Anda di halaman 1dari 8

Oleh : Nurul Rosana

Kelompok ikan di perairan dibedakan menjadi dua Yaitu : kelompok ikan pelagis dan
ikan demersal. Ikan pelagis (pelagic fish) adalah ikan yang hidup di permukaan laut
sampai kolom perairan laut. Ikan pelagis biasanya membentuk gerombolan
(schooling) dan melakukan migrasi/ruaya sesuai dengan daerah migrasinya. Bentuk
dari ikan pelagis umumnya bagian punggungnya berwarna kehitam-hitaman, atau
kebiruan bagian tengah keperakan dan bagian bawah atau perut keputih-putihan.
Perbedaan yang lain adalah ikan yang hidup didalam lumpur, diantara batu-batuan
dan tumbuhan air akan mempunyai bentuk tubuh yang memanjang seperti ular.
Sedangkan ikan perenang cepat seperti tenggiri, tongkol, dan tuna mempunyai bentuk
tubuh stream line. Bentuk tubuh dan warna serta cara bergeraknya untuk menangkap
mangsa saat makan atau menghindarkan diri dari pemangsa (Lagler,1997). Kelompok
ikan pelagis pada umumnya dibedakan menjadi dua jenis yaitu : ikan pelagis kecil
dan ikan pelagis besar.

Kelompok Ikan Pelagis Kecil


Contoh Ikan pelagis kecil adalah Ikan Selar (Selaroides leptolepis) dan Sunglir
(Elagastis bipinnulatus), Klupeid Teri (Stolephorus indicus), Japuh (Dussumieria
spp), Tembang (Sadinella fimbriata), Lemuru (Sardinella Longiceps) dan Siro
(Amblygaster sirm), dan kelompok Scrombroid seperti Kembung (Rastrellinger spp)
dan lain-lain. Kelompok ikan pelagis kecil ditangkap menggunakan alat penangkap
berupa jaring, seperti jaring insang (gillnet), jaring lingkar, pukat cincin (purse seine),
payang, dan bagan.

Ikan Kembung (Rastrellinger spp)


Sumber : KKP

Ikan Selar (Selaroides leptolepis)

Sumber : KKP

Ikan Layang (Decapterus russelli)

Sumber : KKP
Kelompok Ikan pelagis besar
Contoh Ikan pelagis besar antara lain adalah kelompok Tuna (Thunidae) dan
Cakalang (Katsuwonus pelamis), kelompok Marlin (Makaira sp), kelompok Tongkol
(Euthynnus spp) dan Tenggiri (Scomberomorus spp),dan cucut ditangkap dengan cara
dipancing menggunakan pancing trolling atau tonda (pole and line), rawai (longline).

Ikan Tuna Sirip Kuning ( Thunnus albacares)

Kelompok Ikan Demersal


Ikan demersal adalah jenis ikan yang habitatnya berada di bagian dasar perairan, alat
tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal adalah trawl dasar (bottom
trawl), jaring insang dasar (bottom gillnet), rawai dasar (bottom long line), bubu dan
lain sebagainya. Contoh Ikan demersal adalah : kakap merah/bambangan (Lutjanus
spp), peperek (Leiognatus spp), tiga waja (Epinephelus spp), bawal (Pampus spp) dan
lain-lain.
A. Ardiyana Blog
HADAPI SEMUA DENGAN SENYUMAN

Menu
Lanjut ke konten

 Beranda
 About

PENGARUH SUHU DAN SALINITAS


TERHADAP KEBERADAAN IKAN
Oktober 25, 2010 by aryansfirdaus

1.
1. SUHU

Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Di samudera, suhu bervariasi secara
horizontal sesuai garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman.
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan
dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital yang secara kolektif disebut
metabolisme, hanya berfungsi didalam kisaran suhu yang relative sempit biasanya
antara 0-40°C, meskipun demikian bebarapa beberapa ganggang hijau biru mampu
mentolerir suhu sampai 85°C. Selain itu, suhu juga sangat penting bagi kehidupan
organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun
perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak
dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di berbagai tempat di dunia yang
mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang
besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang
toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm. Sebagai contoh ikan di daerah sub-
tropis dan kutub mampu mentolerir suhu yang rendah, sedangkan ikan di daerah
tropis menyukai suhu yang hangat. Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan untuk
pertumbuhannya. Ikan yang berada pada suhu yang cocok, memiliki selera makan
yang lebih baik.

Beberapa ahli mengemukakan tentang suhu :


 Nontji (1987), menyatakan suhu merupakan parameter oseanografi yang
mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan khususnya
dan sumber daya hayati laut pada umumnya.
 Hela dan Laevastu (1970), hampir semua populasi ikan yang hidup di laut
mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya, maka dengan mengetahui
suhu optimum dari suatu spesies ikan, kita dapat menduga keberadaan
kelompok ikan, yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan perikanan.
 Nybakken (1988), sebagian besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu tubuh
dipengaruhi lingkungan) sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme.

Sesuai apa yg dikatakan Nybakken pada tahun 1988 bahwa Sebagian besar organisme
laut bersifat poikilotermik (suhu tubuh sangat dipengaruhi suhu massa air sekitarnya),
oleh karenanya pola penyebaran organisme laut sangat mengikuti perbedaan suhu laut
secara geografik. Berdasarkan penyebaran suhu permukaan laut dan penyebaran
organisme secara keseluruhan maka dapat dibedakan menjadi 4 zona biogeografik
utama yaitu: kutub, tropic, beriklim sedang panas dan beriklim sedang dingin.
Terdapat pula zona peralihan antara daerah-daerah ini, tetapi tidak mutlak karena
pembatasannya dapat agak berubah sesuai dengan musim.

Organisme perairan seperti ikan maupun udang mampu hidup baik pada kisaran suhu
20-30°C. Perubahan suhu di bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan ikan
mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya cerna (Trubus Edisi
425, 2005). Oksigen terlarut pada air yang ideal adalah 5-7 ppm. Jika kurang dari itu
maka resiko kematian dari ikan akan semakin tinggi. Namun tidak semuanya seperti
itu, ada juga beberapa ikan yang mampu hidup suhu yang sangat ekstrim.
Dari data satelit NOAA, contoh jenis ikan yang hidup pada suhu optimum 20-30°C
adalah jenis ikan ikan pelagis. Karena keberadaan beberapa ikan pelagis pada suatu
perairan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi. Faktor oseanografis yang
dominan adalah suhu perairan. Hal ini dsebabkan karena pada umumnya setiap
spesies ikan akan memilih suhu yang sesuai dengan lingkungannya untuk makan,
memijah dan aktivitas lainnya. Seperti misalnya di daerah barat Sumatera, musim
ikan cakalang di Perairan Siberut puncaknya pada musim timur dimana SPL 24-26°C,
Perairan Sipora 25-27°C, Perairan Pagai Selatan 21-23°C.

2. SALINITAS

Salinitas adalah kadar garam seluruh zat yang larut dalam 1.000 gram air laut, dengan
asumsi bahwa seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida, semua brom dan lod
diganti dengan khlor yang setara dan semua zat organik menga1ami oksidasi
sempuma (Forch et al,1902 dalam Sverdrup et al, 1942). Salinitas mempunyai peran
penting dan memiliki ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk
ikan, dimana secara fisiologis salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan
osmotik ikan tersebut.

Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas :

1. Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka
salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan
air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
2. Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka
salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah
hujan yang turun salinitas akan tinggi.
3. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak
sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan
rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut
maka salinitasnya akan tinggi.

