Anda di halaman 1dari 7

Tujuan Hidup

Secara umum, kebanyakan orang beranggapan bahwa makna tujuan hidup ditentukan
oleh materi. Semakin besar materi yang dimilikinya, maka semakin tinggi makna tujuan
hidupnya. Pada era moneterisasi, makna kehidupan dinilai dari seberapa banyak seseorang
memiliki materi.

Makna tujuan hidup orang Kristen sesungguhnya bukanlah terletak pada seberapa banyak
materi yang dimiliki. Berdasarkan Kisah Para Rasul 26:22-23, maka makna tujuan hidp orang
Kristen terletak pada:

1. Anugerah dan pertolongan dari Allah.

Hidup manusia pada umumnya dan secara khusus hidup orang Kristen dilandaskan pada
anugerah dan pertolongan dari Allah. Sebagai umat yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus,
kita harus menyadari bahwa hanya oleh anugerah dan pertolongan dari Allah sajalah yang
membuat kita bisa ada sampai dengan saat ini.

Konteks Kisah Para Rasul, Paulus menjadi target pembunuhan orang-orang Yahudi, tapi
Allah meluputkan. Itu sebabnya tidak ada alasan bagi kita untuk memegahkan diri bahwa oleh
kekuatan dan kemampuan kitalah bisa melewati setiap tantangan, ancaman dan hambatan dalam
hidup kita. Kita harus sadar bahwa kita dalam segala sesuatu sangat terbatas. Alih-alih
membusungkan dada, orang percaya harus selalu sadar akan keterbatasannya.

Selain itu, kita juga harus menyadari bahwa Allah yang selalu berperan dalam semua lini
dan aspek hidup kita. Mungkin banyak pribadi yang peduli dan mendukung dalam perjalanan
hidup, tapi semua mereka adalah kepanjangan tangan Allah; Dialah sumber pertolongan.
Kesadaran ini mencegah orang percaya untuk memiliki ilah lain.

2. Menyadari bahwa hidup kita untuk memenuhi satu tujuan Allah.

Makna tujua hidup kita adalah menyadari bahwa ada tujuan ilahi yang harus kita penuhi
selama hidup di dunia ini. Tetapi acap kali hal tersebut tidak disadari oleh banyak orang.
Akibatnya, kekacauan terjadi karena manusia menyimpang dari tujuan penciptaannya.

Kehadiran kekristenan sering tidak signifikan, bahkan justru menjadi batu sandungan,
karena banyak orang Kristen menyimpang dari tujuan penyelamatannya. Bagi Paulus, kalau
Allah masih memberi kesempatan untuk hidup, dia bertekad mengisinya dengan tujuan yang
tepat. Apa tujuan yang tepat itu menurut rasul Paulus?

Pertama, menceritakan tentang Tuhan Yesus. Di manapun berada, bagaimanapun


keadaan, dia selalu gunakan peluang untuk berbicara tentang Tuhannya. Perbendaharaan kata
orang percaya, seyogianya bergerak tentang Tuhan Yesus. Acap kali hal itu tidak disadari oleh
kebanyakan orang Kristen. Orang Kristen sibuk dengan dirinya sendiri, sementara tentang Tuhan
Yesus mereka abaikan. Rasul Paulus tahu bahwa makna tujuan hidup di dunia ini adalah untuk
menceritakan tentang Tuhan Yesus kepada orang lain.

Kedua, menghadirkan sosok Tuhan Yesus. Kesaksian verbal baru sebagian dari tujuan.
Cara hidup dan sepak terjang orang percaya harus menyatakan kehadiran-Nya. "Tingkah laku
Anda berbicara lebih nyaring daripada perkataan Anda". Demikian peringatan orang-orang di
lingkungan. Oeh karena itu, makna tujuan hidup orang percara adalah menghadirkan Tuhan
Yesus melalui semua aspek kehidupannya. Inilah makna tujuan hidup sebagai pengikut Kristus.

