PENDAHULUAN
Bukan tidak mungkin jika satu saat seorang peserta didik akan berhadapan
dengan maraknya perilaku amoral, free seks dan bahaya narkoba, tawuran massal,
aksi provokasi dengan isu-isu yang menyesatkan dan lain-lain. Kompleksitas
kehidupan manusia seperti inilah yang menjadi tantangan bagi para generasi
penerus, juga sebagai bukti bahwa kehadiran bimbingan dan konseling
mutlak diperlukan.
1
Penerapan metode dan tehnik-tehnik bimbingan dan konseling ini,
memungkinkan tercapainya tujuan perkembangan dan potensi peserta didik
dengan optimal. Sebab disamping metode dan tehnik-tehnik, kegiatan bimbingan
dan konseling biasa diikuti oleh berbagai pendekatan yang variatif, baik
yang bersifat informatif, adjustif maupun terapis. Dan hendaknya proses ini
ditangani oleh orang yang berkompeten di bidangnya yaitu seorang Konselor,
Guru BK.atau ahli lain yang ditunjuk khusus.
Oleh sebab itu maka penulis akan membahas mengenai tehnik bimbingan
konseling Direktif, non direktif dan Eklektif agar bisa menambah pengetahuan
mendalam mengenai bimbingan dan konseling pada anak didik sehingga akan
menjadi pencerahan tersendiri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konseling
3
sendiri, dan pekerja profesional (konselor) yang ahli dan
berpengalaman punya ijasah membantu yang lain (konseli) mencapai
solusi dari berbagai macam kesulitan atau permasalahan personal)
Dari pendapat para pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa konseling
adalah sebuah proses pemberian batuan dengan cara wawancara antara seorang
konselor dengan seorang konseli yang sedang mengalami suatu masalah
psikologis dengan tujuan konseli memahami masalahnya tersebut dan dapat
menyelesaikannya sendiri.
B. Konseling Direktif
4
Tujuan konseling yang utama adalah membantu siswa untuk merubah
tingkah lakunya yang emosional dan impulsif dengan tingkah laku rasional,
dengan sengaja, secara teliti dan berhati-hati. Lahirnya konseling direktif
dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa konseli adalah orang yang mempunyai
masalah dan membutuhkan bantuan orang lain. Adakalanya seseorang yang
sedang bermasalah tidak bisa menemukan apa penyebab ketidaknyamanan yang
dirasakan, tidak bisa mengetahui apa yang sumber konflik yang sedang dialami
dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Dalam kondisi demikian
diperlukan orang lain yang dapat melihat secara objektif masalah yang sedang
dirasakan serta memberikan tawaran-tawaran jalan keluar yang bisa ditempuh.
Konselor dapat memberikan pandangan tentang keluar dari suatu masalah atau
menjelaskan apa yang sebaiknya dilakukan konseli.
Konseling direktif disebut juga counselor centered approach yakni
konseling yang pendekatannya terpusat pada konselor (Prayitno, 1999). Dalam
konseling direktif, konselor lebih aktif dan berperan dari pada konseli. Konselor
mengambil peran besar selama proses konseling, termasuk dalam mengambil
inisiatif dan pemecahan masalah, sementara peran konseli sangat kecil, tidak
banyak mengeluarkan pendapat dan pandangannya berkaitan dengan masalah
yang sedang dihadapi. Selama proses konseling aktivitas lebih banyak didominasi
oleh konselor sebagai penentu arah konseling dan pengambil keputusan.
Pendekatan ini pertama kali diperkenalkan oleh Edmond G. Willamson
J.G. Darley . Williamson menegaskan bahwa dalam pendekatan ini konselor
menyatakan pendapatnya dengan tegas dan terus terang. Darley menguraikan
bahwa konseling model ini seperti situasi jual beli karena konselor berusaha
menjual gagasannya mengenai keadaan konseli, serta perubahan-perubahan yang
diharapkan (Yeo, 2007). Guru BK yang menggunakan pendekatan direktif
menempatkan konselor sekolah sebagai „master educator’, yang membantu siswa
mengatasi masalah dengan sumber-sumber intelektual dan kemampuan yang
dimiliki.
