Anda di halaman 1dari 65

TEKNIK DRAINASE

Berwawasan Lingkungan

Oleh:
Sunjoto Dr. Ir. Dip.HE, DEA.

Jurusan Teknik Sipil & Lingkungan


UNIVERSITAS GADJAH MADA
Yogyakarta, 2008
TEKNIK DRAINASE
Oleh: Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA

1. Pendahuluan
a. Infrastruktur
Yang dimaksud Infrastruktur atau Prasarana dan Sarana mnrt (Grigg,
1998), Kwiatkowski (1996), Associated General Contractors of America (1982)
yang menjelaskan dengan keywords : fasilitas fisik milik negara, swasta atau
public works.

Depkimpraswil dalam CBUIM (2002) lebih jelas mendefinisikannya sbb:


Prasarana dan Sarana merupakan bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk
mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang
yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyamandan dapat bergerak
dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan
sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan
kehidupannya.

Infrastruktur dapat dipilah menjadi 12 komponen sesuai dengan sifat dan


karakternya sbb (Suripin, 2004):
• Sistem air bersih
• Sistem manajemen air limbah
• Fasilitas manajemen limbah padat
• Fasilitas transportasi
• Sistem transit publik
• Sistem kelistrikan
• Fasilitas gas alam.
• Fasilitas drainase dan pengendalian banjir.
• Fasilitas bangunan umum
• Fasilitas perumahan.
• Taman tempat bermain, fasilitas rekreasi dan stadion.
• Fasilitas telekomunikasi.

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 2/65


Dari kedua belas komponen tersebut dapat dikelompokkan kedalam tujuh group
infrastruktur (Suripin, 2004):

• Kelompok keairan

• Kelompok jalan

• Kelompok sarana transportasi

• Kelompok pengolahan limbah

• Kelompok bangunan kota

• Kelompok energi

• Kelompok telekomunikasi.

b. Infrastruktur Air Perkotaan

1). Urban water supply system


• pengadaan (aquisition)

• pengolahan (treatment)

• mengalirkan (delivery)

• distribusi (distribution)

2) Urban waste water system


• mengumpulkan (collecting)

• mengalirkan (delivery)

• mengolah (treatment)

• membuang (disposal)

Kasus Kota Yogyakarta (40 %) dan Jakarta (2 %) contaminated E-colli


Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 3/65
3). Water irrigation system
• penangkap (intake)

• mengalirkan (delivery)

• membagi (distribution)

• menggelontor (flushing) ⇒ dikota

c. Drainase Perkotaan
1). Terminologi: drainage (ing, fra) yang secara umum berarti mengalirkan,
menguras, membuang atau mengalihkan air.
2). Excess water:
• permukaan tanah (surface)

• bawah permukaan tanah (subsurface)

3). Urban Drainage System:


• Assainering

• Riollering

(PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 9 TAHUN 1991 (9/1991).

Bedakan:
• Drainasi

• drainase

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 4/65


2. Urbanisasi

a. Terminology:
b. Historis
c. Dampak fisik
• Luas bidang infiltrasi berkurang

• Temporary storage (tajuk) berkurang

• Impact butiran air hujan meningkat

• Sponge system hilang

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 5/65


URBANIZATION

POPULATION DENSITY BUILDING DENSITY


INCREASES INCREASES

WATERBORNE WASTE WATER DEMAND IMPERVIOUS DRAINAGE SYSTEM


INCREASES RISES AREA MODIFIED
INCREASES

WATER RESOURCES
PROBLEMS URBAN CLIMATE
CHANGES

STORMWATER GROUNDWATER RUNOFF FLOW


QUALITY RECHARGE REDUCE VOLUME VELOCITY
DETERIORATES INCREASES INCREASES

RECEIVING WATER BASEFLOW PEAK RUNOFF LAG TIME &


QUALITY REDUCES RATE TIME BASE
DETERIORATES INCREASES REDUCE

POLLUTION FLOOD CONTROL


CONTROL PROBLEMS PROBLEMS

Gambar 1. Organigram kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi (Prince,


1995, lecture note)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 6/65


URBANIZATION

POPULATION WATER DEMAND BUILDING DENSITY


DENSITY INCREASES RISES INCREASES

IMPERVIOUS AREA URBAN


INCREASES CLIMATE
CHANGES
WATERBORNE WATER RESOURCES
WASTE INCREASES PROBLEMS
RUNOFF DRAINAGE
VOLUME SYSTEM
INCREASES MODIFIED
STORMWATER GROUNDWATER
QUALITY RECHARGE REDUCE
DETERIORATES FLOW
VELOCITY
INCREASES

RECEIVING WATER BASEFLOW PEAK RUNOFF LAG TIME &


QUALITY REDUCES RATE TIME BASE
DETERIORATES INCREASES REDUCE

POLLUTION GROUNDWATER FLOOD


CONTROL CONTROL CONTROL
PROBLEMS PROBLEMS PROBLEMS

RECHARGE WELL SYSTEM DITCH SYSTEM

Gambar 2. Organigram kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi dan


alternative solusi (Sunjoto, 2005)
Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 7/65
3. Aspek Pembangunan

a. Aspek Teknis
1). Genangan
• Lokasi

• Luas

• Lama

• Frekuensi

• Tinggi

• Kerugian

2). Topography
• Arah buangan

• Hydrolika

• Lokasi bangunan

• Arah aliran air tanah

3). Hidrologi
• durasi hujan

• time of concentration

• dominant duration of precipitation

• intensitas hujan (IDC)

4). Tataguna lahan

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 8/65


• Building coverage ratio

• Batas persil

• Kepemilikan

• Nilai asset

5). Prasarana dan utilitas


• Pemanfaatan bangunan eksisting

b. Aspek Ekonomis
• Klas bangunan

• Fungsi lain bangunan

• Penyesuaian konstruksi

• Material tersedia

• Efisiensi

c. Aspek Lingkungan
• Nyamuk

• Mikroba

• E-Colli

d. Aspek Legalitas
• Tata ruang

• Implementasi system yang tepat

• Idzin

• Kepemilikan

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 9/65


e. Aspek Sosial Budaya
• Demography

• Persepsi masyarakat

• Partisipasi

f. Aspek Kelembagaan
• Pemeliharaan dan biaya operasional

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 10/65


4. Mashab
a. Konvensional

• Intensitas hujan kecil


• Presipitasi sebagai salju
• Air hujan dialirkan ke telaga taman.

