Karya Ilmiah Rhakitis Fix
Karya Ilmiah Rhakitis Fix
Glorya Nathasia Ahab*, Intan Novia Sari**, Shaliny Arulnathen***, Syawal Zulfitri****,
Hendrik Kurniawan*****
Abstrak
Rakitis adalah suatu kelainan metabolisme tulang yang ditandai dengan pelunakan tulang
pada anak-anak karena kekurangan atau gangguan metabolisme vitamin D, magnesium, fosfor
atau kalsium, yang berpotensi menyebabkan patah tulang dan kelainan bentuk. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk melihat defisiensi vitamin D sebagai faktor yang meningkatkan risiko
kejadian rakhitis. Penulisan karya ilmiah ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana dari tanggal 7 Maret – 13 Maret menggunakan data dari textbook, jurnal
dan web. Hasil dari survei mendapatkan 43% anak perkotaan dan 44% anak pendesaan
mengalami defisiensi vitamin D (kadar vitamin D darah < 30 mol/L). Skrining kadar vitamin D
pada darah disarankan pada anak yang berisiko tinggi atau bergejala. Tatalaksana untuk rhakitis
ialah terapi vitamin D dengan dosis sesuai dengan umurnya.
Pendahuluan
Vitamin D penting dalam regulasi kalsium dan fosfor yang mendukung proses seluler,
mineralisasi tulang dan fungsi neuromuskular. Banyak penelitian menunjukkan bahwa kadar
vitamin D yang memadai dapat mencegah gangguan-gangguan pada tulang seperti rakhitis pada
anak-anak dan osteoporosis pada orang dewasa. Kekurangan vitamin D dianggap sebagai
masalah kesehatan masyarakat yang meluas secara global dan menjadi lebih umum di tempat
dengan paparan sinar matahari yang terbatas.1Faktor risiko yang berperan dalam terjadinya
defisiensi vitamin D antara lain adalah kurangnya paparan sinar matahari, asupan makanan yang
sedikit mengandung vitamin D, dan pemberian ASI berkepanjangan tanpa suplementasi vitamin
D.3
Indonesia tidak memiliki kadar vitamin D yang cukup (insufficient) dalam darah, bahkan
49,3% termasuk defisiensi. Ini hasil temuan SEANUTS (South East Asia Nutrition Surveys),
yang dilakukan di empat negara (Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam). Hanya 5,6% anak
yang memiliki vitamin D cukup. South East Asia Nutrition Survey (Seanuts) Indonesia 2013
melakukan studi terkait hal itu. Hasil studi tersebut menyebutkan prevalensi kekurangan vitamin
D pada anak-anak Indonesia di desa berumur 2 sampai 4,9 tahun sebesar 42,8 persen dan 34,9
persen di kota. Angka itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Thailand (24, persen di
desa dan 31,3 persen di kota) serta Malaysia (17,9 persen di desa dan 34,6 persen di kota)Masuk
kategori defisien bila kadar vitamin D dalam darah <25 nmol/l; insufficient bila 25-50 nmol/l,
tidak memadai bila 50-75 nmol/l, dan cukup bila >75 nmol/l.2 Dibanding tiga negara lainnya,
Indonesia menduduki peringkat terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak di Indonesia
masih mempunyai risiko yang tinggi untuk menderita rakhitis akibat dari kekurangan vitamin D.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk melihat defisiensi vitamin D
sebagai faktor yang meningkatkan risiko kejadian rakhitis.3
Rhakitis
Di seluruh dunia, rakhitis adalah bentuk penyakit tulang metabolik yang paling umum
pada anak-anak. Kekurangan vitamin D adalah penyebab utama rakhitis, meski kekurangan gizi
kalsium dan fosfor meningkat. 4
Rakhitis adalah penyakit pertumbuhan tulang yang disebabkan oleh matriks yang tidak
terpelihara pada pelat pertumbuhan. Kekurangan vitamin D adalah penyebab rakhitis yang paling
umum, namun setiap kondisi yang mengganggu mineralisasi tulang dapat menyebabkan rakhitis.
