Anda di halaman 1dari 13

Cholelithiasis and Related Morbidity in Chronic Intestinal Failure: a Longitudinal

Cohort Study from a National Specialized Centre

Nathan D. Appleton1 & Simon Lal1 & Gordon L. Carlson1 & Simon Shaw1 &
Philip Stevens1 & Ioannis Peristerakis1 & Mattias Soop1

Kolelitiasis dan Morbiditas Gagal usus kronik : penelitian kohort longitudinal dari
senter Nasional

Abstrak
Latar Belakang : penelitian jangka pendek telah menunjukkan bahwa pasien
dengan gagal usus tipe III sering mengalami batu kandung empedu dan
direkomendasikan dilakukan kolesistektomi profilaksis. Dalam studi kohort
retrospektif ini, tujuan penelitian kami untuk menentukan insiden dan konsekuensi
klinis dari kolelitiasis selama periode waktu yang lama untuk memperbaiki peran
kolesistektomi profilaksis pada gagal usus tipe III.
Metode : Data dikumpulkan secara retrospektif dari audit yang dipelihara secara
prospektif. Pasien yang mengalami gagal usus selama 5 tahun atau lebih menjadi
sampel penelitian. Analisis Kaplan-Meier digunakan untuk memperkirakan
kejadian kumulatif dari waktu ke waktu. Prediktor kolelitiasis dievaluasi dengan
regresi Cox.
Hasil : Penelitian dilaksanakan mulai 1 Januari 1983 sampai 1 Desember 2008,
sebanyak 81 pasien diberikan nutrisi parenteral selama 5 tahun atau lebih. Dari 63
pasien yang tidak menunjukkan gambaran batu kandung empedu sebelumnya pada
pencitraan, sebanyak 17 (27%) pasien kemudian mengalami batu kandung empedu
selama periode pengamatan rata-rata 133 bulan. Pada analisis Kaplan-Meier,
insiden pada 10 tahun sebesar 21%; insiden pada 20 tahun sebesar 38%; dan insiden
pada 30 tahun sebesar 47%. 13 dari 17 pasien memiliki gejala dan kemudian
sepuluh diantaranya dilakukan intervensi bedah dan / atau endoskopi. Peningkatan
kalori mingguan (P 0,003) dan pemberian lipid pada nutrisi parenteral (P 0,003)
merupakan prediktor kolelitiasis pada regresi Cox univariabel.
Kesimpulan : Banyak pasien dengan gagal usus jangka panjang kemudian
berkembang menjadi batu kandung empedu, dengan insiden setelah 20 tahun
sebesar 38%. Sebagian besar dari mereka memiliki gejala atau komplikasi dan
memerlukan intervensi pembedahan. Oleh karena itu, kolesistektomi enpassant
profilaksis dibenarkan ketika batu kandung empedu berkembang pada gagal usus
tipe III, mendukung pencitraan pra-operasi rutin kandung empedu sebelum
dilakukan pembedahan.

Kata kunci : Gagal usus. Nutrisi parenteral. Kolelitiasis. Pembedahan.


Kolesistektomi

Pendahuluan
Prevalensi kolelitiasis pada populasi orang dewasa di Inggris adalah antara 10
sampai 15% dengan sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala.1 Pasien
dengan gagal usus (IF) berisiko mengalami batu kandung empedu karena
perubahan usus dan fisiologi usus. Gagal usus didefinisikan sebagai penurunan
fungsi usus di bawah minimum yang diperlukan untuk penyerapan makronutrien
dan / atau air dan elektrolit sehingga diperlukan dukungan intravena untuk menjaga
kesehatan.3 Gagal usus (tipe III) Jangka panjang saat ini mengenai sekitar 40 orang
dewasa per 1 juta populasi atau sekitar 2600 orang dewasa di Inggris.4
Karena adanya peningkatan insiden batu kandung empedu pada gagal usus tipe
III, maka direkomendasikan dilakukan kolesistektomi profilaksis. Beberapa penulis
merekomendasikan kolesistektomi enpassant selama pada pasien dengan gagal
usus disertai batu kandung empedu5 atau bahkan pada semua pasien gagal usus
terlepas dari apakah mereka juga mederita batu kandung empedu atau tidak.
kolesistektomi juga dilakukan pada pasien batu kandung empedu yang tidak
sebeumnya tidak ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi6 atau bahkan pada
semua pasien dengan gagal usus tipe III.8 Rekomendasi ini berdasarkan penelitian
kohort yang dilakukan pada tahun 1980-an sampai 1990-an ketika hiperalimentasi
banyak digunakan. 6,9,10
Dilaporkan substansial morbiditas dan mortalitas setelah kolesistektomi pada
batu kandung empedu. 7,8,10 Studi-studi sebelumnya sebagian besar bersifat cross-
sectional dan terbatas dalam durasi yaitu hanya dilakukan 14-39 bulan, oleh karena
itu tidak jelas sampai sejauh mana populasi pasien saat ini membutuhkan nutrisi
parenteral jangka panjang untuk gagal usus. Memperhatikan kekurangan data
kontemporer, European Society for Clinical Metabolism and Nutrition (ESPEN)
baru-baru ini mengambil pendekatan yang lebih konservatif, mereka
merekomendasikan pasien dengan batu kandung empedu setelah gagal usus tipe III
ditangani tidak berbeda dari populasi umum dengan kolesistektomi dilakukan
hanya untuk pasien yang menderita penyakit batu kandung empedu simtomatik atau
dengan komplikasi.2
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan data yang komprehensif,
longitudinal, dan jangka panjang tentang kejadian kolelitiasis asimtomatik dan
simtomatik serta intervensi dan komplikasi terkait batu kandung empedu melalui
penelitian kohort pasien dengan gagal usus tipe III, sehingga dapat menentukan
insiden penyakit batu kandung empedu dan memberikan dasar bukti yang lebih
rasional untuk mendukung keputusan dilakukan kolesistektomi profilaksis pada
kelompok pasien ini.

Material dan metode


Desain Studi
Desain studi retrospektif dari database audit yang dikelola secara prospektif pada
semua pasien dengan gagal usus yang ditangai di Unit Irving National Intestinal
Failure di rumah sakit Salford Royal Hospital, Manchester, Inggris.

Partisipan
Semua pasien dengan gagal usus tipe III yang diberikan nutrisi parenteral di rumah
pada periode 1 Januari 1983 sampai 1 Desember 2008 dan yang menerima nutrisi
parentral ini selama 5 tahun atau lebih. Kriteria eksklusi yaitu Pasien yang
didiagnosis batu kandung empedu atau kolesistektomi sebelum diberikan nutrisi
parenteral. Diikuti pedoman STROBE untuk studi kohort dapat dilihat di
(www.strobe-statement.org).

Hasil
Penelitian Kohort dipelajari secara longitudinal. Data yang dicatat yaitu
demografi pasien, diagnosis gagal usus yang mendasari, tanggal dimulainya nutrisi
parenteral, resep nutrisi parenteral (volume mingguan, kalori, dan pemberian
lemak), kontinuitas intestine, dan apakah colon berada dalam kontinuitas atau tidak.
. Kadar kalori parenteral mingguan dikelompokkan menjadi rendah (0-500 kkal /
minggu), sedang (500–13.000 kkal / minggu), atau tinggi (<13.000 kkal / minggu).
diagnosis kolelitiasis pada titik mana pun selama periode pemberian nutrisi
parenteral dicatat, selain itu juga dicatat modalitas dan indikasi untuk penyelidikan
diagnosis (gejala sugestif dari kolelitiasis, tes fungsi hati yang kacau, atau temuan
insidental). Jenis komplikasi cholelithiasis dan manajemen konsekuensinya dicatat.
Semua pasien diperiksa di klinik pasien gagal usus di Rumah Sakit Salford Royal
setidaknya setiap 6 bulan selama periode pengamatan. Data dikeluarkan pada saat
penelitian ketika nutrisi parenteral dihentikan atau ketika pasien meninggal. Oleh
karena itu, setiap batu kandung empedu yang didiagnosis setelah periode pemberian
nutrisi parenteral dikeluarkan dan periode pemberian nutrisi parenteral dan
pengumpulan data sama.

