mampu menghindari serangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi

dalam masa nifas dan mempercepat proses involusi uterus.

c. Menyusui

Pada proses menyusui ada reflex let down dari hisapan bayi

merangsang hipofise posterior mengeluarkan hormone oksitosin yang

oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan membantu uterus

berkontraksi sehingga involusi uterus terjadi.

d. Usia

Pada usia yang lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan,

dimana proses penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan

elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak, protein, serta

karbohidrat. Bila kasus ini dihubungkan dengan penurunan protein

pada proses penuaan, maka hal ini akan menghambat involusi uterus.

e. Paritas

Paritas memengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering

teregang memerlukan waktu yang lama.

(Walyani, 2015).

6. Subinvolusi

Subinvolusi adalah kegagalan perubahan fisiologi pada sistem

reproduksi pada masa nifas yang terjadi pada setiap organ dan saluran

yang reproduktif (Walyani, 2015).


15

Subinvolusi uterus adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola

normal involusi/proses involusi rahim tidak berjalan sebagai semestinya

sehingga proses pengecilan uterus terhambat. Subinvolusi merupakan

istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan kemunduran yang terjadi

pada setiap organ dan saluran reproduktif kadang lebih banyak mengarah

secara spesifik pada kemunduran uterus yang mengarah keukurannya

(Walyani, 2015).

Tanda dan gejala :

a. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen / pelvis dari yang

seharusnya atau penurunan fundus uteri lambat.

b. Konsistensi uterus lembek.

c. Pengeluaran lochea sering kali gagal berubah.

d. Terdapat bekuan darah.

e. Lochea berbau menyengat.

f. Uterus tidak berkontraksi.

(Walyani, 2015).

C. Tinjauan Tentang Inisiasi Menyusu Dini

IMD adalah proses membiarkan bayi dengan nalurinya sendiri menyusu

dalam ½ jam sampai 1 jam pertama setelah lahir, bersamaan dengan kontak

kulit (skin to skin contact) antara kulit ibu dengan kulit bayinya (Depkes RI,

2012).

Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan Word Health Organization

(WHO) dan United Of Children Emage Fund (UNICEF) yang


16

merekomendasikan inisiasi menyusu dini sebagai tindakan penyelamatan

kehidupan, karena inisiasi menyusu dini dapat menyelamatkan 22% dari bayi

yang meninggal sebelum usia 1 bulan. Menyusu pada 1 jam pertama

kehidupan yang diawali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan

secara global. Ini merupakan hal baru di Indonesia, dan merupakan program

pemerintah, sehingga diharapkan semua tenaga kesehatan di semua tingkatan

pelayanan kesehatan, baik swasta maupun masyarakat dapat mensosialisasikan

dan melaksanakan program tersebut, sehingga diharapkan akan tercapai

sumber daya Indonesia yang berkualitas (Depkes RI, 2012).

IMD menjadi begitu penting untuk dilakukan karena sejak tahun 2008

dalam Asuhan Persalinan Normal (APN), IMD tersebut merupakan langkah

terakhir yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan yang membantu

persalinan (Depkes RI, 2012).

1. Tahapan yang Dilakukan Bayi dalam IMD

Dikutip dari Roesli (2011), tahapan yang biasanya dilakukan bayi

pada saat Inisiasi menyusu dini adalah :

a. Istirahat sebentar dalam keadaan siaga untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungannya.

b. Memasukkan tangan ke mulut

c. Menghisap tangan dan mengeluarkan suara

d. Bergerak ke arah payudara dengan aerola sebagai sasaran.

e. Menyentuh puting susu dengan tangannya.

f. Menemukan puting susu.


17

g. Melekat pada puting susu.

h. Menyusu untuk pertama kalinya.

2. Manfaat IMD

Menurut Roesli (2010) ada beberapa manfaat yang bisa didapat

dengan melakukan Inisiasi Menyusui Dini adalah :

a. Menurunkan risiko kedinginan (hypothermia).

Bayi yang diletakkan segera di dada ibunya setelah melahirkan

akan mendapatkan kehangatan sehingga dapat menurunkan resiko

hypothermia sehingga angka kematian karena hypothermia dapat

ditekan.

b. Membuat pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil.

Ketika berada di dada ibunya bayi merasa dilindungi dan kuat

secara psikis sehingga akan lebih tenang dan mengurangi stres

sehingga pernafasan dan detak jantungnya akan lebih stabil.

c. Bayi akan memiliki kemampuan melawan bakteri.

IMD memungkinkan bayi akan kontak lebih dahulu dengan

bakteri ibu yang tidak berbahaya atau ada antinya di ASI ibu, sehingga

bakteri tersebut membuat koloni di usus dan kulit bayi yang akan dapat

menyaingi bakteri yang lebih ganas di lingkungan luar.

d. Bayi mendapat kolostrum dengan konsentrasi protein dan

immunoglobulin paling tinggi.