Rakhitis pertama kali dilaporkan pada pertengahan 1600-an di Eropa. Gilson dan lainnya
menggambarkan temuan tipikal deformitas tulang dengan melengkung kaki. Rakhitis penyakit
defisiensi masih merupakan temuan umum di negara berkembang di antara anak di bawah 5
tahun, usia puncak presentasi adalah antara usia 1-3 tahun, Diperkirakan bahwa dasar rakhitis
pada anak yang lebih tua mungkin melalui mekanisme lain. atau kekurangan kalsium yang juga
diamati, bukan murni kekurangan gizi.5
Gambar 1: Radiografi pada seorang gadis berusia 4 tahun dengan rakhitis menggambarkan membungkuknya kaki
yang disebabkan oleh pemuatan.5
Etiologi
Saat ini, kebanyakan kasus rakhitis di negara maju dilaporkan terjadi pada bayi yang
disusui secara eksklusif, lahir dari ibu yang berkulit hitam atau ibu dengan kulit gelap dan tanpa
penyimpanan vitamin D yang cukup; menghabiskan sebagian besar hidup mereka di kota atau
rumah dengan polusi udara; berada di garis lintang yang jauh dari garis khatulistiwa (> 400
lintang utara atau selatan) pada bulan-bulan musim dingin dan tanpa paparan sinar matahari yang
cukup .6
Selain dari faktor etiologi yang tercantum dalam Gambar 1, adanya faktor-faktor seperti
nutrisi ibu dan bayi yang salah termasuk asupan vitamin rendah, pertumbuhan dan
keterbelakangan perkembangan, penyakit sistemik kronis dengan potensi dampak pada
metabolisme vitamin D, asupan obat kronis (antikonvulsan , glukokortikoid), harus diselidiki.
Dalam kasus rakhitis, sejarah harus mencakup informasi mengenai usia kehamilan, tingkat
paparan sinar matahari, dan luas dan geografi tempat tinggal. Riwayat bertubuh rendah dalam
keluarga, alopesia, kelainan gigi, kelainan ortopedi, harus diselidiki untuk diagnosis banding.
Masalah ortopedi pertumbuhan, dan gejala terkait hipoksemia dan temuan (kram otot, parestesia,
tetan dan kejang) terutama harus dipertanyakan. Hipokalsemia akibat vitamin D defisiensi(VDD)
ibu juga harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding kejang neonatal akhir.8
Patofisiologi Rhakitis
Kalsium berperan penting dalam sejumlah proses fisiologis yang beragam seperti
pembentukan tulang, rangsangan sel saraf, kontraktilitas otot. Pada anak-anak, pemeliharaan
keseimbangan kalsium yang cukup sangat penting karena deposisi tulang dan pertumbuhan
terkait erat dengan ketersediaan kalsium. Manusia telah mengembangkan mekanisme untuk
mengatur konsentrasi ekstraseluler kalsium, yang biasanya dipengaruhi oleh perubahan
intermiten penyerapan kalsium dalam usus yang terus menerus pada pergantian mineral tulang,
dan kehilangan kalsium melalui urin. Kadar kalsium ekstraseluler diatur oleh hormon
kalsiotropik di saluran pencernaan, tulang, dan ginjal. Adanya kelainan pada hormon kalsiotropik
menyebabkan hipokalsemia atau hiperkalsemia.9,10
Pada riketsia, deposit tulang baru pada proses modelling dan remodelling terganggu
akibat defisiensi vitamin D, kalsium, atau fosfat, sehingga gagalnya mineralisasi pembentukan
osteoid sebelum proses penyatuan epifisis. Pada riketsia juga terjadi perluasan lapisan sekunder
kondrosit dan gagalnya apoptosis dari hipertrofi kondrosit. Pematangan growth plate tergantung
pada pengaturan fosfat untuk apoptosis hipertrofi kondrosit melalui aktifasi jalur mitokondria
capasse-9-mediated. Respon terhadap menurunnya kadar kalsium menyebabkan paratiroid
diproduksi untuk mempertahankan kadar kalsium. Pada ginjal, retensi kalsium dan ekresi fosfat
menyebabkan terjadinya peningkatan produksi 1,25-dihidroksi vitamin D (1,25(OH2)D akibat
pelepasan PTH. 11
Deformitas tulang riketsia tergantung pada usia saat onset dan sering pada usia
pertumbuhan tulang. Tulang yang paling cepat bertumbuhannya selama tahun pertama adalah
tengkorak, tulang rusuk, dan tungkai atas. Riketsia pada usia ini, dapat menunjukkan gejala
craniotabes (pelunakan umum dari calvaria, pelebaran sutura tengkorak, rachitic rosario
(penonjolan pada lengkungan costochondral dari tulang rusuk).12
Setelah tahun pertama kehidupan, deformitas ekstremitas bawah menjadi lebih menonjol.