5
Tujuan konseling yang utama adalah membantu siswa untuk merubah
tingkah lakunya yang emosional dan impulsif dengan tingkah laku rasional,
dengan sengaja, secara teliti dan berhati-hati. Lahirnya konseling direktif
dilatarbelakangi oleh pandangan bahwa konseli adalah orang yang mempunyai
masalah dan membutuhkan bantuan orang lain. Adakalanya seseorang yang
sedang bermasalah tidak bisa menemukan apa penyebab ketidaknyamanan yang
dirasakan, tidak bisa mengetahui apa yang sumber konflik yang sedang dialami
dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Dalam kondisi demikian
diperlukan orang lain yang dapat melihat secara objektif masalah yang sedang
dirasakan serta memberikan tawaran-tawaran jalan keluar yang bisa ditempuh.
Konselor dapat memberikan pandangan tentang keluar dari suatu masalah atau
menjelaskan apa yang sebaiknya dilakukan konseling.
Konseling direktif yang karena proses dan dinamika pengentasan
masalahnya mirip “penyembuhan penyakit”, pernah juga disebut “konseling
klinis” (clinical counseling). Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa konseli tidak
mampu mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya. Karena itu, konseli
membutuhkan bantuan dari orang lain, yaitu konselor. Dalam konseling direktif,
konseli bersifat pasif, dan yang aktif adalah konselor.
Dengan demikian, inisiatif dan peranan utama pemecahan masalah lebih
banyak dilakukan oleh konselor. Konseli bersifat menerima perlakuan dan
keputusan yang dibuat oleh konselor. Dalam konseling direktif diperlukan data
yang lengkap tentang konseli untuk dipergunakan dalam usaha pemberian
bantuan.
1. Teknik dan Langkah Konseling Direktif
6
o Menggali informasi tentang diri konsele. Tehnik ini dapat dilakukan
mengkonfrontasikan antara informasi dengan kenyataan yang
sebenarnya dalam diri konsele. Dengan cara ini diharapkan konseli
dapat mengevaluasi kembali sikap dan pandangannya
o Case history, digunakan sebagai alat diagnosa dan teraputik dengan
tujuan membantu dalam ”rapport”, mengembangkan kartasis,
memberikan keyakinan kembali dan kembali mengembangkan
”insight”
o Pengungkapan konflik, situasi konflik sengaja ditimbulkan, konseli
dihadapkan pada situasi yang memancing sikapnya dalam
menghadapi realita dan konseli di motivasi untuk memecahkanya
7
Dalam teknik ini, konselor mendorong klien untuk lebih proaktif
belajar keterampilan yang sesuai untuk pemecahan masalahnya
maupun keterampilan hidup lainnya.
Mengubah sikap klien (changing attitudes).
Dalam teknik ini, atas pertimbangan yang tepat konselor bukannya
mengubah lingkungan klien ataupun memindahkan klien ke
lingkungan yang lain, melainkan justru mengubah sikap-sikap
klien yang tidak tepat agar terjadi perubahan sedemikian rupa
sehingga selanjutnya klien merasakan kebahagiaan (happiness).
CONTOH 2 :
Konselor : GURU BK
Lokasi : Ruang BK
Tanggal : 18 November
Data sekolah :
Arin anak tunggal yang baru pindah kota dari A, karena pekerjaan orang
tuanya mengharuskan pindah ke kota B. Orang tuanya bekerja sebagai
pengusaha dibidang konstruksi.
=====================================================
8
GURU BK : Masuk rin, istirahat ya ?
GURU BK : Gini lho... ibu dapat laporan, Arin kamu jarang masuk
sekolah ya ? apa betul ?
ARIN : hehe....
GURU BK : kenapa ?
ARIN : Sakit bu
ARIN : Typus bu
GURU BK : Surat dokter ini hanya 10 hari, tapi kenapa di absen kamu
sudah 20 hari tidak masuk sekolah, malah yang 10 hari ini kamu tidak ada
keterangan ? kenapa sebenarnya ?
