c. Pilar III yaitu hubungan profesional komunikasi horizontal antara kepala ruangan
dengan ketua tim dan perawat pelaksana serta antara ketua tim dengan perawat
pelaksana. Komunikasi diagonal yang dilakukan perawat dengan profesi lainnya.
Hubungan profesional di ruang Model Praktek Keperawatan profesional adalah:
1) Rapat perawat ruangan
2) Pere dan post konferens
3) Rapat tim kesehatan
4) Visit dokter
b. Metode fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas
untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu
ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala
ruangan dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan
laporan klien. Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-
tugas apabila jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan
asuhan yang diterimanya. (Sitorus, 2006).
Kelebihan dari metode fungsional adalah:
1) Sederhana
2) Efisien.
3) Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu.
4) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas.
5) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang
kurangberpengalaman untuk satu tugas yang sederhana.
6) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang
praktek untuk ketrampilan tertentu.
Namun, Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang
menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik.
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan
keperawatan terfragmentasi.
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat
yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin
kepala ruangan.
4) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap
pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapat
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan.
5) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.
Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa perawat
pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan keefektifan metode tersebut
dalam memberikan asuhan keperawatan profesional kemudian pada tahun
1950 metode tim digunakan untuk menjawab hal tersebut. (Sitorus, 2006).
c. Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu
seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif
dan kolaboratif. Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota
kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus,
2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
1) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan
tentang prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan.
Tanggung jawab ketua tim adalah :
a) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok
dan memberikan bimbingan melalui konferensi
d) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya
2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi
yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra
tertulis yang merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil
baik apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala ruang diharapkan
telah :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan
kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim
keperawatan
e) Menjadi narasumber bagi ketua tim
f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka.
Kelebihan metode ini adalah:
a. Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
b. Pasien dilayani secara komfrehesif
c. Terciptanya kaderisasi kepemimpinan.
d. Tercipta kerja sama yang baik .
e. Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
f. Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan
aman dan efektif.
Kekurangan metode ini:
Kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga pakar
mengembangkan metode keperawatan primer (Sitorus, 2006). Selain itu:
a. Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi
tanggung jawabnya.
b. Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim
ditiadakan atau trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan kimunikasi dan
koordinasi antar anggota tim terganggu sehingga kelanncaran tugas
terhambat.
c. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung
atau berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
d. Akontabilitas dalam tim kabur.
e. Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995) menjelaskan
bahwa differentiated practice adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjamin
mutu asuhan melalui pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat
dua model yaitu model kompetensi dan model pendidikan. Pada model kompetensi,
perawat terdaftar (registered nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan
struktur peran yang sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan,
penetapan tugas keperawatan didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan
pendidikan, perawat akan ditetapkan apa yang menjadi tnggung jawab setiap perawat
dan bagaimana hubungan antar tenaga tersebut diatur (Sitorus, 2006).
f. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan secara multi
disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim
kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan
kesehatan yang optimal. ANA dalam Marquis dan Hutson (2000) mengatakan
bahwa manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan kesehatan yang
bertujuan mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup, dan efisiensi
pembiayaan. Focus pertama manajemen kasus adalah integrasi, koordinasi dan
advokasi klien, keluarga serta masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif.
Metode manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan
berfokus pada klien, koordinasi asuhan dan pelayanan antar institusi, berorientasi pada
hasil, efisiensi sumber dan kolaborasi (Sitorus, 2006).
B. Konsep SP2KP
1. Definisi
SP2KP merupakan sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional)
dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan
perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya (Perry, Potter. 2009). Sistem
pemberian pelayanan keperawatan profesional (SP2KP) adalah kegiatan pengelolaan
asuhan keperawatan di setiap unit ruang rawat di rumah sakit yang memungkinkan
perawat untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional bagi pasien.