3. Mempersipakan diri memasuki kekekalan.

Makna tujuan hidup kita sebagai orang Kristen terletak pada cara kita mempersiapkan
diri untuk memasuki kekekalan. Persiapan untuk memasuki kekekalan bukanlah nanti, atau
besok, tapi hari ini. Persiapan ini sangat penting bagi setiap orang Kristen.

Pertama, seperti Kristus mengalami kematian. Kiamat kecil (matinya seseorang) dan
kiamat besar (hancurnya alam semesta), tidak seorang pun yang tahu. Karena itu, hendaklah
setiap orang mempersiapkan dirinya. Persiapan ini harus disadari dalam rentang waktu yang
terbatas. Mengapa terbatas, karena tidak seorang pun yang mengetahui secara pasti kapan ia akan
meninggalkan dunia ini.

Kedua, seperti Kristus mengalami kebangkitan. Kematian bagi orang percaya adalah
langkah menuju kebakaan mulia. Pada saat kebangkitan, orang percaya akan mengenakan tubuh
kemuliaan seperti tubuh Kristus yang bangkit. Berbekal dengan tubuh yang baru, maka orang
percaya akan selamanya bersama Dia dalam sukacita dan dalam kemuliaan.

Langkah Konkrit Menghidupi Tujuan Hidup Kita dalam Kehidupan Sehari-Hari

1. Hidup mulia
Hidup mulia disini adalah hidup mulia dalam pemandangan Allah dan bukan dunia. Bagi
dunia mulia adalah terhormat, kaya, sukses, prestasi dan populer. Namun seperti yang kita
ketahui kita memuliakan Allah bukan dengan cara kita, melainkan dengan cara Allah. Hidup
mulia untuk memuliakan Allah dikerjakan bukan dari luar diri kita, melainkan dari dalam diri
kita, yaitu sikap hati kita.

Hidup mulia dengan mengerjakan kehendak Allah dengan “…kasih yang timbul dari hati
yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.” (1Titus 1:5). Jadi
bagaimana kita bisa memiliki hati nurani yang suci dan murni, yang dapat kita lakukan adalah
mengakui dosa kita dan meminta ampun atasnya.

Mengakui dosa dan kesalahan adalah langkah menguduskan diri sekaligus memuliakan
Allah, seperti yang Petrus perintahkan “…hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh
hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah
kamu, sebab Aku kudus.” (1Petrus 1:15-16). Pemisahan diri dari dosa yang diwujudkan dengan
mengakui dosa adalah langkah memuliakan Allah yang kudus dalam kehidupan kita sehari-hari.
Kita memuliakan Allah yang kudus dengan hidup kudus, sedangkan sebaliknya natur dosa
adalah menyangkali kesalahan, seperti yang Adam lakukan dihadapan Allah, Adam
“…menjawab: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon
itu kepadaku, maka kumakan.” (Gen 3:12)

Yang menjadi perbedaan anatara orang yang kudus dengan orang yang berdosa adalah,
orang yang kudus mengakui kesalahan dan kelalaian diri, sedangkan orang berdosa menyalahkan
dan mencari “kelalaian” Tuhan, padahal “Tuhan tidak lalai…” (2Petrus 3:9).

Rasul Yohanes berkata “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil,
sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.
(1Yohanes 1:9). Kata “mengaku” dalam ayat tersebut menggunakan kata “homologeo” (Yunani),
yang juga memiliki arti “menyetujui”, “tidak menolak” atau “mengatakan hal yang sama”.
Artinya dengan mengaku dosa kita, kita tidak lagi melawan Allah, kita menyetujui-Nya, kita
mengakui bahwa Allah lebih benar dibanding diri kita.

Mengakui dosa adalah sebuah langkah tunduk kepada Allah, bahkan tunduk pada level
penilaian-Nya tentang diri kita, dengan demikian kita tidak lagi bersekutu dengan dosa dan
dengan Iblis yang memiliki natur memberontak terhadap Allah. Dan mereka yang setuju dengan
pendapat Allah akan mendapatkan pengampunan dan penyucian diri dari dosa. Seperti yang
Rasul Yakobus katakan: “… tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari
padamu! Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu,
hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati!” (Yakobus
4:7-8)

2. Mengucap Syukur

Allah berkata “Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan


Aku….” (Mazmur 50:23). Pengucapan syukur adalah sebuah pujian kepada Allah dari sebuah
kesadaran bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan Allah yang memegang kendali atas
segalanya.

