Anda di halaman 1dari 29

1

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS III.B


PADA MATERI CUACA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW
DI SD NEGERI 63 LUBUKLINGGAU

Oleh : YURNI, S.Pd.SD

ABSTRAK

Upaya untuk meningkatkan prestasi belajar IPA pada siswa dipengaruhi


oleh banyak faktor yang saling berhubungan baik dari diri siswa atau dari luar
siswa. Beberapa masalah yang berhubungan dengan upaya untuk meningkatkan
pemahaman siswa pada materi IPA antara lain: siswa, guru, suasana kelas dan
penerapan strategi pembelajaran. Selain itu masih banyak lagi masalah yang dapat
dikemukakan dan yang berhubungan dengan upaya meningkatkan hasil belajar
siswa dalam mengikuti pelajaran IPA pada materi cuaca
Masalah utama dalam pembelajaran IPA ialah mencari metode atau model
pembelajaran yang dapat menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang
memenuhi muatan tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa,
sehingga siswa mampu mengimplementasikan hakekat nilai dalam kehidupan
sehari-hari. Mata Pelajaran IPA tingkat Sekolah Dasar (SD) kelas III merupakan
bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yaitu suatu Ilmu yang mempelajari
gejala dan peristiwa atau fenomena alam serta berusaha untuk mengungkap segala
rahasia dan hukum semesta.Objek IPA meliputi mempelajari, gejala dan peristiwa
yang terjadi atau terkandung dalam benda-benda mati atau benda yang tidak
melakukan pengembangan diri.
Sumber data dikumpulkan dari siswa, guru dan dokumen yang terlibat
dalam penelitian. Jenis data yang didapatkan adalah data kualitatif dan kuantitatif
yang terdiri dari hasil observasi terhadap pelaksanaan proses pembelajaran,
menunjukkan bahwa dari 28 siswa kelas III B SD Negeri 63 Lubuklinggau, hanya
10 siswa yang tuntas (36%) memperoleh nilai di atas KKM (nilai 70), pada pra
penelitian, siklus pertama, siklus kedua. Analisis data dilakukan melalui teknik
analisis deskriptif kuantitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan
menggunakan metode Jigsaw dapat memberi motivasi dang meningkatkan
aktifitas, kreatifitas dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran IPA pada
materi cuaca, hal ini dapat dilihat dari prestasi siswa, dari hasil penelitian dapat
dilihat bahwa tingkat ketuntasan semakin meningkat diimbangi dengan
meningkatnya rata-rata kelas.

Kata kunci : Proses belajar mengajar, metode pembelajaran Jigsaw


2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peran guru disekolah adalah membimbing proses belajar-mengajar

untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain, tugas dan peran guru

bukan hanya mengajar tetapi juga harus mendidik. Setiap guru harus

memiliki dan menguasai teknik-teknik pembelajaran, sehingga pembelajaran

dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Untuk

menciptakan proses pembelajaran yang baik, seorang guru harus

memperhatikan karakteristik anak dan penggunaan model pembelajaran yang

sesuai dengan materi ajar sehingga dapat tercipta proses pembelajaran yang

tepat, efektif, dan efisien.

Salah satu keterampilan guru yang memegang peranan penting dalam

pengajaran adalah keterampilah memilih model pembelajaran. Pemilihan

model-model pembelajaran berkaitan langsung dengan usaha-usaha guru

dalam menampilkan pengajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi

sehingga pencapaian tujuan pengajaran diperoleh secara optimal.

Namun pada kenyataannya, masih banyak siswa mengalami kesulitan

belajar IPA, hal ini disebabkan model pembelajaran yang kurang efektif dan

efisien, misalnya model pembelajaran yang monoton dari waktu ke waktu,

guru bersifat otoriter dan kurang bersahabat dengan siswa sehingga siswa

merasa jenuh dan kurang berminat untuk belajar. Menurut (Fathurrohman,


3

2007:55), “Makin tepat model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam

mengajar, diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan pembelajaran.

Tentunya faktor-faktor lain pun harus diperhatikan juga, seperti: Faktor guru,

faktor anak, faktor situasi (lingkungan belajar), media dan lain-lain”. Untuk

mengatasi hal tersebut, maka guru harus peka dan terampil dalam

menentukan strategi yang digunakan dalam pembelajaran khususnya

metode/model pembelajaran yang dipilih agar siswa termotivasi untuk belajar

IPA.