ARIN : Saya sering pusing aja bu jadi kalo mau berangkat sekolah
nggak kuat
GURU BK : Berapa ?
9
ARIN : 140/90
GURU BK : Ha.... kok bisa ? kamu kan masih muda kenapa bisa kena
darah tinggi ? kamu jarang olah raga ya ?
ARIN : hehe....iya bu
10
ARIN : iya bu..
GURU BK : kamu bilang iya, tapi bener dijalankan, jangan bilang iya
aja lho... karena kamu masih muda jaga kesehatan dan pola hidup yang
benar terutama pola tidur kamu... dengan pola tidur siang kamu yang
terlalu lama, makanya kamu malam hari susah tidur dan pagi waktu jam
sekolah kamu jadi pusing kan ?
ARIN : menggangguk..
GURU BK : memang orang tua kamu nggak melarang kalo kamu tidur
terus ?
ARIN : Ayah dan ibu kan kalo pulang kerja sukanya malam hari
paling cepet jam 10 malam, dan mereka juga sering keluar kota. Paling
saya dirumah berdua sama mbak win (pembantunya)
GURU BK : Oh...gitu, ya udah kalo begitu dari diri kamu dulu punya
motivasi untuk merubah kebiasaan tidur nya. Apalagi kamu kan
cewek..dan apa kamu juga nggak pengen suskses kayak orang tua kamu ?
GURU BK : makanya coba dari hari ini nanti pulang sekolah dan
setelah makan jangan langsung tidur, tapi coba kamu belajar dulu apa yang
11
sudah didapat disekolahan hari ini... biar kamu nggak lupa dengan
pelajaran disekolah hari ini, karena kalo kebanyakan tidur ingat ..tadi ibu
bilang apa ? jadi jadi malas gerak kan ? dan itu juga yang membuat kamu
kena kolesterol dan mengakibatkan darah tinggi di usia kamu yang masih
muda... Apa kamu nggak takut nanti tuanya ? kalo sekang aja kamu udah
kena kolesterol ?
ARIN : hehe.....
GURU BK : kamu tahu kan akibat darah tinggi itu akan berlanjut
bagaimana ?
ARIN : stroke
GURU BK : Nah itu kamu harus pikirkan, apa kamu mau kena stroke
dini ?
GURU BK : makanya mulai hari ini kamu belajar atur kegiatan, jangan
diikutu rasa malas kamu, nanti lama-lama kamu juga akan terbiasa ...
ARIN : iya bu
GURU BK : ibu pengen lihat kamu mau berubah atau tidak, jika kamu
benar-benar ingin berubah maka kamu pasti menuruti apa yang sudah ibu
sampaikan tadi ...
12
ARIN : iya..
GURU BK : ini semua juga buat kesehatan dan kebaikan kamu, nanti
yang merasakan perubahan itu adalah kamu sendiri bukan ibu.... saya
hanya bisa melihat saja kamu berubah ibu sudah senang.
=====================================================
1. Faktor internal
Faktor kebiasaan malas, dalam hal ini adalah ketidakmampuan subjek
bersikap disiplin dalam mengontrol kebiasaan tidur sesudah makan
siang dan waktu tidur yang lama, sehingga hal ini mengakibatkan pola
hidup yang malas dalam beraktifitas dan dampak pada kondisi fisik
subjek adalah terkena tekanan darah tinggi, pusing kepala yang
membuat subjek harus sering membolos sekolah.
2. Faktor eksternal
Pola asuh keluarga yang Pola asuh Permisif : Pola asuh ini
memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan
kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan
yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau
memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat
sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.
3. Solusi dari sekolah bagi subjek adalah :
Guru BK memberikan pengarahan dan bimbingan yang intens
kepada subjek untuk lebih displin dalam menjalankan kegiatan
sekolah, memberikan gambaran dampak kedepan dari kebiasaan
13
malas nya sekarang, memberikan jadwal kegitan yang dapat
dipantau oleh pihak sekolah khusus nya guru BK.