IMD akan merangsang pengeluaran oksitosin sehingga

pengeluaran ASI dapat terjadi pada hari pertama kelahiran. ASI yang
18

keluar pada hari pertama kelahiran mengandung kolostrum yang

memiliki protein dan immunoglobulin dengan konsentrasi paling

tinggi. Kolostrum sangat bermanfaat bagi bayi karena kaya akan

antibodi dan zat penting untuk pertumbuhan usus dan ketahanan

terhadap infeksi yang sangat dibutuhkan bayi demi kelangsungan

hidupnya.

e. Mendukung keberhasilan ASI Eksklusif

Bayi yang diberikan kesempatan menyusu dini akan

mempunyai kesempatan lebih berhasil menyusu Eksklusif dan

mempertahankan menyusu dari pada yang menunda menyusu dini.

f. Membantu pengeluaran plasenta dan mencegah pendarahan

Sentuhan, kuluman dan jilatan bayi pada puting susu ibu akan

merangsang sekresi hormon oksitosin yang penting untuk

menyebabkan rahim kontraksi yang membantu pengeluaran plasenta

dan mengurangi pendarahan sehingga mencegah anemia, merangsang

hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks dan mencintai

bayinya serta merangsang pengaliran ASI dari payudara.

g. Membantu bayi agar memiliki keahlian makan di waktu selanjutnya

h. Ibu dan ayah akan sangat bahagia bertemu dengan bayinya pertama

kali di dada ibunya.

3. Penghambat Inisiasi Menyusu Dini

Berikut ini beberapa pendapat yang menghambat terjadinya kontak

dini kulit ibu dengan kulit bayi menurut Roesli (2011), yaitu :
19

a. Bayi kedinginan

Suhu dada ibu yng melahirkan menjadi 1°C lebih panas

daripada suhu dada ibu yang tidak melahirkan. Jika bayi yang

diletakkan di dada ibu ini kepanasan, suhu dada ibu akan turun 1°C.

Jika bayi kedinginan suhu dada ibu akan meningkat 2°C untuk

menghangatkan bayi.

b. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya

Seorang ibu jarang terlalu lelah untuk memeluk bayinya segera

setelah lahir. Keluarnya oksitosin saat kontak kulit ke kulit serta saat

bayi menyusu dini membantu menenangkan ibu.

c. Tenaga Kesehatan kurang tersedia

Saat bayi di dada ibu, penolong persalinan dapat menjalankan

tugas. Bayi dapat menemukan sendiri payudara ibu. Lihat ayah atau

keluarganya terdekat untuk menjaga bayi sambil memberikan

dukungan pada Ibu.

d. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk

Dengan bayi diatas ibu, ibu dapat dipindahkan keruang pulih

atau kamar perawatan. Beri kesempatan pada bayi untuk meneruskan

usahanya mencapai payudara dan menyusu dini.

e. Ibu harus dijahit

Kegiatan merangkak mencari payudara terjadi diarea payudara

yang dijahit adalah bagian bawah tubuh ibu.


20

f. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore

(gonorhea) harus segera diberikan setelah lahir

g. Bayi harus segera dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur

Menunda memandikan bayi berarti menghindarkan hilangnya

panas badan bayi. Selain itu, kesempatan vernix (zat lemak putih yang

melekat pada bayi) meresap, melunakkan dan melindungi kulit bayi

lebih besar. Bayi dapat dikeringkan segera setelah lahir. Penimbangan

dan pengukuran dapat ditunda sampai menyusu dini selesai.

h. Bayi kurang siaga

Pada 1-2 jam pertama kelahirannya, bayi sangat siaga (alert).

Setelah itu, bayi tidur dalam waktu yang lama. Jika bayi mengantuk

akibat obat yang diasup ibu, kontak kulit akan lebih penting lagi

karena bayi memerlukan bantuan lebih untuk bonding (Ikatan Kasih

Sayang).

i. Kolostrum tidak keluar atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga

diperlukan cairan lain (cairan prelaktal)

Kolostrum cukup dijadikan makanan pertama bayi baru lahir.

Bayi dilahirkan dengan membawa bekal air dan gula yang dapat

dipakai pada saat itu.

j. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya bagi bayi.

Kolostrum sangat diperlukan untuk tumbuh kembang bayi.

Selain sebagai imunisasi pertama dan mengurangi kuning pada bayi


21

baru lahir, kolostrum melindungi dan mematangkan dinding usus yang

masih muda.

4. Langkah-langkah Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini

Menurut Roesli (2011) langkah-langkah dalam melakukan Inisiasi

Menyusu Dini (IMD), yaitu:

a. Menganjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat persalinan.

b. Menyarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi.

c. Mempersilahkan ibu untuk menentukan cara melahirkan yang

diinginkannya, misalkan melahirkan normal, di dalam air, atau dengan

jongkok.

d. Mengeringkan seluruh badan dan kepala bayi sebaiknya dikeringkan

secepatnya, kecuali kedua tangannya.

e. Menengkurapkan bayi di dada atau di atas perut ibu, dan biarkan bayi

melekat dengan kulit ibu. Posisi kontak kulit dengan kulit

dipertahankan minimal satu jam setelah menyusu awal selesai dan

keduanya diselimuti.

f. Membiarkan bayi sendiri mencari puting susu ibu, ibu dapat saja

merangsang bayi dengan sentuhan lembut, tetapi tidak memaksakan

bayi ke puting susu.

g. Memberikan dukungan pada ayah agar membantu ibu untuk mengenali

tanda-tanda atau prilaku bayi sebelum menyusu.

h. Menganjurkan untuk memberikan kesempatan kontak kulit dengan

kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi

Caesar.
22

i. Memisahkan bayi dari ibu untuk ditimbang, diukur, dan dicap setelah

satu jam atau menyusu awal selesai.

j. Merawat gabung, ibu dan bayi dalam satu kamar.

Menurut Roesli (2011), dalam Inisiasi Menyusu Dini melalui 5

(lima) tahapan prilaku sebelum bayi menyusu, yakni :

a. Dalam 30 menit pertama, stadium istirahat / diam dalam keadaan

siaga. Bayi diam tidak bergerak, sesekali matanya terbuka lebar

melihat ibunya. Masa tenang yang istimewa ini merupakan

penyesuaian peralihan dari keadaan dalam kandungan ke luar

kandungan.

b. Antara 30-40 menit, mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti mau

minum, mencium, menjilat tangan. Bayi mencium dan merasakan air

ketuban yang ada ditangannya. Bau dan rasa ini akan membimbing

bayi untuk menemukan payudara dan puting susu ibu.

c. Mengeluarkan air liur, saat menyadari ada makanan disekitarnya bayi

mulai mengeluarkan air liurnya.

d. Bayi mulai bergerak kearah payudara. Areola (kalang payudara)

sebagai sasaran, dengan kaki menekan perut ibu. Ia menjilat-jilat kulit

ibu, menoleh ke kanan dan ke kiri, serta menyentuh dan meremas

daerah puting susu dan sekitarnya dengan tangan yang mungil.

e. Menemukan, menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar, dan

melekat dengan baik.


23

5. Mekanisme Menyusui

Ada tiga refleks yang berhubungan dengan mekanisme menyusu

yaitu :

a. Refleks mencari (Rooting Reflex)

Bayi yang pipi atau daerah sekeliling mulutnya menempel pada

payudara ibu akan mendapat rangsangan sehingga menimbulkan

refleks untuk mencari (rooting reflex). Refleks tersebut akan

memungkinkan bayi memutar kepalanya menuju puting susu diikuti

dengan membuka mulut kemudian puting susu akan ditarik masuk ke

dalam mulut.

b. Refleks menghisap (Suckling Reflex)

Bila langit-langit mulut bayi mulai tersentuh, maka refleks

menghisap akan terjadi.

c. Refleks menelan (Swallowing Reflex)

Air susu yang keluar dari puting susu akan dihisap dengan

gerakan menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi, sehingga

pengeluaran air susu akan bertambah. Air susu tersebut selanjutnya

akan ditelan masuk ke lambung karena adanya refleks menelan.

6. Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan ASI

Menurut peraturan Menteri Negara pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungaan Anak No 03 tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh

Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui adalah:


24

a. Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK) mempunyai kebijakan Peningkatan

Pemberian ASI (PP-ASI) tertulis yang secara rutin dikomunikasikan

kepada semua petugas.

b. Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal pengetahuan dan

keterampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut.

c. Menjelaskan kepada semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan

penatalaksanaannya dimulai sejak masa kehamilan, masa bayi lahir

sampai umur 2 (dua) tahun termasuk cara mengatasi kesulitan

menyusui.

d. Membantu ibu mulai menyusui bayinya dalam 30 menit setelah

melahirkan, yang dilakukan di ruang bersalin. Apabila ibu mendapat

operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar.

e. Membantu ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara

mempertahankan menyusui meski ibu dipisah dari bayi atas indikasi

medis.

f. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI kepada

bayi baru lahir.

g. Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi

24 jam sehari.

h. Membantu ibu menyusui semau bayi, tanpa pembatasan terhadap lama

dan frekuensi menyusui.

i. Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi ASI.
25

j. Mengupayakan terbentuknya kelompok ASI dan rujuk ibu kepada

kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit bersalin/sarana

pelayanan kesehatan.

7. Peran IMD terhadap Keberhasilan ASI Eksklusif

ASI merupakan makanan paling cocok bagi bayi untuk memenuhi

kebutuhan gizi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan

penyakit. Untuk bayi hingga usia 6 (enam bulan), ASI sudah mencukupi

kebutuhan karbohydrat, lemak, protein, vitamin dan antibody yang tidak

dimiliki susu formula merk apapun (Depkes RI, 2012).