1. Identifikasi Masalah

Dari evaluasi prasiklus yang dilakukan menunjukkan bahwa ada 18

siswa dari 28 siswa yang belum tuntas atau 70% dan hanya 10 siswa (36%)

yang memperoleh nilai diatas KKM yang telah ditetapkan yaitu 70. Hal ini

dikarenakan siswa kurang berminat untuk mengikuti proses pembelajaran

yang pada akhirnya dapat menimbulkan beberapa masalah antara lain:

a. Hasil belajar siswa yang belum mencapai KKM yang telah ditetapkan

oleh sekolah

b. Siswa kurang termotivasi dan kurang aktif dalam mengikuti pelajaran

IPA

2. Analisis Masalah

Melihat kondisi pratindakan penulis menganalisis bahwa

permasalahan tersebut terjadi karena:

a. Materi yang dijelaskan oleh guru belum dipahami oleh siswa


4

b. Model dan teknik yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar

kurang tepat sehingga siswa kurang termotivasi dan kurang aktif

dalam kegiatan belajar mengajar

3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah

a. Menerapkan Model Pembelajaran Jigsaw dalam pembelajaran IPA

b. Memberikan motivasi, meningkatkan aktivitas, kreatifitas dan keaktifan

siswa dalam proses belajar mengajar

Berdasarkan uraian di atas penulis melakukan Penelitian Tindakan

Kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas III B

SDN 63 Lubuklinggau Pada Materi Cuaca Dengan Menggunakan Model

Pembelajaran Jigsaw ”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah

“Apakah melalui model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan hasil

belajar siswa kelas III B pada materi cuaca di SD Negeri 63 Lubuklinggau?”

C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Adapun tujuan penelitian perbaikan ini adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model

pembelajaran jigsaw pada materi cuaca di kelas III B SDN 63

Lubuklinggau.
5

2. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas III B SD Negeri 63

Lubuklinggau pada mata pelajaran IPA melalui model pembelajaran

jigsaw tahun ajaran 2015/2016.

D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Adapun manfaat-manfaat penelitian perbaikan secara praktik ini

adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa

Dengan menggunakan model pembelajaran jigsaw siswa diharapkan

dapat lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Sehingga siswa

mendapatkan nilai di atas KKM.

2. Bagi Guru

Memperoleh pengalaman profesional dalam mengatasi siswa yang

mengalami kesulitan dalam pembelajaran melalui pemberian motivasi

yang efektif.

3. Bagi SDN 63 Lubuklinggau

Untuk memotivasi lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan

hasil belajar, terutama pelajaran IPA

4. Bagi Peneliti.

Dengan Penelitian Tindakan Kelas ini peneliti dapat belajar tentang

model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar dan dapat

memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan dalam rangka

pengembangan ilmu yang dipelajari oleh peneliti.


6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar

Menurut Ali (2007:328), banyak definisi para ahli tentang belajar,

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. W.S Winkel memberikan pengertian belajar sebagai bentuk perubahan

diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang

baru, akibat pengalaman dan latihan.

2. Whiterington (M. Buchori,1983:3) “Belajar adalah suatu proses

perubahan dalam kepribadian sebagaimana dimanifestasikan dalam

perubahan penguasaan pola-pola respon tingkah laku yang baru nyata

dalam perubahan keterampilan, kebiasaan, kesanggupan dan sikap.”

3. Surya menyimpulkan bahwa Belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan individu untu memperoleh perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bawah belajar

pada hakikatnya merupakan suatu usaha, suatu proses perubahan tingkah laku

yang terjadi pada diri individu sebagai hasil pengalaman atau hasil interaksi

dengan lingkungannya.
7

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:260), faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:

a) Faktor Intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa itu

sendiri. Meliputi sikap terhadap belajar, motivasi belajar,

konsentrasi dalam belajar, kemampuan mengolah bahan ajar,

kemampuan menyimpulkan perolehan hasil belajar, kemampuan

berprestasi atau unjuk hasil belajar, rasa percaya diri siswa,

intelegensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar, dan cita-cita

siswa.

b) Faktor ekstern, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa itu

sendiri. Meliputi hal-hal sebagai berikut: guru sebagai pembina

belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian,

lingkungan sosial siswa di sekolah, dan kurikulum sekolah.

Syah (2005:144) menyatakan bahwa, Faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni :

a) faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi

jasmani dan rohani siswa;

b) faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan

di sekitar siswa;

c) faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya

belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunaikan

siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi


8

pembelajaran.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor

faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ada tiga macam, yakni faktor

internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar.

C. Model Jigsaw
Menurut Lie (2005:69), “Pembelajaran tipe Jigsaw adalah suatu tipe
pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan
mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya.”
Menurut Suyatno (2009:54) “Ciri-ciri pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw, yaitu: (a) setiap anggota tim terdiri dari 5-6 orang yang disebut
kelmpok asal, (b) kelompok asal tersebut dibagi lagi menjadi kelompok ahli,
(c) kelompok ahli dari masing-masing kelompok asal berdiskusi sesuai
keahliannya, dan (d) kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk saling
bertukar informasi.”
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menurut
Suyatno (2009:53) sebagai berikut.
(1) Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan
bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak
siswa dalam kelompok. (2) Tiap anggota kelompok bertugas membahas
bagian tertentu, bahan belajar tiap kelompok adalah sama. (3) Buat kelompok
ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerjasama dan
diskusi. (4) Kembali kekelompok asal, pelaksanaan tutorial kepada kelompok
asal oleh kelompok ahli. (5) Penyimpulana dan evaluasi.
Menurut Trianto (2007:56), langkah-langkah pembelajaran Jigsaw
sebagai berikut.
(1) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5-6
orang). (2) Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang
telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab. (3) Setiap anggota kelompok
9

membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk


mempelajarinya. (4) Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub
bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk
mendiskusikannya. (5) Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke
kelompoknnya bertugas mengajar teman-temannya. (6) Pada pertemuan dan
diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai tagihan berupa kuis individu.
Berdasarkan uaraian di atas, maka model pembelajaran Jigsaw adalah
model pembelajaran yang berorientasi pada beberapa anggota dalam satu
kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan
mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya.
Menurut Baiduri (2012: 9), kelebihan-kelebihan dari pembelajaran
Jigsaw sebagai berikut.
1) Mendorong siswa untuk lebih aktif di kelas, kreatif dalam berfikir serta
bertanggungjawab terhadap proses belajar yang dilakukannya, 2) mendorong
siswa untuk berfikir kritis dan dinamis, 3) memberi kesempatan setiap siswa
untuk menerapkan dan mengembangkan ide yang dimiliki untuk menjelaskan
materi yang dipelajari kepada siswa lain dalam kelompok belajar yang telah
dibentuk oleh guru, 4) diskusi tidak didominasi oleh siswa tertentu saja, tetapi
semua siswa dituntut untuk menjadi aktif dalam diskusi tersebut.
Menurut Baiduri (2012: 12), kekurangan dari pembelajaran Jigsaw
sebagai berikut.
1) Proses belajar mengajar (PBM) membutuhkan lebih banyak waktu
dibanding metode yang lain, 2) Bagi guru metode ini memerlukan
kemampuan lebih karena setiap kelompok membutuhkan penanganan
yang berbeda.
D. Cuaca di Indonesia

Negara Asia Tenggara adalah sekitar tiga kali ukuran Spanyol. Wilayah

Indonesia sendiri terletak pada garis lintang 6° LU (lintang utara) dan 11° LS

(lintang selatan). Karena letaknya ini, Indonesia merupakan negara dengan


10

iklim tropis yang memiliki 2 musim yakni musim hujan dan musim kemarau,

dengan pergantian musim 6 bulan sekali.

Pulau-pulau terbesar dari barat ke timur adalah Sumatera, Jawa,

Kalimantan, dan Sulawesi, tetapi ada lebih dari 13.600 pulau-pulau kecil

(lebih dari 6.000 tidak berpenghuni), yang mana Bali dan Maluku adalah

yang paling dikenal. Indonesia juga termasuk bagian barat (Irian Jaya) dari

pulau besar Papua Nugini.

Sebagian besar pulau bergunung-gunung, dengan banyak puncak

gunung berapi dan pegunungan lainnya melebihi 3.000 m / 10.000 kaki.

Akibatnya banyak perbedaan lokal yang tajam mengenai iklim di Indonesia;

tidak hanya temperatur yang lebih rendah di bukit-bukit, tetapi jumlah dan

musim hujan maksimum bervariasi dengan paparan yang berbeda dari pulau-

pulau ke-dua sistem angin musiman utama.

1. Cuaca di Indonesia

Seluruh kepulauan secara bergantian didominasi oleh monsun

utara, bertiup dari Cina dan Pasifik utara antara November dan Maret,

dan musim hujan selatan, bertiup dari Samudera Hindia dan benua

Australia antara Mei dan September. Selama beberapa minggu, sekitar

bulan April dan Oktober angin bertiup ringan dan bervariasi arahnya; ini

adalah masa transisi ketika sabuk Doldrum, atau konvergensi intertropis,

bergerak ke utara atau selatan pulau. Selain menurunnya suhu di

pegunungan tinggi, cuaca dan iklim Indonesia khas di daerah

khatulistiwa. Curah hujan berat dan terdistribusi sepanjang tahun.


11

Sebagian besar tempat menerima 1,500-4,000 mm / 60-160 hujan dalam

setahun. Banyak tempat memiliki dua periode basah selama perjalanan

sabuk Doldrum; tapi pantai yang menghadap ke selatan dan pulau-pulau

selatan khatulistiwa cenderung basah selama periode monsun selatan, dan

pantai yang menghadap utara dan pulau-pulau bagian utara yang basah

selama periode musim hujan utara. Sebagian besar curah hujan berat dan

disertai guntur.

Beberapa daerah di Indonesia mengalami lebih banyak badai

daripada di tempat lain di dunia. Namun, sinar matahari melimpah di

Indonesia. Selama bulan-bulan basah rata-rata sinar matahari 4-5 jam

sehari, meningkat menjadi delapan atau sembilan jam sehari selama

periode kering. Iklim tropis terjadi karena pergerakan semu matahari.

Kita maklum bahwa matahari hanya beredar pada lintang 23, 30° LU

sampai dengan 23, 30° LS, sehingga semua wilayah pada pertengahan

kedua garis lintang itu sepanjang tahun mendapatkan penyinaran

matahari (salah satu ciri dari iklim tropis).

2. Perubahan Musim

Terjadinya perubahan musim disebabkan oleh terjadinya

peredaran semu matahari setiap tahun.

1) Peredaran Semu Matahari Tahunan

Peredaran semu matahari adalah gerakan semu matahari dari

khatulistiwa menuju garis lintang balik utara 23½o LU, kembali ke

khatulistiwa dan bergeser menuju ke garis lintang balik selatan 23


12

½o LS dan kembali lagi ke khatulistiwa. Hal tersebut berpengaruh

pada letak tempat terbit dan terbenamnya matahari yang setiap hari

tidaklah sama.

Setiap hari akan terjadi pergeseran dari letak

terbit/terbenamnya dibandingkan dengan letak yang kemarin.

Pergeseran ini disebabkan karena proses perputaran bumi

mengelilingi matahari (revolusi), sehingga dapat diketahui bahwa

yang berubah adalah posisi bumi terhadap matahari. Akibat dari

perputaran bumi yang mengelilingi matahari

tersebut, terjadi pergeseran semu letak terbit/terbenamnya matahari.

2) Terbentuknya Angin Muson

Perubahan letak terbitnya matahari berpengaruh terhadap

intensitas cahaya matahari pada wilayah yang berkaitan langsung

dengan tempat lintasan peredaran semu matahari tersebut. Salah satu

akibat dari peredaran semu tahunan matahari adalah terjadinya

perubahan gerakan angin yang dikenal dengan nama angin muson.

Angin muson adalah angin yang bertiup setiap 6 bulan sekali dan

selalu berganti arah. Di Indonesia terdapat dua angin muson, yaitu:

a. Angin muson barat

Bertiup setiap bulan Oktober sampai Maret, saat kedudukan

semu matahari di belahan bumi selatan. Hal ini menyebabkan

tekanan udara maksimum di Asia dan tekanan udara minimum

di Australia, maka bertiuplah angin dari Asia ke Australia


13

(tekanan tinggi ke rendah). Karena angin melalui Samudra

Hindia, maka angin tersebut mengandung uap air yang banyak,

sehingga pada bulan Oktober sampai Maret di Indonesia terjadi

musim penghujan.

b. Angin muson timur

Bertiup mulai bulan April sampai September, di mana

kedudukan semu matahari di belahan bumi utara. Akibatnya

tekanan udara di Asia rendah dan tekanan udara di Australia

tinggi, sehingga angin bertiup dari Australia ke Asia. Angin

tersebut melewati gurun yang luas di Australia, sehingga bersifat

kering. Oleh karena itu Indonesia saat itu mengalami musim

kemarau.
14

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian, Pihak yang Membantu

a. Subjek Penelitian:

Subjek penelitian dalam Penelitian Perbaikan Pembelajaran ini adalah

siswa kelas III B SD Negeri 63 Lubuklinggau yang berjumlah 28 siswa

yang terdiri dari 14 laki-laki dan 14 perempuan semester II Tahun

Pelajaran 2015/2016.

b. Tempat Penelitian:

Tempat penelitian adalah SD Negeri 63 Lubuklinggau Jalan Jendral Besar

HM. Soeharto KM 12 Kelurahan Lubukkupang Kecamatan Lubuklinggau

Selatan 1 Kota Lubuklinggau Provinsi Sumatera Selatan

c. Waktu Penelitian :

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu mulai bulan Februari 2016

sampai dengan April 2016, dengan 6 jam pelajaran (6 x 35 menit)..