b. Pro Lingkungan
Recharge System dibantu Biopori

• Dengan KA domestik 100 l/kpt/hr yaitu dari hsil perhitungan dari KA


perkotaan 200 l/kpt/hr dan KA pedesaan 60 l/hr/kpt dengan luas kota
sebesar 30 % dan desa 70 %.
• Kebutuhan atap adalah sebesar 30 m2/kpt

Data lainnya (riil):


Curah hujan tahunan 2.580 mm/thn
Evapotranspirasi 1.250 mm/thn
Kebutuhan air domestik 100 l/kpt/hr
2
Kebutuhan atap 30 m /kpt
Koefisien aliran permukaan atap 0,95
Penduduk 1 juta kpt (model)

a. Kebutuhan air domestik

Volume = 365 x 0,10 x 1.000.000 =


36,50.106 m3/thn

b. Air terbuang

Volume = 0,95x30x(2,58-1,25)x1.000.000 =
37,90.106 m3/thn

Volume air terbuang akibat sistem drainasi konvensional adalah setara dengan
jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air domestik.

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 11/65


5. Benefit Sistem Pro Lingkungan

a. Aspek Fisik

1). Memperkecil puncak hydrograph di hilir


> Retarding basin

2). Reduksi dimensi jaringan


• Dimensi saluran drainase dpt direduksi
• Bila perlu = nol
• Memperlebar jalan lingkungan

3). Mencegah banjir lokal.


> Genangan local dapat diresapkan

4). Memperkecil konsentrasi pencemaran


Volume air tanah meningkat maka konsentrasi pencemaran menjadi
semakin encer:

C = Q s C s + Q pC p (1)
Qs + Qp
dengan:
C : konsentrasi final
Qs : debit air bersih
Qp : debit air tercemar
Cs : konsentrasi air bersih
Cp : konsentrasi air tercemar
Dengan kata lain untuk daerah payau akan meperbaiki kualitas air
tanah.

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 12/65


5). Mempertahankan tinggi muka air tanah.
a). Mempertahankan tinggi muka air tanah.
Konversi dari hutan ke permukiman

a c

b). Mengembalikan tinggi muka air tanah


Konversi lahan kritis menjadi kawasan pemukiman.

a b

Bila tak mengimplementasikan sistem resapan ? b


Bila mengimplementasikan sistem resapan ? c

MEMBANGUN SEKALIGUS MEMPERBAIKI LINGKUNGAN.

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 13/65


6). Mencegah intrusi air laut.

Badon Ghyben (1888) & Herzberg (1901) membangun teori


keseimbangan air tawar dan air laut.

h u j a n

Permukaan tanah
Permukaan air tanah

Δh Permukaan air laut

hf hs

Air tawar (f)

A Batas air asin dengan air tawar

air asin (s)

Gambar 3. Skema tampang suatu pulau dengan tanah homogen dan isotropis.

Titik A terletak pada bidang batas antara air asin (s) dan air tawar (f)

Tekanan hidrostatis dititik A adalah pA:

p A = ρ s.g.hs (2)

p A = ρ f .g.h f (3)

Persamaan (2) = (3) maka:

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 14/65


⎛ ρs − ρ ⎞
Δh = hs ⎜⎜ f ⎟
(4)

ρ f ⎟⎠

Pada umumnya untuk:

Air laut ρs = 1,025 t/m3


} -> (3) maka ∆h = 1/40 hs
Air tawar ρf = 1,000 t/m3

7). Mencegah land subsidence and sinkhole

Akibat eksploitasi air tanah tanpa imbuhan yang seimbang maka


rongga pori akan kosong dan tanah akan mampat maka terjadi
amblesan.

8). Konservasi air


Curah hujan rerata : 2,58 m/th
Evapotranspirasi 40 % x 1,25 : 0,50 m/th (dgn system resapan)
Kebutuhan atap : 30 m2/kpt
Jumlah pddk th 2000 :128.450.000 kpt
Kebutuhan air : 523,5 m3/kpt/th
Effisiensi : 70 %

Volume air yang dikonservasi oleh sistem peresapan :


Vol = ( 2,58 - 0,50 ) m x 30 m2 x 70 % x 128.450.000 = 5.610 106 m3/th
Aliran mantap untuk pulau Jawa adalah:

Tanpa resapan = 43.952 106 m3/th (lihat table berikut)


Dengan resapan = ( 43.952 + 5.610 ) 106 m3/th
= 49.562 m3/th

Air tersedia = 49.562 106 / 128.450.000 = 385,85 m3/kpt/th.

Imbangan air = 523,5 / 385,85 x 100 % = 135,67 %

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 15/65


Maka kontribusi sistem peresapan dalam mengurangi defisit air di pulau Jawa
dan Madura adalah sebesar :

152,98 - 135,68 = 17,30 %

sedangkan defisit yang lain harus ditanggulangi dengan teknik-teknik lainnya.

Tabel. Perhitungan Air Tersedia di pulau Jawa dan Madura


No Pulau LD CH ET CHE APT AM JP AT

- - m2 m/th m/th m/th m3/th m3/th kpt m3/kpt/th

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

- - - - - 3-4 2x5 25-35% - 7:8


x6

1 Jawa & 132.187 2,58 1,25 1,33 175.809 43.952 91,269 481,57
Madura x106 x106 x106 x106
(1985)

2 Jawa & 132.187 2,58 1,25 1,33 175.809 43.952 109,443 401,30
Madura x106 x106 x106 x106
(1993)

3 Jawa & 132.187 2,58 1,25 1,33 175.809 43.952 128,292 342,2
Madura x106 x106 x106 x106
(2000)
Sumber:Direktorat Bina Program Pengairan Departemen Pekerjaan Umum
(1984)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 16/65


b. Aspek Sosekbud

1). Melestarikan teknik tradisional

2). Membangun asas ‘sejahterakan pihak lain’

3). Menjaga harga air tetep murah

4). Membendung keresahan

• Banjir di kampung hilir

• Halaman terbendung

• Kepercayaan masyarakat

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 17/65


6. Recharge System

Recharge system adalah suatu bangunan teknis yang direncanakan untuk


meresapkan air hujan (surface run off) kedalam tanah. Sistem ini dibedakan
untuk pengisian akuifer bebas (uncofined aquifer) dan untuk akuifer terkekang
(confined aquifer). Recharge system untuk aquifer bebas ada dua macam yaitu
Recharge well, Recharge trench dan Recharge yard

a. Untuk Akuifer Bebas


a.1. Sumur Peresapan

1). Litbang Pemukiman PU (1990)


a). Dinding sumur porus

H = AIT − As KT (5)
As + PKT

b). Dinding sumur kedap air

Pada SNI T=06=1990 F hanya ada formula (5) tanpa penurunan formula dan
oleh Sunjoto, formula ini dirunut penurunannya sbb:

H = AIT − As KT (6)
As
dengan:
H : tinggi muka air dalam sumur (m)
I : intensitas hujan (m/j)
2
A : luas atap (m )
2
As : luas tampang sumur (m )
P : keliling sumur (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
T : durasi hujan/pengaliran (j)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 18/65


Tabel. Jumlah sumur dengan H = 3 m menggunakan rumus (5)
Luas bidang Jumlah sumur
No tadah K sedang K agak cepat K cepat
2
(m ) 80 cm 140 cm 80 cm 140 cm 80 cm 140 cm
1 20 1 - - - - -
2 30 1 - 1 - - -
3 40 2 1 1 - - -
4 50 2 1 1 - 1 -
5 60 2 1 1 - 1 -
6 70 3 1 2 1 1 -
7 80 3 2 2 1 1 -
8 90 3 2 2 1 2 1
9 100 4 2 2 1 2 1
10 200 8 3 4 2 3 2
11 300 12 5 7 3 5 2
12 400 15 6 9 4 6 3
13 500 19 8 11 5 7 4
Sumber: SNI T=06=1990 F dalam Suripin (2004)

Catatan:
a. Tiga kelas permeabilitas tanah:
1). Permeabilitas tanah sedang (geluh/lanau K = 2,0 – 6,5 cm/j
2). Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus K = 6,5 – 12,5 cm/j)
3). Permeabiltas tanah cepat (pasir kasar > 12,5 cm/j)
b. Intensitas hujan I = 87 mm/j
c. Durasi hujan T = 5 jam
d. Kedalaman sumur H = 3 m

Analisis:
a. Asas analisis dimensi
b. Bila I = 0, H ?

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 19/65


2). HMTL-ITB (1990)
Dengan konsep V. Breen dan konsep Horton:

⎧⎛ ⎞ ⎫
A.0,7.0,9.R 24 j − ⎪⎨⎜⎜ π .d ⎟⎟.⎜⎜179 ⎟⎟. 1 ⎪⎬
2 ⎞⎛

⎪⎩⎝ 4 ⎠ ⎝ p ⎠ 6 ⎪⎭
H= (7)
⎛ π .d 2 ⎞
⎜ ⎟.1000
⎜ 4 ⎟
⎝ ⎠

dengan:
H : tinggi muka air dalam sumur (m)
2
A : luas atap (m )
d : diameter sumur (0,80 s/d 1,40 m)
p : faktor perkolasi (mnt/cm)
R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam (mm/hr)
0,70 : limpsan prmkaan yg hrs diresapkan (Horton)
0,90 : angka distribusi hujan (V. Breen)
1/6 : factor konversi dr 24 jam ke 4 jam (V. Breen)

P Ep
R = 70 %

= 30 % I
Gambar 4. Skema keseimbangan air di permukaan tanah secara natural
(Horton)

Analisis:
a. Asas analisis dimensi
b. Bila R24j = 0, H ?
c. Faktor perkolasi (mnt/cm)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 20/65


Konversi dimensi parameter.
a). Faktor perkolasi vs permeabilitas tanah

p⎛⎜⎝ mnt / cm⎞⎟⎠ = 0⎛ ,60 ⎞ (8)


K ⎜⎝ m / j ⎟⎠

b). Curah hujan harian vs Intensitas hujan

(1). Mononobe
I = {( R/24 )( 24/tc )2/3 (9)

dengan :
R : curah hujan terbesar harian (mm)
tc : time travel (j)
I : intensitas hujan (mm/j)

(2). Hasper (1951)

(a). Bila durasi hujan < 2 jam

R 24 j = 0,06⎧⎪T + 60 − 0,0008 (120 − T )2 (260 − R 24 j )⎫⎪ (10)


⎨ ⎬
I ⎪⎩ 60 ⎪⎭

(b). Bila durasi hujan 2 < T < 19 jam

R 24 j = 0,06(T + 60) (11)


I
dengan:
R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam ( mm/hr)
I : intensitas hujan (m3/s/km2)
T : durasi hujan (mnt)

Note:
Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 21/65
I (m3 / s / km2 ) = 10.000 xI (m / j ) (12)
36

Aplikasi di Indonesia disarankan dgn Hasper > hasil penelitian di Jakarta,


sedangkan Mononobe di laksanakan Jepang.