SP2KP mempunyai sistem pengorganisasian yang baik dimana sesional luruh
komponen yang terlibat dalam asuhan keperawatan diatur secara profesional
(Rantung 2013). SP2KP merupakan kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di
setiap unit ruang rawat di rumah sakit. Komponennya terdiri dari: perawat, profil
pasien, sistem pemberian asuhan keperawatan, kepemimpinan, nilai-nilai profesional,
fasilitas, sarana prasarana (logistik) serta dokumentasi asuhan keperawatan (Direktorat
Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI, 2009).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa SP2KP yaitu sistem
pemberian pelayanan keperawatan professional disetiap unit ruang rawat inap di
rumah sakit yang memungkinkan perawat untuk melakukan asuhan keperawatan
professional bagi pasien. Pelaksanaan MPKP maupun SP2KP merupakan upaya untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan sehingga pelayanan keperawatan menjadi
efektif dan efisien (Keliat, 2009).
Pelayanan keperawatan profesional merupakan suatu bentuk pelayanan yang
memberi kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan otonominya
dalam mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi pelayanan/asuhan keperawatan
yang diberikan pada pasien. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode
modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan
primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :
a. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan
secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan
tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
b. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada
MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
c. Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat ditingkatkan
terutama dengan profesi lain.
d. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan
jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP hanya merawat 4-5
klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer , setiap PP merawat 9-10
klien.
e. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting
sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan
dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.
f. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung
jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim, sehingga
sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
semua asuhan yang diberikan.
C. Hasil Wawancara
Wawancara yang dilakukan kepada salah satu dosen DKKD PSIK FK UNDIP pada
tanggal 17 Oktober 2014 pukul 09.30 WIB s.d 10.25 WIB di gedung PSIK FK UNDIP
lantai 2, hasil wawancara berupa pertanyaan dan jawaban sebagai berikut:
1. Menurut bapak pengertian dari MPKP dan SP2KP apa?
Jawab:
a. MPKP yaitu suatu keinginan tentang praktik keperawatan profesional yang
membuat suatu model (seperti: skema, metode, cara, dan pendekatan) dan
fokus dari MPKP yaitu bagaimana melakukan asuhan keperawatan yang tepat
b. SP2KP yaitu suatu sistem pemberian keperawatan dikembangkan sebagai
modifikasi dari tim primer yaitu dengan mencoba menggabungkan model
tim dan primer. Cakupan SP2KP lebih luas tidak hanya fokus dengan asuhan
keperawatan saja tetapi juga fokus pada nilai, metode, dokumentasi, sarana
prasarana, dan lain-lain. SP2KP bertujuan untuk lebih merepresentasikan
praktik asuhan keperawatan profesional yang lebih komprehensif
7. Syarat apa saja yang harus dipenuhi ketika rumah sakit ingin menerapkan MPKP /
SP2KP?
Jawab:
Sebenarnya tidak ada syarat khusus ( misal: sarana dan prasarana, perawat yang
berkualitas, manajemen keperawatan yang baik, SDM yang cukup, dan lain-lain)
yang harus dipenuhi ketika suatu rumah sakit ingin menerapkan sistem tersebut.
Namun, sebenarnya kembali lagi kepada rumah sakit itu sendiri. Ketika suatu
rumah sakit ingin menerapkan sistem tersebut maka rumah sakit tersebut harus
memiliki kemauan, kesiapan untuk berubah dan komitmen utuk menerapkan
sistem tersebut. Apabila ketiga persyaratan tersebut terpenuhi, otomatis syarat-
syarat khusus yang lainnya akan mengikuti dengan sendirinya.
10. Apakah penerapan MPKP dan SP2KP hanya mencakup bidang keperawatan saja?
Jawab:
Untuk penerapan MPKP dan SP2KP di dalam RS, memang hanya ditujukan kpada
tenaga keperawatan saja. Namun, secara profesional seorang perawat juga harus
melibatkan tenaga kesehatan lainnya untuk mencapai tujuan kepada kien. Perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan yang profesional memerlukan suatu
kolaborasi dengan dokter, ahli radiologi, ahli farmasi, ahli lab, dan ahli terapi-terapi
yang lainnya disesuaikan dengan kebutuhan klien itu sendiri.