Seperti yang diserukan oleh Ayub katanya: “…TUHAN yang memberi, TUHAN yang
mengambil, terpujilah nama TUHAN!” (Ayub 1:21-22), beberapa orang menafsirkan ayat ini
secara serampangan, dengan mengatakan Ayub telah membuka celah bagi Iblis dengan bibirnya
atas kecelakaan yang ia alami. Padahal kalimat selanjutnya berkata “Dalam kesemuanya itu
Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.” (Ayub 1:22).
Makna yang tepat dari seruan Ayub adalah segala sesuatu yang berlangsung terjadi sesuai
dengan kehendak Allah, baik itu menyenangkan atau menyusahkan, baik itu memperkaya atau
memiskinkan, segala rancangan Allah adalah “…rancangan damai sejahtera dan bukan
rancangan kecelakaan…” (Yeremia 29:11), sebuah rancangan damai sejahterah di pemandangan
Allah meski tidak di pemandangan manusia. Karena Allah memiliki tujuan dari segala sesuatu
yang berlangsung dalam kehidupan kita, dimana Yeremia menyebutnya sebagai “…hari depan
yang penuh harapan.” (ayat 11). Seperti yang Paulus tekankan juga “…bahwa Allah turut bekerja
dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia…” (Roma
8:28).

Paulus berkata “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki
Allah…” (1Tesalonika 5:18). Kita mengucap syukur karena kita meyakini bahwa segala sesuatu
“…oleh karena kehendak-Mu semuanya itu ada dan diciptakan.” (Wahyu 4:11). Segala sesuatu
itu ada dalam kontrol kekuasaan-Nya, sehingga sampai-sampai burung pipit-pun “…seekorpun
dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu” (Matius 10:29). Meski
terkadang sesuatu terjadi diluar kehendak kita, kita dengan rela tunduk kepada Allah, karena kita
mengetahui bahwa Allah selalu memberi yang terbaik, seperti yang Yesus katakan jika “yang
jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga!”
(lukas 11:13)

3. Mencukupkan diri

Paulus memberikan teladan kepada kita dari pengalamannya baik dalam keadaan
kenyang, maupun lapar atau kelimpahan mapun kekurangan, yaitu ia melewatinya segala sesuatu
dengan “…belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan.” (Filipi 4:11). Dan Alkitab dalam
terjemahan bahasa Indonesia Sehari-hari menterjemahkannya dengan kalimat “…saya sudah
belajar merasa puas dengan apa yang ada.”. Mencukupkan diri adalah hasil dari kesadaran rohani
bahwa “…bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan…”
(Roma 8:28).

Kebiasaan puas dengan segala apa yang Tuhan berikan adalah langkah memuliakan
Tuhan. Bisa dibayangkan jika seorang Kristen menggerutu dengan keadaan, bersungut-sungut
untuk beberapa hal yang terjadi, tidak puas dengan pekerjaan, tidak puas dengan istri atau suami
mereka, atau tidak puas dengan keadaan anak-anak atau orang tua mereka. Kita harus belajar
mencukupkan diri atau puas setiap hari dengan apa yang Tuhan berikan.

Jika kita mengikuti konsep “cukup” menurut kedagingan kita , maka kita tidak akan
pernah merasa puas. Cukup bagi daging adalah “tidak pernah cukup”. Dalam hal seksualitas rasa
tidak cukup membawa kepada kecemaran atau kemesuman (Roma 1:27), dalam hal kekayaan,
rasa tidak cukup membawa pada keserakahan. Satu-satunya cara untuk terhindar dari hal yang
demikian adalah kita mencukupkan diri dengan keyakinan Allah-lah yang mengendalikan segala
sesuatu dan Allah tetap menjamin pemenuhan kebutuhan kita. Seperti yang Paulus peringatkan,
“Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.
Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-
kali tidak akan meninggalkan engkau.”” (Ibrani 13:5)

4. Minta dengan berdoa

Yesus berkata “…dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan
melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak”. (Yohanes 14:13). Allah senang
menjawab doa, karena pengabulan doa juga membawa kemuliaan bagi diri-Nya. Dalam sudut
pandang kedaulatan Allah, pengabulan doa karena doa kita adalah hal yang kedua bagi Allah,
sedangkan yang utama adalah Allah berkehendak agar Ia dipermuliakaan atas doa yang dijawab.
Karena dasar dari jawaban doa adalah Allah sendiri, maka tidak ada kuasa yang mampu
menghalangi karya Allah dalam menjawab doa dan jawaban doa adalah pemenuhan tujuan Allah
yang sekaligus menjawab permohonan kita. Oleh karena itu doa yang dijawab adlah doa yang di-
amini dengan Nama Yesus dan doa yang sesuai dengan kehendak dan sifat Allah. Karena itu
teruslah berdoa agar Allah dipermuliakan dalam hidup kita

5. Beritakan Firman Tuhan

Sejarah mencatat peradaban berasal dari negara yang menjadikan Firman Tuhan dasar
dari hukum negara, kemajuan perekonomian dimiliki negara yang memiliki “Protestan Ethic”,
Konferensi Hak Asasi Manusia berlangsung di negara Reformasi Kekristenan. Sampai saat ini
pernikahan yang terbaik adalah pernikahan yang Alkitab utarakan, pernikahan monogami. Kita
menikmati banyak hal-hal yang baik ketika Firman Tuhan menjadi terang dalam peradaban,
kemasyarakatan dan kehidupan sehari. Dengan demikian sadar atau tidak sadar, manusia akan
melihat Kristus dan Firman-Nya sebagai terang dalam kebudayaan mereka.

Seperti yang Paulus minta kepada jemaat Tesalonika “…berdoalah untuk kami, supaya
firman Tuhan beroleh kemajuan dan dimuliakan, sama seperti yang telah terjadi di antara kamu,”
(2 Tesalonika 3:1). Berita Firman Tuhan adalah kemuliaan Tuhan itu sendiri, dan
penyembarannya adalah pelebaran kemuliaan Tuhan yang dipercayakan untuk kita kerjakan. Dan
dimana Firman itu diberitakan maka yang mendengarnya akan “berbahagia”, seperti Rasul
Yakobus katakan “Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang
memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk
melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya.”
(Yakobus 1:25). Karena itu beritakanlah Firman Tuhan, dimana saja, kapan saja

6. Kerjakan Amanat Agung

Tuhan juga akan dipermuliakan seiring dengan banyaknya orang yang bertobat dan
mengabdikan diri mereka untuk menjadi murid Kristus. Rasul paulus berkata, “…berhubung
dengan semakin banyaknya orang yang menjadi percaya, menyebabkan semakin melimpahnya
ucapan syukur bagi kemuliaan Allah.” (2Korintus 4:15). Sudah cukup banyak kesaksian orang
yang rusak hidupnya di pulihkan Tuhan, bukan hanya ia saja yang mengucapsyukur atas karya
pemulihan itu, melainkan juga dengan orang yang disekitar, baik mereka yang percaya kepada
Kristus, maupun yang belum.

Saat John Newton bertobat dari keburukan masa lalunya sebagai orang yang bekerja di
perusahan jual beli manusia budak dan bertobat dari kerusakan moralnya, ia melukiskan syukur
atas pekerjaan Allah, diamana Allah “berusaha” menemukan manusia yang terhilang dan bejat
seperti dirinya dengan sebuah lagu “Amazing Grace” yang dipublikasikannya pada tahun 1779.
Lagu itu masih menggema di seluruh dunia sampai saat ini dan membangkitkan rasa syukur
kepada semua yang menyanyikan dan mendengarkan lagu tersebut.Saat semakin banyak orang
yang bertobat, saat itu pula bertambah bahkan berlimpah ucapan syukur bagi kemuliaan Tuhan,
teruslah memberitakan Injil.

Anda mungkin juga menyukai