Memberikan informasi kepada orang tua subjek dan pengarahan
agar lebih memperhatikan perkembangan dan kebiasaan anak yang
berdampak pada sikap malas dan kondisi subjek yang terjadi
sekarang.
C. Konseling Non-Direktif
Bertitik tolak dari pandangan tersebut, maka dalam konseling ini, inisiatif
dan peranan utama pemecahan masalah diletakkan di pundak konseli sendiri.
Sedangkan kewajiban dan peranan utama konselor adalah menyiapkan suasana
agar potensi dan kemampuan yang ada pada diri konseli itu berkembang secara
optimal, dengan jalan menciptakan hubungan konseling yang gangat dan permisif.
Suasana seperti ini akan memungkinkan konseli mampu memecahkan sendiri
masalahnya.
14
Ciri-ciri Hubungan Non-Direktif
Klien atau siswa adalah merupakan objek dari subjek yang memegang
otoritas (guru, orang tua, atau konselor). Sedangkan siswa/klien harus
mengikuti dan taat kepada apa yang digariskan oleh pemegang
otoritas.
Pemegang otoritas adalah orang yang paling tahu segala hal, dialah
yang menunjukkan, mencarikan atau memberikan jalan pada klien.
Jadi, pemegang otoritas adalah berperan sebagai faktor penentu bagi
klien.
15
1) Inti sifat manusia adalah positif, sosial, menuju ke muka, dan
realistic
2) Manusia pada dasarnya adalah kooperatif, konstruktif, dan dapat
dipercaya.
3) Manusia mempunyai tendensi dan usaha dasar untuk
mengaktualisasi pribadi, berprestasi dan mempertahankan diri.
4) Manusia mempunyai kemampuan dasar untuk memilih tujuan yang
benar, dan membuat pemilihan yang benar, apabila ia diberi situasi
yang bebas dari ancaman.
b. Pokok-pokok teori Rogers
Ada tiga pokok teori mengenai kepribadian yang di kemukakan oleh
Rogers yang mendasari teknik konselingnya. Di antaranya adalah sebagai
berikut :
1) Organisme
Organisme yaitu totalitas inividu yanf memiliki sifat-sifat sebagai
berikut :
a. Bereaksi secara keseluruhan sebagai satu kesatuan yang teratur
terhadap medan phenomenal untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhannya.
b. Memiliki motif dasar, yaitu mengaktualisasi, mempertahankan
dan mengembangkan diri.
c. Organisme kemungkinan melambangkan pengalaman-
pengalaman, sehingga menjadi disadari atau menolak untuk
melambangkan pengalaman-pengalaman tersebut sehingga
tetap tidak disadari, atau kemungkinan tidak memperdulikan
pengalaman tersebut.
2) Medan phenomenal
Medan phenomenal adalah keseluruhan pengalaman yang pernah
dialami. Pengalaman tersebut disadari atau tidak tergantung dari
apakah pengalaman tersebut disimbolkan atau tidak. Medan
phenomenal hanya dapat mengetahui pengalaman seseorang melalui
kesimpulan atas dasar empatik (empatic inference). Kesadaran
tercapai kalau pengalaman itu disimbolisasikan.
Menurut Rogers, pengalaman terdiri dari :
a. Pengalaman yang tersimbolisasikan, dan
b. Pengalaman yang tidak tersimbolisasikan.
16
Organisme bereaksi terhadap kedua hal tersebut. Kemungkinan ada
bahwa pengalaman tidak dapat dites dengan kenyataan, sehingga
mungkin dilaksanakan tindakan yang tak realistis.
3) Self
Self merupakan bagian yang terpisah dari medan phenomenal, yang
berisi pola pengalaman dari penilaian yang sadar dari subjek. Dari
pengalaman-pengalaman, seseorang akan dapat membentuk pola
pengamatan dan penilaian terhadap diri sendiri secara sadar baik
orang tersebut sebagai objek. Self ini juga dinamakan juga self-
concept (konsep diri).