Distribusi salinitas permukaan juga cenderung zonal. Air laut bersalinitas lebih tinggi
terdapat di daerah lintang tengah dimana evaporasi tinggi. Air laut lebih tawar
terdapat di dekat ekuator dimana air hujan mentawarkan air asin di permukaan laut,
sedangkan pada daerah lintang tinggi terdapat es yang mencair akan menawarkan
salinitas air permukaannya.
Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan di
lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen kira-kira setebal 50-70 m atau lebih
bergantung intensitas pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan homogen ini berlanjut
sampai ke dasar. Di lapisan dengan salinitas homogen, suhu juga biasanya homogen.
Baru di bawahnya terdapat lapisan pegat (discontinuity layer) dengan gradasi densitas
yang tajam yang menghambat percampuran antara lapisan di atas dan di bawahnya.
Di bawah lapisan homogen, sebaran salinitas tidak banyak lagi ditentukan oleh angin
tetapi oleh pola sirkulasi massa air di lapisan massa air di lapisan dalam. Gerakan
massa air ini bisa ditelusuri antara lain dengan mengakji sifat-sifat sebaran salinitas
maksimum dan salinitas minimum dengan metode inti (core layer method). Salinitas
di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub)
rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman.
Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o – 40oLU atau 23,5o –
40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya
evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga
salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman.
Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di
kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).

Salinitas dipengaruhi oleh massa air oseanis di bagian utara hingga bagian tengah
perairan, dan massa air tawar dari daratan yang mempengaruhi massa air di bagian
selatan dan bagian utara dekat pantai. Kondisi ini mempengaruhi densitas ikan, dan
kebanyakan kelompok ikan yang ditemukan dengan densitas tinggi (0,9 ikan/mł)
pada daerah bagian selatan dengan salinitas antara 29,36-31,84 ‰, dan densitas 0,4
ikan/mł di bagian utara dengan salinitas 29,97-32,59 ‰ . Densitas ikan tertinggi pada
lapisan kedalaman 5-15 m (0,8 ikan/mł) ditemukan pada daerah dengan salinitas
≥31,5 ‰ yaitu pada bagian utara perairan. Dibagian selatan, densitas ikan tertinggi
sebesar 0,6-0,7 ikan/mł ditemukan pada daerah dengan salinitas ≤30,0 ‰. Pola
pergeseran nilai salinitas hampir sama di tiap kedalaman, dengan nilai yang makin
bertambah sesuai dengan makin dalam perairan. Pada lapisan kedalaman 15-25 m,
kisaran salinitas meningkat hingga lebih dari 32 ‰, dan konsentrasi densitas ikan
ditemukan lebih dari 0,4 ikan/mł dengan areal yang lebih besar pada konsentrasi
salinitas ≤31,5 ‰. Konsentrasi ikan yang ditemukan pada daerah dengan salinitas
≥32,0 ‰, yaitu di bagian utara perairan sebesar 0,2-0,3 ikan/mł.

Pada lapisan kedalaman 25-35 m dan 35-45 m dijumpai kisaran salinitas yang hampir
sama yaitu 31,43-32,53 ‰ dan 31,77-32,73 ‰, dengan distribusi densitas ikan lebih
banyak ditemukan pada daerah dengan salinitas 32,0-32,5 ‰ yaitu sebesar 0,1-0,8
ikan/mł, dan kelompok ikan dengan densitas lebih kecil dari 0,1 ikan/mł
banyakditemukan pada perairan dengan salinitas ≤32,0 ‰. Pada lapisan kedalaman
35-45 m, konsentrasi densitas ikan makin berkurang. Densitas tertinggi di lapisan ini
hanya sebesar 0,17 ikan/mł, atau rata-rata densitas ikan yang ditemukan di bawah 0,1
ikan/mł. Hal ini sesuai dengan ukuran ikan yang terdeteksi, yang umumnya
merupakan ikan-ikan berukuran kecil. Dimana lebih condong terkonsentrasi pada
daerah permukaan dan dekat pantai.

Dari data diatas saya dapat menyebutkan bahwa salinitas air laut pun ditentukan pula
dengan kedalamannya, karena kedalaman air laut dapat membedakan salinitas.

Anda mungkin juga menyukai