Sebagai gambaran kongkret jadwal penelitian ini adalah:

No Kegiatan Materi Pembelajaran Tanggal

1 Prasiklus Cuaca Kamis, 25 Februari 2016

2 Siklus I Cuaca Selasa, 15 Maret 2016

3 Siklus II Cuaca Selasa, 12 April 2016


15

d. Pihak yang Membantu :

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dibantu oleh Kepala SDN 63

Lubuklinggau yaitu Ibu Pertiwi, S.Pd.SD dan 2 orang guru yaitu Ibu

Mince Arni, S.Pd. Dan Ibu Asma Satar, S.Pd

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran

Adapun pelaksanaan penelitian ini melalui langkah siklus sebanyak tiga

siklus, dan masing-masing siklus terdiri dari empat tahap, yaitu : Perencanaan

(planning), Pelaksanaan (acting), Pengamatan (observing) dan Refleksi

(reflecting) (Suharsini Arikunto, 2006).

Deskripsi Persiklus

a. Prasiklus

Pada prasiklus peneliti melakukan evaluasi terhadap pembelajaran yang

menggunakan metode konvensional kepada siswa.

Adapun langkah-langkah pembelajaran pada tahap prasiklus adalah sebagai

berikut:

1. Planning atau Perencanaan tindakan yang meliputi: menentukan

kompetensi dasar yang akan dijadikan sasaran dalam tindakan, merancang

RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), menyusun skenario

pembelajaran yaitu dengan metode ceramah, menyiapkan LKS,

menyiapkan sumber belajar, menyiapkan format lembaran observasi

aktifitas guru dan siswa, menyusun instrumen pengumpulan data,

menetapkan indikator ketercapaian proses maupun hasil belajar, dan

menyiapkan format evaluasi.


16

2. Acting atau Pelaksanaan tindakan yaitu guru mengajar dengan metode

ceramah

3. Observasi atau Pengamatan yaitu guru mengamati partisipasi siswa selama

pembelajaran berlangsung. Pada tahap observasi, peneliti sebagai guru

pengajar melakukan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran

konvensional dan teman sejawat mengobservasi tindakan yang sedang

dilakukan oleh guru dan aktivitas siswa di dalam kelas di lakukan dengan

lembar pengamatan yang telah disiapkan.

4. Refleksi yaitu kegiatan mengingat dan merenungkan hasil hasil yang telah

dicatat dalam lembaran observasi. Kegiatan pada tahap ini adalah peneliti

bersama-sama observer mendiskusikan hasil tindakan, dari hasil tersebut

peneliti dan guru dapat merefleksikannya dengan melihat data

pengamatan.

b. Siklus I

Sedangkan langkah-langkah pada siklus I yang peneliti lakukan adalah

sebagai berikut:

1. Planning atau perencanaan tindakan yang meliputi: menentukan

kompetensi dasar yang akan dijadikan sasaran dalam tindakan, merancang

RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), menyusun skenario

pembelajaran yaitu dengan model pembelajaran jigsaw, menyiapkan LKS,

menyiapkan sumber belajar, menyiapkan format lembaran observasi

aktifitas guru dan siswa, menyusun instrumen pengumpulan data,


17

menetapkan indikator ketercapaian proses maupun hasil belajar, dan

menyiapkan format evaluasi.

2. Acting atau melaksanakan tindakan. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan

selama 1 x pertemuan disesuaikan dengan setting tindakan yang telah

ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) terlampir.

3. Observasi atau pengamatan. Pengamatan saat proses pembelajaran

berlangsung dilakukan pengamatan terhadap perilaku siswa. Pengamatan

dilakukan untuk mengetahui sikap dan perilaku siswa terhadap

pembelajaran IPA dengan model pembelajaran jigsaw. Pelaksanaan

pengamatan mulai awal pembelajaran ketika guru melakukan apersepsi

sampai akhir pembelajaran dengan menggunakan lembar pengamatan

terlampir.

4. Reflecting yakni melaksanakan refleksi. Refleksi merupakan kegiatan

menganalisis semua data atau informasi yang dikumpulkan dari penelitian

tindakan yang dilaksanakan, sehingga dapat diketahui berhasil atau

tidaknya tindakan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang diharapkan

yaitu dengan membandingkan hasil dari kondisi awal dengan siklus I.

c. Siklus II

Untuk langkah-langkah pada siklus II peneliti melakukan kegiatan sebagai

berikut:

1. Planning atau perencanaan. Sebagai tindak lanjut siklus I, dalam siklus II

dilakukan perbaikan. Penulis mencari kekurangan dan kelebihan pada

pembelajaran membuat ringkasan wacana pada siklus I. Kelebihan yang


18

ada pada siklus I dipertahankan pada siklus II, sedangkan kekurangannya

diperbaiki. Peneliti memperbaiki rencana pelaksanaan pembelajaran

berdasarkan siklus I. penulis juga menyiapkan pedoman wawancara,

lembar observasi untuk mengetahui kemampuan siswa memahami materi

dengan model pembelajaran jigsaw.

