Anda di halaman 1dari 28

MPKP DAN SP2KP BAGAIMANA PENERAPANNYA DI RUMAH SAKIT

A. Konsep MPKP (Model Praktik Keperawatan Profesional)


1. Pengertian Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
Model praktek keperawatan profesional atau MPKP adalah suatu sistem
(struktur, proses, nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional
mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menunjang
asuhan tersebut. (Hoffart & Woods, 1996 dalam Huber, 2010).
Pengertian lain menyebutkan MPKP adalah salah satu metode pelayanan
keperawatan dari sistem, struktur, proses dan nilai-nilai profesional, yang
memfasilitasi perawat profesional yang mempunyai kemampuan dan tanggung
jawab dalam mengatasi masalah keperawatan dan telah menghasilkan berbagai
jenjang produk keperawatan untuk pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan tempat asuhan keperawatan tersebut diberikan (sitorus & Yulia, 2005).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Model praktek
kepeawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses, nilai-nilai
profesional) berupa metode pelayanan yang memfasilitasi perawat profesional
dengan kemampuan dan tanggung jawab yang dimiliki untuk memberikan asuhan
keperawatan termasuk lingkungan tempat asuhan keperawatan itu diberikan.

2. Tujuan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


Tujuan utama Model Praktek Keperawatan Profesional ini adalah untuk
meningkatkan mutu pelayana keperawatan. Sedangkan tujuan secara khusus dari
MPKP adalah :
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi
setiap tim keperawatan.

3. KomponenModel Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


Hoffart & Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari lima
komponen (sub sistem) yaitu (Huber, 2010):
a. Nilai – nilai profesional (Profesional Values)
Nilai-nilai professional menjadi komponen utama pada praktik
keperawatan profesional. Nilai-nilai professional ini merupakan inti dari MPKP.
Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien, menghargai klien, dan
melakukan yang terbaik untuk klien harus tetap ditingkatkan dalam suatu
proses keperawatan.
b. Pendekatan manajemen (Management Approach)
Seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia harus melakukan pendekatan
penyelesaian masalah, sehingga dapat diidentifikasi masalah klien, dan nantinya
dapat diterapkan terapi keperawatan yang tepat untuk masalah klien.
c. Hubungan profesional (Profesional Relationship)
Asuhan kesehatan yang diberikan kepada klien melibatkan beberapa
anggota tim kesehatan yang mana focus pemberian asuhan kesehatan adalah
klien. Karena banyaknya anggota tim kesehatan yang terlibat, maka perlu
adanya kesepakatan mengenai hubungan kolaborasi dalam pemberian asuhan
kesehatan tersebut.
d. Sistem pemberian asuhan keperawatan ( Care Delivery System)
Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang profesional,
digunakan beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, misalnya
metodekasus, fungsional, tim, dan keperawatan primer, serta manajemen
kasus. Dalam praktik keperawatan profesional, metode yang paling
memungkinkan pemberian asuhan keperawatan professional adalah metode
yang menggunakan the breath of keperawatan primer.
e. Kompensasi dan penghargaan (Compensation & Reward).
Pada suatu profesi, seorang professional mempunyai hak atas
kompensasi dan penghargaan. Kompensasi yang didapat merupakan imbalan
dari kewajiban profesi yang terlebih dahulu harus dipenuhi. Kompensasi dan
penghargaan yang diberikan pada MPKP dapat disepakati di setiap institusi
dengan mengacu pada kesepakatan bahwa layanan keperawatan adalah
pelayanan profesional.

4. Pilar – pilar Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


Model praktek keperawatan profesional terdiri dari 4 pilar diantaranya: (Keliat,
2012).
a. Pilar I yaitu Pendekatan Manajemen Keperawatan
MPKP mensyaratkan pendekatan manajemen sebagai pilar praktek
keperawatan profesional yang pertama. Pada pilar I terdiri dari:
1) Perencanaan yaitu kegiatan Model Praktek Keperawatan Profesional.
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran ddan penentuan
secara matang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa mendatang dalam
rangka pencapaian tujuan (siagiran, 2007).
Melalui visis, misi, filosofi dan kebijakan. Sedangkan untuk jenis
perencanaan jangka pendek melalui rencana kegiatan harian, bulnan,
mingguan dan tahunan.
a) Visi
Merupakan pernyataan singkat yang menyatakan mengapa
organisasi itu terbentuk serta tujuan organisasi tersebut. Visi di MPKP
adalah mengoptimalkan kemampuan kepada klien.
b) Misi
Merupakan pernyataan yang menjelaskan tujuan organisasi dalam
mencapai visi yang telah ditetapkan.
c) Filosofi
Yakni seperangkat nilai-nilai MPKP yang menjadi rujukan semua
kegiatan.
d) Kebijakan
Pernyataan yang menjadi acuan organisasi dalam mengambil
keputusan.
e) Rencana jangka pendek di ruang Model Prktek Keperawatan
Profesional
Kegiatan yang dlaksanakan oleh perawat sesuai dengan perannya
masing-masing yang dibuat setiap shif. Rencana harian dibuat
sebelum melakukan operan.
f) Rencana harian kepala ruangan
Melalui:
- Asuhan keperawatan
- Supevisi ketua tim
- Supervisi tenaga selain perawat dan kerja sama dengan tim lain yang
terkait.
Rencana harian ketua tim
- Menyelenggarakan asuhan keperawatan pasien pada tim yang
menjadi tanggung jawab
- Melakukan supervisi perawat pelaksana
- Kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain
- Alokasi pasien sesuai dengan perawat yang dinas
Rencana harian perawat pelaksana:
- Pelaksanaan shif sore atau malam
- Memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
h) Rencana bulanan kepala ruangan
Akhir bulan kepala ruangan melakukan evaluasi hasil keempat pilar.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kepala ruangan akan membuat rencana
bulanan ketua tim.
i) Rencana tahunan kepala ruangan
Akhir tahun kepala ruangan melakukan evaluasi hasil kegiatan dalam
satu tahun yang dijadikan acuan rencana tindak lanjut serta penyusunan
rencana tahunan.
Rencana kegiatan tahunan Model Praktek Keperawatan Profesional
(MPKP):
- Menyusun laporan tahun yanhg berfungsi tentang kinerja model
proketek keperawatan profesional serta evaluasi mutu pelayanan.
- Melakukan rotasi tim untuk penyegaran anggota masing – masing
tim.
- Pengembangan sumber daya manusia peningkatan jenjang karis
perawat pelaksana menjadi ketua tim dan ketua tim menjadi kepala
ruangan.
- Membuat jadwal-jadwal pelatihan.
2) Pengorganisasian yaitu kegiatan dan tenaga perawat.
Merupakan pengelompokaan aktifitas untuk mencapai tujuan melalui
struktur organisasi MPKP, menyusun daftar dinas, menyusun daftar alokasi
asuhan keperawatan pasien.
Penugasan kelompok tenaga keperawatan
a) Struktur oganisasi
Susunan komponen – komponen dalam suatu organisasi, pada pengertian
struktur oganisasi adanya pembagian kerja.
b) Daftar dinass ruangan
Daftar yang berisi jadwal dinas perawat yang bertugas, penanggung jawab
dinas/shif.
c) Daftar pasien
Daftar yang berisi nama pasien, nama dokter, nama perawat dalam tim,
penanggung jawab pasien dan alokasi perawat saan menjalankan dinas
setiap shif.
3) Pengarahan yaitu bentuk tindakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Melalui pendelegasian, supervisi, komunikasi efektif mencakup pre dan
post konferens serta manajemen konflik.
a) Pendelegasian
Melakukan pekerjaan melalui orang lain dalam pengorganisasian,
pendelegasian dilakukan agar aktifitas organisasi tetap berjalan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pendelegasian dilakukan melalui proses:
- Buat rencana tugas yang dituntaskan
- Identifikasi keterampilan dan tingkatkan pengetahuan yang
diperlakukan untuk melaksanakan tugas
- Pilih orang yang mampu melaksanakan tugas yang didelegasikan
- Evaluasi kerja setelah tugas selesai
- Pendelegasian terdiri dari tugas dan wewenang
b) Supervisi
Proses memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan tujuan
organisasi, dengan cara melakukan pelaksanaan terhadap pelaksanaan
kegiatan.
Penerapan supervisi di MPKP adalah:
- Kepala seksi keperawatan atau konsultan melakukan pengawasan
terhadap kepala ruangan.
- Kepala ruangan melakukan pengawasan terhadap ketua tim dan
perawat pelaksana.
- Ketua tim melakukan pengawasan kepasa perawat pelaksana.
c) Komunikasi efektif
Fungsi pokok manajemen, komunikasi yang kurang baik dapat
mengganggu kelancaran organisasi dalam mencapai tujuan organisasi
(Swanbrug, 2000)
Penerapan organisasi di Model praktek keperawatan profesional antara lain:
- Pre konferens
Komunikasi ketua tim dengan perawat pelaksana setelah selesai operan
untuk rencana kegiatan pada shif tersebut dipimpin oleh ketua tim
atau penanggung jawab.
- Operan
Komunikasi serah terima anta shif pagi, siang dan malam.
- Post konferens
Komunikasi ketua tim dengan perawat pelaksana tentang hasil
kegiatan sepanjang shif sebelum operan kepada shif berikutnya.
d) Manajemen konflik
Perbedaan pandangan atau ide antara satu orang dengan orang lain.
Perbedaan konflik mudah terjadi demikian juga diruang MPKP maka perlu
dibudidayakan upaya-upaya mengantisipasi konflik antara petugas tim.
Cara – cara penanganan konflik melalui:
 Berkolaborasi, yaitu upaya yang ditempuh untuk memuaskan kedua
belah pihak yang sedang berkonflik. Cara ini adalah salah satu bentuk
kerja sama, berbagai pihak yang terlibat konflik, didorong
menyelesaikan masalah yang mereka hadapi dengan jalan mencari dan
menemukan persamaan kepentingan dan bukan perbedaan. Situasi yang
diinginkan adalah tidak ada satu pihakpun yang dirugikan. Istilah lain
cara penyelesaian konflik ini adalah win – win solution.
 Berkompromi, yaitu cara penyelesaian konflik dimana semua pihak
yang berkonflik mengorbankan kepentingannya demi terjaminnya
keharmonisan hubungan kedua belah pihak tersebut. dalam upaya ini
tidak ada salah satu pihak yang menang atau kalah. Istilah lain cara
penyelesaian konflik ini adalah lose – lose solution. Dimana masing –
masing pihak akan mengorbankan kepentingannya agar hubungan
yang dijalin tetap harmonis.
4) Pengendalian yaitu proses memastikan aktifitas sebenarnya sesuai dengan
aktifitas yang direncanakan. Melalui audit, strukturl, audit proses dan audit
hasil.
Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam engendalian meliputi:
a) Menetapkan standar dan menetapkan metode dan pengukuran prestasi
kerja.
b) Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar:
 Audit struktur
Berfokus pada sumber daya manusia, lingkungan, peratan, peralatan
standar dan indikator dengan menggunakan check list (√)
 Audit proses
Pengukuran pelaksanaan pelayanan keperawatan untuk menentukan
apakah hasil keperawatan tercapai.
 Audit hasil
Audit pokok kerja berupa kondisi pasien, kondisi sumber daya manusia
atau indikator mutu.
b. Pilar II yaitu sistem penghargaan pada tenaga keperawatan.
Kemampuan perawat melakukan praktek profesional perlu dipertahankan
dan ditingkatkan melalui manajemen sumber daya manusia, sehingga perawat
mendapatkan kompensasi berupa penghargaan sesuai dengan apa yang dikerjakan
(Nursalam, 2007). Sistem penghargaan ini melalui proses rekruitmen, seleksi
kerja, orientasi, penilaian kinerja dan pengembangan staff perawat.
1) Proses rekruitmen
Penentuan perawat yang dibutuhkan diruang MPKP yang mempunyai kriteria:
a) Kepala ruangan
- Pendidikan minimal S1 keperawatan. Jika belum ada masa transisi
boleh D3 bila diruangan tersebut belum ada perawat yang
berpendidikan S1 dengan syarat mempunyai jiwa kepemimpinan.
- Pengalaman menjadi kepala ruangan minimal 2 tahun dan bekerja
pada area keperawatan minimal 2 tahun.
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan antara lain:
o Manajemen bangsal
o Pelatihan Model Praktek Keperawatan Profesional
o Komunikasi keperawatan
- Lulus tes tulis dan wawancara
b) Ketua tim
- Pendidikan minimal S1 keperawatan. Jika belum ada masa transisi
boleh D3 dengan syarat mempunyai jiwa kepemimpinan.
- Pengalama kerja minimal 2 tahun
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan, antara lain:
o Manajemen bangsal
o Pelatihan Model Praktek Keperawatan Profesional
o Komunikasi keperawatan
- Lulus tes tulis dan wawancara
c) Perawat pelaksana
- Pendidikan minimal D3
- Pengalaman kerja minimal 1 tahun
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan
- Lulus tes tulis dan wawancara.
2) Kerja orientasi
Perawat yang akan bekerja di ruang MPKP harus melalui masa orientasi yang
disebut pelatihan awal sebelum bekerja pada unit kerja MPKP.
3) Penilaian kerja.
Penilaian kinerja di ruang MPKP ditujukan pada kepala ruangan, ketua tim,
perawat pelaksana menggunakan supervsi baik secara langsung maupun secara
tidak langsung.
4) Pengembangan staf
Membantu masing-masing perawat mencapai kinerja sesuai dengan posisi dan
untuk penghargaan terhadap kemampuan profesional, bentuk pengembangan
karir, pendidikan berkelanjutan dari D3 ke S1.

