Anda di halaman 1dari 10

Teknik Budidaya Kayu Gelam (Melaleuca cajuputi) Secara Generatif

Siti Hamidah 1,2), Yudi Firmanul Arifin 1,2), Yulian Firmana Arifin 3) , Susilawati 1), Dony Hilmawan 1)
1) Fakultas Kehutanan Unlam
2) Konsorsium Pengelolaan Hutan Tropis Berkelanjutan
3) Fakultas Teknik Unlam
Email; konsorsium.phtb@gmail.com; yudifirmanul@yahoo.com

Abstrak

Kayu galam atau Melaleuca cajuputi merupakan spesies yang tumbuh alami di hutan rawa,
yang sering dimanfaatkan untuk kontruksi perumahan, dikarenakan kayunya sangat kuat (kelas
kuat II dan kelas awet III). Jenis kayu ini sebenarnya relatif mudah ditanam pada daerah rawa,
namun sampai saat ini masih jarang yang tertarik untuk membudidayakannya. Hal ini sangat
disayangkan mengingat kayu jenis ini cocok tumbuh di daerah rawa dan baik digunakan untuk
tiang penyangga rumah panggung yang banyak ditemukan di daerah rawa ataupun untuk siring
pada daerah yang berair. Selain itu kayu galam memiliki berat jenis yang tinggi dan berpotensi
untuk dijadikan bahan baku arang dan pelet kayu (energi biomassa). Budidaya galam secara biji
memang sangat sulit untuk dilakukan. Selama ini perbanyakan galam menggantungkan dari
perbanyakan secara alami, yaitu tumbuhnya biji galam setelah terjadinya proses kebakaran atau
dengan perbanyakan vegetatif, dengan meninggalkan anakan atau terubusan yang ada pada
batang. Akibatnya tumbuhan galam tidak bisa terseleksi sejak awal. Kayu galam yang tumbuh,
tidak lurus dan bengkok-bengkok.. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilaksanakan,
dengan tujuan agar dapat menentukan teknik budidaya kayu galam yang tepat, sehingga nantinya
didapatkan tanaman galam yang unggul dan dapat dijadikan sumber kayu galam terutama yang
paling baik untuk digunakan sebagai bahan penunjang konstruksi bangunan rumah tradisional di
areal lahan basah (seperti yang ada di wilayah Kalimantan Selatan). Untuk tujuan tersebut, maka
telah dilakukan serangkaian penelitian untuk menentukan teknik budidaya kayu galam melalui
biji, yaitu: dengan menentukan pohon sumber benih unggul, menentukan teknik atau metode
perlakuaan terhadap biji dan pemilihan media tanam yang cocok untuk dipergunakan. Teknik
dan metode yang diterapkan mengadopsi dari perbanyakan biji secara alami,hanya saja pada
budidaya ini biji sudah diseleksi terlebih dahulu dari pohon unggulan. Biji disangrai terlebih
dahulu, lalu direndam dalam larutan asam, dan ditanam di media terpilih. Perlakuan terhadap
biji tersebut, mengadopsi proses biji galam yang ada di alam, dimana sebelum tumbuh, biji
galam terbakar pada musim kemarau dan baru tumbuh kembali disaat musim hujan. Kondisi
habitat yang asam dibuat dengan menyiapkan larutan asam (dari cuka kayu) sebagai bahan
perendam biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji yang disangrai, direndam dalam larutan
asam, lebih mudah dan lebih banyak tumbuh daripada biji yang tidak mendapatkan perlakuan.
Adapun media tanam yang paling tepat adalah arang. Secara keseluruhan, usaha budidaya galam
melalui pembiakan secara generatif dengan biji ini memang sangat sulit. Meskipun demikian
penelitian mengenai teknik budidaya galam melalui biji ini harus terus dilaksanakan agar ke
depannya dapat dihasilkan tanaman galam dengan kualitas yang baik (lurus, tidak bengkok),
terutama jika kayu ini akan digunakan sebagai bahan bangunan atau konstruksi.

Kata kunci: galam,budidaya, pembiakan secara generatif, larutan asam, sangrai.