Genu varum (deformitas kaki) sering terjadi adalah pada usia dini dan genu valgum (deformitas
knock-lutut) ketika usia remaja. Nyeri tulang sering pada anak-anak, dan teraba pembesaran pada
ujung tulang panjang. Secara umum, riketsia akibat defisiensi kalsium dan fosfat akan
menunjukkan gejala pada extremitas bawah tetapi defiensi fosfat menunjukkan gejala yang lebih
berat. Kelemahan otot proksimal dapat terjadi pada riketsia akibat defisiensi kalsium yang
mengakibatkan carpopedal, kejang, stridor laring, dan parasthesias.13,14
Riketsia kongenital dapat ditemui pada beberapa kasus, tetapi jarang, terutama dari ibu
dengan kurang asupan vitamin D selama kehamilan. Normalnya, kebutuhan kalsium selama
kehamilan dan menyusui terjadi melalui peningkatan regulasi 2 sampai 3 kali lipat untuk
meningkatkan penyerapan kalsium di usus selama kehamilan trimester akhir dn menyusui. Akan
tetapi pada riketsia, terjadi karena kekurangan assupan vitamin D selama kehamilan, sehingga
asupan vitamin D pada janin juga kurang. Munculnya gejala klinis riketsia akibat defisiensi
vitamin D tidak hanya tergantung dengan defisiensi vitamin D tetapi juga berapa lama terjadinya
defisiensi vitamin D pada masa pertumbuhan anak. 15
Manifestasi klinik
Perubahan tulang rakhitis dapat diketahui sesudah beberapa bulan defisiensi vitamin D.
Pada bayi yang minum Asi dari ibu yang menderita osteomalasia, rakhitis dapat timbul dalam 2
bulan. Rakhitis berlebih-lebihan tampak pada akhir usia tahun pertama dan selama tahun ke 2.
Kemudian pada masa anak, rakhitis kekurangan vitamin D yang nampak jarang.16
Salah satu dari tanda rakhitis awal, kraniotabes adalah karena penipisan lempeng luar
tengkorak dan terdeteksi dengan menekan kuat diatas oksiput atau posterior tulang pariental.
Sensasi bola pingpong akan terasa. Kareneotabes dekat garis sutura merupakan varian normal.
Bayi berat badan lahir rendah sangat rentan terhadap terjadinya rakhitis awal dan terhadap
kraniotabes. Pembesaran sambungan kostokhondral yang dapat diraba dan penebalan
pergelangan tangan dan kaki merupakan bukti perubahan penulangan awal yang lain.
Penambahan keringat, terutama sekitar kepala, dapat juga ada.16
Kepala. Kraneotabes dapat hilang sebelum akhir tahun pertama, walaupun proses rakhitis
berlanjut. Kelembekan tengkorak dapat berakibat perataan dan kadang-kadang asimetri kepala
permanen. Fontanela anterior lebih besar dari normal: penutupannya dapat tertunda sampai
sesudah usia tahun ke 2. Bagian sentral tulang parietale dan frontale sering menebal, membentuk
penonjolan atau peninggian , yang menyebabkan kepala tampak seperti kotak (caput quadratum).
