A. Latar Belakang
Indonesia secara kumulatif berdasarkan laporan dari seluruh provinsi
yang dikeluarkan secara triwulan oleh Kementerian Kesehatan RI sampai bulan
Maret tahun 2010, tercatat 20.564 kasus AIDS dengan persentase laki-laki
sebanyak 62%, perempuan 30% dan tidak diketahui 8 %. Estimasi yang
dilakukan pada tahun 2006 diperkirakan di Indonesia terdapat sekitar 193.000
orang terinfeksi HIV dan sekitar 186.000 orang tahun 2009, sedangkan kasus
AIDS yang tercatat oleh Kementerian Kesehatan RI sampai dengan September
2010 tercatat 22.726 orang hidup dengan HIV AIDS. AIDS pada pengguna
Napza Suntik (penasun) di Indonesia sampai tahun 2010 sebanyak 2.224 kasus
dan jika dilihat dari kelompok umur dari kelompok tersebut ada 70% berada di
kelompok usia produktif (20-39 tahun). Indonesia sudah menjadi negara urutan
ke 5 di Asia paling berisiko HIV AIDS. Para pakar memperkirakan jumlah kasus
HIV AIDS sudah mencapai 130.000 orang, sehingga tidak bisa dihindari
lagi bagi Indonesia untuk menerapkan kesepakatan tingkat Internasional yang
diikuti kebijakan nasional. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada
beberapa sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi > 5%), yaitu pada
pengguna Napza suntik (penasun), wanita pekerja seks (WPS), dan waria.
Situasi demikian menunjukkan bahwa pada umumnya Indonesia berada
pada tahap concentrated epidemic. Dari beberapa tempat sentinel, pada tahun
2006, prevalensi HIV berkisar antara 21% - 52% pada penasun, 1% - 22% pada
WPS, dan 3% - 17% pada waria. Sejak tahun 2000 prevalens HIV mulai konstan
di atas 5% pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi tertentu. Di Provinsi
Papua dan Propinsi Papua Barat, penyebaran infeksi HIV sudah pada tahap
meluas, yaitu telah terjadi melalui hubungan seksual berisiko pada masyarakat
umum (dengan prevalensi > 1%).
1
pernah dilaporkan pada 15 tahun pertama epidemi HIV di Indonesia. Dari jumlah
kumulatif 22.726 kasus AIDS yang dilaporkan pada September 2010, dengan
proporsi 73.6% adalah laki-laki, 26.0% perempuan. Persentasi kasus AIDS pada
pengguna napza suntik 91.2% pada kelompok berusia 20-39 tahun. Seiring
dengan pertambahan total kasus AIDS, jumlah daerah yang melaporkan kasus
AIDS pun bertambah. Pada akhir tahun 2000, terdapat 16 provinsi yang
melaporkan kasus AIDS, dan kemudian pada akhir tahun 2003 jumlah tersebut
meningkat menjadi 25 provinsi. Jumlah ini meningkat tajam pada tahun 2006,
yaitu sebanyak 32 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia yang sudah
melaporkan adanya kasus AIDS. Estimasi Populasi Dewasa Rawan Tertular HIV
pada tahun 2009 memperkirakan ada 5 juta sampai dengan 8 juta orang paling
berisiko terinfeksi HIV. Jumlah terbesar berada pada sub-populasi pelanggan
penjaja seks (PPS), yang jumlahnya lebih dari 3,1 juta orang dan pasangannya
sebanyak 1,9 juta. Risiko penularan HIV tidak hanya terbatas pada sub-populasi
yang berperilaku risiko tinggi, tetapi juga dapat menular pada pasangan atau
istrinya, bahkan anaknya. Berdasarkan modeling matematika, diperkirakan
dalam rentang waktu tahun 2008 – 2015, secara kumulatif akan terdapat 44.180
anak yang dilahirkan dari ibu positif HIV.
Dalam melakukan intervensi suatu program, pengelola program harus
memperhatikan situasi epidemi di wilayah tersebut, disamping kemampuan
sumber daya yang dimiliki, agar intervensi program tersebut mencapai tujuan
secara efektif dan efisien.
Di Indonesia sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) pada subpopulasi tertentu di beberapa propinsi yang
mempunyai prevalensi HIV cukup tinggi. Peningkatan ini terjadi pada kelompok
berprilaku berisiko tinggi tertular HIV yaitu para pekerja seks komersial, penyalah
guna NAPZA suntikan dan bayi yang lahir dari seorang ibu dengan HIV/AIDS.
Kondisi ini memerlukan penanganan secara komprehensif dan
terstruktur di berbagai aspek secara terkoordinasi dari semua pihak yang terkait.
Pelayanan tersebut yang meliputi ; Konseling dan Tes HIV Sukarela (KTS /VCT),
Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP/CST), Penatalaksanaan Infeksi
Oportunistik (IO), Penanganan Pasien IDU, Pencegahan Penularan HIV dari Ibu
ke Anak (PPIA/PMTCT), tersedianya layanan Rujukan.
2
B. Tujuan Pedoman
1. Tujuan Umum adalah menurunkan angka kesakitan HIV/AIDS melalui
peningkatan mutu pelayanan.
2. Tujuan Khusus :
a. Menemukan kasus HIV/AIDS sedini mungkin, memutuskan mata rantai
penularan dengan mensosialisasikan penggunaan kondom secara baik
dan benar, memperluas jangkauan pelayanan (berjejaring)
b. Memberikan pelayanan pengobatan pada ODHA sehingga dapat
menurunkan angka kematian, meningkatkan kualitas hidup.
c. Menemukan dan mengobati kasus IO,
d. Memberikan pengobatan pada ODHA dengan risiko IDU
e. Memberikan pelayanan pengobatan pada ODHA hamil guna
meningkatkan kualitas hidup ibu dan mencegah penularan HIV dari Ibu ke
Anak.
f. Menyelenggaran pelayanan rujukan (menerima maupun merujuk)
D. Batasan Operasional
- KTS/VCT adalah pemberian pelayanan konseling dan tes HIV sukarela
- PDP/CST adalah perawatan dukungan dan pengobatan bagi ODHA
- Penatalaksanaan Infeksi Oportunistik (IO) adalah penemuan dan
pengobatan Infeksi Oportunistik
- Penanganan Pasien IDU adalah memberikan pengobatan pada ODHA
dengan risiko IDU
3
- PPIA/PMTCT adalah memberikan pelayanan pengobatan pada ODHA hamil
guna meningkatkan kualitas hidup ibu dan mencegah penularan HIV dari Ibu
ke Anak.
- Rujukan adalah menyelenggaran pelayanan rujukan (baik menerima
maupun merujuk)
E. Landasan Hukum
- Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1507/MENKES/SK/X/2005 tentang Pedoman Pelayanan Konselor dan
Testing HIV/AIDS secara Sukarela (Voluntary Counselling and Testing)
- Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan
Lingkungan Departemen Kesehatan RI tahun 2003 tentang Pedoman
Perawatan, Dukungan dan Pengobatan bagi ODHA
- Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral PPM & PL tahun 2003 tentang
Pedoman Pengembangan Kebijaksanaan dan Program Pencegahan
Penularan HIV diantara Para Pengguna Napza Suntik
- Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan tahun 2004
tentang Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral
- Direktorat Bina Pelayanan Keperwatan dan Keteknisian Medik Direktorat
Jendral Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI tahun 2012
tentang Pedoman Pelayanan Keperawatan pada HIV/AIDS, TB dan IO
lainnya di Rumah Sakit
- Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat
tentang Pedoman Nasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi.
Tahun 2006
- Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Dan Keteknisian Medik Direktorat
Jenderal BinaUpaya Kesehatan Kemetrian Kesehatan RI Tahun 2012
tentang Pedoman Pelayanan Keperawatan Pada HIV/AIDS,TB dan IO
lainnya di Rumah Sakit.
- Kementrian Kesehatan Repubik Indonesia tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran TATALAKSANA HIV/AIDS Desember 2011
4
II. STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi SDM
- Konsulen : 1 orang
- Konselor : 4 orang
- Laboratorium : 1 orang
- Farmasi : 1 orang
- Monev : 1 orang
- Administrasi : 1 orang
B. Distribusi Ketenagaan
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Ketua Klinik Merpati
Ketua /Konsulen adalah seorang dokter spesialis penyakit dalam
Konselor adalah dokter atau perawat maupun petugas sosial yang
mengikuti pelatihan Konseling
Petugas Laboratorium dokter atau analis yang mengikuti pelatihan HIV
Petugas Farmasi, apoteker atau asisten apotiker yang mengikuti
pelatihan HIV
Petugas Monev adalah perawatan yang mengikuti pelatihan monev
Petugas administrasi, Petugas yang telah menikuti pelatihan system
informasi HIV/AIDS
B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga tetap di Klinik : 4 orang
Tenaga pendukung : 7 orang
C. Standar Fasilitas
Fasilitas yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai
tujuan dan fungsi pelayanan Klinik Merpati yang optimal bagi pasien HIV/AIDS
Kriteria :
5
1. Tersedianya ruangan yang representative/memadai untuk
menyelenggarakan pelayanan HIV/AIDS baik ruangan konseling, ruangan
administrasi, ruangan logistic dan ruangan pertemuan.
2. Tersedianya ruangan yang representative/memadai untuk
menyelenggarakan pelayanan konseling
3. Tersedianya ruangan yang representative/memadai untuk administrasi klen
dan penyimpanan fasilitas pendukung seperti rekam medik dan ATK
4. Tersedianya ruangan yang representative/memadai untuk penyimpanan
stok obat sementara.
5. Tersedianya tempat pertemuan untuk menyelenggarakan konseling
dukungan keluarga klien termasuk kegiatan penyuluhan gizi apabila ada
klien yang dipandang perlu untuk diberikan konseling tentang kebutuhan
nutrisinya,itu semua kita lakukan atas peretujuan klien
6
IV TATALAKSANA PELAYANAN
7
b. Penemuan secara aktif dapat dilakukan terhadap
1) Kelompok resiko tinggi yang terdiri dari pasangan atau anak dari
ODHA.
2) Pemeriksaan terhadap ibu hamil
3) Pemeriksaan terhadap pengguna Narkoba suntik
4) Pemeriksaan terhadap pelanggan wanita pekerja seks
5) Pemeriksaan terhadap pekerja seks
6) Pemeriksaan terhadap orang yang beresiko terular HIV
B. DIAGNOSIS HIV
1. Diagnosa HIV pada orang dewasa
Semua pasien yang dikonsulkan baik dari poliklinik ataupun dari bangsal
yang dicurigai HIV di konseling dan selanjutnya di tes serologi HIV nya
dengan metode Rapid tes dengan 3 reagen
2. Diagnosa HIV pada anak
Semua pasien anak-anak yang dicurigai HIV sebelum anak tersebut
berusia 18 bulan yang di test serologi HIV adalah ibu dari pasien dengan
metode rapid
3. PMTCT (Prevention Mother to Child Transmission)/PPIA (Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu ke Anak) Setiap ibu hamil yang control di Poli
Kandungan dianjurkan untuk melakukan tes serologi anti HIV.
4. IO (Infeksi Oportunistik) ; secara berkala pada saat klien control di layanan
/ Klinik dilakukan pengkajian akan kemungkinan adanya IO, misalnya
:
- Skrining TB
- Oral kandidiasis
- IMS
- Toxoplasmosis
- Retinitis
- Diare dll
5. IDU (Intavenous Drugs User); setiap klkien di Klinik yg dengan risiko
penukaran jarum suntik selalu digali apakah ybs saat ini masih sebagai
user akrif.
8
6. Rujukan; berkoordinasi terkait rujukan baik yang rujuk masuk maupun rujuk
keluar
• POLIKLINIK
• UGD Hasil; CST
• RUANGAN
KlinikVCT
-Registrasi - Non Reaktif Beri dukungan
• ICU
• Dr. praktek swasta -Kons. Pra tes ulang 3 bln dan telusuri
• RS swasta - Reaktif secara berkali
-Inf. Cons.
• RS POLRI CD4,SGPT,SGOT, kemungkinan
• RSAD -Tes serologi DL, HBsAg, Anti
• PUSKESMAS -Kons. Pos tes HCV, Ro/ dada TB
• LSM
• Datang sendiri
- Siapkan
adherensi
Potensial Problem - Klinis pasien
- Enggan antre - Fenomena Elizabeth Kubler
- Kabur sebelum (Daniel, Angry,Depression,
mendapat pelayanan Bargaining, Aceptance)
- Problem Biaya - Fenomena KETUT
(Askes, Jamkesmas, (Kecewa, Emosi, Tolak, - Bangun Komunikasi
JKBM) Upayakan, Terima) - Beri Dukungan
- Jauhkan Diskrimnasi dan
Klinik VCT-Merpati SMF Penyakit Dalam Stigmatisasi
BLUD-RSUW Denpasar
V. LOGISTIK
Dalam menyelenggarakan pelayanan /operasional Klinik Merpati mendapatkan
dukungan logistik dari RS, DinKes Propinsi / Kota, KPA Propinsi / Kota.
- Untuk logistik yang bersumber dari rumah sakit pengamprahan dilakukan
dengan menggunakan formulir 01/BRT/00 (surat permintaan barang), logistik
berupa ATK, untuk permintaan barang berupa obat-batan mengunakan formulir
Form : 13/FAR/00 (daftar permintaan barang habis pakai farmasi A),
permintaan berupa obat-obat ARV, Form : 12/FAR/00 (daftar permintaan
barang habis pakai gudang farmasi A) logistik berupa barang habis pakai
berupa misalnya hands coon, betadin, alcohol, masker, lisol.
- Logistik yang bersumber dari Dinas Kesehatan Propinsi berupa reagen rapid
anti HIV, raegen CD4 pima, ARV, obat IO yang di distribusikan beberapa
layanan salah satunya di Rumah Sakit Wangaya, pengamprahannya dengan
cara mengajukan surat amprahan yang ditujukan kepada pengelola program
9
penanggulangan HIV/AIDS Dinas Kesehatan Kota Denpasar dan Dinas
Kesehatan Propinsi Bali
- Logistik yang bersumber dari KPA adalah kondom, rubligan, leaflet dan brosur
langsung di distribusikan ke layanan ( Klinik Merpati)
IX. PENUTUP
Demikian pedoman ini disusun agar dapat dipergunakan sebagai acuan
dalam memberikan pelayanan terkait penanggulangan HIV/AIDS di RSUW
Kota Denpasar, dan senantiasa akan dilakukan revisi sebagai bentuk
penyesuaian dengan perkembangan yang ada.
10