,
I. PENDAHULUAN

Hingga kini kebutuhan bahan baku kayu, khususnya kayu gelam (Melaleuca cajuputi),
dalam mendukung pembangunan perumahan dan infratruktur lainnya semakin besar di
Indonesia. Khususnya di Kalimantan yang sebagian wilayahnya terdiri dari kawasan rawa
menyebabkan kebutuhan akan kayu gelam sangat besar dan terus menerus.. Akan tetapi
kawasan hutan rawa gambut yang menjadi habitat di mana tumbuhan itu terdapat dari tahun
ketahun mengalami degradasi dan penyusutan. Aktifitas ini tentu saja sangat besar sekali
pengaruhnya secara ekologis terhadap populasi gelam tersebut, sedangkan sistem pengelolaan
dan tata niaganya belum diatur dengan baik, sehingga dikhawatirkan dimasa yang akan datang
akan terjadi kelangkaan dari jenis ini dan tentunya akan berdampak bagi terhambatnya
pembangunan yang membutuhkan bahan baku dari jenis kayu ini, terutama pembangunan
perumahan dan infrastruktur lainnya.
Perkayuan sebagai salah satu yang menjadi prioritas dalam pembuatan Masterplan
Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia untuk koridor 3 Regional Kalimantan,
tentunya mencakup semua jenis kayu yang besar perananya dalam pembangunan dan dibutuhkan
hampir semua kegiatan dalam pembangunan infrastruktur. Kayu gelam sebagai bahan baku
yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur tentunya mendapat perhatian yang
sangat penting untuk dikelola dan diatur tata niaganya, serta dioptimalkan pemanfaatannya.
Pada penelitian tahap-1 yang lalu telah berhasil diketahui data potensi kayu Galam di
wilayah Kalimantan Selatan, kondisi ekologi dan habitatnya, serta tata niaganya. Potensi galam
pada petak ukur 0.04 ha (400 m2) menunjukkan bahwa potensi dalam petak ukur rata-rata 2.9 m3
sampai 7,37 M3/ha dengan kerapatan batang galam pada tingkat pancang/tiang/pohon sebesar 7
batang galam per m2 atau 70.000 batang/ha. Berdasarkan kondisi ekologisnya, hutan galam:
alami,homogen,tjd setelah pembukaan hutan rawa, fire-climax krn galam tahan thd kebakaran &
kekeringan, rawa, air tawar pH Rendah (3-5)/keasaaman tinggi, kurang subur (tdk menuntut
persyaratan tumbuh yg tinggi). Kondisi iklim habitatnya mempunyai suhu rata bulanan 27°C
(min 23,4-maks 31,2 °C), kelembaban rata-rata: 86% (82-87%). Keadaan fisiografi: bentuk
lahan aluvial (dipengaruhi oleh proses sedimentasi alamani dr material organik dan organik yg
dibawa oleh luapan air sungai). Kemiringan lahan : datar (kelas lereng I) sehingga drainase
permukaaan sangat lambat dan air tanahnya sangat dangkal, ketinggian tempat (elevasi) <15 m
dpl (dataran rendah). Morfologi lahan: tanah yg terbentuk umumnya: aluvial muda (entisols):
tanah dgn kategori belum berkembang, dan juga organolsol glei humus. Sifat fisika & kimia
tanah: tekstur: berliat sangat halus, konsistansi lekat, kategori tanah basah dan secara umum (dari
C-organik, P205,K2O,KTK & kejenuhan basa) berarti tingkat kesuburannya rendah.
Hasil penelitian mengenai tataniaga kayu menunjukan kayu gelam di Kalimantan Selatan
bersumber dari hutan rawa gambut yang sebagian besar berasal dari Kabupaten Batola dan
Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. Kabupaten lainnya yang juga menghasilkan kayu gelam
adalah Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tapin dan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Dari
kabupaten-kabupaten tersebut beredar ke seluruh wilayah di Kalimantan Selatan dan sebagian
dikirim ke Pulau Jawa. Adapun urutan perdagangan dimulai dari peramu yang melakukan
penebangan di hutan selanjutnya dijual ke pengumpul kecil, setelah itu ke pengumpul besar dan
seterusnya diperdagangkan ke berbagai kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Selatan, industry
pengolahan kayu, dan sebagian dikirim ke Pulau Jawa. Sistem pengelolaannya menggunakan
sistem tebang pilih sesuai dengan tujuan penggunaan. Klasifikasi ukuran kayu gelam yang
diperdagangkan berdasarkan diameter, yaitu 3-4cm, 5-6cm, 7-8cm, 9-10cm, 11-12cm, 13-
14cm,15-19cm dan >20cm dengan panjang 4m (Hamidah dkk., 2014). Penggunaannya terdiri
dari diameter kecil (3-10cm) untuk pengecoran bangunan dan kayu bakar, sedang diameter besar
(10-20cm) untuk konstruksi pembangunan rumah di daerah rawa, dan limbahnya serta batang
yang bengkok dan cacat digunakan untuk kayu bakar. Hingga kini kayu gelam menjadi usaha
masyarakat yang potensial dan sumber pendapatan pemerintah daerah jika dikelola dengan baik.
Namun karena aturan pengelolaan dan tata niaga kayu gelam di Kalimantan Selatan tidak
berjalan dengan baik, sehingga mengancam kelestariannya terlebih lagi dengan makin luasnya
lahan rawa gambut yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Sistem Tata niaga serta
kebijakan-kebijakan yang mengaturnya yang belum jelas, mengakibatkan eksploitasi terhadap
kayu galam tidak bisa dikendalikan.
Kelestarian dan kontinuitas produksi kayu galam, makin terancam selain karena tata
niaganya yang belum jelas, juga dikarenakan belum adanya usaha budidaya dari kayu ini.
Selama ini masyarakat mengandalkan dari hasil permudaan alam. Sebagian dari terubusan kayu
bekas tebangan, sebagian dari biji. Secara fenotif penampakan peranakan dari biji dinilai lebih
baik, karena menghasilkan anakan yang berbatang lurus dan tidak banyak percabangan.
Perbanyakan dengan biji, bisa dengan cara alami, meskipun demikian perbanyakan dari biji
dengan budidaya ke depan harus diupayakan. Dengan teknik budidaya yang lebih intensif,
seperti pemilihan pohon induk yang unggul, sehingga diharapkan anakkannya akan unggul, dan
pengaturan jarak tanam dimungkinkan dengan cara budidaya tersebut, berbeda dengan secara
alami, dimana nantinya anakan akan mengelompok disatu tempat saja. Teknik budidaya
nantinya juga bisa kita atur sistem silvikulturnya, sehingga nantinya akan dihasilkan kayu galam
yang sesuai dengan penggunaannya. Selain itu perbanyakan alami banyak mengalami hambatan
seperti genangan air, tumpukan serasah dan lain-lain, sehingga dengan adanya budidaya akan
membantu penyediaan bibit galam secara kontinyu dan cepat. Berdasarkan keadaan tersebut
maka penelitian lanjutan mengenai “budidaya kayu galam” sangat diperlukan, untuk dapat
mendukung tujuan akhir mengenai optimalisasi pemanfaatan dan pelestarian kayu galam.
Tujuan khusus dari penelitian pada tahun kedua ini mengetahui bagaimana teknik
budidaya kayu galam yang tepat, yang selama ini belum pernah dilakukan karena hanya
mengandalkan dari alam, sehingga nantinya bisa ditetapkan cara penanganan benih, sampai
penanaman,penyapihan serta media apa yang paling cocok dan yang dapat menghasilkan
tanaman yang unggul atau baik kualitasnya sesuai dengan penggunaannya.

II. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian ekperimen dengan objek penelitian adalah biji gelam
yang diberi perlakukan berdasarkan keadaan terjadinya di alam dengan media disesuaikan
dengan karakteristik kondisi tempat tumbuhnya. Maksud pemberian perlakuan tersebut karena
fenomena pertumbuhan gelam di alam biasanya tercepat saat setelah terjadi kebakaran rawa
gambut dan karakteristik lahan rawa gambut adalah pH rendah (asam), intensitas cahaya tinggi,
dan kelembaban rendah.
Adapun tahapan penelitian yang dilakukan sebagai berikut:
1) benih diambil di PT. Jorong Barutama Greston dengan kriteria pohon induk yang menjadi
sumber benih memiliki ciri; batang yang lurus, sehat dan kuat,
2) benih yang terkumpul dilakukan penyeleksian untuk memperoleh 200 benih terpilih,
3) perlakuan terhadap 200 benih terpilih dilakukan dengan cara menyangrai 100 benih dengan
selama 5 menit dan 100 benih sisanya tanpa perlakuan,
4) pembuatan media tabur dilakukan pada bak-bak tabur dengan mengunakan sungkup. Apabila
perkecambahan terjadi, selanjutnya dipindahkan ke pot sapih. Kotak tabur yang digunakan
berbahan plastik agar tidak terjadi tumbuhnya jamur atau pathogen yang menyebabkan serangan
penyakit pada gelam. Ukuran bak tabur yang digunakan ialah 30x50x15 cm.
Cara pembuatan media tabur yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) pasir yang telah disaring dengan saringan ukuran diameter 5mm, kemudian di sterilisasi
terlebih dahulu, yaitu dengan cara dijemur dibawah sinar matahari dan disangrai. Pada
bagian atas media pasir dilakukan penabuaran abu setebal 0,5cm,
b) pada bagian atas media pasir yang telah disaring dan disterilisasi selanjutnya dilakukan
penaburan arang setebal 0,5 cm,
c) pada perlakuan tanah pucuk (top soil) yang telah disterilkan dengan cara disangrai dan
disaring dengan ukuran 5mm, selanjutnya dilapisi dengan abu pada bagian atas setebal
0.5 cm.
d) pada tanah pucuk yang diberikan perlakuan seperti dia di atas selanjutnya dilapisi dengan
arang pada bagian atas setebal 0.5 cm,
e) sebagai control adalah tanah pucuk yang hanya disaring dan disangrai tanpa ada
penambahan dengan media lainnya,
f) semua kegiatan dilakukan dirumah kaca dengan kelembaban dibuat stabil, yaitu antara
70-90 %,
g) selanjutnya dilakukan analisis kecepatan perkecambahan pada masing-masing perlakuan
dan media tabor. Jumlah yang berkecambah diamati setiap hari.
Adapun faktor lingkungan yang diukur pada penelitian kali ini adalah intensitas cahaya,
suhu dan kelembaban. Pengukuran dilakukan seminggu sekali pada pagi hari pukul 07.00-08.00,
dan sore hari pukul 16.00-17.00.
Pemeliharaan benih dilakukan dengan cara penyiraman yang dilakukan 2 hari sekali pada
pagi dan sore. Penyiramana ini dilakukan sampai usia tanaman 2 bulan masih mengunakan
sprayer. Selanjutnya pengamatan dilakukan 2 hari sekali setelah perlakuan dan berakhir 2 bulan
setelah tidak ada lagi benih berkecambah.
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini parameter yang diamati adalah sebagai berikut:
1) persentase hidup yaitu dengan menghitung jumlah benih yang hidup tiap perlakuan
hingga akhir penelitian dalam satuan persen (%),
2) pertambahan jumlah daun, dihitung setiap 2 hari sekali hingga akhir penelitian.
3) pertambahan tinggi anakan.

III. Hasil dan Pembahasan


3.1.Hasil

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah perkecambahan yang terjadi sangat kecil, dan
perlakuan dengan disangrai (menggoreng tanpa minyak) dan tidak disangrai hampir tidak
memberikan pengaruh. Adapun perlakuan media tanam juga tidak terlalu memberikan pengaruh.
Hasil penelitian menunjukkan hanya tanah pucuk yang dilapisi arang terjadi muncul
perkecambahan walaupun sangat kecil. Lebih jelasnya dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel1. Perkecambahan benih gelam


Perlakuan benih Perlakuan media Jumlah Keterangan
perkecambahan
Sangrai Top soil 1 Tinggi tanaman
mencapai 3 cm
dan 3 helai daun
Top soil+arang 1 Tinggi tanaman
mencapai 4,5 cm
dan 6 helai daun
Top soil+abu 0
Pasir+arang 0
Pasir+abu 0
Tidak disangrai Top soil 1 Tinggi tanaman
mencapai 4 cm
dan 2 helai daun
Top soil+arang 2 Tinggi tanaman
mencapai 4,5-6,2
cm dan 2-6 helai
daun
Top soil+abu 0
Pasir+arang 0
Pasir+abu 0

Jika dihitung dalam persen, maka jumlah yang berkecambah hanya 0,3 %, hal ini perlu ada
penelitian lanjutan yang digunakan untuk mempercepat perkecambahan biji gelam. Perlakuan
dengan disangrai dan variasi media tanam tidak memberikan peningkatan perkecambahan dan
pertumbuhan biji gelam.
Menurut Mac Kinnon dkk. (1985), gelam (Melaleuca cajuputi) banyak ditemukan di hutan
rawa gambut pasang yang dipengaruhi oleh pasang surut. Jenis ini tergolong jenis pionir fire
dimax, dimana setelah kebakaran hutan perkecambahan bijinya justru akan meningkat, karena
kebakaran dapat membersihkan serasah dan biji dorman jenis tumbuhan lain yang menjadi
kompetitornya. Kalau membaca dari pernyataan ini menunjukkan bahwa setelah kebakaran
perkecambahan biji seharusnya meningkat atau dikenal dengan fire dimax, tapi kenyataannya
tidak seperti itu, tentunya ada faktor lainnya yang besar pengaruhnya dalam perkecambahan biji
gelam. Kemungkinan yang perlu dipelajari adalah kematangan fisiologi dari biji gelam yang
dijadikan sebagai benih, karena kematangan fisiologis menentukan viabilitas terhadap benih.
Selain itu benih yang berkecambah umumnya sangat lemah dan mudah rebah selanjutnya mati,
kondisi ini juga menjadi penyebab semakin banyak ketidakberhabilan regenerasi secara
generatif. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa benih yang telah berkecambah dan tumbuh
setelah ukuran tinggi 4,5-6,2 cm dengan jumlah daun 6 helai selanjutnya mengalami
kematian,perlu adanya perlakuan khusus terhadap benih yang sudah dapat berkecambah.

Gambar 1. Buah gelam atau kapsul (sebelah kiri) dan biji gelam (sebelah kanan)
Regenerasi alam hanya dapat dilakukan di hutan gelam yang relatif padat. Permudaan
alam dapat dibuat melalui teknik pembersihan lantai hutan dengan cara menebang pohon dan
menebas tumbuhan bawah yang diikuti dengan pembakaran terkendali. Hasil uji coba
menunjukkan bahwa serasah dan sisa tebasan tumbuhan lain yang tidak terbakar, serta genangan
air sangat menghambat terjadinya permudaan gelam (Lazuardi dan Suriadi, 2000).

3.2. Pembahasan

Waktu yang tepat untuk pengambilan biji gelam biasanya di akhir musim kemarau. Biji
yang telah masak adalah biji yang telah berwarna cokelat. Dua hari setelah diambil, biji tersebut
akan pecah dengan sendirinya. Pada saat pecah, biji dan kulit biji (sekam) akan bercampur dan
sulit untuk dipisahkan (Wibisono dkk., 2005). Kebakaran justru mendorong regenerasi gelam
karena panas sisa pembakaaran cenderung membantu proses perkecambahan.
Biji gelam dapat dikategorikan biji dengan dormansi mekanis, artinya kulit buah yang
keras dan tebal sangat sulit ditembus calon akar dan tunas. Cara yang praktis untuk jenis seperti
ini adalah dengan membuang kulit buahnya yang tebal dengan cara dibakar sehingga menjadi
rusak dan mudah ditembus oleh calon akar dan tunas sebelum dilakukan penyemaian. Perlakuan
yang dilakukan dalam penelitian ini tidak dibakar tetapi dengan disangrai selama 5 menit, namun
ternyata perlakuan seperti ini belum dapat mempercepat perkecambahan. Alternatif penelitian
selanjutnya dengan cara dibakar, dengan tujuan agar buah yang tebal mudah terkelupas dan
mempercepat proses perkecambahan.
Selain media dan perlakuan benih, intensitas cahaya yang dipancarkan oleh matahari
juga sangat dibutuhkan oleh tanaman benih gelam untuk proses pertumbuhan, terutama untuk
melakukan membantu memulai perkecambahan. Jenis cahaya yang dibutuhkan adalah intensitas
dan kualitas cahaya. Intensitas terdiri dari jumlah cahaya yang diterima dan lamanya cahaya
yang terpancar, sementara kualitas cahaya adalah panjang gelombang dari cahaya tersebut yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Faktor dalam atau faktor genetik adalah faktor tanaman itu sendiri, yaitu sifat yang
terdapat di dalam bahan tanam/benih yang digunakan dalam budidaya tanaman dapat pula
menjadi penyebab rendahnya perkecambahan yang terjadi selain kondisi fisik biji itu sendiri.
Pada biji gelam kemungkinan faktor yang mempengaruhi percepatan tumbuhnya ialah tingkat
kematangan benih, ukuran biji, berat biji, kondisi persediaan makanan dalam biji,
ketidakmampuan embrio, kulit biji yang tebal, kulit biji impermeable, hormon, daya tembus air
dan oksigen yang terhadap kulit biji.
Adapun faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan biji ialah seperti suhu, air, dan
oksigen. Media pekecambahan dan cahaya juga mempengaruhi perkecambahan biji.
Perkecambahan biji tidak dapat terjadi jika benih tidak dapat menyerap air dari lingkungan.
Kondisi lingkungan pada saat penelitian berlangsung adalah intensitas cahaya 1840-5160 lux,
kelembaban 69-85%, dan suhu 27-31oC.
Salah satu kemungkinan yang dapat mempengaruhi perkecambahan biji gelam adalah
perlakuan biji saat penyangraian dilakukan, dimana saat proses pengeringan air dalam biji
setelah penyangraian tidak berjalan dengan sempurna. Kulit biji yang tebal dapat menghalangi
air yang akan keluar, akibatnya air tersebut terendap dan biji menjadi busuk, sehingga saat benih
dimasukan kedalam bak tabur presentasi kematian benih menjadi tinggi.

IV. Kesimpulan dan Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:


1) Keberhasilan pembiakan gelam secara generatif (biji) tidak hanya memperhatikan
perlakuan perlakuan terhadap biji dan media tanam semata, tetapi perlu memperhatikan
tingkat kematangan fisiologis dari biji dan lingkungan sekitar biji yang ditabur cukup
tersedia air.
2) Faktor internal dari biji gelam lebih dominan mempengaruhi keberhasilan
perkecambahan dan pertumbuhan dibandingkan dengan faktor eksternal seperti media
tanam, suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya.

Saran
1) Perlu ada penelitian lanjutan untuk menentukan kriteria biji gelam yang siap untuk
dijadikan benih.
2) Penelitian dengan cara membakar biji yang sudah terseleksi dengan untuk membantu
mengupas bagian kulit luar biji yang tebal sebagai salah satu alternatif yang dapat
dilakukan untuk mempercepat perkecambahan.
3) Umumnya anakan yang terbentuk dari pembiakan dengan biji batangnya lemah dan
mudah mati, sehingga perlu ada cara yang dapat mengurangi kematian anakan yang baru
saja tumbuh.

Daftar Pustaka

Hamidah S., Arifin Y. F., Arifin Y.F., 2014. The Analysis of Management and Timber Trade
System of Gelam (Melaleuca cajuputi) From Peat Swamp Forest in South Kalimantan.
International Journal of Wetlands Environmental Management Vol. 2 No. 2, August 2014,
ISSN 2354 5844

Lazuardi, D. dan Supriadi, R., 2000. Teknik Pengelolaan Hutan Gelam Rakyat di Kalimantan
Selatan (management technique of gelam forest in South Kalimantan). Laporan Hasil
Penelitian (report of research). Balai Teknologi Reboisasi. Departemen Kehutanan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan Banjarbaru.unpublished.

Mac Kinnon, K., Hatta, G., Halim, H., and Mangalik, A., 1996. The ecology of Kalimantan
(Indonesia Borneo). Periplus Editions (HK) Ltd. P130-458.

Wibisono I. T. C., Siboro L., Suryadiputra I. N.N., 2005. Panduan Rehabilitasi dan Teknik
Silvikultur di Lahan Gambut. Wetlands International - IP, 2005 xxiii + 174 hlm; 15 x 23
cmISBN: 979-99373-0-2

Anda mungkin juga menyukai

  • Buku Panduan Autocad
    Buku Panduan Autocad
    Dokumen5 halaman
    Buku Panduan Autocad
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen1 halaman
    Bab 1
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Achmad Sugiarto
    Achmad Sugiarto
    Dokumen3 halaman
    Achmad Sugiarto
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • KONSEP BIAYA DAN KLASIFIKASI BIAYA
    KONSEP BIAYA DAN KLASIFIKASI BIAYA
    Dokumen4 halaman
    KONSEP BIAYA DAN KLASIFIKASI BIAYA
    Deddy
    Belum ada peringkat
  • Paper Pengadaan
    Paper Pengadaan
    Dokumen6 halaman
    Paper Pengadaan
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Tabel
    Tabel
    Dokumen2 halaman
    Tabel
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • BAB I.edit 16.04
    BAB I.edit 16.04
    Dokumen5 halaman
    BAB I.edit 16.04
    Noviandini Lario
    Belum ada peringkat
  • Paper Proksi
    Paper Proksi
    Dokumen6 halaman
    Paper Proksi
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Bambu SBG Pengganti Usuk
    Bambu SBG Pengganti Usuk
    Dokumen7 halaman
    Bambu SBG Pengganti Usuk
    Glen Lino
    Belum ada peringkat
  • Form
    Form
    Dokumen3 halaman
    Form
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • HBU-Narasumber Y & R
    HBU-Narasumber Y & R
    Dokumen39 halaman
    HBU-Narasumber Y & R
    Ibrahim Darwis
    Belum ada peringkat
  • SKFP Tujuan
    SKFP Tujuan
    Dokumen1 halaman
    SKFP Tujuan
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen4 halaman
    Bab 1
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Docx
    Docx
    Dokumen4 halaman
    Docx
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Minggu 6
    Minggu 6
    Dokumen2 halaman
    Minggu 6
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • GBPK Sosmas HMS '18 - 3-3-18
    GBPK Sosmas HMS '18 - 3-3-18
    Dokumen7 halaman
    GBPK Sosmas HMS '18 - 3-3-18
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Achmad Sugiarto Week 2
    Achmad Sugiarto Week 2
    Dokumen5 halaman
    Achmad Sugiarto Week 2
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Perhitungan Durasi Dan Kebutuhan Jadi
    Perhitungan Durasi Dan Kebutuhan Jadi
    Dokumen30 halaman
    Perhitungan Durasi Dan Kebutuhan Jadi
    Amsir Limbong
    Belum ada peringkat
  • Minggu 3
    Minggu 3
    Dokumen2 halaman
    Minggu 3
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Minggu 2
    Minggu 2
    Dokumen4 halaman
    Minggu 2
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Achmad Sugiarto
    Achmad Sugiarto
    Dokumen3 halaman
    Achmad Sugiarto
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • List Artikel
    List Artikel
    Dokumen2 halaman
    List Artikel
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Achmad Sugiarto
    Achmad Sugiarto
    Dokumen3 halaman
    Achmad Sugiarto
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Minggu 7
    Minggu 7
    Dokumen4 halaman
    Minggu 7
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Achmad Sugiarto
    Achmad Sugiarto
    Dokumen3 halaman
    Achmad Sugiarto
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • REKAPITULASI RAB POS JAGA
    REKAPITULASI RAB POS JAGA
    Dokumen90 halaman
    REKAPITULASI RAB POS JAGA
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Form
    Form
    Dokumen3 halaman
    Form
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • Beban Angin Atap dan Dinding
    Beban Angin Atap dan Dinding
    Dokumen2 halaman
    Beban Angin Atap dan Dinding
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat
  • 3.1, 3.2
    3.1, 3.2
    Dokumen3 halaman
    3.1, 3.2
    Tsuna Dharmawan
    Belum ada peringkat