c. Pilar III yaitu hubungan profesional komunikasi horizontal antara kepala ruangan
dengan ketua tim dan perawat pelaksana serta antara ketua tim dengan perawat
pelaksana. Komunikasi diagonal yang dilakukan perawat dengan profesi lainnya.
Hubungan profesional di ruang Model Praktek Keperawatan profesional adalah:
1) Rapat perawat ruangan
2) Pere dan post konferens
3) Rapat tim kesehatan
4) Visit dokter

d. Pilar IV Manajemen asuhan keperawatan, yaitu memberikan asuhan keperawatan


pada pasien secara sistematis dan terorganisir. Manajemen asuhan keperawatan
merupakan pengaturan sumber daya dalam menjalankan kegiatan kebutuhan klien
atau menyelesaikan masalah klien.

5. Metode penugasan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) dalam


keperawatan.
a. Metode kasus
Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama kali
digunakan. Sampai perang dunia II metode tersebut merupakan metode
pemberian asuhan keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada metode ini
satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien secara
total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat
bergantung pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan
klien. (Sitorus, 2006).
Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari berbagai jenis
program meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit. Agar pemanfaatan
tenaga yang bervariasi tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang
diharapkan dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, kemudian
dikembangkan metode fungsional. (Sitorus, 2006).
Kelebihan metode kasus:
1) Kebutuhan pasien terpenuhi.
2) Pasien merasa puas.
3) Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.
4) Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.
Kekurangan metode kasus:
1) Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga
tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh
2) Membutuhkan banyak tenaga.
3) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin
yang sederhana terlewatkan.
4) Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung
jawab klien bertugas.

b. Metode fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas
untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu
ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala
ruangan dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan
laporan klien. Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-
tugas apabila jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan
asuhan yang diterimanya. (Sitorus, 2006).
Kelebihan dari metode fungsional adalah:
1) Sederhana
2) Efisien.
3) Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu.
4) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas.
5) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang
kurangberpengalaman untuk satu tugas yang sederhana.
6) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang
praktek untuk ketrampilan tertentu.
Namun, Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang
menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik.
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan
keperawatan terfragmentasi.
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat
yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin
kepala ruangan.
4) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap
pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapat
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan.
5) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.
Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa perawat
pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan keefektifan metode tersebut
dalam memberikan asuhan keperawatan profesional kemudian pada tahun
1950 metode tim digunakan untuk menjawab hal tersebut. (Sitorus, 2006).
c. Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu
seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif
dan kolaboratif. Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota
kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus,
2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
1) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan
tentang prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan.
Tanggung jawab ketua tim adalah :
a) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok
dan memberikan bimbingan melalui konferensi
d) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya
2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi
yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra
tertulis yang merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil
baik apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala ruang diharapkan
telah :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan
kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim
keperawatan
e) Menjadi narasumber bagi ketua tim
f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka.
Kelebihan metode ini adalah:
a. Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
b. Pasien dilayani secara komfrehesif
c. Terciptanya kaderisasi kepemimpinan.
d. Tercipta kerja sama yang baik .
e. Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
f. Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan
aman dan efektif.
Kekurangan metode ini:
Kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga pakar
mengembangkan metode keperawatan primer (Sitorus, 2006). Selain itu:
a. Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi
tanggung jawabnya.
b. Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim
ditiadakan atau trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan kimunikasi dan
koordinasi antar anggota tim terganggu sehingga kelanncaran tugas
terhambat.
c. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung
atau berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
d. Akontabilitas dalam tim kabur.

d. Metode Perawat Primer


Menurrut Gillies (1989) “Keperawatan primer merupakan suatu metode
pemberian asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan yang dekat dan
berkesinambungan antara klien dan seorang perawat tertentu yang bertanggungjawab
dalam perencanaan, pemberian, dan koordinasi asuha keperawatan klien, selama klien
dirawat.” (Sitorus, 2006). Pada metode keperawatan primer perawat yang
bertanggung jawab terhadap pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer
(primary nurse) disingkat dengan PP. (Sitorus, 2006).
Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas, otonomi,
otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu kontinuitas, komunikasi, kolaborasi,
koordinasi, dan komitmen. (Sitorus, 2006). Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6
klien dan bertanggungjawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat dirumah
sakit atau di suatu unit. Perawat akan melakukan wawancara mengkaji secara
komprehensif, dan merencanakan asuhan keperawatan. Perawat yang peling
mengetahui keadaaan klien. Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di
delegasikan kepada perawat lain (associated nurse). PP bertanggungjawab terhadap
asuhan keperawatan klien dan menginformasikan keadaan klien kepada kepala
ruangan, dokter, dan staff keperawatan. (Sitorus, 2006).
Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan
keperawatan, tetapi juga mempunyai kewengangan untuk melakukan rujukan kepada
pekerja sosial, kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal
perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain lain. Dengan diberikannya
kewenangan, dituntut akuntabilitas perawat yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang
diberikan. Metode keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan terhadap
klien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989). (Sitorus, 2006).
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih dihargai sebagai
manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang
bermutu tinggi dan tercapainya layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan,
proteksi, informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan karena (Sitorus, 2006) :
1) Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan koordinasi
asuhan keperawatan
2) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
3) PP bertanggung jawab selama 24 jam
4) Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
5) Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.

Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan bagi PP untuk


pengembangan diri melalui implementasi ilmu pengetahuan. Hal ini dimungkinkan
karena adanya otonomi dalam membuat keputusan tentang asuhan keperawatan
klien. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan metode ini karena senantiasa
mendapat informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan komprehensif. (Sitorus,
2006). Informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui
keadaan klien. Keuntungan yang diperoleh oleh rumah sakit adalah rumah sakit tidak
harus memperkerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi harus merupakan
perawat yang bermutu tinggi. (Sitorus, 2006).Di negara maju pada umumnya perawat
yang ditunjuk sebagai PP adalah seorang spesialis perawat klinis (clinical nurse
specialist) dengan kualifikasi master keperawatan. Menurut Ellis dan Hartley (1995),
Kozier et al (1997) seorang PP bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang
terkait dengan asuhan keperawatan klien oleh karena itu kualifikasi kemampuan PP
minimal adalah sarjana keperawatan/Ners. (Sitorus, 2006).
Kelebihan metode perawat primer:
1) Mendorong kemandirian perawat.
2) Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat
3) Berkomunikasi langsung dengan Dokter
4) Perawatan adalah perawatan komfrehensif
5) Model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau diterapkan.
6) Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
7) Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan keperawatan.
Kelemahan metode perawat primer:
1) Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat
2) Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional.
3) Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.

e. Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995) menjelaskan
bahwa differentiated practice adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjamin
mutu asuhan melalui pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat
dua model yaitu model kompetensi dan model pendidikan. Pada model kompetensi,
perawat terdaftar (registered nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan
struktur peran yang sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan,
penetapan tugas keperawatan didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan
pendidikan, perawat akan ditetapkan apa yang menjadi tnggung jawab setiap perawat
dan bagaimana hubungan antar tenaga tersebut diatur (Sitorus, 2006).
f. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan secara multi
disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim
kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan
kesehatan yang optimal. ANA dalam Marquis dan Hutson (2000) mengatakan
bahwa manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan kesehatan yang
bertujuan mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup, dan efisiensi
pembiayaan. Focus pertama manajemen kasus adalah integrasi, koordinasi dan
advokasi klien, keluarga serta masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif.
Metode manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan
berfokus pada klien, koordinasi asuhan dan pelayanan antar institusi, berorientasi pada
hasil, efisiensi sumber dan kolaborasi (Sitorus, 2006).

6. Karakteristik Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


a. Penetapan jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga keperawatan
berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien.
b. Penetapan jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat MPKP, terdapat
beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care
Manager (CCM), Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis
tenaga tersebut terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab
terhadap manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut. Peran dan
fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat
tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
c. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar renpra perlu
ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi, penulisan renpra sangat menyita
waktu karena fenomena keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar manusia
d. Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP digunakan
metode modifikasi keperawatn primer, sehingga terdapat satu orang perawat
profesional yang disebut perawat primer yang bertanggung jawab dan
bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Disamping itu,
terdapat Clinical Care Manager (CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP
dalam memberikan asuhan keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran
ners spesialis pada masa yang akan datang.

7. Tingkatan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


a. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan
profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan
kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan
riset dan membimbing para perawat melakukan riset sera memanfaatkan hasil-
hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II.
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat
II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis
keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi
untuk memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer
pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-
hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis
direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya.
Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam
memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu
orang untuk 10 perawat primer (1:10).
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I.
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional
tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu:
ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan
pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim
disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula.
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal
untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu:
ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan
dokumentasi asuhan keperawatan.
(Sudarsono, 2000 dalam sitorus, 2006)

8. Langkah – langkah dalam Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang harus dilakukan,
yaitu (Sitorus, 2006).:
1) Pembentukan Tim
Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang digunakan sebagai
tempat proses belajar bagi mahasiswa keperawatan, sebaiknya kelompok kerja
ini melibatkan staf dari institusi yang berkaitan. Sehingga kegiatan ini
merupakan kegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi
pendidikan. Tim ini bisa terdiri dari seorang koordinator departemen, seorang
penyelia, dan kepala ruang rawat serta tenaga dari institusi pendidikan.
(Sitorus, 2006).
2) Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan klien/keluarga
kepatuhan perawat terhadap standar yang diniali dari dokumentasi
keperawatan, lama hari rawat dan angka infeksi noksomial. (Sitorus, 2006).
3) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian mutu
asuhan kepada pimpinan rumah sakit, departemen,staf keperawtan, dan staf
lain yang terlibat. Pada presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat
tempat implementasi MPKP akan dilaksanakan. (Sitorus, 2006).
4) Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan tempat
implementasi MPKP, antara lain (Sitorus, 2006) :
a) Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal ini
diperlukan sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan mendapat
pembinaan tentang kerangka kerja MPKP.
b) Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1
swasta dan 1 ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai pusat
pelatihan bagi perawat dari ruang rawat lain.
5) Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat
ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk
menetapkan jumlah tenaga keperawtan di suatu ruangrawat didahului
dengan menghitung jumlah klien derdasarkan derajat ketergantungan
dalam waktu tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut. (Sitorus,
2006).
6) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan
adalah metode modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam
suatu ruang rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus,
2006).:
a) Kepala ruang rawat
b) Clinical care manager
c) Perawat primer
d) Perawat asosiet
7) Pengembangan Standar rencana asuhan Keperawatan.
Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi waktu
perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dilakukan
untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan klien. Adanya standar renpra
menunjukan asuhan keperawtan yang diberikan berdasarkan konsep dan
teori keperwatan yang kukuh, yang merupakan salah satu karakteristik
pelayanan professional. Format standar renpra yang digunakan biasanya
terdiri dari bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnose keperawatan dan
data penunjang, tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan.
(Sitorus, 2006).
8) Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar renpra, format dokumentasi keperawatan lain yang
diperlukan adalah (Sitorus, 2006) :
a) Format pengkajian awal keperawatan
b) Format implementasi tindakan keperawatan
c) Format kardex
d) Format catatan perkembangan
e) Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
f) Format laporan pergantian shif
g) Resume perawatan
9) Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan
fasilitas yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan
yang di perlukan adalah (Sitorus, 2006) :
a) Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim yang berisi
nama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali sat
melakukan kontrak dengan klien/keluarga.
b) Papan MPKP
Papan MPKP berisi darfat nama-nama klien, PP, PA, dan timnya serta
dokter yang merawat klien.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini
(Sitorus, 2006) :
1) Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di
ruang yang sudah ditentukan.
2) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan
konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.
Konferensi dilakukan setelah melaukan operan dinas, sore atau malam
sesuai dengan jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat
tersendiri sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. (Sitorus, 2006).
3) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde
dengan porawat asosiet (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan
setiap hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga
sarana bagi PP untuk memperoleh tambahan data tentang kondisi klien.
(Sitorus, 2006).
4) Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar renpra.
Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan
asuhan keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang direncenakan
mengacu pada standar tersebut. (Sitorus, 2006).
5) Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan
klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara
perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan.
Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling percaya antara perawat dan
klien dapat terbina. Kontrak diawali dengan pemberian orientasibagi klien
dan keluarganya. (Sitorus, 2006).
6) Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam
tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien
yang dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari
kasus yang ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2006).
7) Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam
membimbing PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan
implementasi MPKP dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar
terdapat kesinambungan bimbingan, diperlukan buku komunikasi CCM.
Buku ini menjadi sangat diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang
yaitu anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk memberikan
bimbingan kepada PP dan PA. Bila sudah ada CCM tertentu untuk setiap
ruangan, buku komunikasi CCM tidak diperlukan lagi. (Sitorus, 2006).
8) Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat
kepada klien. Oleh karena itu, pengisisan dokumentasi secara tepat menjadi
penting.
9) Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen
evsluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi prses dilakukan oleh CCM dua kali
dalam seminggu. Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini
maslah-masalah yang ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik atau
bimbingan. Evluasi hasil (outcome) dapat dilakukan dengan (Sitorus,
2006) :
a) Memberika instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap
klien pulang.
b) Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai
berdasarkan dokumentasi.
c) Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang rawat).
d) Penilaian rata-rata lama hari rawat.
10) Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian
asuhan keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang
lebih optimal, perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan
keperawatan. Pada ruang MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan
karena sudah ada sistem yang tepat untuk menerapkannya. (Sitorus,
2006).
a) MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini,
PP pemula diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga
mempunyai kemampuan sebagai SKp/Ners. Setelah mendapatkan
pendidikan tambahan tersebut berperan sebagai PP (bukan PP
pemula). (Sitorus, 2006).
b) MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP
tingkat I, PP adalah SKp/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan
keperawatan berdasarkan ilmu dan teknologi mutakhir, diperlukan
kemampuan seorang Ners sepeialis yang akan berperan sebagai CCM.
Oleh karena itu, kemampuan perawat SKp/ Ners ditingkatkan menjadi
ners spesialis. (Sitorus, 2006).
c) MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat
ini perawat denga kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan
menjadi doktor keperawatan. Perawat diharapkan lebih banyak
melakukan penelitian keperawatan eksperimen yang dapat
meningkatkan asuhan keperwatan sekaligus mengembangkan ilmu
keperawatan. (Sitorus, 2006).

9. Studi Penelitian mengenai Penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional


(MPKP) Di beberapa Rumah Sakit.
Penerapan MPKP menjadi salah satu daya ungkit pelayanan yang berkualitas.
Beberapa rumah sakit telah berhasil menerapkan MPKP dengan baik diukur dari
tingkat kepuasan klien sebelum dan sesudah dilaksanakan MPKP. Hasil riset tentang
efektifitas pelaksanaan Model Praktik KeperawatanProfesional atau MPKP dengan
kualitaspelayanan keperawatan di dua rumah sakitpemerintah di Jakarta menunjukkan
bahwapada kelompok intervensi kepuasaan pasiendengan pelayanan keperawatan
sebelumpenerapan MPKP yaitu dengan kategoripuas (15%), kategori cukup puas
(44,1%)dan kategori kurang puas (40,9%). Setelahpenerapan MPKP hasil didapatkan
yaitukategori puas (73,9%), kategori cukup puas (25,3%) dan kategori kurang puas
(1,7%). (Sitorus, 2012 dalam jurnal keperawatan Rantung, 2013). Demikian juga di RS
Advent Bandung juga didapatkan bahwakepuasan pasien di ruang MPKP dan
ruangfungsional berbeda secara signifikan (Supit,2012 dalam jurnal keperawatan
Rantung, 2013 ). Selain itu metode ini sangat menekankan kualitas kinerja tenaga
keperawatan yang berfokus pada profesionalisme keperawatan antara lain melalui
penerapan standar asuhan keperawatan. Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, nilai-
nilai profesional perawat mempunyai hubungan yang bermakna dengan pelaksanaan
pemberian pelayanan keperawatan (Waty, 2010 dalam jurnal keperawatan Rantung,
2013). Penelitian lain yang dilakukan di RS PGI Cikini Jakarta juga menyatakan bahwa
penerapan MPKP ini mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepuasan kerja
perawat. (Sirait, 2012 dalam jurnal keperawatan Rantung, 2013).
Namun beberapa rumah sakit masih ada yang belum mencapai nilai baik dalam
memberikan pelayanan keperawatan meskipun sudah menerapkan MPKP. Hal ini
seperti yang terjadi pada Rumah sakit daerah. Dari hasil riset yang dilakukan oleh wati
(2011) dalam jurnal Analisa Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Keperawatan Di Ruang
Murai I Dan Murai II Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau adalah bahwa gambaran
komponen dari MPKP (nilai-nilai profesional, manajemendan pemberian askep serta
pengembanganprofesional diri perawat) dalam pelaksanaan pemberian pelayanan
keperawatan secara keseluruhan belum mencapai kategori baik. Kemungkinan hal ini
dikarenakan oleh banyak faktor yang menjadi hambatan, baik internal maupun
ekstemal. Faktor internal didapatkan dari kesiapan tenaga perawat yang akan
melaksanakan pemberian pelayanan keperawatan tersebut, dan faktor ekstemal
didapatkan dari kesiapan komponen-komponen pendukung yang digunakan untuk
mewujudkan pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan profesional seperti SDM,
sarana dan prasarana, dan teknik manejerial.
Dalam jurnal lain yang berjudul “Kajian Penerapan Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP) dalam pemberian asuhan Keperawatan di rumah sakit”
memberikan gambaran bahwa pelaksanaan MPKP di rumah sakit tempat penelitian
belum menggambarkan model MPKP yang normative. Pelaksanaan asuhan
keperawatan adalah model modifikasi tim dan modifikasi MPKP pemula. Selain itu,
pembinaan bangsal percontohan dengan evaluasi yang terus menerus belum
dilakukan, serta pimpinan rumah sakit sebagai pembuat kebijakan masih kurang dalam
pengetahuan tentang ilmu manajemen keperawatan.

B. Konsep SP2KP
1. Definisi
SP2KP merupakan sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional)
dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan
perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya (Perry, Potter. 2009). Sistem
pemberian pelayanan keperawatan profesional (SP2KP) adalah kegiatan pengelolaan
asuhan keperawatan di setiap unit ruang rawat di rumah sakit yang memungkinkan
perawat untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang profesional bagi pasien.
SP2KP mempunyai sistem pengorganisasian yang baik dimana sesional luruh
komponen yang terlibat dalam asuhan keperawatan diatur secara profesional
(Rantung 2013). SP2KP merupakan kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di
setiap unit ruang rawat di rumah sakit. Komponennya terdiri dari: perawat, profil
pasien, sistem pemberian asuhan keperawatan, kepemimpinan, nilai-nilai profesional,
fasilitas, sarana prasarana (logistik) serta dokumentasi asuhan keperawatan (Direktorat
Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI, 2009).
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa SP2KP yaitu sistem
pemberian pelayanan keperawatan professional disetiap unit ruang rawat inap di
rumah sakit yang memungkinkan perawat untuk melakukan asuhan keperawatan
professional bagi pasien. Pelaksanaan MPKP maupun SP2KP merupakan upaya untuk
meningkatkan mutu asuhan keperawatan sehingga pelayanan keperawatan menjadi
efektif dan efisien (Keliat, 2009).
Pelayanan keperawatan profesional merupakan suatu bentuk pelayanan yang
memberi kesempatan kepada perawat profesional untuk menerapkan otonominya
dalam mendesain, melaksanakan dan mengevaluasi pelayanan/asuhan keperawatan
yang diberikan pada pasien. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode
modifikasi keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan
primer). Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :
a. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan
secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan
tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
b. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada
MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
c. Pada metode keperawataan primer, hubungan professional dapat ditingkatkan
terutama dengan profesi lain.
d. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan
jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP hanya merawat 4-5
klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer , setiap PP merawat 9-10
klien.
e. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting
sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan
dan membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.
f. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung
jawab terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim, sehingga
sukar menetapkan siapa yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
semua asuhan yang diberikan.

2. Komponen Pelayanan Keperawatan Profesional


Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart & Woods
(1996), terdapat komponen pelayanan keperawatan professional yang diantaranya
yaitu (Kusnanto, 2004) :
a. Nilai-nilai profesional sebagai inti model
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak
klien/keluarga masuk ke suatu ruang rawat yang merupakan awal dari
penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus
dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi
partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi renpra,
PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan
asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung
jawab untuk membina performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-
nilai professional.
b. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi
yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung
jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali
dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi
manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi
keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP
akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada
renpra sesuai kebutuhan klien.
d. Hubungan professional
Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui
tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga
mampu member informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain khususnya
dokter. Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan
membantu dalam penetapan rencana tindakan medik.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan
kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan
kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat
ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan keperawatan
klien tertentu sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah
pada pendidikan ners spesialis.

Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung jawab


dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan pada
sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan beberapa orang
PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu tim yang
relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang dikelola, maupun orang-orang yang
berada dalam satu tim tersebut . Tim dapat berperan efektif jika didalam tim itu sendiri
terjalin kerjasama yang professional antara PP dan PA. selain itu tentu saja tim
tersebut juga harus mampu membangun kerjasama professional dengan tim kesehatan
lainnya.

3. Pemberian Asuhan Keperawatan Profesional berdasarkan SP2KP


SP2KP sebagai sistem pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat, dapat
memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang profesional bagi
pasien. SP2KP ini memiliki sistem pengorganisasian yang baik dimana semua
komponen yang terlibat dalam pelaksanaan asuhan keperawatadiatur secara profesional
(Sitorus & Yulia, 2006).
Praktik keperawatan dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien
mengacu pada proses keperawatan itu sendiri yaitu meliputi pengkajian, diagnose
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dalam hal pelaksanaan tindakan
maupun pendokumentasiannya perawat dituntut untuk profesional. Asuhan
keperawatan merupakan aspek legal bagi seorang perawat.Aspek legal dikaitkan dengan
dokumentasi keperawatan (Dermawan, 2012). SP2KP merupakan bantuk
pengembangan dari MPKP yang lebih profesional dan lebih baik dalam memberikan
tingkat pelayanan asuhan keperawatan terhadap klien. Didalam SP2KP kita sering
mengenal perawat primer (PP) dan perawat associate (PA). Dalam pengembangan
konsep SP2KP, perawat PP bertugas dalam menjalankan komunikasi dengan tenaga
kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, farkamasi, dll. Dalam hal ini, perawat PP bertugas
untuk memberikan hasil pemeriksaannya berdasarkan hasil pengkajian yang
berhubungan dengan perawatan pasien yang dilaksanakan oleh PA, sehingga dapat
membantu dalam memutuskan tindakan medis selanjutnya.
Dalam melakukan asuhan keperawatan yang professional, diperlukannya
membuat suatu rencana asuhan keperawatan (renpra) untuk membantu
mengidentifikasi dan menyusun strategi terhadap tindakan keperawatan yang akan
dilakukan ke pasien. Selain itu renpra juga memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Pedoman bagi PP-PA dalam melakukan tindakan dan asuhan keperawatan
professional
b. Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan berdasarkan ilmu
pengetahuan
Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai penunjuk perencanaan
asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai media komunikasi PP pada PA.
Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan PA untuk melakukan sebagian tindakan
keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab itu, sangat sulit untuk
tim PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika PP tidak membuat perencanaan
asuhan keperawatan ( renpra ). Hal ini menunjukan bahwa renpra sesungguhnya
dibuat bukan sekedar memenuhi ketentuan-ketentuan tertentu (biasanya
ketentuan dalam menentukan akreditasi rumah sakit).

C. Hasil Wawancara
Wawancara yang dilakukan kepada salah satu dosen DKKD PSIK FK UNDIP pada
tanggal 17 Oktober 2014 pukul 09.30 WIB s.d 10.25 WIB di gedung PSIK FK UNDIP
lantai 2, hasil wawancara berupa pertanyaan dan jawaban sebagai berikut:
1. Menurut bapak pengertian dari MPKP dan SP2KP apa?
Jawab:
a. MPKP yaitu suatu keinginan tentang praktik keperawatan profesional yang
membuat suatu model (seperti: skema, metode, cara, dan pendekatan) dan
fokus dari MPKP yaitu bagaimana melakukan asuhan keperawatan yang tepat
b. SP2KP yaitu suatu sistem pemberian keperawatan dikembangkan sebagai
modifikasi dari tim primer yaitu dengan mencoba menggabungkan model
tim dan primer. Cakupan SP2KP lebih luas tidak hanya fokus dengan asuhan
keperawatan saja tetapi juga fokus pada nilai, metode, dokumentasi, sarana
prasarana, dan lain-lain. SP2KP bertujuan untuk lebih merepresentasikan
praktik asuhan keperawatan profesional yang lebih komprehensif

2. Apabila diterapkan efektif manakah antara MPKP dan SP2KP?


Jawab:
Menurut penelitian dari Ratna Sitorus MPKP memiliki keefektifan dalam
meningkatkan kepuasan pasien, kecepatan pulang pasien dan biaya yang reletief
lebih murah. Sedangkan keefektifan SP2KP belum ada penelitian yang pasti tetapi
menurut narasumber jika suatu sistem sudah di kembangkan dan diterapkan pasti
juga memiliki keefektifan penerapan tersendiri

3. Rumah sakit mana saja yang menerapkan MPKP dan SP2KP?


Jawab:
Hampir semua rumah sakit menerapkan MPKP, tetapi yang menerapkan SP2KP
menurut narasumber yang diketahui yaitu RSUP Dr. Kariyadi

4. Secara terstruktur apakah terdapat perbedaan anatara MPKP dan SP2KP?


Jawab:
Secara terstruktur tidak lerlalu berbeda, komponen-komponen didalamnya terdiri
dari kepala ruang, perawat primer dan perawat assosiate. Bahkan sebelum MPKP dan
SP2KP diterapkan, suatu rumah sakit sudah memiliki komponen tersebut, hanya
saja mungkin setelah MPKP dan SP2KP diterapkan pelayanan asuhan keperawatan
profesional akan lebih maksimal karena hal tersebut sudah memiliki patokan
dengan ditegaskan adanya MPKP dan SP2KP.

5. Bagaimana SP2KP diterapkan di rumah sakit?


Jawab:
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menerapkan SP2KP di rumah sakit yaitu:
1) Sosialisasi dari kementrian kesehatan kepada rumah sakit yang ingin
menerapkan SP2KP
2) Membentuk kelompok kerja dan merancang pelaksanaan pemberian pelayanan
auhan keperawatan yang komprehensif
3) Menganalisis visibilitas sistem yang akan diterapkan
4) Harus terdapat pedoman pelaksanaan dari sistem tersebut
5) Menyiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
6) Sosialiasasi dengan penerapan SP2KP kepada suluruh yang berkepentingan
7) Dilakukan uji coba sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional
8) Mengevaluasi uji coba
9) Melaksananakan sistem dengan penerapan SP2KP

6. Apakah MPKP dan SP2KP dan diterapkan di puskesmas/ klinis?


Jawab:
Secara generik dapat diterapkan, namun pendekatannya harus lebih spesifik dan
lebih memperhatikan segala hal yang diterapkan oleh puskesmas tersebut ( misal:
manajemen, struktur, sarana prasarana dan lain-lain). Tanpa disadari sebenarnya di
puskesmas ataupun klinik menerapkan sistem MPKP tetapi tidak mendalam dan
tidak memiliki panduan yang jelas serta hanya dilakukan secara alamiah sebagai
seorang perawat.

7. Syarat apa saja yang harus dipenuhi ketika rumah sakit ingin menerapkan MPKP /
SP2KP?
Jawab:
Sebenarnya tidak ada syarat khusus ( misal: sarana dan prasarana, perawat yang
berkualitas, manajemen keperawatan yang baik, SDM yang cukup, dan lain-lain)
yang harus dipenuhi ketika suatu rumah sakit ingin menerapkan sistem tersebut.
Namun, sebenarnya kembali lagi kepada rumah sakit itu sendiri. Ketika suatu
rumah sakit ingin menerapkan sistem tersebut maka rumah sakit tersebut harus
memiliki kemauan, kesiapan untuk berubah dan komitmen utuk menerapkan
sistem tersebut. Apabila ketiga persyaratan tersebut terpenuhi, otomatis syarat-
syarat khusus yang lainnya akan mengikuti dengan sendirinya.

8. Indikator keberhasilan MPKP dan SP2KP ?


Jawab:
Indikator keberhasilan dapat dilihat dari tujuan MPKP dan SP2KP
 Tujuan MPKP yaitu:
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan
bagi setiap tim keperawatan
 Tujuan SP2KP yaitu:
Tujuan SP2KP adalah pelayanan keperawatan kepada pasien lebih terstruktur
dan kinerja perawat lebih professional
9. Apakah MPKP dan SP2KP dapat diterapkan secara bersamaan di suatu rumah sakit?
Jawab:
MPKP dan SP2KP sangat bisa diterapkan di rumah sakit, karena sebenarnya ketika
rumah sakit tersebut menerapkan SP2KP secara tidak langsung juga sudah
menerapkan MPKP. MPKP berfokus pada asuhan keperawatan saja sedangkan
SP2KP lebih komprehensif. Oleh karena itu, dengan adanya penerapan SP2KP dapat
membeuat pelayananan keperawatan di rumah sakit yang lebih baik

10. Apakah penerapan MPKP dan SP2KP hanya mencakup bidang keperawatan saja?
Jawab:
Untuk penerapan MPKP dan SP2KP di dalam RS, memang hanya ditujukan kpada
tenaga keperawatan saja. Namun, secara profesional seorang perawat juga harus
melibatkan tenaga kesehatan lainnya untuk mencapai tujuan kepada kien. Perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan yang profesional memerlukan suatu
kolaborasi dengan dokter, ahli radiologi, ahli farmasi, ahli lab, dan ahli terapi-terapi
yang lainnya disesuaikan dengan kebutuhan klien itu sendiri.

PERTANYAAN

1. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi MPKP dan SP2KP agar
penerapannya lebih baik di dalam rumah sakit?
2. Mengapa SP2KP belum banyak di terapkan di rumah sakit?
3. Bagaimana peran sebagai seorang perawat dalam menerapkan SP2KP?
4. Bagaimanakah mengkombinasikan metode pemberian asuhan keperawatan dalam
system pemberian layanan keperawatan professional?
5. Apa sajakah hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi mutu pelayanan keperawatan
professional?
6. Apakah perawat PP dapat melakukan tindakan keperawatan professional atas
kemauannya sendiri?
7. Bagaimana isi renpra sesuai standart asuhan keperawatan professional?
8. Bagaimana peranan petugas kesehatan lainnya selain perawat terhadap penerapan
MPKP/SP2KP ?
9. Bagaimanakan system MPKP yang banyak diterapkan di Indonesia saat ini?
10. Bagaimanakah peran serta mahasiswa yang praktik di klinik dalam system pelaksanaan
SP2KP/MPKP di rumah sakit?
11. Kendala apakah yang sering ditemui dalam pelaksanaan system MPKP/SPKP ?
12. Bagaimanakah menerapkan system MPKP/SP2KP yang efektif dalam sebuah rumah
sakit?
13. Jelaskan sampai sejauh mana perkembangan penerapan Model Praktek Keperawatan
Profesional yang diterapkan pada rumah sakit di Indonesia?
14. Pada Model Praktek Keperawatan Profesional berfokus pada profesionalisme
keperawatan antara lain penerapan standar asuhan keperawatan. Jelaskan bagaimana
kategori standar dari asuhan keperawatan itu sendiri yang harus diberikan kepada
pasien!
15. Jelaskan apa manfaat yang di dapat dari mempelajari MPKP dan SP2KP untuk
mahasiswa keperawatan?

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Model praktek keperawatan profesional atau MPKP adalah suatu yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan
termasuk lingkungan untuk menunjang asuhan tersebut
2. Tujuan utama Model Praktek Keperawatan Profesional ini adalah untuk
meningkatkan mutu pelayana keperawatan.
3. Komponen Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) meliputi nilai – nilai
profesional, pendekatan manajemen, hubungan profesional, sistem pemberian
asuhan keperawatan, dan kompensasi dan penghargaan
4. Pilar – pilar Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) antara lain
pendekatan manajemen keperawatan, pengorganisasian, hubungan profesional
komunikasi horizontal antara kepala ruangan dengan ketua tim dan perawat
pelaksana serta antara ketua tim dengan perawat pelaksana, dan manajemen
asuhan keperawatan.
5. Metode penugasan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) antara lain
metode kasus, fungsional, tim, perawat primer, manajemen kasus, dan
differentiated practice.
6. SP2KP merupakan sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP, dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama
profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta tenaga
kesehatan lainnya.
7. Komponen pelayanan keperawatan professional antara lain: nilai-nilai profesional
sebagai inti model, pendekatan manajemen, metode pemberian asuhan
keperawatan, hubungan professional, serta sistem kompensasi dan penghargaan,.
B. Saran
1. Untuk mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami konsep MPKP dan
SP2KP sehingga dapat menerapkan konsep tersebut ke dalam pelaksanaan
pelayanan keperawatan saat bekerja di klinik.
2. Bagi perawat hendaknya mampu menyesuaikan dengan program pelayanan
keperawatan MPKP dan SP2KP, dengan cara terus belajar dan melatih kemampuan
yang dimiliki demi mewujudkan kepuasan klien.
3. Untuk institusi pelayanan kesehatan, maka disarankan untuk dapat memilih
program pelayanan keperawatan yang sesuai demi mencapai asuhan keperawatan
yang profesional.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dermawan D. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Gosyen


Publishing
2. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI. 2009. Modul Sistem pemberian
Pelayanan Keperawatan Profesional. Jakarta: Departemen Kesehatan
3. Huber, D. 2010. Leadership and Nursing Care Management (4rd ed). USA: Saunders
elsevier
4. Keliat, Budi Anna, dkk. 2009. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :
EGC
5. Keliat, B.A. 2012. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
6. Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta :
EGC
7. Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya, Jakarta: Salemba Medika
8. Potter, Patricia A. & Perry, Anne G. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed. 7.
Jakarta: Salemba Medika
9. Pratiwi, Arum dan Abi Mukhlisin. Ejournal Keperawatan (E-Kp). “Kajian Penerapan
Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) dalam Pemberian Asuhan
Keperawatan di Rumah Sakit”. Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
UMS: Universitas Muhammadiyah Surakarta
10. Rantung, Steffy R. 2013. Ejournal Keperawatan (E-Kp). “Perbedaan
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Ruangan Sp2kp dan Non-Sp2kp di Irina A
dan Irina F Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado”. Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran: Universitas Sam Ratulangi Manado. Vol.1, No. 1; Agustus
11. Siagian, Sondang P. 2007. Manajemen sumber daya manusia. Jakata: Bumi aksara
12. Sitorus R. & Yulia. 2005. Model praktek keperawatan profesional di Rumah Sakit
Panduan Implementasi,. EGC, Jakarta
13. Sitorus & Yulia. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit:
penataan struktur & proses (sistem) pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat:
panduan implementasi. Jakarta: EGC
14. Sitorus, Ratna. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit:
Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang
Rawat:Implementasi. Jakarta: EGC
15. Swanburg, Russel C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan
Perawatan Klinis. Jakarta: EGC
16. Wati, Neni Lya, dkk. 2011. Jumal Ners Indonesia. “Analisa Pelaksanaan Pemberian
Pelayanan Keperawatan di Ruang Murai I dan Murai II R S U D Arifin Achmad Pripinsi
Riau”. Vol.1, No. 2; Maret

Anda mungkin juga menyukai