Metode Statistik
Kurva Kaplan-Meier digunakan untuk menetukan insiden kolelitiasis. Dilakukan
Analisis regresi Cox sederhana dan multivariabel untuk mengidentifikasi faktor-
faktor yang terkait dengan perkembangan batu kandung empedu (JMP 13.0 untuk
Mac OS X, SAS, Cary, NC, USA). Ketika data hilang untuk variabel, analisis
dilakukan dengan data yang tersedia dan jumlah data yang hilang diindikasikan.
Hasil
Karakteristik Pasien
Antara 1 Januari 1983 sampai 1 Desember 2008 sebanyak 81 pasien mulai
dberikan nutrisi parenteral selama setidaknya 5 tahun. Semua pasien telah
dilakukan pemeriksaan USG abdomen sebelum diberikan nutrisi parenteral. Enam
belas pasien dikeluarkan karena sudah menunjukkan batu kandung empedu atau
kolesistektomi sebelum diebrikan nutrisi parenteral. Dua pasien tanpa riwayat
kolesistektomi juga dikeluarkan karena dengan pencitraan tidak menunjukkan
adanya bukti batu kandung empedu dan oleh karena itu pasien ini diasumsikan
memiliki kolesistektomi sebelumnya. Sehingga total 63 pasien (20 laki-laki, 43
perempuan) di mana tidak ada bukti kolelitiasis yang sudah ada sebelumnya. Data
disensor pada 19 Desember 2013. Meskipun tidak ada loss to follow-up pada
penelitian ini, namun terdapat beberapa data yang hilang yiatu data BMI (n = 15)
dan panjang usus kecil (n = 13), dan mengenai kontinuitas kolon (n = 11).
Usia rata-rata (rentang) pada saat dimulainya pemberian nutrisi parenteral adalah
43 (18-78) tahun dan durasi rata-rata (rentang) pada saat pengumpulan data 133
(60-365) bulan. Indikasi untuk pemrian nutrisi parenteral diuraikan dalam Tabel 1.
Sepuluh dari 50 pasien dengan panjang usus kecil yang diketahui (20%) memiliki
<50 cm sisa usus kecil dan 44 dari 52 pasien (85%) memiliki usus besar di sirkuit.

Tabel 1. Indikasi Pemberian Nutrisi Parenteral di Rumah


Median (kisaran) jumlah infus nokturnal siklus adalah 6 (2-7) per minggu. Tiga
puluh tiga pasien (52%) memiliki kalori sedag, rendah, 22 (35%), dan 8 (13%)
tinggi. Sembilan (14%) pasien diberikan glukosa sebagai satu-satunya sebagai
sumber energi, 23 (36%) pasien menerima lipid satu malam per minggu; 15 (24%)
pasien menerima dua malam; 2 (3%) pasien merima tiga malam; 1 (2%) pasien
menerima empat malam; dan 4 (6%) pasien menerima lipid lima malam per
minggu. Sembilan pasien (14%) hanya menerima elektrolit tanpa kadar lipid atau
glukosa.

Cholelithiasis Selama Dukungan Parenteral Di Rumah


Tujuh belas dari 63 pasien (27%) berkembang mengalami batu kandung empedu
selama periode pengamatan 133 (60-365) bulan. Dengan analisis Kaplan-Meier,
insiden batu kandung empedu sebesar 21% selama periode pengamatan 10 tahun;
38% setelah 20 tahun; dan 47% setelah 30 tahun (Gbr. 1).

Gambar 1. Plot Kaplan-Meier menunjukkan pasien tanpa cholelithiasis setelah 365


bulan pemberian nutrisi parenteral di rumah
Diagnosis batu kandung empedu dibuat dengan pemeriksaan USG pada 1 pasien,
tiga pasien dengan pemeriksaan CT can dan satu pasien melalui pemeriksaan
magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP). Enam pasien dilakukan
MRCP setelah dibuat diagnosis kolelitiasis untuk dasar pengobatan. Indikasi
pemeriksaan adalah pasien yang menunjukkan gejala sugestif cholelithiasis pada 10
pasien dan tes fungsi hati abnormal pada empat pasien asimtomatik. Pada tiga
pasien, cholelithiasis adalah temuan yang sepenuhnya insidental selama periode
follow up.

Komplikasi dan Manajemen Cholelithiasis


Selama periode penelitian, 13 dari 17 pasien dengan batu kandung empedu
menunjukkan gejala, komplikasi, atau keduanya. Empat pasien mengalami kolik
bilier, empat pasien mengalami pankreatitis akut, dua pasien mengalami batu
common bile duct, satu pasien mengalami kolesistitis akut tanpa komplikasi, satu
pasien mengalami kolangitis, dan satu pasien mengalami empiema kandung
empedu dan abses hati.

Dari 17 pasien yang mengalami batu kandung empedu, tujuh di antaranya dirawat
secara konservatif, sementara sepuluh lainnya memerlukan perawatan. Lima pasien
menjalani kolesistektomi terbuka elektif, dua pasien menjalani kolesistektomi
laparoskopi elektif dan satu pasien menjalani laparotomi darurat untuk
kolesistostomi bedah dan drainase abses hati. Dua pasien menjalani endoscopic
retrograde cholangiopancreatography (ERCP) sebagai prosedur definitif mereka;
satu pasien menjalani endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
sebelum kolesistektomi elektif. Pasien yang membutuhkan laparotomi dilakukan
drainase bilier permanen melalui kolesistostomi. Tidak ada komplikasi yang terjadi
akibat intervensi endoskopi atau pembedahan.

Prediktor Cholelithiasis
Analisis regresi Cox sederhana menunjuukan hubungan antara kemungkinan
prediktor dan terjadinya batu kandung empedu yang ditunjukkan pada Tabel 2.
Peningkatan pemberian kalori mingguan dan pemberian lipid dalam nutrisi
parenteral ditemukan berhubungan dengan terjadinya cholelithiasis; sedangkan
jenis kelamin, usia, tahun saat komposisi, BMI, dan anatomi usus tidak
berhubungan dengan kejadian kolelitiasis.

Tabel 2 analisis regresi Cox Sederhana mengevaluasi hubungan univariabel


antara faktor risiko pada kolelitiasis setelah mengalami gagal usus tipe III

Oleh karena keterbatasan jumlah pasien yang didiagnosis kolelitiasis, maka


dilakukan uji regresi cox multivariabel dengan menggunakan dua prediktor kuat
pada analisis univariabel. Nilai p = 0,002, tidak pada jumlah kalori (p= 0,073) atau
pun jumlah lemak (p=0,088) menjadi prediktor independen pada perkembangan
batu kandung empedu

Diskusi
Penelitian ini memberikan data pertama dari studi longitudinal dari populasi
yang berisiko menderita batu kandung empedu dan kebutuhan untuk pengobatan
batu kandung empedu pada pasien yang menerima nutrisi parenteral selama 5 tahun
atau lebih. Hasilnya mengkonfirmasi bahwa risiko kejadian batu kandung empedu
jauh melebihi yang biasanya diharapkan pada populasi umum dengan insiden
terbentuknya batu kandung empedu setelah 20 tahun sebesar 38%.
Tidak hanya cholelithiasis ditemukan sering pada pasien gagal usus tipe III,
namun mayoritas pasien yang kemudian mengalami batu kandung empedu dalam
penelitian ini memiliki manifestasi klinis penyakit mereka. Tiga perempat pasien
memiliki gejala atau komplikasi, dengan 59% membutuhkan intervensi bedah atau
endoskopi selama periode pengamatan 133 bulan. Sebaliknya, dari 10–15% orang
yang menderita batu kandung empedu pada populasi umum di Inggris, hanya 1-4%
yang mengalami gejala dan kurang dari 1% perlu kembali diberikan intervensi
setiap tahun.11
Hasil ini berkembang pada laporan sebelumnya tentang insiden dan prevalensi
kolelitiasis pada pasien dengan gagal usus tipe III. Studi-studi sebelumnya ini
dilakukan selama periode hiperalimentasi intravena umum dilakukan, biasanya
bersifat cross-sectional dan akibatnya yang paling penting tidak mengeluarkan
pasien dengan riwayat kolelitiasis sebelumnya. Hal Ini mungkin menjelaskan
mengapa insiden kolelitiasis yang dilaporkan sebsar 23-100% melebihi rata-rata
durasi pemberian nutrisi parenteral yang hanya 14–39 bulan pada penelitian
sebelumnya.5-10 Sebaliknya, kami menindaklanjuti pasien secara longitudinal lebih
lama dan rejimen intravena mereka konsisten dengan praktik saat ini termasuk
pengurangan jumlah lipid berbasis kedelai yang secara rutin diberikan.2 Data saat
ini mungkin mewakili penilaian yang lebih akurat pada pasien dengan gagal usus
tipe III akan berkembang menderita kolelitiasis selama perawatan mereka dan
memerlukan intervensi terkait batu kandung empedu, dan dapat digunakan sebagai
dasar perumusan kebijakan perawatan di masa depan.
Dalam penelitian ini, kandungan kalor yang lebih tinggi dan pemberian lipid
berhubungan dengan kejadian cholelithiasis pada analisis univariabel, sedangkan
jenis kelamin, IMT, dan anatomi usus yang mendasari tidak berhubungan dengan
kejadian kolelitiasis. Dray et al. juga mempelajari prediktor putatif dan menemukan
bahwa tidak memiliki asupan oral (sebagai lawan dari diet oral yang terbatas atau
normal) merupakan faktor utama yang berkontribusi.5 Sayangnya, database kami
tidak memungkinkan kami untuk mengumpulkan data mengenai asupan makanan
oral dan dalam setiap proporsi energi yang diserap tidak dapat diperkirakan, tetapi
temuan kami bahwa kebutuhan kalori parenteral yang lebih tinggi berhubungan
dengan kejadian cholelithiasis dan hasilnya konsisten pengamatan ini. Dray dan
rekannya juga tidak menemukan perbedaan gender dan IMT, dan bertentangan
dengan temuan kami, mereka tidak menemukan pengaruh pemberian lipid terhadap
kejadian kolelitiasis.
Beberapa mekanisme pembentukan batu kandung empedu pada pasien yang
diberikan nutrisi parenteral telah disarankan. Yaitu oleh karena adanya periode
kelaparan yang berkepanjangan, pemberian lipid, penyakit ileum termasuk penyakit
Crohn, tidak adanya katup ileum atau katup ileocecal, penurunan berat badan yang
cepat, dan penggunaanobat-obatan seperti opiat dan anti-kolinergik. Selama
kelaparan yang berkepanjangan, terjadi modifikasi pengasaman empedu normal
dan pengurangan sekresi kolesistokinin.13 Kontraktilitas kandung empedu secara
konsekuen berkurang, mengakibatkan terjadinya stasis empedu dan pembentukan
sludge empedu. 14 Gangguan sirkulasi enterohepatik dan hilangnya garam empedu
setelah reseksi ileum menyebabkan terbentuknya supersaturasi kolesterol dan
pembentukan sludge.15 Selain itu, konsentrasi bilirubin bilier pada pasien dengan
penyakit Crohn terminal ileum telah ditemukan meningkat dua hingga tiga kali
lipat, sehingga mengarah pada risiko yang berpotensi lebih tinggi untuk
pembentukan batu pigmen.16 Rekomendasi saat ini untuk pencegahan kolelitiasis
pada pasien dengan gagal usus tipe III sebelumnya yaitu memberikan nutrisi oral
yang dapat ditoleransi dan membatasi pemberian obat – obatan narkotika dan
antikolin ergics.2 Berdasarkan temuan saat ini, penggunaan lipid secara bijaksana
juga memiliki peran untuk mengurangi insiden kolelitiasis pada pasien dnegan
gagal usus tipe III sebelumnya.
Hasil ini memiliki implikasi untuk peran kolesistektomi profilaksis pada pasien
gagal usus tipe III. Sementara penelitian sebelumnya secara acak
5-10
merekomendasikan kolesistektomi profilaksis, rekomendasi saat ini dari
ESPEN telah mengambil pandangan yang berlawanan, menyarankan bahwa
intervensi hanya dilakukan pada pasien kolelitiasis yang simptomatik atau dengan
komplikasi saja.2 berkaitan dengan peran kolesistektomi profilaksis pada pasien
gagal usus tipe III dan dengan kandung empedu yang normal, data saat ini
menunjukkan bahwa meskipun proporsi signifikan dari pasien dengan gagal usus
tipe III IF akhirnya akan berkembang menjadi kolelitiasis, namun kebanykan tidak
demikian. Lebih lanjut, ketika intervensi dilkukan untuk menangani kolelitiasis,
data kami menunjukkan bahwa intervensi tersebut aman, dan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi yang dilaporkan pada studi awal tidak diamati saat ini.
Dokter melakukan kolesistektomi profililaksis secara rutin, baik sebagai prosedur
tunggal atau enpassant dilakukan untuk alasan lain pada pasien dengan gagal usus
tipe III IF tetapi tanpa batu kandung empedu, namun hal itu berbeda dengan temuan
kami.
Di sisi lain, hasil kami menunjukkan bahwa begitu kolelitisis berkembang,
kebanykaan pasien dengan gagal usus tipe III, tidak seperti individu tanpa riwayat
gagal usus sebelumnya akan mengalami gejala atau komplikasi dan sebagian besar
akan memerlukan intervensi. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi bilier saat
ini menjadi pemeriksaan tambahan yang bijaksana untuk mempersiapkan
dilakukannya laparotomi elektif pada pasien dengan gagal usus tipe III IF. Pilihan
enpassant lecystectomy selama pembedahan pada pasien-pasien dengan gagal usus
tipe III diketahui memiliki batu kandung empedu oleh karena itu nampaknya masuk
akal jika direkomendasikan, asalkan prosedur tambahan ini diantisipasi memiliki
risiko morbiditas yang rendah. Profilaksis enpassant kolesistektomi dapat
dihubungkan dengan risiko perdarahan dan kebocoran empedu, yang dapat sangat
meningkatkan risiko prosedur lain untuk laparotomi pada kelompok pasien ini
sehingga diskusi pra operasi yang relevan harus dengan hati-hati mencerminkan
keseimbangan risiko dan manfaat.
Sementara penelitian ini didasarkan pada database audit klinis yang dipelihara
secara prospektif dalam unit gagal usus nasional selama beberapa dekade, studi ini
memiliki beberapa keterbatasan signifikan. Bahkan di pusat nasional, jumlah pasien
yang tersedia untuk follow uo selama periode yang lama hanya sederhana karena
tidak dapat dihindari dengan kondisi yang tidak biasa seperti ini. Satu penelitian
sebelumnya melibatkan lebih banyak pasien (n = 119), tetapi mereka di follow up
selama rata-rata 15 bulan saja.5 Dengan durasi pengobatan yang begitu singkat,
pemberian nutrisi parenteral akan diantisipasi dalam proporsi yang signifikan. dan
data mungkin tidak mencerminkan risiko jangka panjang dari perkembangan batu
kandung empedu seperti yang ditunjukkan dalam penelitian ini. Sementara tindak
lanjut yang rinci dan teratur dari penelitian kohort pasien yang menerima nutrisi
parenteral jangka panjang adalah kekuatan utama dari penelitian ini, pasien tidak
menjalani pemeriksaan usg secara teratur, namun hanya dilakukan usg ketika
menunjukkan gejala klinis. Dan meskipun persentase pasien yang berkembang
menderita batu kandung empedu dalam penelitian ini cukup tinggi, angka pada
penelitian kami mungkin masih mewakili perkiraan yang terlalu rendah.

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, pasien dengan gagal usus yang menerima nutrisi
parenteral selama lebih dari 5 tahun semakin rentan terhadap kolelitiasis dari waktu
ke waktu, sehingga setelah 20 tahun terdapat 38% pasien gagal usus yang diberikan
nutrisi parenteral selama 5 tahun menderita batu kandung empedu. Faktor risikonya
adalah pemberian kalori dan lipid yang tinggi pada nutrisi parenteral. Tiga perempat
pasien yang mengalami batu kandung empedu memiliki gejala atau komplikasi dan
mereka membutuhakn intervensi. Sementara kolesistektomi profilaksis akan
tampak tidak dapat dibenarkan pada pasien ini. kolesistektomi enpassant selama
pembedahan dilakukan karena alasan lain (misalnya operasi abdomen
rekonstruktif) akan tampak sesuai pada pasien yang memiliki batu kandung empedu
asimptomatik.

References
1. Association of Upper Gastrointestinal Surgeons of Great Britain and Ireland.
Commissioning Guide: Gallstone Disease: 2016 Dec
pp. 1–14. Available from: http://www.augis.org/wp-content/
uploads/2014/05/Gallstone-disease-commissioning-guide-forREPUBLICATION-
1.pdf
2. Pironi L, Arends J, Bozzetti F, Cuerda C, Gillanders L, Jeppesen PB, et al.
ESPEN guidelines on chronic intestinal failure in adults.
Clin Nutr. 2016; 35: 247–307.
3. Pironi L, Arends J, Baxter J, Bozzetti F, Peláez RB, Cuerda C, et al. ESPEN
endorsed recommendations. Definition and classification
of intestinal failure in adults. Clin Nutr. 2015; 34: 171–180.
4. Smith T, Naghibi M. BANS Report 2016 [Internet]. 2017 Mar pp. 1–27.
Available from: http://www.bapen.org.uk/images/pdfs/
reports/bans-report-2016.pdf
5. Dray X, Joly F, Reijasse D, Attar A, Alves A, Panis Y, et al. Incidence, Risk
Factors, and Complications of Cholelithiasis in
Patients with Home Parenteral Nutrition. Journal of the American College of
Surgeons. 2007; 204: 13–21.
6. Roslyn JJ, Pitt HA, Mann L, Fonkalsrud EW, DenBesten L. Parenteral nutrition-
induced gallbladder disease: a reason for early
cholecystectomy. Am J Surg. 1984; 148: 58–63.
7. Thompson JS. The role of prophylactic cholecystectomy in the short-bowel
syndrome. Archives of Surgery. 1996; 131: 556–9.
8. Manji N, Bistrian BR, Mascioli EA, Benotti PA, Blackburn GL. Gallstone
disease in patients with severe short bowel syndrome
dependent on parenteral nutrition. JPEN J Parenter Enteral Nutr. 1989; 13: 461–
464.
9. Pitt HA, King W, Mann LL, Roslyn JJ, Berquist WE, Ament ME, et al. Increased
risk of cholelithiasis with prolonged total parenteral
nutrition. Am J Surg. 1983; 145: 106–112.
10. Roslyn JJ, Pitt HA, Mann LL, Ament ME, DenBesten L. Gallbladder disease in
patients on long-term parenteral nutrition.
Gastroenterology. 1983; 84: 148–154.
11. Sanders G, Kingsnorth A. Gallstones. BMJ. 2007 11; 335: 295– 299.
12. Byrne MF, Murray FE. Gallstones. In: Nightingale JMD, editor. Intestinal
Failure. First. Basel: S. Karger AG; 2001. pp. 213–226.
13. Dibb M, Teubner A, Theis V, Shaffer J, Lal S. Review article: the management
of long-term parenteral nutrition. Aliment Pharmacol
Ther. 2013; 37: 587–603.
14. Cano N, Cicero F, Ranieri F, Martin J, di Costanzo J. Ultrasonographic study
of gallbladder motility during total parenteral nutrition.
Gastroenterology. 1986; 91: 313–317.
15. Nightingale J. Hepatobiliary, renal and bone complications of intestinal failure.
Best Pract Res Clin Gastroenterol. 2003;17: 907-929.
16. Pereira SP, Bain IM, Kumar D, Dowling RH. Bile composition in inflammatory
bowel disease: ileal disease and colectomy, but not
colitis, induce lithogenic bile. Aliment Pharmacol Ther. 2003;17: 923–933.

Anda mungkin juga menyukai