Kepala mungkin lebih besar daripada normal dan dapat tetap demikian selama hidup. Keluarnya
gigi sementara mungkin tertunda dan mungkin ada cacat email dan karies yang luas. Gigi
permanen yang sedang mengapur dapat juga terkena, insisivus, kanines, dan molar pertama
biasanya menunjukkan cacat email.17
Kolumnaspinalis. Sering ada lengkung ke lateral (skoliosis) tingkat sedang sampai berat
dan kifosis dapat tampak pada daerah dorsollumbal anak rakhitis ketika duduk. Lordosi daerah
lumbal dapat tampak pada posisi tegak.17
Pelvis. Pada anak dengan lordosis, sering bersamaan dengan deformitas pelvis, yang juga
merupakan keterlambatan pertumbuhan. Jalan masuk pelvis sempit dengan penonjolan
promontorium kedepan ; jalan keluar, dengan perpindahan bagian kaudal sakrum dan koksiks
kedepan. Pada wanita, perubahan ini jika menjadi permanen, menambah risiko melahirkan anak
dan dapat memerlukan seksio sesaria.17
Ekstremitas. Rakitis berlanjut pembesaran epifisis pada pergelangan tangan dan kaki
menjadi lebih nyata. Epifisis yang membesar dapat dilihat atau diraba tetapi tidak nyata pada
rontgen karena epifisis terdiri atas kartilago dan jaringan osteoid yang tidak terkalsifikasi.
Penekukan batang femur, tibia dan fibula yang lunak menimbulkan kaki bengkok atau kaki
pengkar keluar, femur dan tibia juga melengkung ke anterior. Coxa vara kadang-kadang akibat
rakhitis. Fraktur Greenstick terjadi pada tulang panjang seringkali tidak menampakkan gejala
klinis. Deformitas kolumna vertebralis, pelvis dan kaki berakibat pengurangan tinggi badan,
cebol rakhitis.17
Otot. Otot kurang berkembang dan kurang tonus. Sebagai akibatnya, anak dengan
rakhitis setengah berat terlambat dalam berdiri dan berjalan, perut gendut tergantung sebagian
besar pada kelemahan otot-otot abdomen.17
Penatalaksanaan
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki temuan klinis, biokimia dan
radiologis, dan untuk memulihkan cadangan vitamin D. Untuk tujuan ini, vitamin D
(cholecalciferol atau ergocalciferol) tidak aktif digunakan. Umumnya, salah satu dari dua
perlakuan tersebut metode lebih diutamakan Terapi dosis rendah dan terapi vitamin D jangka
panjang.18,19
Ada berbeda pandangan tentang dosis dan durasi terapi vitamin D. Dalam model
perawatan ini, tergantung pada usia anak, vitamin D biasanya diberikan pada dosis 1000 - 10000
IU / hari selama 2-3 bulan. Dalam rejimen ini, vitamin D dapat diberikan sesuai dengan usia bayi
sebagai berikut: 1000 IU / hari untuk bayi di bawah 1 bulan, 1000 sampai 5000 IU / hari untuk
anak-anak 1 sampai 12 bulan, dan 5000 IU / hari untuk anak-anak lebih tua dari 12 bulan Setelah
itu, dianjurkan untuk memberikan terapi pemeliharaan 400 IU / hari.20,21
Kadar Ca dan P dinormalkan dalam 6-10 hari dengan terapi ini, sementara dibutuhkan
waktu 1-2 bulan agar PTH mencapai tingkat normal. Bergantung pada tingkat keparahan
penyakitnya, dibutuhkan waktu 3 bulan untuk kadar ALP serum normal untuk dipulihkan dan
temuan radiologis rakhitis menghilang. Dalam model perawatan ini, kurangnya kepatuhan
merupakan penyebab penting kurangnya respon.22
Konsumsi vitamin D pada masa pertumbuhan anak perlu diperhatikan. Apabila konsumsi
kurang dapat menimbulkan beberapa gangguan terutama dalam perkembangan tulangnya. Salah
satu contoh kelainannya ada rhakitis. Apabila diagnosis rhakitis sudah ditegakkan, terapi vitamin
D dan kombinasi kalsium harus diberikan.