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 22/65


3). Suripin (2004)
Untuk menghitung kapasitas sumur peresapan air hujan dipergunakan rumus
steady radial flow berbasis Darcy’s Law (1856) yang disubstitusi dengan
Laplace Equation. Dari persamaan pada unconfined aquifer dengan aliran
searah (Dupuit, 1863) dikembangkannya untuk menghitung aliran radial
menuju satu titik dan dikembangkan lagi untuk confinined aquifer untuk
radial flow oleh Thiem (1906) dan kesemua persamaan ini untuk keadaan
steady flow sbb:

a. Parallel flow (Dupuit, 1863)

Q = KB. H − h
2 2
(13)
2L

b. Circular flow in unconfined aquifer


Q = πK ⎛⎜⎝ H 2 − h2 ⎞⎟⎠.ln⎛⎜ r ⎞⎟ (14)
⎝ R⎠

c. Circular flow in confined aquifer (Thiem, 1906)

2πKB(h2 − h1 )
Q= (15)
⎛r ⎞
ln⎜⎜ 2 ⎟⎟
r
⎝ 1⎠

Rumus Thiem ini yang disodorkan untuk menghitung sumur


peresepan oleh Suripin (2004) dan lagi menurutnya bila tak
menggunakan sumur pantau rumus menjadi:

Q = 2πKBH (16)
⎛ ⎞
ln⎜⎜ B ⎟⎟
⎝r⎠

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 23/65


dengan:
Q ; debit (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
B : tebal confined aquifer (m)
h1, h2 : potentiometric head sumur pantau ( m)
r1, r2 : jarak sumur pantau terhadap umur resapan (m)
H : ketinggian potentiometric surface
r : radius sumur

Analisis:
1. (H) fungsi waktu.
2. Steady flow.
3. Data potentiometric head hasil akhir
4. ln(B/r) scienitific reasoning ?
5. Bila B = r maka ln 1 = 0 ⇒ Q = ∞ (tak berhingga)
6. Bila B < r ⇒ Q < 1 (negatif)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 24/65


Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 25/65
4). Sunjoto (1988)

a). Mencari koefisien permeabilitas tanah.

Forchheimer (1930) dengan mengebor tanah dengan diameter dan kedalaman


tertentu kemudian diisi air secara sekejap sampai tinggi air h1 dan dicatat
waktu sama dengan t1. Kemudian pada t2 diukur tinggi muka air dan sama
dengan h2.

Qi = 0

dt dh

h1
t1
t h

t2 h2

Qo = F K h

dQo = As dh ..................................................(17)
dt

dQo = FKh ..................................................(18)

(17) = (18) maka:

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 26/65


Note: ∫ dx = ln x ; ∫ dx =x
x

dengan As = π R2 maka:

K = πR ln h2
2
(19)
F (t2 − t1 ) h1

dengan:
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
R : radius sumur (m)
F : faktor geometrik (m) F = 4 R (Forchheimer, 1930)
t1 : waktu awal pengukuran (j)
t2 : waktu akhir pengukuran (j)
h1 : tinggi muka air awal pengukuran (m)
h2 : tinggi muka air akhir pengukuran (m)
As : luas tampang sumur (m2 , As = π R2)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 27/65


b). Tinggi air dalam sumur

Sunjoto (1988) membangun formula ini dengan asas:

(1). Debit air masuk kedalam sumur diasumsikan konstan sama dengan Q. Hal
ini sesuai dengan keadaan fisik yaitu dalam suatu durasi hujan akan ada debit
dari atap yang masuk kedalam sumur.

(2). Debit keluar (meresap) adalah sama dengan faktor geometrik kali koefisien
permeabilitas fungsi ketinggian air dalam sumur Qo = F K h (Forchheimer,
1930).

Qi = Q

dt dh

H
t2 h2
h
t
X
t1 h1
Y

Qo = F K h

(3). Penurunan Formula

dVol t = ( Q - Qo ) dt = ( Q - F K h ) dt (20)

dVol t = As dh (21)

hingga persamaan (20) = (21) diselesaikan dengan integrasi:


Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 28/65
Asdh = (Q − FKH )dt ⇒ dt = Asdh ÷ FK
Q − FKh FK

Soluted by integration and when dc = 0 :

Note: ∫ dx = x ; ∫ dx = ln x so:
x

When t2 - t1 = T so:

Note: ln a−lnb=ln⎛⎜ a /b ⎞⎟
⎝ ⎠

dengan h2 - h1 = H, dan bila reference line bergeser


dari Y ke X maka h1 = 0 dan h2 = H dan persamaan
menjadi:

Note: exp ln x = x

dengan As = π R2 maka:

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 29/65


H = Q ⎪⎨1− exp⎜⎜ − FKT
⎧ ⎛ ⎞⎫⎪
⎟ (22)
FK ⎪⎩ π R 2 ⎟⎬⎪
⎝ ⎠⎭

dengan:
H : tinggi muka air dalam sumur (m)
Q : debit air masuk (m3/j)
F : faktor geometrik (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
T : durasi dominan hujan (j)
R : radius sumur (m)
As : luas tampang sumur ( m2; As = π R2)

H (m)

A B C D

T (jam)

Gambar 6. Hubungan H fungsi T bila parameter lain (Q,R,F,K) konstan.

Analisis:
a. Azas analisis dimensi
b. Bila I = 0, H ?

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 30/65


c. Debit Air Masuk.

Q = CIA (23)

Q : debit air masuk (m3/j)


C : koefisien aliran permukaan atap (-)
I : intensitas hujan (m/j)
A : luas atap (m2)

d, Parameter dalam formula:

• Koefisien aliran permukaan atap C.

P Ep
R = 70 %

I = 30 %

• Intensitas hujan
IDC: Intencity Duration Curve
• Luas atap
Atap, aspal, parkir, paving block, concrete slab

• Durasi Dominan Hujan T


i. Time of concentretion
ii. Duration Dominant of Precipitation

• Faktor Geometrik Sumur (F)


Forchheimer (1930) >< Dupuit (1863) and Themes (1906).

Kemudian diikuti oleh:

(1). Dengan formulasi:


Samsioe (1931), Harza (1935) , Dachler (1936), Taylor (1948), Hvorslev
(1951), Aravin (1965), Sunjoto (1989 -2008).