Berkaitan dengan client-centered counseling dari Carl R. Rogers
menyatakan bahwa konseling yang berpusat pada klien haruslah
dilandasi pada pemahaman klien tentang dirinya. Atau dengan kata
lain pendekatan. Rogers mentitikberatkan kepada kemampuan klien
untuk menentukan sendiri masalah-masalah yang terpenting bagi
dirinya dan memecahkan sendiri masalahnya. Campur tangan
konselor sedikit sekali. Klien akan mampu menghadapi sifat-sifat
dirinya yang tidak dapat diterima lingkungannya tanpa ada perasaan
terancam dan cemas, sehingga ia menuju kearah menerima dirinya
dan nilai-nilai yang selama ini dimiliki dan dianutnya, serta mampu
mengubah aspek-aspek dirinya sebagai sesuatu yang dirasakan perlu
diubah.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa konsep diri (self-concept or
self structure) adalah merupakan gambaran seseorang tentang dirinya
sendiri. Gambaran yang lengkap tentang dirinya meliputi berbagai
kemampuan, kelemahan, sifat-sifatnya, dan bagaimana hubungan dirinya
dengan lingkungannya. Jadi, konsep diri adalah bagaimana inividu
menyadari dirinya sendiri, dan mengenal dirinya sendiri.
c. Teori kepribadian Rogers
Rogers memandang manusia sebagai makhluk sosial, maju terus,
rasional, dan realistik. Manusia bukan robot atau mesin, bukan pula
kumpulan dan reaksi-reaksi terhadap berbagai respon dan bukan objek.
Manusia itu adalah subjek yang utuh, aktif dan unik. Pendapat Carl R.
17
Rogers dirumuskan dalam 19 dalil (Carl R. Rogers Ph.D., Client-
Centered Therapy, Houghton-Mifflin Company, Boston 1962, halaman
483-424) diartikan sebagai berikut:
1) Tiap inividu ada dalam dua pengalamannya yang selalu berubah-
ubah, yang pusatnya adalah dia. Manusia selalu ada dalam
dunianya, yang dunia sebagaimana dihayatinya. Maknanya pada
inividu bersangkutan. Karena itu sumber informasi yang paling
tepat mengenai seseorang adalah orang yang bersangkutan itu
sendiri.
2) Organisme bereaksi terhadap medan termpat dia ada menurut
penghayatannya mengenai medan itu. Medan persepsi itu adalah
realistas bagi inividu yang bersangkutan. Sesuatu hal yang secara
objektif sama mungkin berarti berbeda bagi inividu lain atau bagi
inividu yang sam dalam kondisi yang berlainan.
3) Organisme bereaksi terhadap medan phenomenal sebagai suatu
kesatuan yang terorganisasi. Apa yang dilakukan inividu dalam
sesuatu keseluruhan, meliputi keseluruhan kepribadiannya.
4) Organisasi mempunyai satu kencenderungan, dan dorongan dasar,
yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan meningkatkan
organisme yang menghayati. Pada diri inividu terdapat dorongan
untuk maju dan dorongan untuk mengejar perkembangan yang
lebih lanjut dan meningkat, yang pada akhirnya mencapai
aktualisasi diri, yaitu pribadi yang dalam taraf optimal.
5) Perilaku pada dasarnya adalah terarah kepada tujuan, yang
dilakukan oleh inividu untuk memuaskan kebutuhannya
sebagaimana dihayatinya dalam dunianya, yaitu dunia menurut
penghayatannya.
6) Emosi menyertai dan pada umumnya menunjang perilaku yang
terarah pada tujuan itu. Emosi ada sebagai dari reaksi total
organisme terhadap phenomenalnya. Dengan arti lain dapat
dikatakan bahwa kebanyakan cara-cara bertingkah laku yang
diambil oleh inividu adalah sesuai dengan konsep dirinya (self-
18
concept). Sehingga cara yang terbaik untuk mengubah perilaku
adalah dengan terlebih dahulu mengubah konsep mengenai dirinya.
