PENDAHULUAN
1
2
diantara mereka yang tetap hidup sebanyak 1-5 orang akan menderita
kelumpuhan, cacat otak, tuli, apabila tidak menjalankan perawatan yang
lebih intensif lagi.
1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
Memberikan pengalaman dan menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan dengan pasien TB MENINGITIS.
3. Bagi Institusi
Dapat di gunakan sebagai inovasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan meningkatkan pendidikan di masa yang akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.2. Epidemiologi
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer.
Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk.
Komplikasi meningitis TB terjadi pada setiap 300 penderita TB primer yang
tidak diobati. Meningitis TB menghasilkan tingkat tertinggi morbiditas dan
mortalitas dari semua bentuk tuberkulosis (WHO, 2012). Hal ini menjadi
perhatian khusus pada anak-anak, persentasenya hingga 33% dari semua
kasus TB (Gwendolyn, 2013). Dari keselamatan kasus meningitis
tuberkulosis, 50% mengalami kematian, dan penderita yang selamat bisa
mengalami gejala sisa neurologis substansial termasuk keterlambatan
perkembangan pada anak-anak, kejang, hidrosefalus, dan kelumpuhan saraf
4
5
2.3. Etiologi
Pada laporan kasus meningitis tuberkulosis, Mycobacterium
tuberculosis merupakan faktor penyebab paling utama dalam terjadinya
penyakit meningitis. Pada kasus meningitis secara umum disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar
dalam darah ke cairan otak (Kahan, 2005).
6
2.5. Patofisiologi
Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang
belakang, merupakan struktur halus yang melindungi pembuluh darah dan
cairan serebrospinal, dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen
terdiri dari 3 lapisan, yaitu dura mater, araknoid, dan pia mater (Whiteley,
2014).
1. Lapisan Luar (Dura mater)
Dura mater adalah lapisan meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat
yang berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Dura mater
yang membungkus medulla spinalis dipisahkan dari periosteum vertebra
oleh ruang epidural, yang mengandung vena berdinding tipis, jaringan
ikat longgar, dan jaringan lemak. Dura mater selalu dipisahkan dari
arachnoid oleh celah sempit, ruang subdural. Permukaan dalam dura
mater, juga permukaan luarnya pada medulla spinalis, dilapisi epitel
selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim (Drake, 2015).
2. Lapisan Tengah (Araknoid)
Araknoid mempunyai 2 komponen yaitu lapisan yang berkontak dengan
dura mater dan sebuah sistem trabekel yang menghubungkan lapisan itu
dengan piamater. Rongga diantara trabekel membentuk ruang
subaraknoid, yang berisi cairan serebrospinal dan terpisah sempurna dari
ruang subdural. Ruang ini membentuk bantalan hidrolik yang
melindungi syaraf pusat dari trauma. Ruang subaraknoid berhubungan
dengan ventrikel otak. Araknoid terdiri atas jaringan ikat tanpa
7
2.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada meningitis tuberkulosis (Tai, 2013) : -
1. Hidrosefalus
2. Cairan subdural
3. Abses otak
4. Cedera kepala
5. Gangguan pendengaran
6. Peningkatan tekanan dalam otak ( tekanan itrakranial )
7. Kerusakan otak
8. Kejang
9. Serangan otak
10. Araknoiditis
2.10. Pencegahan
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung
dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan dilingkungan
perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal.
Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene
seperti mencuci tangan dengan bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
Meningitis TB dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh
dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi Bacillus
Calmet-Guerin (BCG).
Aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi
komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan
untuk menurunkan ke lemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan
membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi
yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami
dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidak mampuan
untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah
dan mengurangi cacat (Thomas, 2011).
19
2.12. Etiologi
Risiko seumur hidup terhadap terjadinya kejang umum adalah 3-4%
denganpuncak kejadian pada awal kejang (kejang neonates atau tumor dan
stroke) kehidupan.Kita ketahui epilepsy adalah salah satu penyakit tertua di
dunia dan menempati urutan kedua dari penyakit saraf setelah gangguan
peredaran otak. Penyakit ini diderita oleh kurang lebih 50 juta orang di
seluruh dunia.
Epilepsi bertanggung jawab terhadap 1% dari beban penyakit global,
dimana 80% bebantersebut berada di negara berkembang. Pada negara
berkembang di beberapa area 80-90% kasus tidak menerima pengobatan
sama sekali.
20
Tumor otak
Malformasi arteri vena (AVM)
Hematoma subdural
Neurofibromatosis
f. Infeksi Cerebral
Bakteri atau virus meningitis.
Radang otak
Abses otak
g. Kejang demam atipikal
h. Faktor genetic, seperti kromosom yg abnormal
i. Gangguan pembuluh darah serebral, seperti : hemoragis dan trombosis
j. Asidosis hipoksia
k. Riwayat keluarga
2.13. Patofisiologi
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak
dantransmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni
neurotransmitter eksitasiyang memudahkan depolarisasi muatan listrik dan
neurotransmitter inhibisi (inhibitifterhadap penyaluran aktivitas listrik saraf
dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih
stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-
neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan
asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisiyang terkenal ialahgamma
amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua
jenismelepaskan muatan listrik dan terjadi transmisi impuls .Dalam keadaan
istirahat,membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada
dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi
membran neuron dan seluruh sel akan melepaskan muatan listrik.
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat mengubah
fungsimembran neuron sehingga membran mudah dilalui oleh ion Ca dan
Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan
22
2.15. Komplikasi
Walaupun kejang demam menyebabkan rasa cemas yang amat sangat pada
orang tua, sebagian kejang demam tidak mempengaruhi kesehatan jangka
panjang, kejang demam tidak mengakibatkan kerusakan otak, keterbelakangan
24
mental atau kesulitan belajar / ataupun epiksi Epilepsy pada anak di artikan
sebagai kejang berulang tanpa adanya demam kecil
kemungkinan epilepsy timbul setelah kejng demam. Sekitar 2 – 4 anak kejang
demam dapat menimbulkan epilepsy, tetapi bukan karena kejang demam itu
sendiri kejang pertama kadang di alami oleh anak dengan epilepsy pada saat
mereka mengalami demam. Namun begitu antara 95 – 98 % anak yang
mengalami kejang demam tidak menimbulkan epilepsy Komplikasi yang
paloing umum dari kejang demam adalah adanya kejang demam berulang.
Sekitar 33% anaka akan mengalami kejang berulang jika ,ereka demam
kembali. Sekitar 33% anka akan mengalami kejang berulang jika mereka
demam kembali resiko terulangnya kejang demam akan lebih tinggi jika :
1. Pada kejang yang pertama, anak hanya mengalami demam yang tidak
terlalu tinggi
2. Jarak waktu antara mulainya demam dengan kejang yang sempit
3. Ada faktor turunan dari ayah ibunya.
Risiko yang akan dihadapi seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung dari faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Relainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita
kejang demam
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.
Namun begitu faktor terbesar adanya kejang demam berulang ini adalah usia.
Semakin muda usia anak saat mengalami kejang demam, akan semakin besar
kemungkinan mengalami kejang berulang.
e. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera di bawa
ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk
di bawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5
menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih
baik di lakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit.