Anda di halaman 1dari 12

ANALISA GAS DARAH

A. Definisi
Analisa Gas Darah (AGD) merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH),
jumlah oksigen, dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk
menilai fungsi kerja paru-paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi darah
dan mengambil karbondioksida dalam darah. Analisa gas darah meliputi PO2, PCO3,
pH, HCO3, dan saturasi O2.
Analisa Gas Darah adalah suatu pemeriksaan melalui darah arteri dengan tujuan
mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh, mengetahui kadar oksigen dalam
tubuh dan mengetahui kadar karbondioksida dalam tubuh.

B. Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD) yaitu :

1. Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik

penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara
pada saluran napas yang bersifat progresif non reversible ataupun reversible parsial.

Terdiri dari 2 macam jenis yaitu bronchitis kronis dan emfisema, tetapi bisa juga
gabungan antar keduanya.

2. Pasien dengan edema pulmo

Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang
merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen
dan karbon dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah
yang buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air dalam paru-paru" ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien-pasien.

Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang berbeda. Ia


dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema, atau
dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary
edema.

3. Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)

ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler
yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan
perubahan dalarn jaring- jaring kapiler , terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi yang jelas akibat-akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan ekstansif
darah dalam paru-.paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan
surfaktan , yang mengarah pada kolaps alveolar . Komplians paru menjadi sangat
menurun atau paru- paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik
dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia ( Brunner &
Suddart 616).

4. Infark miokard

Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton,
2009). Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak
umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan (Santoso, 2005).

5. Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem dimana


alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang bertanggung jawab untuk
menyerap oksigen dari atmosfer) menjadi radang dan dengan penimbunan
cairan.Pneumonia disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena
bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi karena bahan kimia
atau kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung dari penyakit lain
seperti kanker paru atau penggunaan alkohol.

6. Pasien syok

Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang
adekuat tergantung pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung, volume darah, dan
pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain
tidak dapat melakukan kompensasi maka akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi
hipoperfusi jaringan yang menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel
sehingga seringkali menyebabkan kematian pada pasien.

7. Post pembedahan coronary arteri baypass

Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon inflamasi sistemik
pada derajat tertentu dimana hal tersebut ditandai dengan hipotensi yang menetap,
demam yang bukan disebabkan karena infeksi, DIC, oedem jaringan yang luas, dan
kegagalan beberapa organ tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini dapat disebabkan
oleh suatu respon banyak hal, antara lain oleh karena penggunaan Cardiopulmonary
Bypass (Surahman, 2010).
8. Resusitasi cardiac arrest

Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh beberapa
faktor,diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak,
sengatan listrik,kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun serangan
asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit
katup atau otot jantung) dan obat-obatan.Penyebab lain cardiac arrest adalah
tamponade jantung dan tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung,
peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darahmencegah aliran
oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi
akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan
oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal.Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5
menit dan selanjutnyaakan terjadi kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat
dideteksi dan ditangani dengansegera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan
otak, ataupun kematian mungkin bisa dicegah.

C. Kontraindikasi
Kontra Indikasi Analisa Gas Darah

1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma (Irwin & Hippe,
2010).
2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi tetap dipaksa untuk
dilakukan pengambilan darah arteri lewat arteri radialis, maka akan terjadi
thrombosis dan beresiko mengganggu viabilitas tangan.
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh darah perifer pada
tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan denganantikoagulan
dosis sedang dan tinggi merupakan kontraindikasi relatif.

D. Lokasi Pengambilan Darah


1. Arteri Radialis dan Arteri Ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)

Test Allen’s merupakan uji penilaian


terhadap sirkulasi darah di tangan, hal
ini dilakukan dengan cara yaitu: pasien
diminta untuk mengepalkan tangannya,
kemudian berikan tekanan pada arteri
radialis dan arteri ulnaris selama
beberapa menit, setelah itu minta
pasien unutk membuka tangannya,
lepaskan tekanan pada arteri, observasi
warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-
jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warnamerah menunjukkan test
allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test
allen’s negatif. Jika pemeriksaan negative, hindarkan tangan tersebut dan periksa
tangan yang lain.

2. Arteri Dorsalis pedis

merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris tidak bisa digunakan.

3. Arteri Brakialis

Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak resikonya bila terjadi
obstruksi pembuluh darah. Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan
merupakan salah satu pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.

4. Arteri Femoralis

merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat diambil.
Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh
tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat
menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.

Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu
pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.

Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika masih ada
alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi kolateral yang cukup untuk
mengatasi bila terjadi spasme atau thrombosis. Sedangkan arteri temporalis atau
axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya resiko emboli ke otak.

E. Prosedur Pengambilan Darah Arteri


Alat yang diperlukan untuk pengambilan darah arteri adalah :
- Antiseptik (kapas alkohol)
- Kassasteril
- Spuit yang steril ukuran 3 cc
- Heparin
- Kontainer atau es
- Label spesimen
- Sarung tangan
- Pengalas
- Bengkok
- Plester dan gunting
Persiapan : Cek catatan medik. Meliputi:
- Alasan pengambilan spesimen darah. Rasional mengidentifikasi tipe darah yang
dibutuhkan dan bagaimana mengumpulkannya.
- Riwayat faktor risiko perdarahan: terapi antikoagulan, gangguan perdarahan, jumlah
trombosit yang rendah. Rasional mengingatkan untuk menyiapkan peralatan tambahan
untuk penekanan pada daerah penusukan setelah dilakukannya tindakan.
- Faktor kontra indikasi dilakukan penusukan pada arteri atau vena : infus intra vena atau
keadaan setelah radikal mastektomi. Rasional mengidentifikasi daerah yang ddak dapat
digunakan sebagai tempat dilakukannya prosedur tindakan.

Siapkan formulir laboratorium.


 Cuci tangan.
 Siapkan alat dan bahan.
 Untuk pengambilan darah arteri :
 siapkan spuit aspirasi 0,5 ml heparin dengan perbandingan 1: 1000 unit/ml dari vial
 Kemudian lakukan usaha agar heparin menyentuh semua dinding bagian dalam
spuit. Rasional mencegah pembekuan darah. Ini perlu untuk keakuratan analisa
darah.

Pelaksanaan
 Beri salam, panggil pasien dengan namanya. Jelaskan tujuan, prosedur dan lama
tindakan yang akan dilakukan kepada klien. Rasional memberikan informasi pada
klien.
 Penjelasan pada pasien tantang tujuan dari test ini dan pemberitahuan bahwa
tindakan ini dapat merimbukan rasa sakit nyeri. (catatan : beberapa institusi
mengijinkan diberikan anastesi di area penusukan dengan 1% lidocaine (Xilocaine)
akan mempersiapkan diri pasien, atau pada bayi dioleskan anestesi semprot/salep.
 Beri kesempatan pada klien untuk bertanya.
 Menanyakan keluhan utarna klien.
 Memulai tindakan dengan cara yang baik.
 Jaga privacy klien. Dekatkan peralatan pada klien.
 Atur posisi klien agar nyaman.
 Identifikasi tempat penusukan.
 Posisikan klien dengan lengan ekstensi dan telapak tangan menghadap ke atas.
 Letakkan pengalas.
 Pakai sarung tangan.
 Palpasi arteri radial dan brakial dengan jari tangan.
 Tentukan daerah pulsasi maksimal. Rasional mengidentifikasi dimana letak arteri
yang paling dekat dengan permukaan kulit.
 Lakukan test Allen. Rasional untuk mengkaji keadekuatan sirkulasi kolateral pada
arteri ulnaris. Sirkulasi kolateral ini penting bila arteri radialis terobstruksi oteh
trombus setelah dilakukan tindakan penusukan. Untuk melakukan test Allen,
lakukan penekanan pada kedua denyutan radialis dan ulnaris dari salah satu
pergelangan tangan pasien sampai denyutannya hilang. Tangan menjadi pucat
karena kurangnya sirkulasi ke tangan. Lepaskan tekanan pada arteri ulnaris. Jika
tangan kembali normal dengan cepat (tangan akan kemerahan dalam 10 detik), hasil
test dinyatakan negatif dan penusukan arteri dapat dilakukan pada pergelangan
tangan tersebut. Jika setelah dilakukan pelepasan tekanan pada arteri ulnaris tangan
tetap pucat, artinya sirkulasi ulnaris tidak adekuat. Hasil test dinyatakan positif dan
pergelangan tangan yang lain harus di-test. Bila hasil test pada kedua pergelangan
tangan adalah positif, arteri femoralis harus dieksplorasi.
 Stabilisasikan arteri radial dengan melakukan hiperekstensi pergelangan tangan;
stabilisasi arteri brakialis dengan melakukan hiperekstensi siku. Rasional mencegah
agar arteri tidak "menghilang" ketika jarum ditusukkan.
 Disinfeksi daerah penusukan di sekitar pulsasi maksimal dengan kapas alkohol
dengan gerakan sirkuler dari dalam ke luar atau dengan usapan satu arah. Rasional
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam arteri dan sistem vaskular Pegang
kapas akohol dengan jari tangan dan palpasi pulsasi lagi.
 Pertahankan jari tangan di daerah proksimal dan daerah penusukan. Rasional
memastkan keakuratan insersi jarum, mencegah masuknya mikrooganisme dalam
darah.
 Masukkan jarum, dengan sudut 60-90 derajat (sesuai dengan lokasi), langsung ke
dalam arteri. Rasional sudut ini mengoptimalkan curah darah ke dalam jarum.
 Perhatikan masuknya darah ke dalam spuit yang terlihat seperti "denyutan".
Hentikan menusukkan jarum lebih jauh bila terlihat "denyutan" ini. Rasional
mengindikasikan keakuratan penempatan jarum dalam arteri, pergerakan lebih jauh
dapat menempatkan ujung jarum pada dinding arteri atau ke luar dari arteri.
 Sampel darah arteri yang baik sebaiknya menggunakan tekanan hisap minimal, dan
secara normal, darah naik ke dalam spuit dengan sendirinya.
 Pertahankan posisi dan tunggu sampai terkumpul 2 - 4 ml (atau sesuai kebutuhan)
darah ke dalam spuit.
 Letakkan kapas akohol di atas daerah penusukan dan tarik jarum
 Lakukan penekanan sesegera mungkin dengan menggunakan kapas alkohol tersebut.
Rasional membatasi jumlah perdarahan dari daerah penusukan.
 Pelihara kontinuitas penekanan selama 5' (atau selama 10' bila klien menerima
antikoagulan). Rasional memastikan waktu yang cukup untuk pembentukan formasi
pembekuan; penekanan ini lebih lama dibandingkan ketika dilakukan pengambilan
darah vena karena faktor curah darah dalam arteri.
 Keluarkan udara dari spuit.
 Ujung jarum ditusukkan ke dalam gabus.
 Pasang label identitas (nama pasien, tanggal, jam, suhu tubuh saat pengambilan,
ruangan) di spuit.
 Pastikan sampel dianalisis dalam waktu 5-10 menit, atau ditransport dalam freezer.
Bersihkan daerah penusukan dengan kapas alkohol.
 Monitor tempat penusukan terhadap adanya perdarahan dengan melakukan inspeksi;
Dan palpasi. Rasional mengidentifikasi hematoma atau perdarahan.
 Lakukan balutan tekan (pressure dressing) jika perdarahan berlanjut.
 Bereskan peralatan.
 Lepaskan sarung tangan.
 Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
 Beri reinforcement positif pada klien. Mengakhiri pertemuan dengan baik. Cuci
tangan. Dokumentasi. Dokumentasikan tindakan yang sudah dilakukan, Yang perlu
didokumentasikan meliputi:
• Waktu dilakukannya prosedur
• Jenis pemeriksaan yang dilakukan
• Keadaan kulit (kemerahan, perdarahan benebihan)

F. Interpretasi AGD
Secara singkat, hasil AGD terdiri atas komponen:

pH atau ion H+, menggambarkan apakah pasien mengalami asidosis atau alkalosis. Nilai
normal pH berkisar antara 7,35 sampai 7,45.

PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah menggambarkan
hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2 dibawah 60 mmHg
mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan. Kadar normal PO2 adalah 80-
100 mmHg

PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. Pada tingkat metabolisme normal, PCO2


dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi. PCO2 yang tinggi menggambarkan hipoventilasi
dan begitu pula sebaliknya. Pada kondisi gangguan metabolisme, PCO2 dapat menjadi
abnormal sebagai kompensasi keadaan metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45
mmHg

HCO3-, menggambarkan apakah telah terjadi gangguan metabolisme, seperti


ketoasidosis. Nilai yang rendah menggambarkan asidosis metabolik dan begitu pula
sebaliknya. HCO3- juga dapat menjadi abnormal ketika ginjal mengkompensasi
gangguan pernafasan agar pH kembali dalam rentang yang normal. Kadar HCO3- normal
berada dalam rentang 22-26 mmol/l
Base excess (BE), menggambarkan jumlah asam atau basa kuat yang harus ditambahkan
dalam mmol/l untuk membuat darah memiliki pH 7,4 pada kondisi PCO2 = 40 mmHg
dengan Hb 5,5 g/dl dan suhu 37C0. BE bernilai positif menunjukkan kondisi alkalosis
metabolik dan sebaliknya, BE bernilai negatif menunjukkan kondisi asidosis metabolik.
Nilai normal BE adalah -2 sampai 2 mmol/l

Saturasi O2, menggambarkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Nilai


normalnya adalah 95-98 %

Dari komponen-komponen tersebut dapat disimpulkan menjadi empat keadaan yang


menggambarkan konsentrasi ion H+ dalam darah yaitu:

Asidosis respiratorik

Adalah kondisi dimana pH rendah dengan kadar PCO2 tinggi dan kadar HCO3- juga
tinggi sebagai kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis tersebut. Ventilasi alveolar
yang inadekuat dapat terjadi pada keadaan seperti kegagalan otot pernafasan, gangguan
pusat pernafasan, atau intoksikasi obat. Kondisi lain yang juga dapat meningkatkan
PCO2 adalah keadaan hiperkatabolisme. Ginjal melakukan kompensasi dengan
meningkatkan ekskresi H+ dan retensi bikarbonat. Setelah terjadi kompensasi, PCO2
akan kembali ke tingkat yang normal.

Alkalosis respiratorik

Perubahan primer yang terjadi adalah menurunnya PCO2 sehingga pH meningkat.


Kondisi ini sering terjadi pada keadaan hiperventilasi, sehingga banyak CO2 yang
dilepaskan melalui ekspirasi. Penting bagi dokter untuk menentukan penyebab
hiperventilasi tersebut apakah akibat hipoksia arteri atau kelainan paru-paru, dengan
memeriksa PaO2. Penyebab hiperventilasi lain diantaranya adalah nyeri hebat, cemas,
dan iatrogenik akibat ventilator. Kompensasi ginjal adalah dengan meningkatkan
ekskresi bikarbonat dan K+ jika proses sudah kronik.

Asidosis Metabolik

Ditandai dengan menurunnya kadar HCO3-, sehingga pH menjadi turun. Biasanya


disebabkan oleh kelainan metabolik seperti meningkatnya kadar asam organik dalam
darah atau ekskresi HCO3- berlebihan. Pada kondisi ini, paru-paru akan memberi respon
yang cepat dengan melakukan hiperventilasi sehingga kadar PCO2 turun. Terlihat
sebagai pernafasan kussmaul. Pemberian ventilasi untuk memperbaiki pola pernafasan
justru akan berbahaya, karena menghambat kompensasi tubuh terhadap kondisi asidosis.
Alkalosis metabolik

Adalah keadaan pH yang meningkat dengan HCO3- yang meningkat pula. Adanya
peningkatan PCO2 menunjukkan terjadinya kompensasi dari paru-paru. Penyebab yang
paling sering adalah iatrogenik akibat pemberian siuretik (terutama furosemid),
hipokalemia, atau hipovolemia kronik dimana ginjal mereabsorpsi sodium dan
mengekskresikan H+, kehilangan asam melalui GIT bagian atas, dan pemberian HCO3-
atau prekursornya (laktat atau asetat) secara berlebihan. Persisten metabolik alkalosis
biasanya berkaitan dengan gangguan ginjal, karena biasanya ginjal dapat
mengkompensasi kondisi alkalosis metabolik.

6 Langkah mudah membaca hasil analisa gas darah


1. Lihat pH
Langkah pertama adalah lihat pH. pH normal dari darah antara 7,35 – 7,45. Jika pH
darah di bawah 7,35 berarti asidosis, dan jika di atas 7,45 berarti alkalosis.

2. Lihat CO2
Langkah kedua adalah lihat kadar pCO2. Kadar pCO2 normal adalah 35-45 mmHg. Di
bawah 35 adalah alkalosis, di atas 45 asidosis.

3. Lihat HCO3
Langkah ketiga adalah lihat kadar HCO3. Kadar normal HCO3 adalah 22-26 mEq/L. Di
bawah 22 adalah asidosis, dan di atas 26 alkalosis.

4. Bandingkan CO2 atau HCO3 dengan pH


Langkah selanjutnya adalah bandingkan kadar pCO2 atau HCO3 dengan pH untuk
menentukan jenis kelainan asam basanya. Contohnya, jika pH asidosis dan CO2 asidosis,
maka kelainannya disebabkan oleh sistem pernapasan, sehingga disebut asidosis
respiratorik. Contoh lain jika pH alkalosis dan HCO3 alkalosis, maka kelainan asam
basanya disebabkan oleh sistem metabolik (atau sistem renal) sehingga disebut metabolik
alkalosis.

5. Apakah CO2 atau HCO3 berlawanan dengan pH


Langkah kelima adalah melihat apakah kadar pCO2 atau HCO3 berlawanan arah dengan
pH. Apabila ada yang berlawanan, maka terdapat kompensasi dari salah satu sistem
pernapasan atau metabolik. Contohnya jika pH asidosis, CO2 asidosis dan HCO3
alkalosis, CO2 cocok dengan pH sehingga kelainan primernya asidosis respiratorik.
Sedangkan HCO3 berlawanan dengan pH menunjukkan adanya kompensasi dari sistem
metabolik.

6. Lihat pO2 dan saturasi O2


Langkah terakhir adalah lihat kadar PaO2 (nilai normal 80-100 mmHg) dan O2 sat (nilai
normal 95-100%). Jika di bawah normal maka menunjukkan terjadinya hipoksemia.
Untuk memudahkan mengingat mana yang searah dengan pH dan mana yang
berlawanan, maka kita bisa menggunakan akronim ROME.

Respiratory Opposite : pCO2 di atas normal berarti pH semakin rendah (asidosis) dan
sebaliknya.
Metabolic Equal : HCO3 di atas normal berarti pH semakin tinggi (alkalosis) dan
sebaliknya.
Penjelasan langkah ke-5 tentang kompensasi
Kompensasi adalah usaha tubuh untuk menjaga homeostasis dengan mengoreksi pH.
Sistem yang berlawanan akan melakukan hal ini.
Komponen sistem pernafasan untuk menyeimbangkan pH adalah CO2 yang diproduksi
melalui proses seluler dan dibuang oleh paru.
Komponen sistem renal untuk menyeimbangkan pH adalah bikabonat (HCO3) yang
dihasilkan ginjal. Ginjal juga mengontrol pH dengan mengeliminasi ion hidrogen (H+).
Kedua sistem ini berinteraksi melalui formasi carbonic acid (H2CO3).
Sistem pernafasan menyeimbangkan pH dengan meningkatkan atau
mengurangi respiratory rate (RR), dengan cara memanipulasi level CO2. Nafas cepat
dan dalam untuk mengeluarkan CO2, nafas pelan dan dangkal untuk menyimpan CO2.
Jika pH imbalans karena gangguan sistem pernafasan, maka sistem renal akan
mengoreksinya, demikian juga sebaliknya. Proses ini disebut kompensasi. Kompensasi
mungkin tidak selalu komplit. Kompensasi yang komplit mengembalikan keseimbangan
pH ke nilai normal. Kadang-kadang imbalans terlalu jauh untuk dikompensasi
mengembalikan pH menjadi normal, ini disebut kompensasi parsial.

Anda mungkin juga menyukai