Anda di halaman 1dari 2

24 INDIKATOR KESEHATAN DALAM IPKM

Salah satu indikator penting dalam pembangunan adalah Human Development Index (HDI)/ Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang terdiri dari indeks ekonomi (pendapatan riil per kapita), indeks
pendidikan (angka melek huruf dan lama sekolah), dan indeks kesehatan (umur harapan hidup waktu
lahir).

Untuk menentukan peringkat kabupaten/kota dalam pembangunan kesehatan disusunlah Indeks


Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) yaitu indikator komposit yang menggambarkan
kemajuan pembangunan kesehatan,

dirumuskan dari data kesehatan berbasis komunitas yaitu Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), dan Survei Potensi Desa (Podes).

Ada 24 indikator kesehatan yang digunakan dalam IPKM dengan nilai korelasi UHH yang tertinggi.
Indikator kesehatan tersebut adalah prevalensi balita gizi buruk dan kurang, prevalensi balita sangat
pendek dan pendek, prevalensi balita sangat kurus dan kurus, prevalensi balita gemuk, prevalensi
diare, prevalensi pnemonia, prevalensi hipertensi, prevalensi gangguan mental, prevalensi asma,
prevalensi penyakit gigi dan mulut, prevalensi disabilitas, prevalensi cedera, prevalensi penyakit
sendi, prevalensi ISPA, proporsi perilaku cuci tangan, proporsi merokok tiap hari, akses air bersih,
akses sanitasi, cakupan persalinan oleh nakes, cakupan pemeriksaan neonatal-1, cakupan imunisasi
lengkap, cakupan penimbangan balita, ratio Dokter/Puskesmas, dan ratio bidan/desa.

Demikian paparan Dr. dr. Trihono, M.Sc Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Litbangkes) saat temu media, Jum’at, 26 November 2010, di Jakarta. Hadir dalam kesempatan
tersebut Prof. Purnawan Junadi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI).

Selain menentukan peringkat pembangunan kesehatan kab/kota, IPKM dapat menjadi acuan
pemerintah daerah (Pemda) membuat program intervensi yang lebih tepat, bahan advokasi ke Pemda
agar terpacu menaikkan peringkat kesehatannya, perumusan daerah bermasalah kesehatan
berat/khusus (DBKBK), dasar penentuan alokasi dana bantuan kesehatan dari pusat ke daerah, dan
membantu Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KMPDT) dalam membangun
kab/kota.

Berdasar hasil Riskesdas 2007, dari 440 kabupaten/kota diperoleh peringkat masing-masing kota dan
kabupaten dengan tingkat kesehatan terbaik hingga terburuk. Hasil IPKM terlihat nilai terendah atau
tingkat kesehatannya buruk adalah daerah Pegunungan Bintang, Papua (0,247059) dan tertinggi
adalah Kota Magelang, Jateng (0,708959).

Kabupaten/kota mempunyai masalah kesehatan yang berbeda, bergantung kepada keadaan 24


indikator kesehatan yang masuk dalam IPKM. Seperti perbedaan IPKM antara Kab. Gianyar dan
Manggarai, dimana peringkat IPKM Kab. Gianyar lebih baik dibanding Manggarai, namun perilaku
cuci tangan lebih banyak di Kab. Manggarai dibanding Kab. Gianyar. Begitu pula kasus diare di Kab.
Gianyar pun lebih banyak dibanding Kab. Manggarai.

Berdasar perhitungan rata-rata nilai, diperoleh batas bawah/normal IPKM yaitu 0,415987 dan daerah
dengan nilai dibawah normal dikategorikan sebagai daerah bermasalah kesehatan berat/khusus
(DBKBK). Ada beberapa kabupaten yang berada di bawah normal atau termasuk DBKBK, tapi tidak
ada satu kota pun dibawah normal.

Kesehatan berhubungan erat dengan kemiskinan. Secara keseluruhan IPKM juga berhubungan dengan
proporsi penduduk miskin per kab/kota. Namun tidak semua kab/kota yang miskin berada pada
peringkat kesehatan yang buruk, begitu pula sebaliknya. IPKM kota tidak berhubungan dengan
kemiskinan dan tidak termasuk daerah tertinggal.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks:
52921669, Pusat Tanggap dan Respon Cepat (PTRC): 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail
puskom.publik@yahoo.co.id, info@depkes.go.id, ontak@depkes.go.id.
Ministry of Health Republic of Indonesia
Jl H.R.Rasuna Said Blok X.5 Kav. 4-9

Anda mungkin juga menyukai