7) Sudut pandang terbaik untuk memahami perilaku inividu adalah
kerangka acuan yang ada dalam diri inividu yang bersangkutan.
Dengan arti lain bahwa untuk memahami perilaku inividu ialah
dengan cara memahami kerangka orientasinya (bagaimana inividu
memandang dunia sekitarnya)
8) Suatu bagian dari medan penghidupan secara keseluruhan secara
berangsur-angsur terdefinisikan menjadi diri atau self.
9) Sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan, terutama sebagai
hasil dari interaksi evaluasi dengan orang-orang lain, terbentuklah
“diri” itu, yaitu suatu konsep pola kehidupan aku yang kenyal dan
konsisten, yang padanya terletak pola sistem nilai. Atau dengan
kata lain “konsep diri” itu terbentuk karena inividu berinteraksi
dengan lingkungan.
10) Nilai-nilai yang terletak pada pengalaman, dan nilai-nilai yang
merupakan bagian dari struktur diri, adalah nilai-nilai yang
dihayati langsung oleh inividu atau yang diintrojeksikan dari
penghayatan orang lain, tetapi yang telah diwarnai oleh makna
yang diberikan oleh inividu yang bersangkutan. Jadi, nilai-nilai
yang membentuk konsep diri itu diperoleh inividu secara langsung
atau dari orang lain.
11) Hal-hal dalam dunia pengalaman seseorang itu ditangkap oleh
orang yang bersangkutan dalam tiga cara, yaitu :
a. Dilambangkan, dihayati, dan diorganisasikan ke dalam
hubungan tertentu dengan diri,
b. Diabaikan karena tidak ada terlihat hubungan dengan struktur
diri, atau
c. Ditolak atau dilambangkan dengan perubahan karena hal yang
dihadapi itu tidak konsisten dengan struktur diri.
Jadi, pengalaman yang diperoleh inividu, mungkin akan
diterima dan dihubungkan dengan konsep diri, mungkin pula
ditolak, dibuang, atau disingkirkan karena tidak cocok dengan
konsep diri.
19
12) Kebanyakan cara-cara berperilaku yang dijalankan oleh inividu
adalah perilaku yang konsisten dengan konsep diri. Perilaku
seseorang itu sejalan dengan konsep tentang dirinya.
13) Dalam beberapa hal perilaku mungkin ditimbulkan oleh
pengalaman organik atau kebutuhan yang belum dilambangkan.
Perilaku yang demikian itu tidak konsisten dengan struktur diri,
tetapi yang demikian itu sebenarnya perilaku menjadi “bagian” dari
inividu yang bersangkutan atau perilaku itu dapat berasal dari
pengalaman dan dapat pula berasal dari kebutuhan yang belum
diketahui.
14) Penyesuaian psikologis yang tidak baik terjadi bilamana
organisme menolak menyadari pengalaman-pengalaman dan
viseral yang penting, yang karenanya dilambangkan dan
diorganisasikan ke dalam struktur diri. Apabila hal yang demikian
ini berlangsung, maka akan terjadi ketegangan psikologis.
Ganguan psikologis (mental) terjadi apabila inividu menolak
kenyataan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya.
15) Penyesuainan psikologis yang baik terjadi apabila diri itu
memungkinkan semua pengalaman sensoris dan viseral organisme
dapat diasimilasikan dengan simbolik kedalam relasasi yang
konsisten dengan konsep diri.
16) Setiap pengalaman yang tidak konsisten dengan organisasi atau
struktur diri mungkin diamati sebagai ancaman, dan semakin
banyak struktur pengalaman yang demikian kukuhlah diri itu
diorganissasikan, untuk mempertahankan diri.
17) Pada kondisi-kondisi tertentu, bila sama sekali tidak menimbulkan
ancaman terhadap struktur diri, maka pengalaman-pengalaman
yang tidak konsisten dengan struktur diri itu mungkin diamati,
diuji, dan struktur diri direvisi agar dapat mengasimilasi dan
mencakup pengalaman-pengalaman yang demikian itu. Dengan
demikian, dapat dikatakan apabila pengalaman baru itu tidak
menimbulkan ancaman, maka pengalaman ini akan diterima dan
dapat merubah atau memperbaiki konsep diri.
