Anda di halaman 1dari 15

Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi) 192-206

ERONG , KERANDA BANGSAWAN TORAJA


(SUATU STUDI ETNOARKEOLOGI)
Stephen Chia Ming Soon*, Akin Duli**, Muhammad Husni***
Pusat Pengkajian Arkeologi Global, Universiti Sains Penang-Malaysia; Jurusan Arkeologi Fakultas Sastra
Universitas Hasanuddin Makassar; Balai Arkeologi Makassar

Artikel masuk pada 13 Juli 2010 Artikel selesai disunting pada 20 September 2010

Abstrak. Beberapa gaya makam dan tradisi kubur erong masyarakat Toraja masih bertahan sampai hari ini.
Artikel ini membahas jenis erong dan hubungannya dengan sistem kepercayaan Toraja. Penelitian ini dilakukan
berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan dan wawancara. Ternyata, sistem penguburan Toraja
berhubungan dengan pemujaan leluhur. Dengan terus-menerus memberikan penghormatan terhadap nenek
moyang mereka, sebagai imbalannya masyarakat Toraja akan mendapatkan kemakmuran dan kebahagiaan.
Selain itu, bentuk erong mencerminkan sistem ideologi dan sistem sosial dari masyarakat Toraja pula, yang
wujudnya tergantung pada stratifikasi sosial, lingkungan, dinamika budaya Toraja, dan faktor eksternal lainnya.

Kata kunci: erong, tradisi kubur, Toraja, sistem penguburan, sistem sosial, pemujaan nenek moyang

Abstract. ERONG: WOODEN CASKET OF TORAJA NOBLEMAN (AN ETHNO-ARCHAEOLOGICAL


STUDY). Some cemetery styles and erong burial tradition of the Toraja society still persist until today. This article
discusses types of erong and its connection with the Torajan belief system. This research was carried out by direct
observation in the field and interviews. Apparently, the burial system of the Torajanese relates to ancestral
worshipping. By continuously paying respect toward their ancestors, they will gain in return prosperity and
happiness. Additionally, the shape of erong also reflects the ideological and social system of the Torajanese; its
form depends on the social stratification, environment, the dynamic of Torajan culture and other external factors.

Keywords: erong, burial tradition, Toraja, burial system, social system, ancestor worshipping

A. Pendahuluan mengungkapkan bentuk, peranan, dan makna


Penelitian tentang wadah kubur kayu budaya tersebut pada masa lampau. Di sisi lain,
yang disebut erong di Tana Toraja belum bentuk budaya tersebut, semakin punah akibat
pernah dilakukan oleh para arkeolog, padahal termakan waktu dan dirusak tangan-tangan
data tersebut sangat penting untuk dapat jahil. Penelitian terhadap erong, sangat

* Penulis adalah Dosen pada Pusat Pengkajian Arkeologi Global, Universiti Sains Penang-Malaysia
* Penulis adalah Dosen pada Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, Makassar
* Penulis adalah Kepala Balai Arkeologi Makassar

192 Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi 192-206

memungkinkan untuk dilakukan dengan mendorong penulis untuk mendeskripsikan


pendekatan studi etnoarkeologi, di mana studi bentuk-bentuk penguburan erong masyarakat
tersebut sangat penting bagi penelitian Toraja adalah karena tradisi penguburan
arkeologi yang berhubugan dengan sistem tersebut hampir punah akibat tidak digunakan
penguburan pra-Islam di Indonesia, terutama lagi dan rusak karena faktor alam maupun
yang berkaitan dengan sistem teknologi, sistem manusia.
sosial, dan sistem ideologi, yang dirasakan
masih banyak menghadapi kendala, terutama
B. Kepercayaan, Stratifikasi Sosial, dan
disebabkan karena faktor keterbatasan data
dan instrumen metodologi. Keterbatasan data
Aturan Penguburan
arkeologi disebabkan oleh faktor transformasi Walaupunpadaumumnya
data, sedangkan keterbatasan instrumen masyarakat Toraja sekarang telah menganut
metodologi disebabkan belum adanya agama Kristen dan Islam, namun sisa-sisa
pengembangan metode tertentu yang cocok kepercayaan sebelumnya masih tetap hidup
dipergunakan untuk memecahkan masalah- dalam masyarakat, yaitu kepercayaan yang
masalah yang berkaitan dengan sistem disebut dengan Aluk Todolo atau Alukta. Dasar
penguburan di Nusantara. Oleh karena itu, dari kepercayaan Alukta adalah kepercayaan
dengan berdasarkan pada potensi data terhadap arwah leluhur, yaitu kepercayaan yang
etnografi yang tersebar di berbagai wilayah di selalu berdasarkan kepada hubungan antara
Nusantara, yaitu masih berlangsungnya yang hidup dan mati terutama kepercayaan
kebiasaan-kebiasaan sistem penguburan akan adanya pengaruh kuat dari orang yang
tradisional pada berbagai masyarakat etnis, telah mati terhadap keberhasilan dan
merupakan salah satu alternatif untuk kesejahteraan orang yang masih hidup.
dipergunakan sebagai bahan analogi dalam Demikian pula sebaliknya, keselamatan arwah
memecahkan berbagai masalah di dalam di alam puya (arwah) sangat ditentukan oleh
arkeologi. perlakuan sesuai dengan aturan adat dari
sanak-kerabat yang ditinggalkannya. Sebagai
Dalam makalah ini dideskripsikan
implementasi dari kepercayaan tersebut dalam
secara ringkas tentang bentuk-bentuk keranda
kehidupan manusia sehari-hari, maka lahirlah
erong masyarakat Toraja yang mendiami
norma-norma sebagai dasar aturan dalam
Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Tana
sistem sosial seperti berbagai pantangan dan
Toraja Utara, Povinsi Sulawesi Selatan (peta 1
ritual.
dan 2). Masalah yang dibahas dalam tulisan ini
Konsep tentang hidup dan mati
adalah bentuk erong dalam hubungannya
menurut Alukta adalah suatu proses
dengan kepercayaan dan stratifikasi sosial.
kesinambungan, sehingga tidak tampak batas
Data yang dipergunakan dalam makalah ini
yang tegas. Orang mati dianggap hanya
diperoleh melalui penelitian secara sistematis di mengalami perubahan wujud dan
lapangan dan wawancara kepada masyarakat perpindahan dari alam fana ke alam puya
setempat dalam mengunjungi beberapa situs (arwah), hakikat kehidupan manusia di alam
penguburan di Tana Toraja. Hal yang fana dianggap sama dengan kehidupan di
alam puya. Untuk keselamatan mencapai

Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin 193


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi) 192-206

Peta 1. Peta lokasi penelitian

alam puya dan menjadi Tomembali Puang atau erat kaitannya dengan status sosial pada
Deata, maka diperlukan syarat-syarat seperti masa hidupnya.
bekal berupa perlengkapan (bekal kubur) dan Kepercayaan dan stratifikasi sosial,
ritus-ritus yang disertai dengan persembahan sangat berperanan dalam sistem penguburan
kurban yang harus dilakukan oleh para kerabat masyarakat Toraja. Menurut Alukta,
yang ditinggalkan. Bekal dan jenis ritus sangat penguburan pada umumnya berlangsung

194 Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi 192-206

Peta 2. Peta Kabupaten Tana Toraja

dalam dua tahap terutama bagi masyarakat pertama tersebut mayat diperlakukan seperti
yang berasal dari kelas bangsawan tinggi dan orang yang masih hidup, karena masih
keluarga para bangsawan (tanak bulaan dan dianggap sebagai orang yang sementara sakit.
tanak bassi). Tahap pertama (penguburan Orang dianggap betul-betul telah mati apabila
primer), yaitu penguburan yang bersifat proses upacara kematian telah selesai
sementara, terutama kalau keluarga yang dilaksanakan. Tahap kedua (penguburan
ditinggalkan belum siap mengadakan sekunder), yaitu penguburan yang bersifat
upacara pengorbanan (pesta kematian). permanen yang dilakukan setelah selesainya
Mayat dibalut dengan kain kemudian proses upacara kematian, yang dilakukan oleh
dimasukkan ke dalam keranda yang terbuat para keluarga yang ditinggalkannya. Mayat
dari kayu dan ditempatkan di atas rumah yang tinggal kerangkanya dibalut ulang
(Tongkonan). Selama masa penguburan kemudian dimasukkan ke dalam keranda

Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin 195


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi) 192-206

yang disebut erong bersama-sama dengan 1. Situs Marente Tondon (Rante Bolu)
berbagai benda-benda berharga yang dimiliki Situs Marante Tondon berada di
pada masa hidupnya (bekal kubur), dan Kampung Marante, Desa Tondok Batu,
selanjutnya ditempatkan di kompleks Kecamatan Tondon, Kabupaten Tana Toraja
pekuburan keluarga (Liang). Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Situs tersebut
Pada masa lampau di Tana Toraja, terletak di kaki bukit batu kapur (karst),
wadah yang dipergunakan dalam penguburan menghadap ke arah utara, di hadapan bukit
adalah erong (peti dari kayu) untuk dengan jarak 20 m, mengalir Sungai Sakdan.
masyarakat yang berasal dari kelas Secara astronomis, letak Situs Marante Tondon,
bangsawan dan masyarakat biasa yang adalah S 020 57’14,5" dan E 1190 55’ 58,4",
mampu secara ekonomis. Wadah erong pada dengan ketinggian 830 meter dari permukaan
masa lampau, bentuknya berbeda-beda laut (dpl). Situs memanjang dari timur ke barat,
sesuai dengan status sosialnya, yaitu bentuk dengan panjang sekitar 30 meter, ketinggian
perahu, kerbau, dan babi. tebing sekitar 18 meter. Situs tersebut dapat
Kubur (Liang) menurut ajaran Alukta dicapai dengan naik kereta dan jalan kaki, di
dipandang sebagai tempat bersemayamnya sekitarnya terdapat kebun, kandang babi,
para arwah leluhur. Oleh karena itu, kubur rumah penduduk, sekolah dasar, dan
harus dibuat sedemikian rupa agar dapat pemakaman baru. Keadaan situs sangat rusak,
menyenangkan para arwah leluhur seperti baik akibat pengaruh alam maupun aktivitas
mereka menempati rumah mereka semasa manusia, terutama karena ceruk maupun dasar
hidupnya. Adanya anggapan kesamaan ceruk digunakan sebagai pemakaman baru,
antara rumah dan kubur seperti tercermin dari seperti Liang Pa’ dan Patane.
penamaan pekuburan dengan istilah banua Temuan erong di situs tersebut
to membali puang (rumah para arwah leluhur) sebanyak 11 buah, pada umumnya dalam
atau banua tang merambu (rumah yang tidak keadaan rusak. Erong dengan bentuk perahu 9
berasap). Letak penguburan bagi masyarakat buah, bentuk kerbau 2 buah, berhias 5 buah,
Toraja tidak jauh dari pemukiman mereka, dan dalam keadaan lengkap 4 buah.
biasanya selalu berada di tempat yang tinggi Masyarakat setempat mengatakan bahwa
atau sengaja ditinggikan, dengan maksud dulunya di Situs tersebut terdapat banyak sekali
agar arwah para leluhur selalu dapat erong, baik yang terletak di dasar ceruk
mengawasi mereka dalam berbagai aktivitas maupun yang digantung di dinding ceruk.
kehidupannya sehari-hari. Sekarang yang terletak di dinding ceruk, tinggal
3 erong, 1 bentuk kerbau dan 2 bentuk perahu.
C. Bentuk Keranda Erong pada Pada dinding ceruk terdapat bekas tempat
Beberapa Situs di Tana Toraja gantungan erong, seperti balok kayu yang
Situs-situs erong di Kabupaten Tana masih tertancap dan bekas lubang tempat
Toraja, pada umumnya terletak pada ceruk menancapkan balok kayu sebagai penyangga
atau gua di kaki bukit batu atau di gantung erong. Pengambilan sampel untuk analisis
pada tebing batu (hanging grave). Untuk lebih pertanggalan, diambil pada erong yang
jelasnya, dapat diuraikan sebagai berikut.

196 Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi 192-206

terletak di samping erong yang paling besar gugusan pegunungan batu kapur (karst),
bentuknya. sedangkan pada bagian depan gua terdapat
Pada situs tersebut, terdapat satu kebun penduduk dan di sekitarnya terdapat
temuan erong yang paling besar, tampak tumbuh pohon nangka, mangga, bambu,
bagus, kelihatan sangat tua, dan berbentuk jambu biji, uru, dan pohon bitti.
perahu yang terletak di dasar ceruk, memiliki Keadaan situs belum banyak
ukuran yang paling besar, yaitu panjang badan terganggu karena agak jauh dari pemukiman
191 cm, panjang tutup 246 cm, tinggi badan penduduk. Namun, erong yang ditemukan
125 cm, tinggi ujung tutup tutup 167 cm, dan telah banyak mengalami kerusakan karena
lebar badan 64 cm. Bentuk badan kebulat- lapuk dan dirusak oleh manusia. Bagian-
bulatan, belum ditata, terdapat beberapa motif bagian erong yang paling banyak mengalami
hiasan Toraja. Namun, ada hiasan yang khas, kerusakan adalah bagian tutup, karena lapuk
yaitu muka topeng manusia pada ujung badan, dan banyak dicuri orang untuk
motif hiasan manusia menarik ular kiri-kanan diperjualbelikan sebagai barang antik.
pada salah satu sisi tutup dan pada sisi lainnya Demikian pula erong yang tergantung di atas
manusia menarik kerbau kiri-kanan. Pada dinding gua sudah jatuh dan berantakan di
bagian dalam erong, penuh dengan tulang- lantai gua, tulang-tulang dan tengkorak
tulang dan banyak tengkorak manusia. Erong berserakan, sehingga letak erong tidak
tersebut pada awalnya tergantung di atas tebing beraturan (foto 1).
dengan ketinggian sekitar 11 meter. Pada sisi Temuan erong di Situs Lombok Bori
barat ceruk terdapat tau-tau sebagai yang utuh sekitar 50 % ke atas atau sebanyak
kelengkapan dari pemakaman orang Toraja 108 buah, dengan bentuk perahu 87 buah,
sejak dahulu kala sampai sekarang. Namun kerbau 17 buah, dan babi 4 buah, dan yang
kebanyakan tau-tau asli telah dicuri orang dan memiliki ragam hias 18 buah, tidak berhias 90
diperjualbelikan sebagai barang antik. buah, yang lengkap 11 buah, dan tidak lengkap
97 buah. Sebagian besar erong sudah tidak
2. Situs Lombok Bori lengkap, hilang tutupnya, dan bagian badan
Situs Lombok Bori terletak di yang lapuk. Terdapat juga sisa tiang di mulut
Kampung Lombok Bori, Desa Lembang gua pada sisi selatan yang digunakan sebagai
Parinding, Kecamatan Sesean, Kabupaten Tana tempat menyimpan erong, dan pada dinding
Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Situs gua bagian atas terdapat lubang bekas-bekas
tersebut dapat dicapai dengan naik mobil dan menancapkan balok kayu, sebagai penyangga
berjalan kaki sekitar 1 km, letaknya berada di erong yang digantung.
dalam gua yang menghadap ke arah timur, Bentuk lantai gua terdiri atas dua
dengan tinggi mulut gua 15 m, lebar 58 m dan teras, yaitu teras I pada bagian dalam yang
dalam 24 m. Letak astronomi adalah S 02 0 55’ tersusun dari batu-batu kecil dan teras II di
76,5", E 1190 54’ 26,9", dengan ketinggian 825 mulut gua (bagian luar) tersusun dari batu-
m dpl. Jarak dari kampung 752 m, berada pada batu kecil. Dari hasil pengamatan dapat
arah barat, dengan beda tinggi 25 m. Di bagian direkonstruksi, bahwa erong bentuk perahu
belakang gua terdapat yang sederhana dan kecil-kecil serta bentuk

Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin 197


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi) 192-206

Foto 1. Tumpukan erong di Situs Lombok Bori (kanan dan kiri)

babi terletak di teras I, erong bentuk perahu Pada bagian dalam dari erong-erong
yang berukuran besar dan bentuk kerbau, baik yang terdapat di situs tersebut, terisi oleh
yang berhias maupun tidak berhias, terdapat di tumpukan tulang-belulang dan tengkorak
teras II dan pada susunan tiang yang terletak di yang tidak beraturan. Tampaknya tulang-
mulut gua sisi selatan. Sedangkan erong tulang tersebut telah teraduk, akibat ulah para
berbentuk perahu ukuran besar dan kaya pencari harta karun yang mencari barang-
dengan berbagai motif hias digantung di atas barang antik yang biasanya menjadi bekal
dinding gua. Tampaknya erong diletakkan kubur dari orang yang dikebumikan. Cerita
dengan orientasi timur-barat, sesuai dengan penduduk setempat mengatakan bahwa
orientasi gua. Sayangnya, jumlah erong yang barang-barang tersebut biasanya terdiri atas
terdapat pada masing-masing pembagian ruang emas, perak, keramik, dan mata uang, yang
tersebut tidak dapat lagi dihitung secara pasti, biasanya dijadikan sebagai bekal kubur.
karena telah mengalami perubahan tempat Temuan lain yang terdapat pada situs
akibat terjadinya pelapukan, jatuh dan dipindah tersebut, seperti dulang, fragmen gerabah,
tempatkan oleh pencari harta karun. tulang, dan tengkorak yang tersebar di sekitar
Pengambilan sampel untuk analisis situs.
pertanggalan dari erong bentuk perahu dan Temuan erong yang menarik pada
kerbau, yang terletak pada sudut barat daya. situs tersebut adalah erong bentuk perahu dan
Kerusakan bagian erong yang paling bentuk kerbau yang berukuran besar. Terdapat
banyak terjadi adalah pada bagian tutup, yaitu beberapa erong bentuk perahu yang berukuran
cepat mengalami patah dan pelapukan akibat besar, memiliki banyak motif ragam hias Toraja
hujan, matahari, dan karena ukurannya tipis. pada seluruh bagian badan dan tutup yang
Selain itu, bagian tutup banyak dicuri oleh para lazim dikenal dalam budaya Toraja. Namun,
pencari barang antik karena bentuknya unik, yang khas adalah ragam hias naga, manusia
penuh dengan ragam hias yang indah, dan yang menarik naga pada kedua belah
mudah untuk dipindahtempatkan. tangannya, dan manusia yang menarik

198 Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi 192-206

kerbau pada kedua belah tangannya. Erong sedangkan 5 lainnya yang sudah lapuk
bentuk kerbau, ada dalam ukuran kecil dan ada diletakkan di dasar ceruk.
pula dalam ukuran besar, ada yang memiliki Temuan erong di Situs Palak Tokkek
kaki dan ada yang tidak berkaki, ada yang sebanyak 9 buah, yang terdiri atas 4 bentuk
memiliki ragam hias dan ada yang polos. perahu, 2 bentuk kerbau, dan 1 bentuk babi.
Letak erong di tebing sebanyak 4 buah, 1
3. Situs Palak Tokkek
bentuk kerbau dan 3 bentuk perahu.
Situs Palak Tokkek berada di Sedangkan yang terletak di dasar ceruk
Kampung Palak Tokkek, Desa Pakpaelean,
sebanyak 5 buah, 1 bentuk kerbau, 1 bentuk
Kecamatan Sanggalangi’, Kabupaten Tana
babi, dan 3 bentuk perahu. Pada bagian
Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Situs
dalam erong terdapat tumpukan tulang-
tersebut dapat dicapai dengan naik kereta dan
belulang dan tengkorak yang sudah tidak
jalan kaki sejauh 5 km, letaknya berada di ceruk
beraturan, dengan orientasi erong adalah
yang menghadap ke arah timur. Secara
utara – selatan. Temuan lain yang ada di
astronomi, situs tersebut berada pada koordinat
permukaan dasar ceruk adalah fragmen
S 030 00’ 42,1", E 1190 54’ 34,7", dan ketinggian
tulang, fragmen gerabah, dan dulang.
824 m dpl. Kampung tua terletak di arah timur
Hal yang menarik dari temuan erong
dengan jarak 230 m, beda tinggi 27 m, lebar
di situs tersebut adalah ukuran erong hampir
dasar ceruk 26 m, dan tinggi ceruk
sama semua, yaitu kategori sedang, kecuali 2
13 m. Pada arah timur terdapat
buah erong bentuk perahu memiliki ragam
perkampungan penduduk dan persawahan.
hias yang sederhana, baik pada bagian
Pada bagian barat terdapat pegunungan batu
badan maupun pada bagian tutup. Kedua
kapur (karst). Dari sisi atas situs dapat
erong tersebut terletak di dasar ceruk yang
mengamati pemandangan indah, berupa
jatuh dari tempatnya semula di atas dinding
hamparan sawah, kebun, dan perkampungan
tebing. Menurut cerita masyarakat setempat,
penduduk.
kedua erong berhias tersebut dulunya terletak
Keadan situs belum banyak
di bagian paling tinggi dari erong lainnya di
mengalami kerusakan karena agak jauh dari
atas tebing. Pengambilan sampel untuk
pemukiman penduduk, namun temuan erong
analisis pertanggalan diambil dari erong
telah banyak mengalami kerusakan karena
bentuk perahu yang terletak di dasar ceruk.
pelapukan dan dirusak manusia untuk mencari
barang antik. Menurut informasi masyarakat 4. Situs Ke’Tek Kesu’
setempat, erong yang terdapat di situs tersebut, Situs Ke’tek Kesu’ terletak di
dahulu semuanya tergantung di tebing dengan Kampung Ke’tek, Desa Battan, Kecamatan
ketinggian 10 m dari dasar ceruk. Namun, Kesu’, Kabupaten Tana Toraja Utara, Provinsi
karena lapuk, maka semuanya jatuh ke dasar Sulawesi Selatan. Situs tersebut dapat dicapai
ceruk. Pada tahun 1995, penduduk setempat dengan naik kereta dan jalan kaki sekitar 600
mengadakan renovasi dan meletakkan kembali m, terletak di tebing yang menghadap ke arah
pada dinding tebing erong yang masih utuh utara. Letak astronomi adalah S 02 0 59’ 43,2", E
sebanyak 4 buah, 1190 54’ 38,1", dengan ketinggian 798 m dpl,

Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin 199


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi) 192-206

tinggi ceruk 24 m, panjang lantai dasar ceruk mengalami kerusakan akibat pelapukan dan
51 m, dan lebar lantai 4 – 12 m. Pada arah dirusak orang yang mencari benda-benda antik
utara terdapat kampung tua Ke’tek Kesu’, untuk diperjualbelikan. Sebagian besar erong
dengan jarak 200 m dan beda tinggi dengan yang terletak di dinding ceruk telah jatuh, ada
kampung 4 – 24 m. Pada arah utara terdapat yang dikembalikan ke tempat semula dan ada
pegunungan batu kapur (karst). Di sekitar yang dibuatkan tempat dan diletakkan di lantai
situs terdapat pemakaman baru seperti ceruk. Menurut masyarakat setempat, dulunya
Leang Pa’ dan Patane, kebun, pohon bambu, hampir semua erong diletakkan di atas dinding
pohon uru, dan kandang babi. ceruk, kecuali erong bentuk babi sederhana
Keadaan situs sudah sangat tanpa ragam hias dan erong bentuk perahu
terganggu, karena dijadikan sebagai objek sederhana diletakkan di dasar ceruk.
wisata yang sangat ramai dikunjungi oleh Temuan erong di Situs Ke’tek Kesu’
para pelancong. Temuan erong telah banyak yang masih dapat dikenali sebanyak 64 buah,
yang terdiri atas55 bentuk perahu, 7 bentuk
kerbau,dan 2 bentuk babi. Bentuk yang lengkap
51 buah, tidak lengkap 13 buah, berhias 48
buah, dan tidak berhias 16 buah. Erong yang
masih tergantung di dinding tebing sebanyak 21
buah, yang terdiri atas 18 bentuk perahu dan 3
bentuk kerbau, sedangkan yang terdapat di
dasar ceruk sebanyak 43 buah, terdiri atas 37
bentuk perahu, 4 bentuk kerbau, dan 2 bentuk
babi. Menurut cerita masyarakat setempat (Pak
Lintin), erong bentuk perahu yang berhias,
bentuk kerbau, dan bentuk babi berhias dulunya
Foto 2. Erong bentuk babi di Situs Ke’Tek
Kesu’
terletak di atas dinding tebing,

Foto 3. Erong bentuk perahu ukuran besar dan ramai hiasan di Situs Ke’Tek Kesu’ (kanan dan kiri)

200 Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi 192-206

Tabel 1. Bentuk dan Ukuran Erong


NO VARIABEL BENTUK
Perahu Kerbau Babi

U Besar Kecil Besar Kecil Besar Kecil


Panjang Dasar 203 cm 162 cm - - - -
K Badan 206 cm 167 cm 275 cm 212 cm 271 cm 203 cm
Tutup 279 cm 227 cm 190 cm 165 cm 188 cm 160 cm
U Tinggi Badan 102 cm 49 cm 117 cm 56 cm 106 cm 64 cm
1 Bagian tengah 158 cm 87 cm 117 cm 56 cm 106 cm 64 cm
R Ujung tutup 252 cm 114 cm - - - -
Lebar Dasar 58 cm 44 cm - - - -
A Badan 58 cm 44 cm 77 cm 42 cm 51 cm 39 cm
Tutup 48 cm 36 cm 40 cm 30 cm 40 cm 30 cm
N Lubang Panjang 172 cm 157 cm 175 cm 162 cm 169 cm 158 cm
Lebar 48 cm 34 cm 40 cm 28 cm 38 cm 28 cm
Dalam 89 cm 50 cm 65 cm 39 cm 63 cm 57 cm
2 Ragam hias Berhias, Berhias, Berhias, Polos Berhias, Polos
polos polos polos Polos
3 Bentuk Persegi persegi persegi - - - -
Badan Bulat Kebulata- Kebulat- bulat Bulat Bulat Bulat
bulatan bulatan

sedangkan beberapa erong bentuk perahu diletakkan di dalam celah-celah batu dan
sederhana dan bentuk babi sejak dahulu kala ditutupi dengan papan kayu. Temuan lain di
terletak di dasar ceruk dan sudah sebagian permukaan lantai ceruk adalah dulang,
besar badannya telah lapuk dan hampir tidak fragmen tulang, fragmen erong, dan fragmen
bisa lagi dikenali bentuknya. Selanjutnya, Pak gerabah. Pada bagian dalam dari erong-
Lintin menceritakan bahwa erong bentuk erong tersebut, terdapat banyak tulang dan
perahu ukuran besar dan kaya dengan ragam tengkorak manusia yang tidak beraturan.
hias, terletak pada dinding ceruk bagian Kerusakan erong pada umumnya terjadi pada
paling atas, kemudian erong bentuk perahu bagian tutup dan badan, karena terkena air
ukuran sedang dan erong bentuk kerbau hujan dan sinar matahari, menyebabkan
pada bagian tengah dan paling bawah adalah cepatnya terjadi pelapukan.
bentuk babi berhias (foto 2). Selanjutnya di Hal yang menarik pada temuan
dasar ceruk adalah erong bentuk babi dan erong di Situs Ke’tek Kesu’ adalah erong
erong bentuk perahu sederhana. bentuk perahu ukuran besar yang kaya
Pada kaki ceruk terdapat gua kecil dengan berbagai motif ragam hias, terutama
berukuran lebar 2 x 2,5 m yang dijadikan ragam hias naga dan kerbau yang ditarik
sebagai tempat penyimpanan tau-tau, dan manusia. Kemudian erong bentuk kerbau dan
dipasangi pagar besi agar tidak dicuri orang. babi yang berhias ular, dan erong bentuk
Menurut informasi masyarakat setempat, pada perahu berbadan bulat dan tidak ditata
bagian atas tebing juga terdapat tau-tau yang sehingga kulit kayu masih tampak di bagian

Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin 201


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi) 192-206

luar (lihat foto 3). Pengambilan sampel untuk (kubur primer) maupun secara tidak langsung
analisis pertanggalan, diambil dari erong (kubur sekunder), baik yang mempergunakan
bentuk perahu yang sudah lapuk terletak di wadah tertentu seperti erong maupun tanpa
dasar ceruk. wadah seperti pada kubur jenis Sillik
(dimasukkan ke dalam gua tanpa wadah).
Keranda erong yang digunakan sebagai
D. Pengaruh Kepercayaan dan tempat penguburan kedua (sekunder),
Stratifikasi Sosial pada Bentuk Erong biasanya diisi antara 5 – 20 jenazah.
Dalam ajaran Aluk Todolo diuraikan Penguburan dengan
tentang konsep kepercayaan terhadap alam mempergunakan wadah tertentu telah dikenal
kehidupan setelah mati. Konsep kepercayan di Indonesia sejak jaman Neolitik dan
ini menganggap bahwa arwah seseorang berlangsung terus sampai ke jaman
setelah mati tidak hilang atau lenyap begitu Perundagian. Penggunaan wadah kubur
saja, melainkan kembali ke suatu tempat berupa tembikar telah ditemukan di situs
yang dianggap sebagai alam arwah atau perundagian seperti di Gilimanuk (Bali),
sebagai tempat asal-usul leluhur suatu Pelawangan (Jawa Tengah), Anyer (Jawa
kelompok masyarakat. Konsep kepercayaan Barat), Melolo (Sumba Timur), Sakbang Luwu
tersebut kemudian diimplementasikan dalam dan Tiletile Selayar (Sulawesi Selatan), dan
sistem upacara terutama upacara yang Lewoleba (pulau Lomblen) (Soejono 1969, 6).
berkaitan dengan kematian (Rambu Solok) Sementara penggunaan kubur batu yang
dan sistem penguburan. berupa sarkofagus, ditemukan tersebar luas
Secara umum tujuan dari upacara di Bali, Jawa Timur (Besuki), Sumbabawa
yang termasuk kelompok Rambu Solok, (Batutring), Sumatra (Jambi, Samosir, Batak
adalah untuk keselamatan arwah leluhur di Selatan), Kalimantan Selatan (Apo Kayan),
alam puya dan kesejahteraan serta dan Nias (Soejono 1969, 4; 1977, 94).
keselamatan manusia di dunia. Salah satu Sementara penguburan mayat tanpa wadah
aspek budaya yang berkaitan dengan telah dikenal sejak jaman Neolitik dan
keselamatan arwah leluhur tercermin pada berlangsung terus sampai ke jaman
bentuk serta tata letak kubur dan wadah yang Perundagian, seperti yang ditemukan di Situs
dipergunakan. Tujuan dari penguburan erat Gilimanuk (Bali), Anyer (Jawa Barat),
kaitannya dengan kepercayaan akan Pelawangan (Jawa Tengah), Puger (Jawa
kehidupan setelah mati, yang menyebabkan Timur), Liang Bua (Flores), dan Lewoleba
manusia menguburkan mayat dengan (Soejono 1969, 10-11). Di luar Indonesia,
maksud untuk melestarikan arwahnya di alam tradisi penguburan dengan mempergunakan
baka (Soejono 1984). Berdasarkan latar wadah berupa sarkofagus, dikenal di Tonkin,
belakang konsepsi kepercayaan tersebut, Korea, Jepang, Taiwan, dan Filipina (Heekren
telah mendorong masyarakat Toraja pada 1958, 90; Soejono 1977, 283).
masa lampau untuk menguburkan anggota
Di Toraja, orang yang meninggal
keluarga atau masyarakatnya dengan sebaik-
dunia dikuburkan di Liang dengan
baiknya. Pelaksanaan penguburan tersebut
mempergunakan beberapa jenis kubur, baik
dilakukan dengan penguburan pada
beberapa jenis kubur baik secara langsung yang mempergunakan keranda erong

202 Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi 192-206

maupun tanpa wadah, sesuai dengan status lainnya sebagai tempat bersemayamnya
sosialnya masing-masing. Jenis Liang Sillik arwah leluhur mereka (Soejono 1977, 269).
diperuntukkan bagi strata sosial yang berasal Penggunaan bentuk-bentuk wadah
dari Tanak Kua-Kua, yaitu penguburan erong tertentu seperti bentuk persegi, bentuk
pertama tanpa menggunakan wadah tertentu. kerbau, dan bentuk perahu dalam sistem
Sedangkan strata sosial menengah yang penguburan mereka, selain berkaitan dengan
mampu secara ekonomi dan strata sosial stratifikasi sosial, juga mempunyai makna
tinggi, dikuburkan pada Liang yang sebagai tanda kendaraan yang dapat
mempergunakan keranda erong, yang membawa arwah leluhur ke alam puya,
berfungsi sebagai penguburan kedua. khususnya bagi masyarakat yang berasal dari
Letak Liang selalu dekat dari startifikasi sosial tinggi (Tanak Bulaan).
pemukiman dan berada di tempat yang tinggi Keranda erong bentuk perahu dengan ukuran
seperti di bukit, pegunungan, atau tempat yang besar dengan banyak ragam hias, digunakan
sengaja ditinggikan. Letak Liang yang dekat oleh bangsawan tinggi yang pernah menjadi
dengan pemukiman, menunjukkan bahwa Liang pemimpin, kaya, dan berani. Sedangkan
merupakan salah satu unsur dari suatu pola keranda erong bentuk perahu yang berukuran
pemukiman, seperti yang dikemukakan oleh kecil dan tidak berhias, bentuk kerbau, dan
Michael B. Schiffer, bahwa situs kubur bentuk babi, digunakan oleh para keluarga
merupakan bagian dari suatu daerah yang bangsawan (Tanak Bassi) dan rakyat biasa
berkaitan dengan penguburan dalam lokasi (tanak karurung) yang mampu dari segi
pemukiman (Schiffer 1985, 371). Tujuan dari ekonomi. Hal lain yang berhubungan dengan
penempatan kubur yang dekat dengan stratifikasi sosial adalah tata letak erong, di
pemukiman, dilatarbelakangi oleh suatu konsep mana erong bentuk perahu ukuran besar dan
kepercayaan akan adanya hubungan timbal- kaya akan ragam hias yang digunakan
balik antara orang yang masih hidup dengan bangsawan tinggi selalu berada pada tempat
orang yang telah meninggal dunia. yang lebih tinggi, kemudian disusul pada
Sementara letak kubur pada tempat tempat yang lebih rendah, yaitu bentuk
yang lebih tinggi dari pemukiman perahu ukuran kecil, bentuk kerbau dan
dilatarbelakangi oleh suatu kepercayaan bahwa bentuk babi, yang digunakan oleh para
alam kubur sebagai tempat bersemayamnya keluarga bangsawan dan rakyat biasa yang
arwah leluhur, harus berada di tempat yang mampu secara ekonomi.
lebih tinggi dari pemukiman manusia agar Menurut kepercayaan orang Toraja,
mudah dalam mengawasi perilaku manusia salah satu syarat keselamatan arwah leluhur
yang masih hidup di dunia. Kepercayaan akan sampai ke alam puya adalah adanya bekal bagi
tempat yang tinggi seperti puncak bukit atau orang yang meninggal dalam bentuk korban
puncak gunung sebagai tempat yang dipersembahkan dalam berbagai upacara
bersemayamnya para arwah leluhur, terdapat
Rambu Solok dan bekal kubur. Seperti diketahui
pada beberapa masyarakat di Indonesia seperti
bahwa dalam setiap tahapan upacara Rambu
di Bali, yang percaya bahwa di puncak Gunung
Solok membutuhkan korban persembahan
Agung, Gunung Batur, Gunung Sangiang, dan
(kerbau dan babi) dalam
beberapa gunung

Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin 203


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi) 192-206

jumlah yang besar, semuanya itu dianggap adalah munculnya aturan-aturan atau
sebagai bekal untuk keselamatan arwah norma-norma yang harus dijalankan,
leluhur sampai ke alam puya. Sedangkan misalnya aturan tentang cara perlakuan
benda-benda berharga yang dimiliki orang bagi orang yang telah mati dalam
semasa hidupnya seperti emas, perak, dan berbagai ritus, hubungan antara yang
benda-benda berharga lainnya, disertakan mati dengan yang hidup dan hubungan
sebagai bekal kubur ketika ia meninggal. antara dunia fana dengan dunia arwah
Hal yang menarik dari sistem (puya). Sistem ideologi dan sistem sosial
secara simbolis termanifestasikan di
penguburan orang Toraja adalah bahwa untuk
dalam sistem teknologi kubur.
kubur para bangsawan selain dapat dikenali
2. Bentuk-bentuk kubur pada masyarakat
berdasarkan tata letak, bentuk, dan bentuk
Toraja sangat dipengaruhi oleh faktor
keranda, dapat juga dikenali berdasarkan
kepercayaan, stratifikasi sosial, lingkungan,
adanya penempatan tau-tau (patung-patung
perkembangan jaman, dan pengaruh unsur
dari kayu) di depan kubur (Liang) masing-
budaya luar. Kedudukan bangsawan dan
masing. Tau-tau tersebut merupakan
keluarganya sangat dominan dalam
perwujudan dari orang yang telah meninggal,
budaya orang Toraja, seperti tercermin
dirawat, dan diperlakukan sebagaimana
pada keranda erong, di mana kematian
manusia yang masih hidup, seperti selalu
tidaklah berpengaruh pada status sosial,
diberikan benda-benda persembahan, dan
bangsawan dan orang kaya di alam fana
pada waktu-waktu tertentu pakaiannya diganti
tetaplah menjadi bangsawan dan orang
dengan yang baru.
kaya di alam puya.
3. Bagi disiplin arkeologi, penggunaan data
E. Penutup etnografi seperti diuraikan di atas
Dari deskripsi singkat yang telah sebagai bahan analogi akan sangat
diuraikan di atas, dapat disimpulkan sebagai membantu sebagai model dalam
berikut: memahami data arkeologi, terutama
1. Bentuk-bentuk kubur pada sistem yang berkaitan dengan cara perolehan
penguburan masyarakat Toraja dapat dan pengolahan data, dan pemahaman
merefleksikan sistem ideologi dan sistem tentang sistem ideologi dan sistem sosial
sosial. Sistem ideologi berkaitan dengan yang melatarbelakangi suatu sistem
kepercayaan masyarakat yang didasari teknologi (artefak). Metode perolehan
oleh kepercayaan megalitis, yaitu suatu dan pengolahan data arkeologi dapat
kepercayaan yang percaya akan adanya
dideterminasi berdasarkan analogi data
pengaruh kuat dari para arwah leluhur
etnografi, terutama pada proses-proses
demi untuk keberhasilan dan
transformasi data arkeologi (proses buat,
kesejahteraan manusia. Dengan latar
belakang ideologis tersebut, maka pakai, dan buang).
implementasinya dalam sistem sosial

204 Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi 192-206

Catatan Andika, dan Gorby dan semua yang


a) Secara khusus kami ucapkan terima membantu.
kasih kepada teman-teman yang b) Terima kasih juga diucapkan kepada
membantu dalam riset keranda PPAG - USM Penang – Malaysia,
erong di Tana Toraja, yaitu yang telah mendanai penelitian ini
Hasanuddin, Muhammad Nur, Fardi, sehingga dapat terlaksana dengan
Dewi Anggreini, Ummi Kalsum, baik.

Referensi

Cristal, Eric. 1974. Man and menhir, etnoarkeologi. Tesis. Jakarta:


contemporary megalithic Universitas Indonesia.
practice of Sa’dan Toraja of ___________. 2002. Makna simbolis
Sulawesi, Indonesia. Los beberapa motif goresan pada
Angeles: Institute of Situs Megalitik Tinco dan Lawo
Archaeology University of di Kabupaten Soppeng.
California. Walennae V (9).
Duli, Akin. 1996. Bentuk dan fungsi batu temu Duli, Akin dan Hasanuddin. 2003. Toraja dulu
gelang di Sulawesi Selatan: dan kini. Makassar: Pustaka
suatu studi etnoarkeologi. Refleksi.
Dibawakan pada Pertemuan Hakim, Budianto. 1996. Simbol dalam
Ilmiah Arkeologi VII, pada upacara masyarakat Toraja,
tanggal 6-11 Maret 1996, di suatu aspek megalitik.
Cipanas Jawa Barat. Prosiding Pertemuan Ilmiah
___________. 1999. Bentuk-bentuk Arkeologi VII. Jakarta: Pusat
penguburan orang Toraja, Arkeologi Nasional.
suatu studi etnoarkeologi. Heekeren, H. R. van. 1958. The bronze-iron
Dibawakan pada Kongres dan age of Indonesia. Gravenhage:
Pertemuan Ilmiah Arkeologi Martinus Nijhoff.
VIII di Yogyakarta, 15-18 Hodder, Ian. 1991. The meaning of things.
Februari 1999. London: Harper Collin.
___________. 2001. Peninggalan megalitik ___________. 1995. Theory and practice in
pada Situs Sillanan di archaeology. London:
Kabupaten Tana Toraja Routldge.
Propinsi Sulawesi Selatan, Kadir, Harun. 1977. Aspek megalitik di Toraja
suatu rekonstruksi masyarakat Sulawesi Selatan. Prosiding
megalitik berdasarkan studi

Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin 205


Erong, Keranda Bangsawan Toraja (Suatu Studi Etnoarkeologi) 192-206

Pertemuan Ilmiah Arkeologi I. Pustaka.


Jakarta: Pusat Arkeologi ___________. 1989. Beberapa masalah
Nasional. tentang tradisi megalitik.
Kauderen, Walter. 1938. Megalithic finds in Prosiding Pertemuan Ilmiah
Central Celebes. Sweden: Arkeologi V. Jakarta: Pusat
Elanders Boktryckery Arkeologi Nasional.
Aktiebolag Goteborg. Tangdilintin, L. T. 1980. Toraja dan
Kruyt, A. C. 1938. De West Toradjas op kebudayaannya. Toraja:
Midden Celebes. Nieuwe YALBU.
Reeks Deel XL. Amsterdam, Whittlen, Anthony J. 1987. Ekologi Sulawesi.
Uitgave van de N.V. Noord Gadjah Mada University Press:
Hollandsche Uitgevers- Yogyakarta.
Maatschappijk, hlm. 1-6. Yuwono, J. Susetyo Edi. 1996. Etnoarkeologi
Soejono, R. P. 1962. Penyelidikan pascaprosesual, prospek dan
sarkopagus di Pulau Bali. penerapannya di Indonesia.
Kongres Ilmu Pengetahuan Dibawakan pada Kongres API I
Nasional II. Yogyakarta. dan Seminar Prasejarah
__________. 1984. Sejarah nasional Indonesia I di Yogyakarta, 1-3
Indonesia I. Jakarta: Balai Agustus 1996.

206 Naditira Widya Vol. 4 No. 2/2010- Balai Arkeologi Banjarmasin

Anda mungkin juga menyukai