2. Acting atau melaksanakan tindakan. Proses tindakan pada siklus II dengan

melaksanakan proses pembelajaran berdasarkan pada pengalaman hasil

dari siklus I. Dalam tahap ini peneliti melaksanakan proses pembelajaran

berdasarkan Tindakan pada siklus I, perbedaannya adalah pada siklus II

dilaksanakan dengan cara menyederhanakan materi pembelajaran dan

menambahkan media pengajaran dengan cara membagikan contoh

ringkasan wacana kepada masing-masing siswa.

3. Observasi atau pengamatan. Adapun yang diobservasi pada siklus II sama

seperti siklus I, meliputi: hasil tes dan nontes (pengamatan dan

wawancara). Pedoman pengamatan pada siklus II memperhatikan

instrumen serta kriteria seperti yang terdapat pada siklus I.

4. Reflecting yakni melaksanakan refleksi. Refleksi merupakan kegiatan

menganalisis semua data atau informasi yang dikumpulkan dari penelitian

tindakan yang dilaksanakan, sehingga dapat diketahui berhasil atau

tidaknya tindakan yang telah dilaksanakan pada siklus II dengan tujuan

yang diharapkan. Pada kegiatan ini yaitu dengan membandingkan hasil

dari siklus I dengan siklus II.


19

C. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari tes awal dan tes akhir akan dianalisis

peneliti dengan cara membandingkan nilai tes awal dan tes setiap siklus

pembelajaran. Nilai-nilai tes tersebut dicari persentase dari nilai rata-rata, lalu

dimunculkan dalam bentuk tabel. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa

siswa telah tuntas belajar apabila :

1. Secara Individu siswa dinyatakan tuntas jika memperoleh nilai ≥ 70 (sama

dengan atau di atas kriteria ketuntasan minimal).

2. Secara klasikal kegiatan pembelajaran dinyatakan tuntas jika 85 % siswa

memperoleh nilai ≥ 70.

Untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar IPA perindividu,

menggunakan rumus:

Jumlah Jawaban Benar


Nilai  x 100 (Syah, 2005:217)
Jumlah Butir Soal

Selanjutnya untuk mengetahui nilai secara umum atau secara klasikal,

peneliti mempersentasekan jumlah siswa yang mendapat nilai 70 ke atas

dengan menggunakan rumus persentase sebagai berikut:

X  T
x100%
M

Keterangan:

X : Persentase ketuntasan belajar

T : Jumlah siswa yang tuntas belajar

M : Jumlah siswa seluruhnya dikelas tersebut


20

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan

Bagian ini memuat data dan pengolahan data yang diperoleh

berdasarkan observasi terhadap aktivitas belajar siswa dan hasil evaluasi yang

dilakukan dalam proses pembelajaran IPA di Kelas III B SD Negeri 63

Lubuklinggau, antara lain :

a. Hasil Observasi

Hasil observasi yang dilakukan guru dan observer/supervisor 2

terhadap siswa dari sebelum perbaikan dan setelah perbaikan pembelajaran

tersaji pada tabel 4.1 berikut ini :

Tabel 4.1
Aktivitas Siswa Kelas III B SDN 63 Lubuklinggau
Keteribatan
Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2
peserta didik
NO
dalam Jumlah Jumlah Jumlah
% % %
pembelajaran siswa siswa Siswa
1 Terlibat Aktif 13 46% 19 68% 25 89%
2 Terlibat Pasif 5 18% 7 25% 2 7%
3 Tidak Terlibat 10 36% 2 7% 1 4%
Jumlah 28 100% 28 100% 28 100%

Keterangan:

a. Terlibat aktif, artinya siswa menyimak dengan sungguh-sungguh,

mengajukan pertanyaan, mampu menjawab pertanyaan dengan benar, ikut

aktif berdiskusi dan berani mengeluarkan pendapat.


21

b. Terlibat pasif, artinya siswa menyimak dengan sungguh-sungguh,

menjawab pertanyaan tetapi belum tentu benar dan ikut berdiskusi.

c. Tidak terlibat, artinya siswa tidak mau bertanya, tidak menjawab dan diam

saja.

Berdasarkan tabel 4,1 di atas terlihat bahwa jumlah siswa dan

persentase siswa yang aktif dalam pembelajaran menunjukkan adanya

peningkatan. Hal ini terbukti pada pra siklus siswa yang terlibat aktif hanya

13 orang (46%), kemudian pada siklus 1 meningkat menjadi 19 orang (68%)

dan pada siklus 2 meningkat lagi menjadi 25 orang (89%) .