20
18) Apabila inividu mengamati dan menerima semua pengalamannya
yang sensoris dan viseral kedalam suatu integral, maka ia akan
dapat lebih memahami dan menerima orang lain. Dengan arti kata
lebih sederhana dapat dikatakan, bahwa apabila pengalaman sosial
diterima dan membentuk konsep diri, kemudian inividu dapat
memahami inividu lainnya, maka ia pun akan lebih diterima oleh
lingkungannya.
19) Apabila inividu mengamati dan menerima lebih banyak
pengalaman organismenya, maka ia akan menyadari bahwa ia
sedang menggantikan sistem nilai-nilainya yang sekarang dengan
baru, dengan suatu proses evaluasi organis.
Teori Rogers ini telah menjadi dasar pengembangan konseling non-
direktif dan usaha-usaha lain yang bertujuan membantu inividu untuk
mengembangkan apa yang telah ada pada dirinya. Dengan memahami
teori ini, maka akan dipahami pula hubungan dunia kehidupan –
pengalaman - konsep diri – penerimaan lingkungan – kondisi sehat
mental.
21
2. Pengalaman-pengalaman sekarang.
Konseling non-direktif tidak beorientasi pada pengalaman masa lalu,
tetapi menitikberatkan pada pengalaman-pengalaman sekarang.
Untuk mengungkapkan pengalaman dan permasalahannya yang
dihadapi sekarang ini (saat ini), konselor mendorong klien untuk
mengungkapkannya dengan sikap yang empatik, terbuka, asli (tidak
berpura-pura), dan permisif.
3. Konseling non-direktif tidak bersifat dogmatis.
Konseling non-direktif bukanlah suatu bentuk hubungan atau
pendekatan yang bersifat kaku atau merupakan suatu dogma. Tetapi
merupakan suatu pola kehidupan yang berisikan penukaran
pengalaman, dimana konselor dan klien memperlihatkan sifat-sifat
kemanusiaan dan berpartisipasi dalam menemukan berbagai
pengalaman baru.
4. Konseling non-direktif menekankan kepada persepsi klien.
Konseling ini mengutamakan dunia fenomenal dari klien. Konselor
berusaha memahami keseluruhan pengalaman yang pernah dialami
(dunia fenomenal) dari klien dari sudut pandang persepsi klien
sendiri, apakah itu berupa persepsi klien tentang dirinya sendiri
maupun tentang dunia luar.
5. Tujuan konseling non-direktif ada pada diri klien dan tidak ditentukan
oleh konselor.
Konseling non-direktif ini menempatkan klien pada kedudukan
sentral, sedangkan konselor berusaha membantu klien mengungkap
dan menemukan pemecahan masalah oleh dirinya sendiri. Jadi, tujuan
konseling dengan sendirinya ada dan di tentukan oleh klien itu
sendiri.
22
memberikan penilaian baik positif maupun negatif. Dengan terciptanya hubungan
yang demikian itu, secara langsung dapat melupakan ketegangan-ketegangan,
perasaan-perasaan, dan mempertahankan diri klien. Menciptakan hubungan
permisif bukan saja secara verbal tetapi juga secara nonverbal.
a. Kemampuan berempati.
Empati pada dasarnya adalah mengerti dan dapat merasakan orang lain
(klien). Empati ini akan lebih lengkap dan sempurna apabila diiringi oleh
pengertian dan penerimaan konselor tentang apa yang dipikirkan oleh klien.
Empati adalah saling hubungan akan dua orang, dan kuat lemahnya empati itu
sangat bergantung pada saling pengertian dan penerimaan terhadap suasana yang
diutarakan oleh klien. Empati yang dalam, dapat dirasakan oleh kedua belah
pihak, yaitu baik oleh konselor maupun oleh klien itu sendiri
23
b. Kemampuan menerima klien.