ASI dapat mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik,

psikologi, sosial, maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon,

unsur kekebalan faktor pertumbuhan, antialergi, serta anti inflamasi.

Nutrisi dari ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan. Unsur ini

mencakup hydrat arang, lemak, protein, vitamin, dan mineral dalam

jumlah yang proporsional (Depkes RI, 2011).

Inisiasi menyusu dini dalam menit pertama sampai satu jam

pertama kehidupannya yang dimulai dengan kontak kulit, akan membantu

ibu dan bayi dalam proses menyusui secara optimal. Inisiasi menyusu dini

dapat meningkatkan peluang ibu untuk memantapkan dan melanjutkan

kegiatan menyusu secara eksklusif 2-8 kali lebih besar. Sedangkan

menunda permulaan menyusu lebih dari satu jam menyebabkan kesukaran

menyusu. Di samping itu ASI yang keluar dalam 24-48 jam pertama

mengandung kolostrum yang kaya akan sel aktif imunitas, antibody dan
26

protein protektif lain untuk kekebalan tubuh. Karena itu WHO

merekomendasikan semua bayi perlu mendapat kolostrum dan diberi ASI

eksklusif selama enam bulan untuk menjamin kecukupan zat gizi ( Roesli,

2010).

Kolostrum merupakan makanan terbaik untuk bayi. Kolostrum

merupakan cairan kental berwarna kekuning-kuningan yang dihasilkan

oleh alveoli payudara ibu pada trimester ketiga kehamilan. Kolostrum

dikeluarkan pada hari pertama setelah persalinan, jumlah kolostrum akan

bertambah dan mencapai komposisi ASI biasa/matur sekitar 3-14 hari.

Dibandingkan ASI matur, kolostrum mengandung laktosa, lemak dan

vitamin yang larut dalam air lebih rendah, tetapi memiliki kandungan

protein, mineral dan vitamin larut yang dalam lemak dan beberapa mineral

yang lebih tinggi.

Kolostrum juga merupakan pencahar yang berguna untuk

mengeluarkan mekonium dari usus bayi dan mempersiapkan saluran

pencernaan bayi bagi makanan yang akan datang. ASI eksklusif adalah

pemberian ASI tanpa makanan tambahan lain pada bayi berumur nol

sampai enam bulan (6x30 hari). Hanya ASI satu-satunya makanan dan

minuman yang diperlukan seorang bayi dalam masa enam bulan pertama,

tidak makanan atau minuman lain termasuk air putih, yang diperlukan

pada masa periode ini (Depkes RI, 2011).

Pemberian cairan tambahan akan meningkatkan resiko terkena

penyakit. Pemberian cairan dan makanan dapat menjadi sarana masuknya


27

bakteri pathogen. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri penyebab

diare, terutama jika berada pada lingkungan yang kurang higienis dan

sanitasi buruk. Waktu 6 bulan yang direkomendasikan oleh WHO untuk

memberikan ASI eksklusif bukannya tanpa alasan. Para ahli menyatakan

bahwa manfaat ASI akan meningkat jika bayi hanya diberi ASI saja

selama 6 bulan pertama kehidupannya.

Pedoman Internasional yang menganjurkan pemberian ASI

eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti dunia tentang

manfaat ASI bagi daya tahan hidup, pertumbuhan, dan perkembangan

bayi. ASI memberi semua energi dan gizi (nutrisi) yang dibutuhkan bayi

selama 6 bulan pertama hidupnya. Pemberian ASI ekslusif mengurangi

tingkat kematian bayi yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang

umumnya menimpa anak-anak seperti diare dan radang paru-paru serta

mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan

kehamilan (Depkes RI, 2012).

D. Tinjauan Tentang Mobilisasi Dini

1. Pengertian Mobilisasi Dini

Salah satu perawatan ibu nifas adalah mobilisasi dini.Pada masa

nifas dini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Mobilisasi

dini adalah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan membimbing ibu

nifas bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin

untuk berjalan (Saleha, 2009).


28

Mobilisasi ibu nifas adalah menggerakkan tubuh dari satu tempat ke

tempat lain yang harus dilakukan secara bertahap dan langsung setelah

melahirkan. Mobilisasi sedini mungkin sangat dianjurkan, bidan harus

menjelaskan kepadaibu tentang tujuan dan manfaat mobilisasi (Bahiyatun,

2009).

2. Keuntungan Dari Mobilisasi Dini

a. Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat

b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik

c. Memungkinkan kita mengajarkan ibu merawat anaknya selama ibu

masih di Rumah Sakit. misalnya memandikan, mengganti pakaian dan

memberi makanan

d. Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (sosial ekonomi). Mobilisasi

dini tidak mempunyai pengaruh buruk, tidak menyebabkan perdarahan

yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomi

atau luka di perut serta tidak memperbesar kemungkinan prolaps atau

retrotexto uteri.