PERTANYAAN
1. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi MPKP dan SP2KP agar
penerapannya lebih baik di dalam rumah sakit?
2. Mengapa SP2KP belum banyak di terapkan di rumah sakit?
3. Bagaimana peran sebagai seorang perawat dalam menerapkan SP2KP?
4. Bagaimanakah mengkombinasikan metode pemberian asuhan keperawatan dalam
system pemberian layanan keperawatan professional?
5. Apa sajakah hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi mutu pelayanan keperawatan
professional?
6. Apakah perawat PP dapat melakukan tindakan keperawatan professional atas
kemauannya sendiri?
7. Bagaimana isi renpra sesuai standart asuhan keperawatan professional?
8. Bagaimana peranan petugas kesehatan lainnya selain perawat terhadap penerapan
MPKP/SP2KP ?
9. Bagaimanakan system MPKP yang banyak diterapkan di Indonesia saat ini?
10. Bagaimanakah peran serta mahasiswa yang praktik di klinik dalam system pelaksanaan
SP2KP/MPKP di rumah sakit?
11. Kendala apakah yang sering ditemui dalam pelaksanaan system MPKP/SPKP ?
12. Bagaimanakah menerapkan system MPKP/SP2KP yang efektif dalam sebuah rumah
sakit?
13. Jelaskan sampai sejauh mana perkembangan penerapan Model Praktek Keperawatan
Profesional yang diterapkan pada rumah sakit di Indonesia?
14. Pada Model Praktek Keperawatan Profesional berfokus pada profesionalisme
keperawatan antara lain penerapan standar asuhan keperawatan. Jelaskan bagaimana
kategori standar dari asuhan keperawatan itu sendiri yang harus diberikan kepada
pasien!
15. Jelaskan apa manfaat yang di dapat dari mempelajari MPKP dan SP2KP untuk
mahasiswa keperawatan?
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Model praktek keperawatan profesional atau MPKP adalah suatu yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan
termasuk lingkungan untuk menunjang asuhan tersebut
2. Tujuan utama Model Praktek Keperawatan Profesional ini adalah untuk
meningkatkan mutu pelayana keperawatan.
3. Komponen Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) meliputi nilai – nilai
profesional, pendekatan manajemen, hubungan profesional, sistem pemberian
asuhan keperawatan, dan kompensasi dan penghargaan
4. Pilar – pilar Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) antara lain
pendekatan manajemen keperawatan, pengorganisasian, hubungan profesional
komunikasi horizontal antara kepala ruangan dengan ketua tim dan perawat
pelaksana serta antara ketua tim dengan perawat pelaksana, dan manajemen
asuhan keperawatan.
5. Metode penugasan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) antara lain
metode kasus, fungsional, tim, perawat primer, manajemen kasus, dan
differentiated practice.
6. SP2KP merupakan sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP, dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama
profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga
kesehatan lainnya.
7. Komponen pelayanan keperawatan professional antara lain: nilai-nilai profesional
sebagai inti model, pendekatan manajemen, metode pemberian asuhan
keperawatan, hubungan professional, serta sistem kompensasi dan penghargaan,.
B. Saran
1. Untuk mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami konsep MPKP dan
SP2KP sehingga dapat menerapkan konsep tersebut ke dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan saat bekerja di klinik.
2. Bagi perawat hendaknya mampu menyesuaikan dengan program pelayanan
keperawatan MPKP dan SP2KP, dengan cara terus belajar dan melatih kemampuan
yang dimiliki demi mewujudkan kepuasan klien.
3. Untuk institusi pelayanan kesehatan, maka disarankan untuk dapat memilih
program pelayanan keperawatan yang sesuai demi mencapai asuhan keperawatan
yang profesional.
DAFTAR PUSTAKA