Daftar Pustaka
1. World Health Organization. Vitamin D nutrition with a focus on the prevention of rickets
and vitamin D deficiency in pregnant women. [ diakses pada 13 Maret 2018 ] Diunduh
dari :
http://www.who.int/nutrition/events/2015_vit_d_workshop_pregnantwomen_21to24Apr1
5/en/
2. Tanziha ikeu, Briawan Dodik, Elvandari Miliyantri. Suplementasi vitamin a dan asupan
gizi dengan serum morbiditas anak 1-3 tahun. Vol.13(4). Jurnal Gizi Klinik Indonesia;
2017
3. Valentina Victoria, Palupi NS, Andarwulan Nuri. Asupan kalsium dan vitamin d pada
anak Indonesia usia 2-12 tahun. Vol.25 (1). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan; 2014
4. Fukumato S. Pathogenesis and diagnostic criteria for rickets and osteomalacia..
Vol.62(8). Endocrine Journal; 2015
5. Jeffrey L.H. Rickets before the discovery vitamin D. Vol.9(3). International Bone and
Mineral Society; 2014
6. Ozkan. B. Nutrtional rickets. Journal Clinical Pediatric.2010;2(4):137-143
7. Sudoyo, Aru W.,Bambang Setiyohadi, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV.
Jilid II. Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2007
8. Thacher TD, Fischer PR, Petitfor JM. Vitamin D treatment in kalsium-deficiency rickets:
a randomized controlled trial. Arch Dis Child: 2014
9. Thatcher TD, Fischer PR, Petitfor JM,et al. A comparison of kalsium, vitamin D, or bots
for nutritional rickets in Nigerian children. N Engl J Med: 1999
10. Sahaya M, Rakesh S. Rickets- vitamin D deficiency and dependency. Vol 16(2). Indian
Journal of Endocrinology and Metabolism; 2012
11. Lawrence M, Gartner MD, Frank R. Prevention of rickets and vitamin D deficiency: new
guidelinesfor vitamin D intake. American academy of pediatrics: 2003
12. Mark R,Keeneth W, John M. Healing of bone diseasein X-linked
hypophosphatemicriclets/osteomalacia. Department of medicine, physicology,pathology,
pediatrics and surgery: 2010
13. Holikar S, Bhaisare K, Lawate BB. Renal rickets, a severe form in children. Vol.5(2).
Department of pediatrics medical college India; 2015
14. Goel S, Nussbaum J, Butler H. A child with vitamin D deficiency rickets and suppurative
arthiritis. Vol 22(3). The pediatric infectious disease journal; 2003
15. John M. Nutritional rickets. Pathogenesis and prevention. Vol 10(2). Faculty of health
science university of witwatersrand; 2013
16. Kliegman RM, dkk. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke 15. Jakarta; EGC: 1996. p.
226-9.
17. Hochberg H. Vitamin D and rickets. Vol 6(3). Switzerland karger; 2003
18. Bener A, Gfeorg F. Nutritional rickets amoung children in a sun rich country. Vol 4(1).
International journal of pediatric endocrinology; 2010
19. Linda S, Nielda MD. Rickete: not a disease of past. Vol.24(4). American family phiysian
journal; 2006
20. John MP. Nutritional rickets: deficiency of vitamin D , calcium or both. Vol.25(2).
Faculty of health science university of witwatersrand; 2013
21. Karthi S, Vijay C, Vitamin D- deficient rickets: the reemergency of a once-conqured
disease.Vol.137(2). The journal of pediatric; 2000
22. Craviari T, John MP, Tom D. Rickets: an overviewand future directions, with special
reference to Bangladesh. Vol.26(1). International centrefor diarrhoeal; 2008