Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staff Rumah Sakit yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Kesalahan yang
terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan atau
KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu
tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang
dapat mencederai pasien, tetapi cidera serius tidak terjadi, karena keberuntungan
(misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan
(suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal
diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission)
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena
“underlying disease” atau kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic
seperti kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil
pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan,
pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan
asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta
monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain. Dalam kenyataannya masalah medical
error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, yang hanya terlihat
sedikit dibagian puncaknya namun besar diakarnya.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan
mengetahui bagaimana langkah-langkah pasien safety di Rs, Provinsi, Kabupaten, dan
Puskesmas .

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Patient safety
Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau
menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan.
Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assesment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
dilakukan (DepKes RI, 2006).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem
tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko. Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko.
B. Rumah sakit

Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005)


sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang
terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a. Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada
staf,pasien,keluarga
b. Kebijakan: peran& akuntabilitas individual pada insiden
c. Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d. Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a. Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b. Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat

2. Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang kuat & jelas tentang KP di RS
anda”
Bagi Rumah Sakit:
a. Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b. Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak” (champion) KP
c. Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d. Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a. Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b. Jelaskan relevansi& pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c. Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden

3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta
lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
a. Strukur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b. Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c. Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian
terhadap pasien
Bagi Tim:
a. Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen terkait
b. Penilaian risiko pada individu pasien
c. Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko
tersebut.

4. Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan
kejadian atau insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
a. Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus
dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
a. Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah dicegah tetapi tetap
terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting

5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka
dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a. Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien& keluarga
b. Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c. Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien &
keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)
Bagi Tim:
a. Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi insiden
b. Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi insiden
c. Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien& keluarga.

6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
a. Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b. Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau
Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden &
minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a. Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b. Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yang ada
tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a. Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit
serta analisis
b. Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis,
penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien
c. Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d. Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e. Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
Bagi Tim:
a. Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b. Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c. Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan

WHO Collaborating Centre for Patient safety pada tanggal 2 Mei 2007 resmi menerbitkan
“Nine Life Saving Patient safety Solutions” (“Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien
Rumah Sakit”). Panduan ini mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan
lebih 100 negara, dengan mengidentifikasi dan mempelajari berbagai masalah keselamatan
pasien.
Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta
tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang mengalami KTD (Kejadian Tidak
Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) mau pun yang dapat dicegah
(error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien.
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau
mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini
merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien,
guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk
menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi,
langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
1. Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah
salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini
merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di
pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek
atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk
pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang
dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.
2. Pastikan Identifikasi Pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar
sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan
prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi
ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien
dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu
sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol
untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit
pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya
kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera
terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk
penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan
kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada
saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
4. Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan
pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah
akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor
yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau
kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah
jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan;
pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur;
dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk
mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
5. Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated)
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko,
cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya.
Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan
pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
6. Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi
(penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat
(medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu
daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga
disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi,
penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan
komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer
atau dilepaskan.
7. Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar
mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan
cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan
medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya
perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta
pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada
pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).

8. Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.


Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang
diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya
melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di
lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian
infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui
darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
9. Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita
infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran
preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong
implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan
tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan
yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan
penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

Aplikasi kegiatan pasien safety di Rumah Sakit


Topik-topik quality assurance yang dapat di lakukan di rumah sakit

1. Tindakan pelayanan medis pada umumnya

2. Kegiatan-kegiatan pre dan pasca operatif

3. Kebijaksanaan terapi, termasuk terapi antibiotika

4. Reaksi transfusi darah

5. Pelayanan laboratorium

6. Pelayanan radiologi

7. Koordinasi pelayanan gawat darurat

8. Pengendalian infeksi nosokomial

9. Kebersihan dan sterilisasi


C. Puskesmas

Tujuan dari penerapan Patient Safety di Puskesmas adalah menekan sekecil mungkin
kejadian yang tidak diharapkan (KTD) atau Medical Error pada pasien. Setiap tindakan hanya
dilakukan berdasar kan SOP. Dimasing-masing unit kerja di Puskesmas di lengkapi dengan SOP
( Standard Operating Procedure ) untuk tindakan-tindakan tertentu. Di Puskesmas yang
menerapkan Patient Safety, keselamatan pasiennya akan terjaga atau terjamin dari setiap
tindakan medis yang keliru ( pemeriksaan, diagnosa, injeksi, obat, tindakan bedah, dll )yang
dilakukan tenaga kesehatan, maupun dari faktor lain didalam gedung Puskesmas (sampah medis
lantai yang licin, dsb ). Artinya pasien yang datang ke Puskesmas dengan penyakit
tertentu,keluarnya tidak bertambah parah atau malah jumlah penyakitnya bertambah. Kesalahan
tindakan, kesalahan diagnosa, kesalahan obat sedapat mungkin dihindari. Setiap tindakan
( minor surgery, injeksi, pemberian obat, imunisasi ) harus selalu dipikirkan keselamatan pasien.
Setiap tenaga kesehatan dibiasakan untuk selalu berpikir ‘keselamatan pasien, tidak hanya
tindakan medis tetapi juga non medis (program yankesmas)

Usaha- Usaha Pokok Puskesmas :

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh (comprehensive health


care services ) kepada seluruh masyarakat diwilayah kerjanya, puskesmas menjalankan beberapa
usaha pokok ( basic health care services) yang meliputi program sebagai berikut
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Tujuan Umum :

a. Menurunkan kematian (mortality) dan kejadian sakit ( morbility) di kalangan ibu. Kegiatan
program ini ditunjukan untuk menjaga kesehatan ibu selama kehamilan, pada saat bersalin dan
saat ibu menyusui.

b. Meningkatkan derajat kesehatan anak, melalui pemantauan status gizi dan pencegahan sedini
mungkin berbagai penyakit menular yang bisa di cegah dengan imunisasi dasar sehingga anak
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

2. Keluarga Berencana (KB)

Tujuan :

Untuk jangka panjang program KB bertujuan menurunkan angka kelahiran dan


meningkatkan kesehatan ibu sehingga akan berkembang Normal Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera (NKKBS)

3. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)

Tujuan :

Menemukan kasus penyakit menular sedini mungkin, dan mengurangi berbagai risiko
lingkungan masyarakat yang memudahkan terjadinya penyebaran suatu penyakit menular.

4. Upaya Peningkatan Gizi

Tujuan :
Meningkatkan status gizi masyarakat melalui usaha pemantauan status gizi kelompok-
kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi (Ibu hamil dan balita), pemberian makanan
tambahan (PMT) baik yang bersifat penyuluhan maupun pemulihan.

5. Usaha Kesehatan Lingkungan

Tujuan :

Menanggulangi dan menghilangkan unsur-unsur fisik pada lingkungan sehingga faktor


lingkungan yang kurang sehat tidak menjadi faktor risiko timbulnya penyakit di masyarakat.

6. Pengobatan

Tujuan :

Memberi pengobatan dan perawatan di Puskesmas (khusus untuk Puskesmas perawatan).

7. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM)

Tujuan :

Meningkatkan kesadaran penduduk akan nilai kesehatan, melalui upaya promosi kesehatan
sehingga masyarakat dengan sadar mau mengubah perilaku nya menjadi perilaku sehat.

8. Laboratorium

Tujuan :
Memeriksa sediaan ( spicement) darah, sputum, feses, urine untuk membantu menegakkan
diagnosa penyakit. Kegiatan laboratorium merupakan kegiatan penunjang program lain seperti
program pengobatan, KIA,KB dan P2M.

9. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

Tujuan :

Meningkatkan derajat kesehatan anak dan lingkungan sekolah.

10. Perawatan Kesehatan Masyarakat/Public Health Nursing (PHN)

Tujuan :

a. Memberikan pelayanan perawatan secara menyeluruh ( comprehensive helath care) kepada


pasien atau keluarganya dirumah pasien dengan mengikutsertakan keluarga dan kelompok
masyarakat disekitarnya.

b. Membantu keluarga dan masyarakat mengenal kebutuhan kesehatan nya sendiri dan cara cara
penanggulangan nya di sesuai kan dengan batas-batas kemampuan mereka.

c. Menunjang program kesehatan lainnya dalam usaha pencegahan penyakit, peningkatan dan
pemulihan kesehatan individu dan keluarga nya.

11. Usaha Kesehatan Jiwa (UKJ)

Tujuan :

Untuk mencapai tingkat kesehatan jiwa masyarakat secara optimal.

12. Usaha Kesehatan Gigi (UKG)


Tujuan :

Menghilangkan atau mengurangi gangguan kesehatan gigi dan mempertinggi kesadaran


kelompok-kelompok masyarakat tentang pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi.

D. Di Provinsi atau Kabupaten atau Kota

Langkah – langkah kegiatan pelaksanaan patien safety di Provinsi atau Kabupaten atau Kota :

1. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di wilayahnya

2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan
program keselamatan pasien rumah sakit.

3. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit

E. Di Pusat

Langkah – langkah kegiatan pelaksanaan patien safety di Pusat :

1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia

2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi
atau Kabupaten atau Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring
pendidikan.

4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan pasien.

Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk
mengembangkan budaya Patient safety ini

1. Put the focus back on safety

Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk
pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa
mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau
unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalam safer patient initiatives di
Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan
dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient
safety di dalam RS.

2. Think small and make the right thing easy to do

Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-
langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-
langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.

3. Encourage open reporting

Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga.
Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan.
Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat
tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang
terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.

4. Make data capture a priority

Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti
perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan
data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari
penerapan patient safety.

5. Use systems-wide approaches

Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya
bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk
melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika
pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS,
maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.

6. Build implementation knowledge

Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem
berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini
memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan,
sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.

7. Involve patients in safety efforts

Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan


pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang.
Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah
satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan
untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang
tidak boleh kukerjakan?

8. Develop top-class patient safety leaders

Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data


berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan
melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam
semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen
yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus
bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan
komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai
peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang
erat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penatalaksanaan patient safety dalam rumah sakit, puskesmas, pusat, kabupaten, dan
provinsi, dilakukan secara optimal hal ini dapat diketahui dari masih adanya indicator pelaksana
patient safety yang dilakukan
Hambatan yang dirasakan dalam pelaksanaan patient safety adalah kurangnya pengetahuan
terhadap pentingnya patient safety serta kuantitas baik sumber daya manusia maupun sarana dan
prasarananya.
Harapan agar dalam penatalaksaannya dapat lebih baik adalah diadakanya fungsi
sosialisasi mengenai pentingnya patient safety berdasarkan langkah langkah yang telah tertera,
sehigga kualitas mutu pelayanan dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Nenny, dkk., 2014. Konsep Manajemen Keselamatan Pasien Berbasis Program di RSUD
Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, (online), (pustaka.unpad.ac.id>uploads>2014/01.htm.,
diakses tanggal 14 september 2015)
Regina pung pung, A., 2014. Patient Safety Administrasi Dan Manajemen Kesehatan,
(online), (www.academia.edu/9191556/patient_safety.htm., diakses tanggal 14
september 2015)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian

Patien safety ( Keselamatan pasien ) rumah sakit adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk : assessment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan degan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari incident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya resiko.

Menurut Hughes ( 2008 ) dalam Sutanto ( 2014 ), menyatakan bahwa keselamatan


pasien merupakan pencegahan cedera terhadap pasien. Pencegahan cedera didefinisikan
sebagai bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja atau dapat dicegah sebagai
hasil peralatan medis. Sedangkan praktek keselamatan pasien diartikan sebagai
menurunkan resiko kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan paparan
terhadap lingkup diagnosis atau kondisi perawatan medis.

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit / Keselamatan Pasien – RS (2008)


mendefinisikan bahwa keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah pasien bebas dari harm / cedera yang tidak
seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik /
social / psikologis, cacat, kematian dan lain-lain), terkait dengan pelayanan kesehatan.

Menurut Peraturan Menteri KesehatanRI Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011,
keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Standar Keselamatan Pasien

Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada “Hospital Patient
Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commisio on Accreditation of Health Organizations,
Illinois, USA, tahun 2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumah sakitan di
Indonesia. Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :

Hak pasien
Standarnya adalah pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD ( kejadian
tidak diharapkan ). Kriterianya adalah sebagai berikut :

Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan

Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuar rencana pelayanan

Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien
dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya KTD

Mendidik pasien dan keluarga

Standarnya adalah Rumah Sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan keperawatan. Kriterianya adalah
keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan pasien adalah partner
dalam proses pelayanan. Karena itu, di Rumah Sakit harus ada system dan mekanisme
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajibab dan tanggung jawab paisen dalam
asuhan keperawatan. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :

Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur

Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab

Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti

Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan

Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS

Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa

Memenuhi kewajiban financial yang disepakati

Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan


Standarnya adalah rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan criteria sebagai berikut :

Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis,
perencanan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit

Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat
berjalan baik dan lancar.

Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan
keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan social, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer
dan tindak lanjut lainnya.

Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses
koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif

Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program


peningkatan keselamatan pasien. Standarya adalah Rumah Sakit harus mendesain proses
baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD ( kecelakaan tidak diharapkan ) dan
melakukan perubahan-perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien
dengan kriteria sebagai berikut :

Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan ( design ) yang baik, sesuai dengan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”

Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja

Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif

Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis

Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien standarnya adalah :


Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program melalui penerapan “7 Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit”

Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko keselamatan pasien dan program
mengurangi KTD

Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang keselamatam pasien

Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien, dengan criteria sebagai berikut :

Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien

Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,
yang mencakup jenis-jenis kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera”
(Near miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan”

Tersedianya mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari Rumah Sakit terintegrasi dan
berpartisipasi dalam program keselamatan pasien

Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena
musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis

Tersedianya mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan
informasi yang benar dan jelas tentang Analisi Akar Masalah (RCA) “kejadian nyaris cedera” (Near miss)
dan “kejadian sentinel” pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan

Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden. Misalnya menangani “Kejadian Sentinel”
atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam
kaitan dengan “Kejadian Sentinel”

Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
didalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin

Terdapat sumber daya dan system informasi yang dibutuhkan kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan
perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan criteria objektif untuk mengevaluasi
efektifitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.

Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Standarnya adalah :

RS memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan
jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.

RS menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara
kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.

Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

Faktor yang mempengaruhi kebutuhan keselamatan keamanan

Usia

Pada anak-anak tidak terkontrol dan tidak mengetahui akibat dari apa yang dilakukan. Pada
orang tua atau lansia akan mudah sekali terjatuh atau kerapuhan tulang.

Tingkat Kesadaran

Pada pasien koma, menurunnya respon terhadap rangsang, paralisis, disorientasi dan kurang
tidur.

Emosi
Emosi seperti kecemasan, depresi dan marah akan mudah sekali terjadi dan berpengaruh
terhadap masalah keselamatan dan keamanan.

Status mobilitas

Keterbatasan aktivitas, paralis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun memudahkan


terjadinya resiko injuri atau gangguan integritas kulit.

Gangguan persepsi sensori

Kerusakan sensori akan mempengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang berbahaya seperti
ganguan penciuman dan penglihatan.

Informasi / Komunikasi

Gangguan komunikasi seperti afasia atau tidak dapat membaca menimbulkan kecelakaan.

Penggunaan antibiotic yang tidak rasional

Antibiotic dapat menimbulkan resisten dan syok anafilatik.

Keadaan imunitas

Gangguan imunitas akan menimbulkan daya tahan tubuh yang kurang sehingga mudah
terserang penyakit.

Ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel darah putih

Sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap suatu penyakit.
Status nutrisi

Keadaan nutrisi yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan mudah terserang penyakit,
demikian sebaliknya, kelebihan nutrisi beresiko terhadap penyakit tertentu.

Tingkat pengetahuan sebelumnya

Kesadaran akan terjadinya gangguan keselamatan dan keamanan dapat diprediksi.

A.PENGERTIAN MONITORING DAN EVALUASI

1.PENGERTIAN MONITORING

Monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis informasi berdasarkan indikator


yang ditetapkan secara sistematis dan countinu tentang kegiatan atau program sehingga dapat
dilakukan tindakan koreksi untuk penyempurnaan program atau kegiatan itu
selanjutnya.Monitoring adalah pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran
(awarenes) tentang apa yang ingin diketahui,pemantauan berkadar tingkat tinggi dilakukan agar
dapat memuat pengukuran melalui wktu yang menununjukan pergerakan kea rah tujuan atau
menjauh dari itu.Prosese monitoring juga dapat diartikan sebagai rutin pengumpulan data dan
pengukuran kemajuan atas objektif program (Widiastuti dan Susanto,2012).

Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukkan,keluaran,dan


hasil terhadap rencana dan standar (Yumiari,2017).Evaluasi merupakan suatu proses untuk
menentukan relevansi,efisiensi,efektifitas dan dampak kegiatan atau proyek yang sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai serta sistematis dan objektif.Evaluasi juga diartikan sebagai
pengukuran dari konsekuensi yang dikehendaki dan tidak dikehendaki dari suatu tindakan yang
telah dilakukan dalam rangka mencapai beberapa tujuan yag akan dinilai (Hendrawan,2009).

2.TUJUAN MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring da evaluasi bertujun memberika gambaran lengkap tentang implementasi


program,terutama untuk mngetahui ketercapaian dari pelaksanaan program dan mengetahui
kekuatan,kelemahan,peluang dan hambatan yang terjadi sehigga informasi ini berguna bagi
pengambil keputusan untuk melakukan penyesuaian dan perbaikan guna mencapai target yang
telah ditetapkan secara efektif dan efisien(Kemdikbud,2013).

3.KRITERIA MONITORING DAN EVALUASI

1.Pimpinan rumah sakit secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi program keselamatan
pasien yang dilaksanakan oleh Unit Kerja Keselamatan pasien di Rumah Sakit

2.Unit Kerja Keselamatan pasien rumah sakit secara berkala (paling lama 2 tahun) melakukan
evaluasi pedoman, kebijakan dan prosedur keselamatan pasien yang dipergunakan di rumah sakit

3.Unit kerja keselamatan pasien rumah sakit melakukan evaluasi kegiatan setiap triwulan dan membuat
tindak lanjut.

Anda mungkin juga menyukai