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 31/65


(2). Dengan grafis:
Luthian J.N., Kirkham D. (1949), Hvorslev (1951), Smiles & Youngs (1965),
Wilkinson W.B. (1968), Raymond G.P., Azzouz M.M. (1969), Al-Dhahir &
Morgenstern (1969), Olson & Daniel (1981)

28

Sunjoto
Case 6b
24
Recommended Curve
By Olson & Daniel (1981)
Sunjoto
Case 5b
1
20

2 3
Shape Factor F

16

12 5

8
NOTE :
1. Wilkinson (1968)
6 2. Al-Dhahir & Morgenstern (1969)
3. Hvorslev (1951)
4 4. Luthian & Kirkham (1949)
5. Raymond & Azzouz (1969)
6. Smiles & Youngs (1965)

0
0 2 4 6 8 10

L/D

Gambar 7. Hubungan shape factor dengan L/D berbagai penelit

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 32/65


FAKTOR GEOMETRIK SUMUR
F bila
Kondisi R = 1;
No Faktor Geometrik Sumur (F) Referensi
Tampang Sumur L = 0;
H=0

1
2πL
Sunjoto (1989) 0
ln⎛⎜ 2(L + 2 R ) / R + (2 L / R )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠

2a
Samsioe (1931)
4πR Dachler (1936) 12,566
Aravin (1965)

2b

18 R Sunjoto (2002) 18,000

3a
Samsioe (1931)
2πR Dachler (1936) 6,283
Aravin (1965)

3b
Forchheimer (1930)
4R Dachler (1936) 4,000
Aravin (1965)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 33/65


4a π2 R Sunjoto (2002) 9,870

4b Harza (1935)
5.5 R Taylor (1948) 5,500
Hvorslev (1951)

4b

2 πR Sunjoto (2002) 6,283

5a
2πL + π 2 R ln 2
Sunjoto (2002) 6,227
ln⎛⎜ (L + 2 R ) / R + (L / R )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠

5b 2πL
Dachler (1936) 0/0
ln⎛⎜ L / R + (L / R )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠
5b
2πL + 2πR ln 2
Sunjoto (2002) 3,964
ln⎛⎜ (L + 2 R ) / R + (L / R )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠

6a
2πL + π 2 R ln 2
Sunjoto (2002) 9,870
ln⎛⎜ (L + 2 R ) / 2 R + (L / 2 R )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠

6b 2πL
Dachler (1936) 0/0
ln⎛⎜ L / 2 R + (L / 2 R )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠
6b
2πL + 2πR ln 2
Sunjoto (2002) 6,283
ln⎛⎜ (L + 2 R ) / 2 R + (L / 2 R )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 34/65


7a
2πH + π 2 R ln 2
ln⎛⎜ (H + 2 R ) / 3R + (H / 3R )2 + 1 ⎞⎟ Sunjoto (2002) 13,392
⎝ ⎠

7b
2πH + 2πR ln 2
ln⎛⎜ (H + 2 R ) / 3R + (H / 3R )2 + 1 ⎞⎟ Sunjoto (2002) 8,525
⎝ ⎠

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 35/65


Perbandingan antara keadaan 3b dengan 5b
3b
Forchheimer (1930)
4R Dachler (1936) 4,000
Aravin (1965)

5b 2πL Dachler (1936) 0/0


ln⎛⎜ L / R + (L / R )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠
5b Sunjoto (2002) 3,964
2πL + 2πR ln 2
ln⎛⎜ (L + 2 R ) / R + (L / R )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠

Perbandingan antara keadaan 4b dengan 6b

4b Harza (1935)
5.5 R Taylor (1948) 5,500
Hvorslev (1951)

4b

2 πR Sunjoto (2002) 6,283

6b 2πL Dachler (1936) 0/0


ln⎛⎜ L / 2 R + (L / 2 R )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠
6b Sunjoto (2002) 6,283
2πL + 2πR ln 2
ln⎛⎜ (L + 2 R ) / 2 R + (L / 2 R )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 36/65


Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio ‘antara panjang
dinding porus dengan radius sumur’, pada keadaan 5b.

DACHLER (1936) SUNJOTO (2002)

L 2πL 2πL + 2πR ln 2 ∆F


R F= F=
%
ln⎛⎜ L / R + (L / R ) + 1 ⎞⎟ ln⎛⎜ (L + 2 R ) / R + (L / R ) + 1 ⎞⎟
2 2

⎝ ⎠ ⎝ ⎠

0 0/0 3,964 ?
0,000001 6,283 3,964 -
0,0001 6,283 3,965 -
0,001 6,283 3,969 -
0,01 6,283 4,009 -36,192
0,5 6,529 5,830 -10,706
0,964 7,079 7,079 0
1 7,129 7,165 0.504
5 13,586 14,348 5,608
10 20,956 21,720 3,645
25 40,149 40,853 1,753
50 68,217 68,867 0,952
100 118,588 119,186 0,504
1000 826,637 827,101 0,056
10000 6.344,417 6.344,793 0,005
100000 433.064,548 433.064,818 0,0000
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan R=1.

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 37/65


Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio ‘antara panjang dinding
porus dengan radius sumur’, pada keadaan 6b.

DACHLER (1936) SUNJOTO (2002)

L 2πL 2πL + 2πR ln 2 ∆F


F= F=
R ln⎛⎜ (L + 2 R ) / 2 R + (L / 2 R )2 + 1 ⎞⎟ %
ln⎛⎜ L / 2 R + (L / 2 R )2 + 1 ⎞⎟ ⎝ ⎠
⎝ ⎠

0 0/0 6,283 ?
0,0000 12,566 6,283 -
0,0001 12,566 6,284 -
0,001 12,566 6,290 -
0,01 12,566 6,351 -
0,5 12,695 9,092 -28,381
1 13,057 11,054 -15,340
2,713 15,323 15,323 0
5 19,072 19,618 2,862
10 27,171 27,915 2,738
25 48,775 49,525 1,537
50 80,298 81,001 0,867
100 136,435 137,084 0,475
1000 909,584 910,083 0,054
10000 6.821,882 6.822,281 0,005
100000 454.792,118 454.792,400 0,0000
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan R = 1.