(Saleha, 2009)

3. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi Dini

Dalam sebuah bukunya, Fauzi (2007) yang dikutip oleh Novitasari

(2011) menyebutkan bahwa ada beberapa kerugian yang ditimbulkan

akibat tidak melakukan mobilisasi dini, yaitu sebagai berikut :

a. Meningkatnya suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak

baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan


29

infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu

tubuh.

b. Menimbulkan perdarahan yang abnormal. Namun, bila melakukan

mobilisasi dini maka kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri

keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan,

karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang

terbuka.

c. Jika tidak dilakukannya mobilisasi dini maka involusi uterus yang

tidak baik dapat menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta

sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.

(Hutapea, 2013).

4. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi

a. Usia

Menurut Manuaba (2004) usia reproduksi dibagi dua reproduksi

sehat umur 20-35 tahun dan reproduksi tidak sehat umur < 20

tahun dan > 35 tahun. Menurut Hidayat (2006) bahwa usia

turut mempengaruhi mobilisasi karena terdapat perbedaan

kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda, hal

ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak

sejalan dengan pertambahan usia yang berarti semakin matang usia

reproduksi seseorang tingkat pelaksanaan mobilisasi semakin

meningkat.
30

b. Pekerjaan

Pada ibu yang bekerja cenderung lebih mandiri dibandingkan

dengan ibu yang tidak bekerja. Menurut Thomas (1996) dalam buku

Nursalam (2003) pekerjaan adalah kegiatan yang harus dilakukan

terutama untuk menunjang kehidupanya dan kehidupan keluarganya.

Keluarga dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding

dengan keluarga dengan status ekonomi rendah, hal ini akan

mempengaruhi kebutuhan akan informasi termasuk kebutuhan

sekunder. Selain itu juga ibu yang bekerja memiliki kecenderungan

untuk lebih mandiri termasuk melakukan mobilisasi secara dini setelah

bersalin. ibu yang bekerja di luar rumah memiliki akses yang lebih

baik terhadap berbagai informasi, termasuk mendapatkan informasi

tentang arti penting mobilisasi

c. Budaya atau Adat

Adat/budaya tertentu melarang ibu nifas untuk melakukan

gerakan/berjalan sebelum 2 hari setelah melahirkan dan menganjurkan

ibu untuk selalu meluruskan kaki. Menurut teori Hidayat (2006)

tentang faktor yang mempegaruhimobilisasi dini yaitu orang yang

memiliki budaya seringjalanjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas

yang lebih kuat.

d. Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh

seorang wanita semakin tinggi paritas maka semakin tinggi


31

pulakemampuan ibu untuk melakukan mobilisasi dini karena

dipengaruhi oleh paparan informasi yang diterima dan pengalaman ibu

bersalin sebelumnya. Menurut Prawirohardjo (2009) paritas dapat

dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara.

(Kautsar, 2011).

5. Indikasi Melakukan Mobilisasi Dini

Pada persalinan normal dan keadaan ibu nifas normal tanpa

komplikasi (Bahiyatun, 2009).

6. Kontra Indikasi Melakukan Mobilisasi Dini

Tidak dibenarkan pada ibu nifas dengan penyulit, misalnya: anemia,

penyakit jantung, penyakit paru–paru, demam, dan sebagainya (Saleha,

2009).

7. Tahap Mobilisasi Dini

Tahapan mobilisasi dini menurut jurnal Ratna Kautsar adalah :

a. Sesudah 2-8 jam melahirkan, klien miring kanan dan kiri.

Memiringkan badan kekiri dan kekanan merupakan mobilisasi paling

ringan dan yang paling baik dilakukan pertama kali. Disamping dapat

mempercepat proses penyembuhan, gerakan ini juga mempercepat

proses kembalinya fungsi usus dan kandung kemih secara

normal(Susilowati, 2015).

b. Melakukan latihan nafas dalam.

c. Latihan kaki ringan


32

Setelah mengembalikan badan ke kanan dan ke kiri, mulai gerakan

kedua belah kaki. Mitos yang menyatakan bahwa hal ini tidak boleh

dilakukan karena dapat menyebabkan timbulnya varices adalah salah

total. Justru bila kaki tidak digerakkan dan terlalu lama diatas tempat

tidur dapat menyebabkan terjadinya pembekuan pembuluh darah balik

dapat menyebabkan varices ataupun infeksi (Susilowati, 2015).

d. Klien duduk tegak lurus di tempat tidur dengan posisi miring, klien

membuat gerakan yang membuat dirinya turun dari tempat tidur.

Jika duduk tidak menyebabkan rasa pusing, teruskanlah dengan

mencoba turun dari tempat tidur dan berdiri. Bila tersa sakit atau ada

keluhan, sebaiknya hentikan dulu dan dicoba lagi setelah kondisi terasa

lebih nyaman (Susilowati, 2015).

e. Klien menggerakkan kakinya ke samping mengarah keluar tempat

tidur dan kedua tangan sebagai alat untuk menumpu.

f. Dengan suatu gerakan mengayun klien akhirnya dapat turun dari

tempat tidur, pada gerakan ini kedua tangan klien sebagai penopang.

g. Klien dapat mendorong badannya dengan kedua tangannya dari tempat

tidur, maka klien dapat membawa badannya turun dari tempat tidur.

h. Klien sekarang berdiri disamping tempat tidur dan tetap berpegangan

pada tempat tidur untuk memperoleh rasa aman.

i. Klien berjalan pelan-pelan/ ke kamar mandi dengan berjalan.


33

Hal ini harus dicoba setelah memastikan bahwa keadaan ibu benar-

benar baik dan tidak ada keluhan. Hal ini bermanfaat untuk melatih

mental karena adanya rasa takut pasca persalinan (Susilowati, 2015).

Lakukan adaptasi berhadapan. Perbaikan keluhan klien baik verbal

maupun non verbal seperti pusing, pucat, dan keringat dingin.

8. Cara-Cara Melakukan Mobilisasi Dini

Cara-cara melakukan mobilisasi dini antara lain:

a. 15 menit pertama setelah 2 jam post partum ibu belajar miring kiri dan

kanan.

b. 15 menit kedua setelah 2 jam post partum ibu belajar duduk ditempat

tidur.

c. 15 menit ketiga setelah 2 jam post partum ibu belajar berdiri di sebelah

tempat tidur dan diikuti berjalan.

(Kautsar, 2011).
34

E. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Inisiasi Menyusui
Dini

Percepatan
Penurunan
Involusio Uteri

Mobilisasi
Dini

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Variabel terikat (dependent variabel)

Variabel bebas (independent variabel)

F. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Involusi Uteri

Involusi uteri adalah mengecilkan kembali rahim setelah persalinan

kembali ke bentuk asal. Perubahan retrogresif pada uterus yang

menyebabkan berkurangnya ukuran uterus ditandai dengan penurunan

ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus dan warna dan

jumlah lokia.

Kriteria objektif :

a. 1 = normal, TFU tidak berada ½ pusat symphisis (≤ 6 cm dari pinggir

symphisis), dengan lokia serosa


35

b. 2 = tidak normal, TFU berada lebih dari ½ pusat syimpisis (> 6 cm dari

pinggir atas symphisis) dengan lokia sanguilenta/ rubra.

(Walyani, 2015).

2. Inisiasi Menyusui Dini

Inisiasi Menyusui Dini adalah proses membiarkan bayi dengan

nalurinya sendiri menyusu dalam 1 jam pertama setelah lahir, bersamaan

dengan kontak kulit (skin to skin contact) antara kulit ibu dengan kulit

bayinya.

Kriteria objektif :

a. Jika Ibu Post partum melakukan Inisiasi Menyusui Dini

b. Jika Ibu Post partum tidak melakukan Inisiasi Menyusui Dini

(Depkes RI, 2012).

3. Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan

membimbing ibu nifas bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu

secepat mungkin untuk berjalan.

Kriteria Objektif :

a. Dinilai cepat apabila melakukan gerakan antara 6 -8 jam

b. Dinilai lambat apabila melakukan gerakan awal dimulai lebih 8 jam

(Saleha, 2009).
36

G. Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara Inisiasi Menyusui Dini dengan percepatan

penurunan Involusio Uteri pada Ibu Post Partum di BLUD Rumah Sakit

Konawe tahun 2019.

H0 : Tidak ada hubungan antara Inisiasi Menyusui Dini dengan percepatan

penurunan Involusio Uteri pada Ibu Post Partum di BLUD Rumah Sakit

Konawe tahun 2019.

Ha : Ada hubungan antara Mobilisasi Dini dengan percepatan penurunan

Involusio Uteri pada Ibu Post Partum di BLUD Rumah Sakit Konawe

tahun 2019.

H0 : Tidak ada hubungan antara Mobilisasi Dini dengan percepatan

penurunan Involusio Uteri pada Ibu Post Partum di BLUD Rumah Sakit

Konawe tahun 2019.


37

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain Observasional analitik dengan

pendekatan Cross Sectional dimana pengumpulan data dilakukan pada saat

penelitian.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi

Tempat penelitian akan dilakukan di BLUD Rumah Sakit Konawe.

2. Waktu

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Maret s/d April 2019.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto,

2010). Populasi dalam penelitian adalah Seumua ibu Post Partum yang

berada di BLUD Rumah Sakit Konawe tahun 2018 yaitu sebanyak 102

orang.

2. Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian adalah sebagian dari populasi

yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi yaitu seluruh Ibu

Post Partum dengan metode pengambilan data menggunakan metode

37
38

purposive sampling. Dengan besar sampel dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

n= N.Z3(p.q)
d2 (N-1) + Z2 pq

Keterangan :

n : Jumlah sampel

N : Jumlah populasi

P : proporsi = 0,05

q : 1-p (100% - p)

z : Derajat kemaknaan 1,96 atau 95 %

d : Derajat kepercayaan = 0,05

n= N.Z3 (p.q)
d (N - 1) + Z2 pq
2

= 102 x (1,92)2 x (0,05 x 0,95)


(0,05)2 (102 - 1) + (1,96)2 x (0,05 x 0,95)
= 102 x (3,842) (0,05x0,95)
0,0025 (101) + (3,842) (0,0475)

= 391,89 x 0,0475
0,253 + 0,1825
= 18,615
0,436
= 42,7

n = 43 responden
39

D. Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui

pengisian kuesioner dan Percepatan Penurunan Involusi Uteri yang

meliputi data tentang Inisiasi Menyusui Dini dan Mobilisasi Dini.

2. Data sekunder berupa data yang diperoleh melalui buku register BLUD

Rumah Sakit Konawe.

3. Alat pengumpulan data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan daftar pertanyaan.

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Didalam melaksanakan pengolahan data karena data hasil

pengumpulan masih bersifat data kasar (raw data) peneliti melakukan

proses penataan data. Pengolahan data digunakan agar data kasar yang

telah diterima dapat diorganisir, disajikan serta dianalisis sehingga dapat

ditarik suatu kesimpulan. Adapun langkah-langkah pengolahan data yang

dilakukan peneliti adalah:

1) Koreksi (Editing)

Koreksi ini merupakan kegiatan untuk melaksanakan pengecekan

kuesioner yang telah diisi apakah jawaban yang ada di kuesioner telah :

a) Lengkap : Semua pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sudah terisi

lengkap jawabannya.

b) Relevan : Apakah jawaban yang tertulis sudah relevan dengan

pertanyaan yang diajukan.


40

c) Jelas : Apakah jawaban yang ditulis responden dari pertanyaan-

pertanyaan tersebut cukup jelas terbaca.

2) Pengkodean (Coding)

Kegunaan koding adalah untuk mempermudah pada saat analisis data

dan juga untuk mempercepat pada kegiatan entry data. Dalam

penelitian ini koding digunakan untuk merubah data berbentuk huruf

menjadi data yang berbentuk bilangan/angka dari data-data yang sudah

dibersihkan.

3) Pemrosesan (Processing)

Setelah semua data isian kuesioner terisi dengan lengkap dan benar,

juga telah melewati pengkodean langkah selanjutnya adalah memproses

data agar dapat dianalisis. Kegiatan pemrosesan data dilakukan dengan

cara-cara mengentry dari data kuesioner ke dalam program komputer.

Ada beberapa macam paket program yang dapat dipergunakan dalam

pemrosesan data dengan masing-masing mempunyai kelebihan serta

kekurangannya salah satu paket program yang peneliti gunakan untuk

entry data adalah dengan menggunakan program komputer.

4) Pembersihan data (Cleaning)

Pembersihan data (Cleaning) dilakukan untuk mengetahui dan

menghindari banyaknya data-data yang sekiranya tidak diperlukan (data

sampah). dalam tahapan ini dilakukan pengecekan kembali pada data

yang sudah di entryapakah ada kesalahan atau tidak, kesalahan dapat

terjadi pada saat kita melakukan entry data ke komputer, misalnya


41

untuk beberapa variabel yang jumlahnya melebihi nilai keseluruhan

pertanyaan.

5) Penyusunan data (Tabulasi data)

Penyusunan data merupakan pengorganisasian data yang dilakukan

sedemikian rupa agar data dengan mudah dapat disusun, ditata,

dijumlah, disajikan dan dianalisis. Setelah semua data yang dibutuhkan

terkumpul kemudian dilakukan penilaian, disajikan dan dianalisis

2. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis

kuantitatif yang dimaksudkan untuk mengolah dan mengorganisasikan

data serta menemukan hasil yang dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan

dengan menggunakan program SPSS, analisis yang dilakukan meliputi :

1) Analisis Univariat
Analisis univariat dipergunakan untuk menggambarkan masing-

masing variabel baik variabel bebas maupun variabel terikat. Analisis

univariat disajikan dengan membuat distribusi frekuensi dengan

menggunakan rumus :

f
x= x k
n

dimana :

x = Persentase hasil yang dicapai

f = Frekuensi variabel yang diteliti

n = Jumlah sampel yang diteliti

k = Konstanta (100%) (Sugiyono, 2010)


42

2) Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan Inisiasi Menyusui Dini dan Mobilisasi

Dini dengan Percepatan Penurunan Involusi Uteri pada ibu Post

Partum di BLUD Rumah Sakit Konawe, yang dilakukan dengan

menggunakan analisis Chi Square dengan tingkat signifikan (α=0,05).

Dasar pengambilan keputusan penelitian hipotesis (Budiarto, 2010)

adalah:

a. H0 diterima jika X2hitung ≤ X2tabel atau ρ value ≥ (α) = 0,05

b. H0 ditolak jika X2hitung > X2tabel atau ρ value < (α) = 0,05

Dalam analisa data ini dapat dilakukan dengan pengujian uji Chi

Square dengan rumus sebagai berikut :

(fo-fh)2
x2 = ∑
fh
dimana :

x2 = Nilai Chi-square

fo = Frekuensi observasi (yang diamati)

fh = Frekuensi ekspektasi (yang diamati)/frekuensi harapan

∑ = Jumlah sampel
43

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Proses. Rineka Cipta.


Jakarta.

Bahiyatun, 2009, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal,Jakarta,EGC.

Depkes RI, 2012, Inisiasi Menyusui Dini, Jakarta.

Dermawan, Deden dan Moh. Abdul Jamil, 2013. Keterampilan Dasar


Keperawatan Konsep dan Prosedur, Buku 1, Yogyakarta: Gosyen
Publishing.

Esyuananik, Anis Nur Laili, 2015. Peranan Mobilisasi Dini Terhadap Proses
Involusi Pada Ibu Post Partum.

Hutapea, Nur Khairani, 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi


Dini Pada Ibu Post Partum Normal Dan Sectio Sesarea Di Rumah Sakit
Umum H.Abdul Manan Simatupang Kisaran, Hal.23.

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI Indonesia. Kementerian


Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2014. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2015

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI Indonesia. Kementerian


Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan Indonesia 2016. Buku
ini diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jalan HR.

Kautsar, Ratna, 2011. Hubungan Antara Mobilisasi Dini Dengan Involusi Uteri
Pada Ibu Nifas, Vol.3 (1), Hal.2.

Rahayu, dkk, 2012. Buku Ajar Masa Nifas dan Menyusui,Jakarta,Mitra Wacana
Medika.

Roesli Utami, 2010. ASI Eksklusif. Kata Hati. Jogjakarta.

, 2011. Panduan Praktis Menyusu. Pustaka Swara. Jakarta.

Saleha, Sitti, 2009. Asuhan kebidanan pada masa Nifas, Jakarta, Salemba Medika

Susilowati, Dewi, 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Nifas Dalam


Pelaksanaan Mobilisasi Dini. (jurnal)

Susilowati, Dewi, 2015. Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu nifas dalam


pelaksanaan mobilisasi dini, Vol.5, (2), Hal.87-89.
44

Wulanda, Ayu Febri, 2011. Biologi Reproduksi, Jakarta, Salemba Medika.

Walyani, Elisabeth siwi dan Endang Purwoastuti.2015. Asuhan Kebidanan Masa


Nifas & Menyusui.Yogyakarta:Pustakabarupress.

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2014.pdf

https://yenibeth.wordpress.com/2008/06/19/evaluasi-keperawatan/

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-Indonesia-2015.pdf

http://www.pengertianologi.com/2014/10/Pengertian-Inform-Consent-
Adalah.html

https://www.academia.edu/12563768/Subinvolusi_Uteri
45

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DAN MOBILISASI DINI


DENGAN PERCEPATAN PENURUNAN INVOLUSIO UTERI PADA
IBU POST PARTUM DI BLUD RUMAH SAKIT KONAWE
TAHUN 2019

OLEH
EEN TRIINTARI
B.18.03.127

PROGRAM STUDI DIPLOMA EMPAT (D.IV) KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

(STIKES) MEGA BUANA PALOPO

2019
46

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah melimpahkan rahmat, taufik dan Hidayah-Nyalah, sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal penelitian ini tepat pada waktunya meskipun dalam

bentuk yang sederhana karena proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat

untuk melakukan penelitian dengan judul ”Hubungan Inisiasi Menyusui Dini

(IMD) dan Mobilisasi Dini dengan Percepatan Penurunan Involusio Uteri

pada Ibu Post Partum di BLUD Rumah Sakit Konawe Tahun 2019”.

Penulis mengakui mulai dari persiapan hingga penyusunan berbagai

kesulitan maupun kendala di temukan. Namun berkat bimbingan, bantuan, arahan,

dan motivasi dari berbagai pihak sehingga proposal penelitian ini dapat

diselesaikan.

Mudah-mudahan proposal penelitian ini dapat memenuhi harapan,

sehingga dapat menjadi bahan acuan dan bermanfaat bagi mahasiswi yang akan

datang khususnya mahasiswi Program Studi Diploma Empat (D.IV) Kebidanan,

Unaaha, Januari 2019

Penulis

ii
47

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah … .................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Post Partum (Nifas) .......................................... 7
B. Tinjauan Tentang Involusi Uteri ................................................... 11
C. Tinjauan Tentang Inisiasi Menyusui Dini (IMD) ......................... 15
D. Tinjauan Tentang Mobilisasi Dini ................................................ 27
E. Kerangka Konsep ......................................................................... 34
F. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ................................... 34
G. Hipotesis Penelitian ...................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian .......................................................................... 37
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 37
C. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................. 37
D. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 39
E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 39
DAFTAR PUSTAKA

iii

Anda mungkin juga menyukai