Peningkatan aktivitas belajar siswa sebelum perbaikan dan pada

siklus perbaikan pembelajaran lebih jelas tersaji pada gambar 4.1 berikut ini :

Gambar 4.1

Aktivitas Belajar Siswa Kelas III B dalam Pembelajaran IPA

90%
80%
70%
60%
Terlibat Aktif
50%
Terlibat Pasif
40% Tidak Terlibat
30%
20%
10%
0%
Pra Siklus Siklus I Siklus II

b. Hasil Evaluasi

Hasil evaluasi yang dilakukan guru dalam pembelajaran IPA dengan

menggunakan model pembelajaran jigsaw. siswa yang mendapat pelajaran

dengan menggunakan model pembelajaran jigsaw akan lebih aktif dan


22

bergairah dalam belajar. Tetapi pada prasiklus guru belum menggunakan

model pembelajaran dan nilai siswa banyak belum tuntas KKM, nilai Siswa

persiklus tersaji pada tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2

Hasil Belajar Siswa Kelas III B SD Negeri 63 Lubuklinggau persiklus

Nilai
No. Nama
Pra Siklus Siklus I Siklus II
1 Zaldi Saputra 50 50 60
2 Desta Riski Pamungkas 60 80 70
3 Dinar Ayu Pratiwi 40 100 80
4 Muhammad Azhari 60 70 100
5 Ahmad Ramadhani 70 90 100
6 Ayu Diya Puspitawati 40 60 70
7 Muhammad Christian Maldini 80 70 100
8 Shintiya Meilinda 40 50 100
9 Devian Septiayani 70 80 80
10 Muhammad Edo Syaputra Fajar 60 100 100
11 Rizki Saputra 60 70 90
12 Aditiya Pratama 50 90 80
13 Lucky Syahramadhan 40 50 100
14 Yulia Khusnul Hotimah 70 100 100
15 Ilmaura Aprilia 70 70 100
16 Tamara Eksanti 60 70 90
17 Robby Nabawi 50 100 100
18 Lusi Rahmawati 70 80 100
19 Muhammad Bagus Satrio 50 90 90
20 Atika Anjarwati 40 60 60
21 Rafi Ariza 40 80 100
22 Jeneysyah Prasta Awlia 70 80 100
23 Sinta 70 90 100
24 Resi Mandasari 40 60 70
25 Nadila Emilia Putri 80 70 100
26 Faris Nabhan Luthfi 40 50 100
27 Mareta Ariddillah 60 70 100
28 Keisyah 70 70 80
23

Jumlah 1600 2100 2520


Rata-rata Kelas 57,14 75,00 90,00
KKM 70 70 70
Siswa Yang Tuntas belajar 10 (36%) 21 (75%) 26 (93%)
Siswa yang Tidak Tuntas 18 (64%) 7 (25%) 2 (7%)

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat bahwa hasil belajar siswa dalam

pembelajaran IPA tentang pencegahan kerusakan lingkungan menunjukkan

peningkatan dari satu siklus ke siklus berikutnya. Keadaan sebelum perbaikan

pembelajaran, jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar atau

memperoleh nilai ≥ 70 baru mencapai 10 orang (36%), pada siklus 1 yang

mencapai ketuntasan belajar 21 orang (75%) dan pada siklus 2 tingkat

ketuntasan mencapai 26 orang (93%). Maka pelaksanaan pembelajaran IPA

ini sudah dapat dikatakan berhasil karena sudah memenuhi syarat ketuntasan

minimal klasikal yaitu 85% siswa yang mencapai nilai ≥ 70.

Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dari keadaan sebelum

perbaikan ke siklus pembelajaran perbaikan secara lebih jelas dapat dilihat

gambar 4,2 berikut ini :

Gambar 4.2
Hasil Belajar Siswa Kelas III B persiklus

100
90
80
70
60
50
Pratindakan
40 Siklus I
30 Siklus II
20
10
0
Nilai Rata-rata Nilai Ketuntasan
Belajar
24

B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Dari hasil penelitian dan evaluasi pembelajaran IPA di kelas III B

SD Negeri 63 Lubuklinggau sebelum perbaikan pembelajaran menunjukkan

bahwa keberanian bertanya dan mengemukakan pendapat dari pra siklus yang

terlibat secara aktif hanya 13 orang (46%) yang memperoleh nilai ≥ 70 hanya

10 orang atau 36% dalam pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa

aktivitas dan hasil belajar siswa kurang memuaskan dan belum memenuhi

target yang diinginkan. Dari hasil refleksi terhadap pembelajaran yang telah

dilakukan dan kemudian didiskusikan dengan supervisor 2 ditemukan bahwa

pembelajaran sulit dimengerti oleh siswa. Dan hasil belajar peserta didik juga

sangat rendah. Hal ini disebabkan guru tidak menggunakan model

pembelajaran yang tepat. Oleh karena itulah diupayakan perbaikan

pembelajaran dengan fokus pada penggunaan model pembelajaran jigsaw.