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 38/65


ATAP BERTALANG

ATAP TANPA TALANG

Gambar 8. Skema Recharge Well

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 39/65


Gambar

Gambar

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 40/65


a.2. Recharge Trench

1) HMTL-ITB (1990)

0.70× 0.90× 6× AR 24 j p
Abr = (24)
128

dengan:
Abr : luas bidang resapan (m2)
A : luas atap (m2)
R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam (mm/hr)
p : faktor perkolasi (menit/cm)

2) Sunjoto (2008)

H dh dt
T
h2
t2
h t

h1 t1

Qo
b
Gambar 9. Sketch of water balance on the trench

dQo = FKh (25)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 41/65


dQo = As dh (26)
dt
where,
Qo : outflow discharge
As : cross section area of casing
h : depth of water
t : duration of flow
F : shape factor of casing
K : coefficient of permeability

Eq. (25) = Eq. (26) so:

As dh = FKh ⇒ As ∫ dh = FK ∫ dt
dt h

B= − fKT (27)
⎧ ⎛ ⎞⎫
b⎨ln⎜⎜1−
⎪ ⎜ fKH ⎟⎪

⎪⎩ ⎝ Q ⎟⎟⎠⎪⎭

where,
B : length of trench (L)
b : width of trench (L)
f : shape factor of trench (L)
K : coefficient of permeability (L/T)
H : depth of water on trench (L)
T : dominant duration of precipitation (T)
Q : inflow discharge (L3/T) and Q = CIA
C : runoff coefficient of roof (-)
I : precipitation intensity (L/T)
A : area of roof (L2)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 42/65


Faktor Geometrik Parit
Value of f
b = B = π/2 b=B=2
No Condition Shape Factor of Trench (f) H=0 H=0
L = 0 except L = 0 except
for f1, L = 1 for f1, L = 1

b 4L 2.980 3.367


( )
ln ⎜ L + 4 bB / 2 bB + (L / 2 bB )2 + 1 ⎞⎟
⎝ ⎠

2a

12.566
b 8 bB 16.000

2b

b 14.137
9 bB 18.000

3a
b
6.283
4 bB 8,000

3b
b
4.000
8 / π bB 5.093

4a
b
9.870
2π bB 12.566

4b b
4 bB 6.283 8.000

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 43/65


5a
b 4 L + 2π bB ln 2
6.227

( )
ln⎜ L + 4 bB / 2 bB + (L / 2 bB )
2
+ 1⎟
⎞ 7.928

⎝ ⎠

5b
b
4 L + 4 bB ln 2
3.964
L ⎛
( )
ln⎜ L + 4 bB / 2 bB + (L / 2 bB )2 + 1 ⎞⎟ 5.048

⎝ ⎠

6a
b 4 L + 2π bB ln 2
9.870

L

ln⎜ (L + 4 bB )/ 4 bB + (L / 4 bB ) 2 ⎞
+ 1⎟
12.566

⎝ ⎠

6b b
4 L + 4 bB ln 2
6.283
L ⎛
ln⎜ (L + 4 bB )/ 4 bB + (L / 4 bB ) 2 ⎞
+ 1⎟
8.000

⎝ ⎠

7a

b 4 H + 2π bB ln 2
13.392

ln⎜ (H + 4 bB )/ 6 bB + (H / 6 bB ) 2 ⎞
+ 1⎟
17.050

⎝ ⎠

7b
b
4 H + 4 bB ln 2 8.525

(
ln⎜ H + 4 bB / 6 bB +) (H / 6 bB ) 2
+ 1⎟
⎞ 10.856

⎝ ⎠

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 44/65


a.3. Recharge Yard

1). JTSL-FT-UGM (2007)

Tak berwawasan Lingkungan

Berwawasan Lingkungan
5 – 10 cm

Gambar 10 . Skema Non Recharge Yard dan Recharge Yard

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 45/65


Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 46/65
2). Biopori

CARA PEMBUATAN
LUBANG RESAPAN BIOPORI

Oleh:
Kamir R. Brata

Bagian Konservasi Tanah dan Air


Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
FAKULTAS PERTANIAN IPB
BOGOR
2007

Lubang resapan biopori (LBR) adalah lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan
diameter 10 – 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi kedalaman muka air tanah.
Lubang diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya biopori. Biopori adalah pori berbentuk
liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman.

Manfaat LBR adalah untuk meningkatkan laju peresapan air hujan ke dalam tanah, sehingga
tidak terbuang mengalir dipermukaan yang dapat menyebabkan banjir pada musim hujan dan
Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 47/65
kekeringan pada musim kemarau; serta menghindari terjadinya genangan air yang menyebabkan
merebaknya penyakit yang dibawa oleh nyamuk seperti demam berdarah dengue (DBD), malaria
dsb. Pemanfaatan sampah organik juga dapat membantu mengatasi masalah pembuangan sampah
yang sering kali mengakibatkan pencemaran dan tersumbatnya saluran-saluran drainase serta
bersarangnya lalat, tikus yang menjadi pembawa bibit penyakit seperti typus. Kompos yang
dihasilkan dalam lubang selain dapat memantapkan dinding LBR dan meningkatkan laju peresapan
air, juga dapat diambil untuk menyuburkan tanah yang ditanami.

1. Lokasi Pembuatan LBR:


LBR dapat dibuat di dasar saluran yang semula dibuat untuk membuang air hujan (Gambar 1), di
dasar alur yang dibuat sekeliling batang pohon (Gambar 2) atau batas taman (Gambar 3).

Gambar 1 Gambar2 Gambar 3

2. Cara Pembuatan LBR:


1. Buat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman sekitar 100 cm
atau jangan melampaui kedalaman air tanah pada dasar saluran atau alur yang telah dibuat.
Jarak antar lubang 50-100 cm.
2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan adukan semen selebar 2-3 cm, setebal 2 cm
disekeliling mulut lubang.
3. Segera isi lubang LBR dengan sampah organik yang berasal dari sisa tanaman yang
dihasilkan dari dedaunan pohon, pangkasan rumput dari halaman atau sampah dapur.
4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang
menyusut karena proses pelapukan.
5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau
bersamaan dengan pemeliharaan lubang.

3. Jumlah LBR yang Perlu Dibuat:


Banyaknya lubang yang perlu dibuat dapat dihitung menggunakan persamaan:

Jumlah LBR: Intensitas hujan (mm/jam) x Luas bidang kedap (m2)


Laju peresapan air perlubang (liter/jam)

Sebagai contoh untuk daerah dengan intensitas hujan 50 mm/jam (hujan lebat), dengan laju
peresapan air perlubang 3 liter/menit (180 liter/jam) pada 100 m2 bidang kedap perlu dibuat sebanyak
(50 x 100): 180 = 28 lubang.
Bila lubang yang dibuat berdiameter 10 cm kedalaman 100 cm, setiap lubang dapat menampung 7,8
liter sampah organik, berarti tiap lubang dapat diisi sampah organik dapur 2-3 hari. Dengan
demikian 28 lubang baru dapat dipenuhi sampah organik yang dihasilkan selama 56 – 84 hari,
dimana dalam kurun waktu tersebut lubang perlu diisi kembali.

4. Biaya yang Diperlukan:


Pembuatan LBR akan dipermudah dengan alat bor tanah yang dapat dibuat di pandai besi dengan
bahan dan ongkos pembuatan Rp 150 000 – Rp 200 000,-.
Bila 1 lubang dapat dibuat dalam waktu 8 menit, tiap rumah tangga perlu membuat 30 LBR, berarti
akan selesai dalam waktu 240 menit (4 jam) berarti perlu 0.5 hari orang kerja (Rp 20 000,-). Bila
Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 48/65
setiap rumah tangga ingin memiliki bor tanah sendiri, diperlukan biaya (Rp 170 000,- - Rp 220 000).
Biaya tersebut akan dapat berkurang bila 1 bor tanah dimiliki bersama oleh beberapa orang.

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 49/65


Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 50/65
Analisis:
1. Sebagai perbandingan bahwa sebuah sumur peresapan dengan diameter 100
cm kedalaman 300 cm akan mempunyai volume tampungan sama dengan 300
buah biopori diameter 10 cm kedalaman 100 cm.

3. Sehingga akan diperlukan lahan halaman yang luas untuk implementasinya.


Sedangkan Recharge Well maupun Recharge Trench dapat dibuat tidak harus
di taman, bahkan dibawah bangunanpun dapat di implementasikan.

2. Tanpa mengetahui jenis tanah maupun koefisien permeabilitasnya


penentuan laju peresapan air per lubang 180 l/jam tidak mempunyai dasar
argumentasi ilmiah.

Saran:
Hingga biopori hanya dapat membantu fungsi Recharge Yard namun tak dapat
mengambil alih fungsi Recharge Well maupun Recharge Trench yang fungsi
utamanya menampung dan meresapkan air dari atap atau perkerasan lainnya.

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 51/65


a.3 System Peresapan Kolektif
Gambar ini diusulkan oleh Suripin (2004):

Keadaan tersebut seperti gambar tersebut diatas dimensinya dapat


dihitung dengan rumus Sunjoto (2008) eq (27):

B= − fKT
⎧ ⎛ ⎞⎫
b⎪⎨ln⎜⎜⎜1− fKH ⎟⎟⎟⎪⎬
⎪⎩ ⎝ Q ⎠⎪⎭

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 52/65


a.4. System Peresapan Telaga

Tampang perlapisan tanah di Kampus UI Depok adalah seperti Gambar .

Muka air waduk


setelah diisi air limpasan
Impermeable
Kondisi awal muka air waduk
Permeable (Akifer 1)

Impermeable

Akifer tertekan 2 Permeable (Akifer 2)

Impermeable

• Methode Pengukuran
Qr = Qi – Qo - Qe (28)

Dengan:
Qr : debit air meresap
Qi : debit air masuk
Qo : debit air keluar
Qe : debit air menguap

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 53/65


• Methode Perhitungan (Forchheimer, 1930 dan Sunjoto, 2008)

i. Debit meresap ada akuifer 1 (bagian atas):

Q1 = f1KH (29)

4L
f1 = (Sunjoto, 2008)
(

)
ln⎜⎜ L + 4 bB / 2 bB + (L / 2 bB )
2 ⎞
+ 1 ⎟⎟
⎝ ⎠

ii. Debit meresap pada akuifer 2 (bagian bawah):

Q2 = f2KH (30)

4 L + 4 bB ln 2
f2 = (Sunjoto, 2008)
(

)
ln⎜⎜ L + 4 bB / 2 bB + (L / 2 bB ) 2 ⎞
+ 1 ⎟⎟
⎝ ⎠

dengan
Q : debit (L3/T)
F : factor geometric parit/kolam (L)
K : koefisien permeabilitas tanah (L/T)
H : tinggi tekanan air (L)
L : ketebelan aquifer (L)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 54/65


b. Untuk Akuifer terkekang

1). Suripin (2004)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 55/65


Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 56/65
2). Sunjoto (2008)

Daya : P = QηγH kgm/s (31)

Debit resapan :Q = FKH m3/s (32)

Substitusi keduanya maka:

P= Q γ
2
kgm/s (33)
ηFK
dengan:
P : daya pompa ( kgm/s)
► 1 KW = 75 x 1,34 kg m/s
► 1 HP = 0,746 KW
3
Q : debit air (m /s)
F : faktor geometrik sumur (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
γ : massa jenis air (kg/m3)
η : efisiensi pompa (0,60 - 0,75)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 57/65


7. Air Meresap di Saluran

1. Moritz (1913)

0.5
⎡ ⎧ 0.5 ⎫⎤
⎢Q ⎪ 2⎛⎜ Z 2 +1⎞⎟ − Z ⎪⎥
S = 0.0116× C ⎢ ⎪⎨ N + Z 0.5 + ⎝( ⎠ ) ⎪⎥
⎬ (34)
⎢V ⎪
⎢ ⎪ N + Z 0 .5
⎪⎥
⎪⎭⎥⎦
( )
⎣ ⎩

dengan :
S : kehilangan air di saluran (m3/s/km)
C : kehilangan air harian (m/hr) ⇒ table
Q : debit saluran (m3/s)
V : kecepatan air (m/s)
N : rasio dasar saluran dgn kedalaman air
Z : kemiringan tebing.( Z = h, bila v = 1)

Harga C untuk lapisan dasar saluran (Moritz, 1913)


Soils C (m/day)
1. Concrete 0.02
2. Cement gravel with hardpan sandy loam 0.10
3. Clay and clay loam 0.12
4. Sandy loam 0.20
5. Volcanic ash 0.21
6. Volcanic ash and fine sand 0.30
7. Volcanic ash, sand and clay 0.37
8. Sand and gravel 0.51
9. Sand loam with gravel 0.67

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 58/65


2. Bouwer (1965)
Bouwer membangun suatu formula dan sekaligus grafik yang dijabarkan
dari analog elektrik pada tiga keadaan guna menghitung harga kehilangan air
untuk tiap meter panjang saluran sbb:

q = (Is / K). k . Ws (35)

dengan :

q : kehilangan air (m3/m/hr)


Is / K : harga dari grafik dari Gambar 1 & Gambar 2.
k : koefisien permeabilitas tanah (m/hr)
Ws : lebar muka air di saluran (m)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 59/65


Ws

Hw Dw
Condition A K
Wb Seepage flow
Dp
L

Permeable

Ws

Hw Dw
Condition B K
Wb Seepage flow
Di
L

Impermeable

Ws

Hw
Condition A’
Wb
Dw
Dp K

Permeable

Gambar 11. Tiga keadaan aliran (Bouwer, 1965)

3 C u r v e p a r a m e te r

Dp / W b f o r co n d . A
Di /W b f o r c o n d . B
0,25
0,5 Conditio n A’
2
Is/ K

1 2 3 5

Conditio n A
1
5
Conditio n B
3
2
1
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Dw /Wb

Gambar 12. Grafik harga Is/K (Bouwer, 1965)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 60/65


3. Sunjoto (2008)
a. Saluran tanpa dinding samping

q= 4KHw λ (Wb +Ws ) (36)


⎧ 2 ⎫
⎪⎪ Hw + 2 λ Wb +Ws
ln⎨ ( )+ ⎛
⎜ Hw ⎞

⎪⎪
+1⎬
( ) λ (Wb +Ws ) ⎟⎠
⎜⎜ ⎟
⎪ 2 λ Wb +Ws ⎝2 ⎪
⎪⎩ ⎪⎭

dengan:

q : debit air meresap kedalam tanah (m3/s/m)


Hw : tinggi air dalam saluran (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
Wb : lebar dasar saluran (m)
Ws : lebar atas (muka air) saluran (m)
λ : panjang satuan saluran (λ = 1 m)

Gambar 13. Tampang melintang saluran tanpa lining

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 61/65


b. Saluran dengan dinding samping

q = 4KHw 2λWb (37)

Gambar 14. Tampang melintang saluran dengan lining

dengan:

q : debit air meresap kedalam tanah (m3/s/m)


Hw : tinggi air dalam saluran (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
Wb : lebar dasar saluran (m)
λ : panjang satuan saluran (λ = 1 m)

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 62/65


8. Kontribusi Terhadap Groundwater Storage

Sebidang lahan tegalan dengan luas 4 ha atau 40.000 m2 akan dibangun


menjadi areal perumahan atau real estate. Seluas 30.000 m2 sebagai kapling
perumahan dan 10.000 m2 sebagai jalan lingkungan yang dilengkapi dengan
SPAH.
Lahan kapling 30.000 m2 dibagi menjadi 200 rumah seluas masing 150 m2
dengan Building Coverage Ratio 75 %, atau tiap rumah 112,50 m2 (total =
24.000 m2) merupakan lapisan kedap air yang dilengkapi dengan SPAH (atap
dan perkerasan lainnya) dan seluas 37,50 m2 (total = 6.000 m2) merupakan
lahan terbuka berfungsi sebagai TRAH dan dibantu dengan Biopori.
Curah hujan tahunan = 2580 mm/thn, evaporasi 1200 mm/th. Intensitas
hujan untuk kala ulang 2 tahunan 24,6 l/jam dan koefisien permeabilitas
tanah pasiran adalah 34,56 mm/j dan dominant duration precipitation T = 2
jam
Menurut The Institusion of Engineer (1977), Australian Rainfall and Runoff,
dgn T = 2 jam dan I = 34,56 mm/j atau 96 l/s/km2, maka:
Lahan tegalan yang semula dengan koefisien limpasan permukaan C = 0,62

Luas Lahan = 40.000 m2


Luas kapling = 30.000 m2
• Luas Total Atap & Perkerasan = 24.000 m2
• Luas taman rumput = 6.000 m2
Luas Jalan = 10.000 m2
Perhitungan:

A. Sebelum dibangun
Air diresapkan sebesar:

VA = 40.000 x (1- 0,62) x (2,58 – 1,20) = 20.976 m3/th

B. Sesudah dibangun
1. Tanpa Recharge System
a. Dari Atap & perkerasan
VB1a = 24.000 x (1- 0,95) x (2,58 – 1,20) = 1.650 m3/th

b. Dari Taman
VB1b = 6.000 x (1- 0,32) x (2,58 – 1,20) = 5.630 m3/th

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 63/65


c. Dari Jalan
VB1c = 10.000 x (1- 0,95) x (2,58 – 1,20) = 690 m3/th

Air diresapkan VTSR = 1.650 + 5.630 + 690 = 7.970 m3/th

2. Dengan Recharge System

a. Dari Atap & perkerasan


VB2a = 24.000 x (1- 0,05) x (2,58 – 40 % x 1,20) = 47.880 m3/th

b. Dari Taman
VB2b = 6.000 x (1- 0,05) x (2,58 – 1,20) = 7.866 m3/th

c. Dari Jalan
VB2c = 10.000 x (1- 0,05) x (2,58 – 40 % x 1,20) = 19.950 m3/th

Air diresapkan VDSR = 47.880 + 7.866 + 19.950 = 75.696 m3/th

Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 64/65


Disampaikan sebagai handout kuliah di JTS-FT-UGM 65/65

Anda mungkin juga menyukai