24
mengetahui dan mengerti inti dari isi dan suasana perasaan bagaimana yang
diungkapkan klien. Melalui mendengarkan dan mengamati itu konselor tidak
hanya menangkap dan mengerti apa yang dikemukakan oleh klien, tetapi juga
bagaimana klien menyampaikan hal itu. Bagaimanapun juga, suka atau tidak suka,
klien menginginkan perhatian penuh terhadap apa yang diungkapkan oleh klien,
baik melalui kata-kata (verbal) maupun isyarat (non-verbal).
25
g. Sikap terbuka
a. Kelemahan
Penggunaan pendekatan konseling Non-Direktif memiliki beberapa
keterbatasan:
1) Cara Pendekatan yang berpusat pada klien sedangkan waktu yang
tersedia terbatas. Sehingga bila konselor tidak mampu mengatur
arah pembicaraan, maka akan menyita banyak waktu dalam
wawancara.
2) Keterbatasan kemampuan dan keberanian klien dalam
menyampaikan permasalahannya secara verbal.
3) Kesukaran klien dalam memahami kesukarannya sendiri
4) Pendekatannya menuntut kedewasaan klien dalam bersikap untuk
memahami dirinya dan memecahkan masalahnya sendiri.
5) Keterbatasan konselor dalam menghadapi masalah klinis akibat
konselor belum terlatih dalam masalah psikologis.
b. Kelebihan
Pendekatan konseling Non-Direktif biasanya banyak membantu dalam
proses konseling, terutama bila :
1) Klien dalam kondisi emosional yang labil sehingga sulit berpikir
logis
2) Konselor memiliki kemampuan yang cukup tinggi dalam
menangkap emosi yang ditonjolkan klien dan merefleksikan
kembali ke klien dalam bahasa dan tindakan yang sesuai.
3) Klien mampu merefleksikan dirinya baik itu perasaan maupun
pikirannya melalui penyampaian secara verbal.
26
4) Pendekatan ini sangat cocok dipergunakan sebab masalah klien tetap
menjadi tanggung jawab klien, sekalipun konselor memberikan
beberapa bantuan berupa pertanyaan penggali (probbing), namun
penekanan tetap berpusat pada kemampuan refleksi diri klien
terhadap masalahnya.
D. Konseling Eklektif
27
itu, konselor perlu memiliki pengetahuan yang mendalam tentang perwujudan diri
individu.
28
b. Kemampuan konseli dalam memainkan peranan dalam proses
konseling.
c. Kemampuan konselor sendiri, baik pengetahuan maupun ketrampilan
dalam menggunakan masing-masing pendekatan atau teori konseling.
Mereka yang mempelajari pendekatan ini mungkin ada yang terterik dan
merasa dirinya lebih cocok untuk mendalami dan mempraktekkan satu
pendekatan tertentu saja. Dan mungkin ad pula yang berusaha
“menggabungkan” antara kedua pendekatan tersebut. Kebanyakan
diantara mereka bersikap Eklektif yang mengambil berbagai kebaikan dari
kedua pendekatan konseling yang ada itu, mengembangkan dan
menerapkannya dalam praktek sesuai dengan permasalahan konseli. Sikap
Eklektif ini telah ada sejak lama dan bahkan dianggap lebih tepat dan
sesuai dengan filsafat atau tujuan konseling daripada sikap yang hanya
mengandalkan satu pendekatan saja.
29
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konseling yang menggunakan teknik ini, dalam prosesnya yang aktif atau
paling berperan adalah konselor. Dalam praktiknya konselor berusaha
mengarahkan klien sesuai dengan masalahnya. Selain itu, konselor juga
memberikan saran, anjuran dan nasihat kepada klien. Praktik konseling yang
dilakukan oleh para penganut teori behavioral counseling umumnya menerapkan
cara – cara di atas dalam konselingnya. Karena praktik yang demikian, konseling
ini juga dikenal dengan konseling yang berpusat pada konselor.
30
SMP. Teknik ini bisa diterapkan secara efektif untuk siswa SMA dan mahasiswa
di perguruan tinggi.
31
DAFTAR PUSTAKA
32