Proses pembelajaran berikutnya dilaksanakan melalui PTK yang

dilakukan dalam 2 siklus, antara lain :

1. Siklus 1

Pada pembelajaran siklus 1 dilakukan upaya perbaikan dengan

menggunakan model pembelajaran jigsaw . Hasil observasi dan evaluasi

pada siklus 1 menunjukkan adanya peningkatan aktivitas dan hasil belajar

siswa. Siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran siklus 1 sebanyak 19

orang (68%) dan 21 orang (75%) memperoleh nilai ≥ 70. Walaupun telah

menunjukkan peningkatan, baik aktivitas maupun hasil belajar siswa

namun belum dapat dikatakan berhasil karena belum mencapai target


25

ketuntasan dan keaktifan klasikal. Hasil observasi dan refleksi terhadap

pembelajaran siklus 1 diperoleh temuan bahwa pada saat pembelajaran

guru belum sepenuhnya menguasai kelas dan guru belum memberikan

penghargaan atau pujian kepada siswa yang berani menjawab pertanyaan

guru.

2. Siklus 2

Sehubungan dengan hal yang terjadi pada siklus 1 maka dilakukan

perbaikan pembelajaran pada siklus 2 dengan menggunakan model

pembelajaran jigsaw. Dengan menggunakan tindakan ini terlihat bahwa

sebagian besar aktivitas keaktifan dan hasil belajar siswa menjadi

meningkat. Siswa yang berhasil terlibat aktif sebanyak 25 orang (89%).

Sedangkan hasil belajarnya yang mencapai ketuntasan ≥ 70 sebanyak 26

orang (93%). Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan pembelajaran pada

siklus 2 sudah dikatakan berhasil, karena aktivitas dan hasil belajar siswa

sudah mencapai target ketuntasan keaktifan klasikal ≥ 80% dan nilai rata-

rata kelas ≥ 70 serta ketuntasan belajar klasikal ≥85%.

Pada siklus II ini terdapat dua siswa yang belum tuntas KKM

dikarenakan pada saat pembelajaran siswa tersebut tidak aktif dalam

belajar dan pada saat siswa belajar dengan pasangannya siswa kurang

berkomunikasi dan berdiskusi dengan teman-temannya. Minat siswa

dalam belajar kurang hal ini dapat menjadi motivasi peneliti untuk

memberikan dan motivasi kepada siswa-siswa yang mempunyai minat

belajar rendah.
26

Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

dapat diterima kebenarannya. Hal ini berati “Dengan menggunakan model

pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi

cuaca di Kelas III B SD Negeri 63 Lubuklinggau Tahun Ajaran

2015/2016”.
27

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT

A. Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan pada pelaksanaan

Penelitian Tindakan Kelas di Kelas III B SD Negeri 63 Lubuklinggau dapat

disimpulkan bahwa :

1. Dengan menggunakan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan

hasil belajar siswa pada materi cuaca di Kelas III B SD Negeri 63

Lubuklinggau Tahun Ajaran 2015/2016. Rata-rata hasil belajar siklus II

sebesar 90,00. Persentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 93%.

2. Penerapan model pembelajaran jigsaw dapat meningkatkan aktivitas

belajar siswa kelas III B SD Negeri 63 Lubuklinggau pada materi cuaca

Tahun Ajaran 2015/2016. Pada Siklus II siswa yang aktif sebanyak 25

siswa (89%).

B. Saran dan Tindak lanjut

Berdasarkan pengalaman peneliti selama melaksanakan Penelitian

Tindakan Kelas di Kelas III B SD Negeri 63 Lubuklinggau, peneliti

menyarankan :

1. Bagi siswa
28

Dengan menggunakan model pembelajaran jigsaw siswa diharapkan

dapat lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Sehingga siswa

mendapatkan nilai di atas KKM.

2. Bagi Guru

Memperoleh pengalaman profesional dalam mengatasi siswa yang

mengalami kesulitan dalam pembelajaran melalui pemberian motivasi

yang efektif.

3. Bagi SDN 63 Lubuklinggau

Untuk memotivasi lembaga terkait dengan harapan dapat meningkatkan

hasil belajar, terutama pelajaran IPA

4. Bagi Peneliti.

Dengan Penelitian Tindakan Kelas ini peneliti dapat belajar tentang

model pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar dan dapat

memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan dalam rangka

pengembangan ilmu yang dipelajari oleh peneliti.


29

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2007. Ilmu & Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT. Imtima
Arikunto Suharsimi, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Dimyanti dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Fajarwati, Ari. 2009. Upaya Peningkatan Keaktifan dan Minat Siswa dalam
Pembelajaran Matematika melalui model Index Card Match (Mencari
Pasangan). Skripsi (tidak diterbitkan). Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM.


Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Suyitno. 2010. Ilmu Pengetahuan Alam untuk SD/MI Kelas 4 . Jakarta: Yudistira.
Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai