Anda di halaman 1dari 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Dasar Teori Urolithiasis

A. Pengertian

Urolithiasis ( Batu saluran kemih ) adalah adanya batu pada saliran

kemih yang bersifat idiopatik, dapat menimbulkan statis dan infeksi.

Mengacu pada adanya batu (kalkuli) pada urinarius. (Rudi Haryono,

2012)

Urolithiasis adalah suatu keadaan terbentuknya batu (calculus)

pada ginjal dan saluran kemih. Batu terbentuk di traktus urinarius ketika

konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat,

dan asam urat meningkat. Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal

sampai kandung kemih dan ukurannya barvariasi dari deposit granuler

kecil, yang biasa disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar

kandung kemih yang berwarna orange. ( Toto Suharyanto &

Abd.Madjid, 2012 )

Urolithiasis merupakan obstruksi benda padat pada saluran

kemih yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa

tertentu. Batu tersebut bisa terbentuk dari berbagai senyawa , misalnya

kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%).

Paradigma lampau bahwa batu pada saluran kemih hanya berasal dari

endapan mineral pada air, sehingga faktor presipitasi lainnya sering

6
7

dikesampingkan. Namun, saat ini sumber presipitasi dari batu lebih

sering dari asam urat dan infeksi yang menjadi komplikasi dari

penyakit, sehingga makna dari urolithiasis sendiri bukan hanya batu

yang bersifat mineral. ( Eko Prabowo & Andi Eka Pranata, 2014 )

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

urolithiaisis,utamanya adalah lifestyle yang tidak sehat, sehingga

memicu pembentukan batu, baik secara primer, sekunder maupun

tersier. Penduduk pada daerah dengan geografis yang memiliki

kandungan mineral tinggi, menjadikan tingkat prevalensi meningkat

sehingga sering disebut sebagai daerah stone belt. ( Eko Prabowo &

Andi Eka Pranata, 2014 )

Urolithiasis merupakan suatu kondisi dimana dalam saluran kemih

individu terbentuk batu berupa kristal yang mengendap dari urine.

(Mehmed & Ender, 2015 )

B. Etiologi

Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan

dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran

kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum

terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor

yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan

sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. ( Rudi haryono, 2012 )

Faktor intrinsik meliputi :

1. Umur, paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun


8

2. Jenis kelamin, jumlah pasien pria tiga kali lebih banyak dibanding

pasien wanita

3. Riwayat Keluarga

Pasien yang memiliki riwayat keluarga dengan urolithiasis

ada kemungkinan membantu dalam proses pembentukan batu

saluran kemih pada pasien (25%) hal ini mungkin disebabkan

karena adanya peningkatan produksi jumlah mucoprotein pada

ginjal atau kandung kemih yang dapat membentuk kristal dan

membentuk menjadi batu atau calculi

Faktor ekstrinsik melliputi :

1. Perilaku Diet

Intake makanan yang tinggi sodium, oksalat yang dapat

ditemukan pada teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa,

arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam

dapat menjadi penyebab terjadinya batu (Brunner & Suddart,

2015). Selain itu, lemak, protein, gula, karbohidrat yang tidak

bersih, ascorbic acid (vitamin C) juga dapat memacu

pembentukan batu (Colella, et al., 2005; Purnomo, 2012).

2. Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik dapat mempengaruhi terjadinya urolithiasis, hal

ini ditunjukkan dengan aktivitas fisik yang teratur bisa

mengurangi resiko terjadinya batu asam urat, sedangkan

aktivitas fisik kurang dari 150 menit per minggu menunjukkan


9

tingginya kejadian renal calculiseperti kalsium oksalat dan asam

urat (Shamsuddeen, et al., 2013).

3. Kebutuhan Cairan

Asupan cairan dikatakan kurang apabila < 1 liter/ hari,

kurangnya intake cairan inilah yang menjadi penyebab utama

terjadinya urolithiasis khususnya nefrolithiasis karena hal ini dapat

menyebabkan berkurangnya aliran urin/ volume urin. (Domingos

& Serra, 2011). Asupan cairan yang kurang dan tingginya kadar

mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan

insiden urolithiasis (Purnomo, 2012).

4. Faktor Lingkungan

Faktor yang berhubungan dengan lingkungan seperti letak

geografis dan iklim. Beberapa daerah menunjukkan angka kejadian

urolithiasis lebih tinggi daripada daerah lain (Purnomo, 2012).

5. Pekerjaan

Pekerjaan yang menuntut untuk bekerja di lingkungan

yang bersuhu tinggi serta intake cairan yang dibatasi atau

terbatas dapat memacu kehilangan banyak cairan dan

merupakan resiko terbesar dalam proses pembentukan batu

karena adanya penurunan jumlah volume urin. Aktivitas fisik

dapat mempengaruhi terjadinya urolithiasis, hal ini ditunjukkan

dengan aktivitas fisik yang teratur bisa mengurangi resiko

terjadinya batu asam urat, sedangkan aktivitas fisik kurang


10

dari 150 menit per minggu menunjukkan tingginya kejadian

renal calculi seperti kalsium oksalat dan asam urat (Shamsuddeen,

et al., 2013).

6. Obesitas

Peningkatan ukuran atau bentuk tubuh berhubungan dengan

resiko urolithiasis, hal ini berhubungan dengan metabolisme tubuh

yang tidak sempurna (Li, et al., 2009) dan tingginya Body Mass

Index (BMI) dan resisten terhadap insulin yang dapat dilihat

dengan adanya peningkatan berat badan dimana ini berhubungan

dengan penurunan pH urin (Obligado & Goldfarb, 2008).

Penelitian lain juga dilakukan oleh Pigna, et al., (2014)

tentang konten lemak tubuh dan distribusi serta faktor resiko

nefrolithiasis menyatakan bahwa rata-rata reponden memiliki

berat badan 91,1 kg dengan rata-rata lemak total 24,3 kg.

Berdasarkan pemeriksaan pH urin dan SI asam urat dalam 24

jam serta pengukuran adiposa di berbagai bagian tubuh didapatkan

bahwa lemak tubuh sangat erat hubungannnya dengan

pembentukan batu asam urat dibanding berat badan total dan

BMI yang rendah, hal ini dapat dikarenakan adanya kebiasaan

yang buruk dalam mengontrol diet.

C. Teori Proses Pementukan Urine

Secara teoritis, batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih

terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran


11

urine (statis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli.

Adanya kelainan bawaan pada pelviskalises, divertikel, obstruksi

infravesika kronik seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura

dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang

memudahkan terjadinya pembentukan batu.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan

organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal

tersebut tetap berada metastable dalam urine jika tidak ada keadaan-

keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.

Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti

batu yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-

bahan lainsehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun

ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup

mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu, agregat kristal menempel

pada epitel saluran kemih (membentuk resitasi kristal), dan dari sini

bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk

batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.

Kondisi metastable, dipengaruhi oleh suhu, pH, larutan, adanya

koloid di dalam urine, konsentrasi solut di dalam urine, laju urine di

dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran

kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik

yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, baik yang


12

berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu

kalsium oksalat dan kalsium fosfat; sedangkansisanya berasal dari

batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat (batu infeksi), batu

xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis

pembentukan batu tersebut hampir sama, tetapi suasana di dalam

saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak

sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam

suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk

karena urine bersifat basa. ( Basuki, 2011)

D. Manifestasi Klinis

Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada pasien

urolithiasis:

1. Nyeri

Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu

nyeri kolik dan non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya

aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter

meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran

kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan

intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan pada

terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri (Purnomo, 2012).

Nyeri kolik juga karena adanya aktivitas peristaltik otot polos

sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk

mengeluarkan batu pada saluran kemih. Peningkatan peristaltik


13

itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga

terjadi peregangan pada terminal saraf yang memberikan sensasi

nyeri (Purnomo, 2012). Rasa nyeri akan bertambah berat

apabila batu bergerak turun dan menyebabkan obstruksi. Pada

ureter bagian distal (bawah) akan menyebabkan rasa nyeri di

sekitar testis pada pria dan labia mayora pada wanita. Nyeri

kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khususnya

nefrolithiasis (Brunner & Suddart, 2015).

2. Gangguan Miksi

Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar secara spontan

setelah melalui hambatan pada perbatasan ureteropelvik, saat

ureter menyilang vasa iliaka dan saat ureter masuk ke dalam

buli-buli (Purnomo, 2012).

3. Hematuria

Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering

mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang

keluar. Keadaan ini akan menimbulkan gesekan yang

disebabkan oleh batu sehingga urin yang dikeluarkan bercampur

dengan darah (hematuria). (Brunner & Suddart, 2015).

4. Mual & muntah

Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi

ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat


14

sehingga pasien mengalami stress yang tinggi dan memac sekresi

HCl pada lambung. (Brooker, 2009).

5. Demam

Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat

lain. Tanda demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi,

vasodilatasi pembuluh darah di kulit merupakan tanda

terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan dibidang

urologi, dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak

kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari

timbulnya urosepsis dan segera dilakukan terapi berupa drainase

dan pemberian antibiotik (Purnomo, 2012)

6. Distensi vesika urinaria

Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria

akan menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh

karena itu, akan teraba bendungan (distensi) pada waktu

dilakukan palpasi pada regio vesika. (Brooker, 2009)

E. Patofisiologi

Berbagai kondisi yang menjadi pemicu terjadinya batu saluran

kemih menjadi kompleksitasterjadinya urolithiasis. Komposisi batu

yang beragam menjadi faktor utama bekal identifikasi penyebab

urolothiasis. Batu yang terbentuk dan berjalan menuju ureter paling

mungkin tersangkut pada satu dari tiga lokasi berikut,

a. Sambungan ureteropelvik
15

b. Titik ureter menyilang pembuluh darah iliaka

c. Sambungan uretrovesik

Perjalanan batu dari ginjal ke saluran kemih sampai dalam kondisi

statis menjadikan modal awal dari pengambilan keputusan untuk

tindakan pengangkatan batu. Batu yang masuk pada pelvis akan

membentuk pola koligentes, yang disebut sebagai batu staghom.

Stagnansi batu pada saluran kemih menimbulan gambaran klinis

yang berbeda-beda. Stagnansi batu yang lama akan menyebabkan

berbagai komplikasi, misalnya hidroneprosis, gagal ginjal, infeksi

ginjal, ketidakseimbangan asam basa, bahkan mempengaruhi beban

kerja jentung dalam memompa darah ke sirkulasi

F. Pencegahan

Tindakan selanjutnya yang tidak kala penting setelah batu

dikeluarkan dari saluran kemih adalah pencegahan atau

menghindari terjadinya kekambuhan. Angka kekambuhan batu

saluran kemih rata-rata 7% pertahun atau kurang lebih 50% tahun

dalam 10 tahun (Purnomo, 2012). Pencegahan dilakukan berdasarkan

kandungan dan unsur yang menyusun batu saluran kemih dimana

hasil ini didapat dari analisis batu (Lotan, et al., 2013). Tindakan

pencegahan yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet makanan,

cairan dan aktivitas serta perawatan pasca operasi untuk mencegah

terjadinya komplikasi pasca operasi. Beberapa tindakan gaya hidup


16

yang dapat dimodifikasi dalam upaya pencegahan kekambuhan

urolithiasis adalah:

1. Cairan

Strategi pengobatan yang umum digunakan pada urolithiasis yang

bukan disebabkan karena infeksi bakteri adalah dengan

meningkatkan konsumsi air. Peningkatan konsumsi air setiap

hari dapat mengencerkan urin dan membuat konsentrasi

pembentuk urolithiasis berkurang. Selain itu, saat

mengkonsumsi makanan yang cenderung kering hendaknya

mengkonsumsi air yang banyak. Konsumsi air sebanyak-

banyaknya dalam satu hari minimal 8 gelas atau setara dengan

2-3 liter per hari (Lotan, et al., 2013)

2. Makanan

a. Konsumsi makanan seperti ikan dan kurangi konsumsi

oksalat (seperti daging) untuk menurunkan oksalat dalam urin

dan resiko pembentukan batu oksalat (Maalouf, et al., 2010).

b. Mengurangi diet protein hewani dan purin lainnya untuk

menurunkan kadar asam urat dalam urin dan resiko

pembentukan batu asam urat (Maalouf, et al., 2010).

c. Mengurangi makanan yang mengandung tinggi kadar

garam karena dapat meningkatkan rasa haus, selain itu

garam akan mengambil banyak air dari dalam tubuh

sehingga tubuh akan mengalami dehidrasi tanpa disadari.


17

Disarankan jika terlalu banyak mengkonsumsi garam

hendaknya anda imbangi dengan mengkonsumsi banyak air

yang berfungsi untuk melarutkan garam yang ada di dalam

tubuh (Maalouf, et al., 2010).

3. Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya

urolithiasis. Tingginya aktivitas yang dilakukan dengan

diimbangi asupan cairan yang seimbang maka ada

kemungkinan akan memperkecil resiko terjadinya pembentukan

batu, latihan fisik seperti treadmill atau aerobic ini dapat

dilakukan selama 1 jam/ hari selama 5 hari atau anda dapat

melakukan olahraga lari selama 20 meter/ menit selama 5 hari

(Shamsuddeen, et al., 2013).

4. Dukungan sosial

Dalam penelitiannya tentang hubungan antara adekuasi

hemodialisa terhadap kualitas hidup pasien menyatakan

bahwa dukungan sosial merupakan salah satu indikator yang

dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. ( Rahman, et al.,

2013)

G. Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis urolithiasis dapat ditegakkan melalui beberapa

pemeriksaan seperti:
18

1. Labolatorium

Urinalisis dilakukan untuk menentukan adanya hematuria, jenis

batu, pencetus batu,. Selainn itu, pemeriksaan fungsi ginjal

(RFT/Renal Function Test) juga dilakukan untuk mengetahui status

faal ginjal.

2. Foto polos abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat

kemungkinan adanya batu radio-opak di saluran kemih. Batu-

batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio-

opak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain,

sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen)

(Purnomo, 2012). Urutan radiopasitas beberapa batu saluran kemih

seperti pada tabel:

Tabel 2.1 Urutan Radio-opasitas beberapa jenis batu saluran kemih

Jenis Batu Radio-Opasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non-Opak

Sumber: Purnomo, 2012

3. Intra Vena Pielografi (IVP)

IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun non-opak

yang tidak dapat dilihat oleh foto polos perut. Jika IVP belum dapat

menjelaskan keadaan saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi


19

ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi

retrograd (Brunner & Suddart, 2015; Purnomo, 2012).

4. Ultrasonografi (USG)

USG dikerjakan bila pasien tidak memungkinkan menjalani

pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan seperti alergi

terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, pada pada

wanita yang sedang hamil. (Brunner & Suddart, 2015; Purnomo,

2012).

H. Komplikasi

Batu mungkin dapat memenuhi seluruh pelvis renalis sehingga

dapat menyebabkan obstruksi total pada ginjal, pasien yang berada

pada tahap ini dapat mengalami retensi urin sehingga pada fase

lanjut ini dapat menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya jika terus

berlanjut maka dapat menyebabkan gagal ginjal yang akan

menunjukkan gejala-gejala gagal ginjal seperti sesak, hipertensi, dan

anemia (Colella, et al., 2005; Purnomo, 2012). Selain itu stagnansi

batu pada saluran kemih juga dapat menyebabkan infeksi ginjal

yang akan berlanjut menjadi urosepsis dan merupakan kedaruratan

urologi, keseimbangan asam basa, bahkan mempengaruhi beban

kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh (Colella, et

al., 2005; Portis & Sundaram, 2001; Prabowo & Pranata, 2014).
20

I. Penatalaksanaan

Tujuan dalam panatalaksanaan medis pada urolithiasis adalah

untuk menyingkirkan batu, menentukan jenis batu, mencegah

penghancuran nefron, mengontrol infeksi, dan mengatasi obstruksi

yang mungkin terjadi (Brunner & Suddart, 2015; Rahardjo & Hamid,

2004). Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran

kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit

yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan/ terapi pada batu

saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi dan

infeksi. Beberapa tindakan untuk mengatasi penyakit urolithiasis

adalah dengan melakukan observasi konservatif (batu ureter yang kecil

dapat melewati saluran kemih tanpa intervensi), agen disolusi

(larutan atau bahan untuk memecahkan batu), mengurangi obstruksi

(DJ stent dan nefrostomi), terapi non invasif Extracorporeal Shock

Wave Lithotripsy (ESWL), terapi invasif minimal:ureterorenoscopy

(URS), Percutaneous Nephrolithotomy, Cystolithotripsi/

ystolothopalaxy, terapi bedah seperti nefrolithotomi, nefrektomi,

pyelolithotomi, uretrolithotomi, sistolithotomi (Brunner & Suddart,

2015; Gamal, et al., 2010; Purnomo, 2012; Rahardjo & Hamid, 2004).

2. Dasar Teori Perilaku Diet

A. Pengertian Diet

Diet adalah plihan makanan yang lazim dimakan oleh seseorang

atau suatu populasi penduduk. Diet merupakan jumlah makanan yang


21

dikonsumsi oleh seseorang atau organisme tertentu. Jenis diet sangat

dipengaruhi oleh latar belakang asal individu atau keyakinan yang

dianut oleh masyarakat tertentu. Meskipun dasarnya manusia adalah

omnivora, seringnya suatu kelompok masyarakat memiliki prefensi

atau pantangan terhadap beberapa jenis makanan. Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2012: 1) menyatakan bahwa diet merupakan

makanan khusus untuk kesehatan dan sebagainya (biasanya atas

petunjuk dokter).

Menurut EncyclopediaWebsters New World, diet adalah seleksi

makanan bagi orang-orang tertentu. Mungkin, diet khusus disarankan

untuk alasan media yang bertujuan untuk meyeimbangkan,

membatasi, dan meningkatkan nutrisi tertentu. Sedangkan, menurut

dr.Yunita Hendy dari Majesty Beauty Skin Center, diet adalah suatu

perilaku yang mengatur pola makan. Pada kondisi tertentu, seseorang

melakukan diet karena kepentingan kesehatan, misalnya terserang

penyakit diabetes, kolesterol, obesitas, atau menjaga keseimbangan

tubuh. Wikipedia Bahasa Indonesia (2012: 1) menyatakan bahwa

diet merupakan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seseorang atau

organisme tertentu. Kemudian disebutkan kembali bahwa diet

merupakan pengaturan asupan nutrisi tertentu. Pengaturan nutrisi

tertentu yang dimaksudkan adalah pengaturan nutrisi berdasarkan

tujuan diet itu sendiri.


22

Dalam bahasa Indonesia, kata “diet” lebih sering ditujukan guna

menyebut nutrisi tertentu. Dalam perkembangannya, diet (dalam

konteks mengatur asupan nutrisi) dibagi menjadi beberapa jenis, yakni

sebagai berikut :

1. Menurunkan berat badan

2. Meningkatkan berat badan

3. Pantangan terhadap makanan tertentu

Asupan nutrisi seseorang sangat berpenagaruh terhadap massa

tubuhnya. Terhadap beberapan faktor yang mempengaruhi massa

tubuh. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi dua, yakni

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup faktor-

faktor herediter, seperti gen, regulasi termis dan metabolisme.

Sedangkan, faktor eksternal mencakup aktifitas fisik dan asupan

makanan. ( Sitiatava, 2013 )

B. Kategori Diet

1. Diet Kuantitatif

Diet kuantitatif merupakan diet yang berpedoman pada

jumlah asupan nutrisi yang dimasukkan ke dalam tubuh. Dalam

diet tersebut terdapat aturan mengenai banyaknya takarantakaran

nutrisi yang boleh ataupun tidak boleh diasup oleh tubuh. Sebagai

contoh, dalam keadaan normal, asupan kalori (berdasarkan angka

kecukupan gizi) yang dibutuhkan oleh manusia 55-60 % berasal

dari karbohidrat, 25-30 % berasal dari lemak, dan 15 % berasal


23

dari protein. Akan tetapi untuk seorang atlet, dimisalkan atlet yang

akanmenjalani pertandingan diesok hari, maka atlet tersebut

menjalankan diet karbohidrat, atau sering disebut dengan

karbohidrat loading. Diet tersebut lebih mengutamakan asupan

kalori yang berasal dari karbohidrat 80-90 %, dan sisanya berasal

dari lemak dan protein.

Diet tersebut sangat menekankan pada perhitungan

kebutuhan nutrisi manusia secara terperinci, contoh lain seperti

kebutuhan kalsium manusia pada masa pertumbuhan adalah 800-

1000 mg/hari. Kebutuhan protein bagi tubuh adalah 1-2 gram/kg

berat badan.

Contoh-contoh di atas merupakan perwujudan dari diet

kuantitatif, yaitu diet yang berdasarkan hitungan banyaknya asupan

nutrisi yang dimasukkan ke dalam tubuh.

2. Diet Kualitatif

Berbeda dengan diet kuantitatif, diet tersebut tidak

berdasarkan pada jumlah, akan tetapi berdasarkan kualitas atau

mutu suatu asupan yang akan dimasukkan ke dalam tubuh. Contoh

mudah yang dapat dipraktikkan adalah mengganti menu makanan

yang kurang lengkap kandungan gizinya dengan makanan yang

lebih lengkap kandungan gizinya, serta disesuaikan dengan

keaadaan. Misalnya, memilih makan nasi merah saat sarapan di


24

pagi hari dibanding nasi putih, serta memilih roti gandum

dibanding roti putih.

C. Nutrisi Diet

Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab “ghidza”, yang berarti

makanan. Makanan sendiri diartikan sebagai bahan selain obat

yang mengandung zat-zat gizi, dan zat gizi itu sendiri dikatakan

sebagai nutrien, atau dalam bahasa Indonesia kita sebut sebagai

nutrisi. Jadi dapat disimpulkan bahwa diet berkaitan erat dengan

nutrisi, sehingga pengetahuan tentang diet juga erat kaitannya

dengan pengetahuan tentang nutrisi. Nutrisi atau nutrien dapat

dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :

a) Makronutrien

Makronutrien dibutuhkan dalam jumlah besar oleh

tubuh, biasanya dalam kisaran puluhan gram. Makronutrien

dalam diet meliputi karbohidrat, lemak dan protein.

Karbohidrat dan lemak merupakan penyuplai energi utama,

meskipun protein juga dapat menghasilkan energi. Menurut

Djoko Pekik Iriant, dalam proses menghasilkan energi, satu

gram karbohidrat dapat menghasilkan 4 kalori, satu gram

lemak dapat menghasilkan 9 kalori, den satu gram protein

dapat menghasilkan 4 kalori. Selain itu, ketiganya juga

memiliki peran struktural, yang terpenting dalam hal ini


25

adalah protein. Mary E. Barasi, mengkategorikan beberapa

nutrisi ke dalam kategori makronutrien, antara lain:

1) Karbohidrat

Karbohidrat berfungsi sebagai sumber

energi utama bagi tubuh. Karbohidrat yang

senyawanya terdiri atas karbon (C), hidrogen (H)

dan oksigen (O), menyediakan sebanyak 40-80 %

energi yang diperlukan manusia.

Karbohidrat dapat ditemukan di berbagai

bahan makanan, seperti beras, gandum serta ubi-

ubian. Dalam proses penyerapannya, karbohidrat

diubah dalam bentuk glukosa oleh tubuh.

2) Lemak

Badraningsih Lastariwati (2000: 51)

berpendapat bahwa lemak merupakan salah satu

nutrien yang harus ada dalam diet dan dapat

menghasilkan energi. Selain itu lemak lebih

menghasilkan banyak energi dibanding karbohidrat

dan protein.

Menurut Mary E. Barasi, lemak dibagi

menjadi beberapa jenis, antara lain asam lemak

jenuh (Saturated Fatty Acid/SFA), asam lemak tak

jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty


26

Acid/MUFA), asam lemak tak jenuh ganda

(Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA), serta asam

lemak trans (Trans Fatty Acid/TFA).Seperti halnya

karbohidrat, lemak juga terdiri atas senyawa berupa

karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O).

Dalam diet, SFA dianggap sebagai lemak

yang merugikan bagi tubuh, hal ini berkaitan

dengan hubungan antara asupan SFA dan kadar

kolesterol plasma, serta peningkatan risiko penyakit

kardiovaskular.

SFA dapat ditemukan delam beberapa bahan

makanan, antara lain mentega, minyak kelapa sawit,

minyak kelapa, serta lemak hewani.

3) Protein

Dalam diet, Nancy Clark, berpendapat bahwa

mengonsumsi banyak protein artinya dapat

membangun banyak otot, dan tentunya harus

diimbangi dengan latihan beban yang cukup.

Sebagai zat pembangun, protein bermanfaat pada

masa pertumbuhan, kehamilan dan menyusui, serta

pada periode penyembuhan setelah sakit, sedangkan

sebagai zat pengatur, protein berfungsi sebagai


27

bahan pembentuk enzim dan hormon yang berperan

dalam mengatur metabolisme tubuh.

Senyawa protein tidak seperti karbohidrat dan

lemak, senyawa pada protein memiliki tambahan

yaitu unsur nitrogen (N), sehingga senyawanya

terdiri atas C, H, O dan N. Molekul protein tersusun

atas rantai asam amino tunggal dihubungkan oleh

ikatan peptida. Asam amino dibagi menjadi dua,

yaitu asam amino esensial dan nonesensial.

Kebutuhan protein manusia perhari yang

disarankan adalah 0,75-1,5 gram/kg berat

badan/hari (Mary E. Barasi). Sumber protein

terbaik adalah sumber pangan hewani, sedangkan

sumber protein nabati bisa didapat dari bahan

pangan seperti kacang-kacangan dan biji-bijian,

akan tetapi ada kekurangan dari sumber protein

nabati, yaitu tidak dapat menyediakan asam amino

esensial secara lengkap.

b) Mikronutrien

Mary E. Barasi, berpendapat bahwa

mikronutrien merupakan zat yang diperlukan oleh tubuh

dalam jumlah yang sangat sedikit, biasanya diukur dalam


28

kisaran miligram atau mikrogram. Mikronutriendibagi

menjadi dua kategori, yaitu:

1. Mineral

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan

dalam jumlah kecil, umumnya sebagai bagian dari

struktur molekul lain, misalnya besi sebagai bagian dari

hemoglobin. Dalam diet, perlu diperhatikan jumlah

pengonsumsian mineral tersebut, karena jika

terakumulasi dalam jumlah besar, mineral dapat bersifat

toksik(racun). Selain itu beberapa mineral saling

berkompetisi dalam proses penyerapan, misal zink dan

besi, atau besi kalsium.

Menurut Djoko Pekik Irianto, mineral secara umum

berfungsi sebagai komponen penyusun tulang dan gigi,

membantu fungsi organ, memelihara irama jantung,

kontraksi otot, konduksi syaraf, keseimbangan asam

basa, dan memelihara keteraturan metabolisme seluler.

Mineral dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu

makromineral dan mikromineral. Makromineral

merupakan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh lebih

dari 100 mg/hari, yang termasuk dalam makromineral

antara lain Kalsium (Ca), Fosfor (P), Kalium (K),

Magnesium (Mg), Sulfur (S), Natrium (Na), Chlorida


29

(Cl). Kalsium merupakan mineral terbesar yang

terdapat dalam tubuh manusia, dan berperan sebagai

penyusun tulang, dimana lebih dari 99 % terdapat

dalam tulang. Kalsium benyak terkandung pada susu,

keju, kacang serta sayuran hijau. Mineral terbesar kedua

yang ada dalam tubuh manusia adalah fosfor. 85 %

fosfor dalam tubuh terdapat dalam tulang. Fosfor dapat

diperoleh dengan mengonsumsi bahan makanan, seperti

beras, daging, susu, dan sayuran hijau.

2. Vitamin

Semua anggota dalam kelompok ini memiliki satu

ciri umum, yaitu merupakan senyawa organik yang

diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil, agar tubuh

dapat berfungsi normal (Mary E. Barasi,2010).

Selanjutnya vitamin dikelompokkan menjadi dua

golongan, yaitu vitamin yang larut dalam air ( vitamin

C dan B), dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin

A, D, E dan K). Vitamin-vitamin tersebut tidak dapat

dihasilkan sendiri oleh tubuh, sehingga penting untuk

dimasukkan ke dalam diet.

D. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Diet

Dalam menentukan diet, ada beberapa faktor yang

mempengaruhi, hal tersebut berkaitan dengan kebutuhan nutrisi


30

atau zat gizi serta kebutuhan energisaat diet tersebut dijalankan.

(Risqie Aulina 2011) berpendapat bahwa faktor-faktor tersebut

antara lain:

a. Pertumbuhan

Pertumbuhan ditandai dengan bertambahnya materi

penyusun badan dan bagian-bagiannya. Laju pertumbuhan

tercepat terjadi sebelum kelahiran dan sewaktu bayi. Dalam

fase ini dibutuhkan banyak nutrisi yang bersifat esensial

dibanding fase lain dalam kehidupan. Fase berikutnya

adalah pertumbuhan masa kanak-kanak. Kekurangan gizi

pada kedua fase ini akan menyebabkan gangguan fisik dan

mental.

b. Umur

Semakin tua umur manusia kebutuhan energi dan

nutrisi semakin berkurang. Pada usia pertumbuhan sangat

banyak diperlukan banyak nutrisi untuk tumbuh kembang

tubuh. Pada usia dewasa nutrisi dibutuhkan untuk perbaikan

jaringan yang rusak, serta energi diperlukan untuk aktivitas

yang cukup tinggi di usia produktif. Memasuki usia tua

(manula), metabolisme tubuh berangsur-angsur menurun,

sehingga kebutuhan nutrisi dan energi semakin sedikit.

Pada usia 65 tahun, kebutuhan energi seseorang berkurang

hingga 20 % dari kebutuhan pada usia 25 tahun.


31

c. Jenis Kegiatan Fisik dan Ukuran Tubuh

Makin banyak aktivitas fisik yang dikerjakan,

semakin banyak energi yang diperlukan. Untuk melakukan

aktivitas fisik yang sama, orang yang berbadan besar

membutuhkan energi yang lebih banyak daripada orang

yang berbadan kecil. Akan tetapi aktivitas fisik lebih

berpengaruh terhadap pengeluaran energi daripada

perbedaan ukuran tubuh.

d. Keadaan Sakit dan Penyembuhannya

Pada keadaan sakit (infeksi, demam, dan lain-lain)

terjadi perombakan protein tubuh. Oleh karena itu, agar

kondisi tubuh kembali normal, maka pada periode

penyembuhan diperlukan peningkatan konsumsi protein.

Kondisi sakit tidak saja memerlukan peningkatan konsumsi

protein tetapi juga peningkatan asupan energi dan nutrisi

lain, seperti air, vitamin, mineral karbohidrat dan lemak.

e. Keadaan Fisiologi Khusus ( Hamil & Menyusui )

Dalam keadaan hamil terjadi berbagai perubahan fisik

dan kimia pada tubuh manusia, seperti perubahan

konsentrasi hemoglobin, fungsi pernafasan, serta

peningkatan serum alkali fosfatase dan enzim-enzim lain,

yang harus diperhatikan dalam diet pada kondisi ini adalah

ibu hamil memerlukan tambahan kalori sebesar 150 kalori


32

di trisemester pertama, 300 kalori di trisemester berikutnya,

kemudian di tri semester akhir tambahan kalori tetap 300

kalori akan tetapi ditambah asupan penting berupa besi,

sedangkan dalam keadaan menyusui tambahan kalori yang

dibutuhkan lebih besar, sekitar 400-500 kalori. Kebutuhan

Energi tambahan ibu hamil dan menyusui dapat dihitung

dengan rumus berikut:

TB – 100 x 30 + Y

Keterangan: TB= tinggi badan

Y = Trimester 1= 100 Kal

Trimester 2= 200 Kal

Trimester 3= 300 Kal

E. Kebutuhan Energi

Seperti yang telah diuraikan di atas, kebutuhan energi

merupakan salah satu faktor penentu diet. Perhitungan kebutuhan

energi didasarkan pada komponen penggunaan energi, antara lain:

1. Basal metabolic rate (BMR), merupakan energi minimal untuk

fungsi vital organ tubuh.

2. Spesific dinamic action(SDA), merupakan banyaknya energi

yang diperlukan untuk proses metabolisme makanan, rata-rata

sebesar 10 %.
33

3. Aktivitas sehari-hari, merupakan kegiatan rutin harian,

termasuk aktivitas olahraga.

4. Pertumbuhan, manusia dalam masa pertumbuhan

membutuhkan energi tambahan.

Kekurangan ataupun kelebihan energi (kalori) dalam tubuh

dapat menimbulkan akibat tidak baik bagi tubuh. Kekurangan

energi terjadi apabila konsumsi energi melalui makanan kurang

dari energi yang dikeluarkan. Akibat yang ditimbulkan dari

kekurangan energi berupa kurang konsentrasi, daya tahan tubuh

menurun, penurunan berat badan, kerusakan jaringan tubuh,

menghambat pertumbuhan dan lain sebagainya. Pada bayi,

kekurangan energi tingkat berat dinamakan marasmus, dan

bila disertai kekurangan protein disebut kwashiorkor.

Kelebihan energi (kalori) terjadi apabila konsumsi

energi melalui makanan melebihi energi yang dikeluarkan.

Kelebihan energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh,

akibatnya akan terjadi kelebihan berat badan atau kegemukan.

Kegemukan dapat menyebabkan gangguan fungsi dalam tubuh,

sehingga berisiko menderita berbagai macam penyakit, antara

lain diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan

kanker.
34

F. Perhitungan Kalori Bahan Makanan

Tubuh manusia mendapatkan energi dari kalori bahan

makanan yang mereka konsumsi. Dari berbagai macam nutrisi,

hanya tiga yang menghasilkan kalori, yaitu karbohidrat, lemak, dan

protein

Selain berdasarkan kalori yang dihasilkan dari ketiga

nutrisi tersebut, kalori suatu bahan makanan juga ditentukan oleh

faktor lain, yaitu bagian yang dapat dimakan (BDD). Untuk

mengetahui BDD diperlukan tabel daftar komposisi bahan

makanan (DKBM). Dalam DKBM juga terdapat daftar kandungan

nutrisi bahan makanan. Kandungan nutrisi yang terbaca dalam

DKBM merupakan kandungan setiap 100 gram bahan makanan.

Misalnya, dalam daftar tercantum beras mengandung 6,8 gram

protein, artinya setiap 100 gram beras mengandung 6,8 gram

protein.

Kemudian untuk menghitung kalori bahan makanan,

dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

Nilai Kalori Bahan Makanan= (BDD/ 100) X (Berat URT)/

100) X (jumlah nutrisi dalam DKBM) X Nilai Kalori

G. Macam-Macam Diet dan Konsepnya

Berbagai macam diet telah berkembang saat ini,

Persatuan Ahli Gizi Indonesia menjelaskan tentang berbagai

macam diet beserta konsepnya, antara lain sebagai berikut:


35

1. Diet tinggi protein dan kalori

a. Tujuan

Memenuhi kebutuhan kalori dan protein guna

mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh atau

guna menambah berat badan dan atau menambah massa otot.

b. Syarat

Tinggi kalori, tinggi protein, cukup mineral dan

vitamin, mudah dicerna.

c. Indikasi pemberian

Kurang gizi, defisiensi kalori, protein dan anemia,

hyperthyroid, sebelum dan sesudah operasi tertentu,

pendarahan, hamil, post-partum, pertumbuhan, peningkatan

berat badan.

Dalam diet ini, protein yang diberikan antara 2-2,5 gr/kg

berat badan.

2. Diet rendah kalori

a. Tujuan

Memberikan makanan rendah kalori guna menurunkan

berat badan.

b. Syarat

Kalori dikurangi sebannyak 500-1000 Kal di bawah

kebutuhan normal. Ini akan menyebabkan penurunan berat

badan ½-1 kg per minggu. Pengurangan kalori dilakukan


36

dengan pengurangan karbohidrat dan lemak, porsi makan

diperkecil namun frekuensi makan ditingkatkan hingga 4-5

kali dalam sehari. Protein yang diberikan antara 1-1,5 gr/kg

berat badan. Cukup mineral dan vitamin. Tinggi serat untuk

memberi rasa kenyang.

c. Indikasi pemberian

Diberikan pada kasus kelebihan berat badan, bila

kebutuhan kalori menurun, misal pada hipothiroid, istirahat

lama di tempat tidur dan pada usia lanjut

3. Diet Rendah Garam

a. Tujuan

Membantu menghilangkan retensi garam/air dalam

jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada

hipertensi.

b. Syarat

Membantu menghilangkan retensi garam/air dalam

jaringan tubuh dan menurunkan tekanan darah pada

hipertensi.

c. Indikasi Pemberian

Diberikan pada penderita hypertensi, decompensatio

cordis, cirhosis hepatis, penyakit ginjal tertentu, toksemia dan

kehamilan. Makanan dalam sehari rata-rata mengandung

natrium 2800-6000, dalam diet ini, natrium dikurangi


37

mencapai 200-1200 mg/hari, salah satunya dengan

mengurangi pemakaian garam dapur.

4. Diet Tinggi Serat

a. Tujuan

Merangsang peristaltik usus agar defekasi dapat normal

kembali.

b. Syarat

Cukup kalori dan protein, tinggi vitamin terutama

thiamin dan lain-lain, vitamin B kompleks dan mineral untuk

memelihara kekuatan otot saluran pencernaan. Banyak cairan

2-2,5 liter dalam sehari untuk memperlancar defekasi. Minum

sebelum makan dapat merangsang peristaltik. Tinggi serat

dan bahan makanan yang dapat merangsang peristaltik usus.

c. Indikasi pemberian

Diberikan pada penderita obstipasi dan penyakit

divertikular. Selain berbagai macam diet di atas, juga

terdapat berbagai macam diet untuk penderita penyakit

tertentu, seperti diet penyakit diabetes mellitus, diet tersebut

membatasi asupan gula bagi tubuh. Diet penyakit jantung dan

pembuluh darah lebih membatasi jumlah asupan lemak dari

makanan yang dikonsumsi, karena lemak yang berlebihan di

dalam darah dapat memberatkan kerja jantung dan pembuluh

darah, misalnya pada penyakit jantung koroner.


38

Diet penyakit saluran pencernaan cenderung mengatur

bentuk makanan yang dikonsumsi, misalnya untuk penyakit

thypus, makanan yang diberikan kepada penderita berupa

makanan cair. Diet penyakit hati membatasi asupan protein

yang dikonsumsi ke dalam tubuh, karena konsumsi protein

yang berlebihan dapat memberatkan kerja hati. Diet penyakit

ginjal lebih membatasi asupan mineral yang dapat

memberatkan fungsi ginjal, misalnya kalsium.

Selain itu diet penyakit ginjal juga memperhatikan

banyaknya asupan air yang dikonsumsi oleh tubuh, konsumsi

jumlah air yang cenderung lebih banyak dapat membantu

meringankan kerja ginjal.

3. Dasar Teori Obesitas

A. Pengertian

Menurut Kamus Dorland, obesitas adalah peningkatan berat badan

melebihi batas kebutuhan skeletal dan fisik sebagai akibat akumulasi

lemak berlebihan dalam tubuh. Setiap orang memerlukan sejumlah

lemak tubuh. Setiap orang memerlukan sejumlah lemak tubuh untuk

menyinpan energi, sebagai penghambat panas, penyerap guncangan

dan fungsi lainnya. Jumlah lemak tubuh antara wanita da pria tidaklah

sama. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh lebih banyak daripada

pria dan perbandingan yang normal antara lemak tubuh dan berat

badan adalah sekitar 16-28% pada wanita dan 12-23% pada pria.
39

Obesitas, bila lemak tubuh lebih dari 30% pada wanita dan 25% pada

pria. Pada prinsipnya, obesitas ditemukan ketidakseimbangan antara

masukan energi (intake) dan energi yang dikeluarkan, dimana

masukan energi lebih besar daripada pengeluarannya. Dalam keadaan

surplus energi, kelebihan energi tersebut akan disimpan menjadi

lemak dalam sel lemak, sehingga dengan bertambahnya simpanan

lemak tersebut., maka akan bertambah pula berat badan. Tambahan

berat badan yang terus menerus akan menyebabkan tubuh mencapai

berat badan, kemudian menajadi obesitas. Jadi obesitas terjadi

bertahap, tidak sekaligus.

Obesitas merupakan suatu kondisi kronik yang sangat erat

hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah penyakit

degeneratif. Obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas

kebutuhan fisik dan skeletal sebagai akibat akumulasi lemak berlebih

dalam tubuh. Obesitas tidak hanya berdampak terhadap kesehatan

fisik namun juga berdampak terhadap kesehatan mental. Dampak

psikologis yang ditimbulkan seperti individu merasa malu, tidak

percaya diri dan merasa orang lain jijik terhadapnya. Hal tersebut

dapat menyebabkan perubahan konsep diri. Selain itu, obesitas juga

merupakan kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan

lemak tubuh yang berlebihan. Setiap orang memerlukan sejumlah

lemak tubuh untuk menyimpan energi sebagai penyekat panas,

penyerap guncangan dan fungsi lainnya.


40

B. Penyebab

Adanya pengaruh genetik dan hormon pada berat badan. Hal yang

paling mendasar adalah obesitas akan terjadi jika tubuh menerima

lebih banyak atau kelebihan kalori daripada membakar kalori. Kalori

tersebut kemudian akan menumpuk dan menjadi lemak. Obesitas

merupakan hasil kombinasi antara faktor-faktor berikut ini :

1. Tidak melakukan aktifitas fisik sehingga pembakan lemak akan

menjadi sedikit

2. Memakan makanan dengan tinggi kalori terutama makanan

cepat saji

3. Beberapa wanita sulit menurunkan berat badan setelah

melahirkan, hal ini dapat memicu terjadinya obesitas.

4. Kurang tidur

5. Mengkonsumsi obat-obatan tertentu

6. Mengalami masalah medis lainnya

7. Genetika

8. Kerusakan pada salah satu bagian otak

9. Pola makan berlebih

C. Tanda dan Gejala Obesitas

Tanda dan gejala yang biasa dialami oleh seseorang yang

mengalami obesitas antara lain :

a. Kebiasaan tidur dengan mendengkur

b. Susah tidur
41

c. Nyeri pada punggung atau sendi

d. Berhenti napas pada saar tidur secara tiba-tiba

e. Selalu merasakan panas atau berkeringat secara berlebihan

f. Sulit bernapas

g. Depresi sering merasakan ngantuk dan lelah

h. Ruam atau infeksi pada lipatan kulit

D. Body Massa Indeks ( BMI )

Merupakan suatun pengukuran yang menunjukkan hubungan

antara berat badan dengan tinggi badan. BMI merupakan suatu rumus

matematika dimana berat badan seseorang (kg) dibagi dengan tinggi

badan ( cm ). BMI lebih dihubungkan dengan lemak tubuh, tetapi

tidak dapat diartikan sebagai presentasi yang pasti dari lemak tubuh.

Hubungan antara lemak dan BMI dipengaruhi oleh usia dan jenis

kelamin. Wanita lebih mungkin memiliki presentase lemak tubuh

yang tinggi dibanding pria dengan nilai BMI yang sama. Pada BMI

yang sama, orang yang lebih tua memiliki lebih banyak lemak tubuh

dibanding dengan orang yang lebih muda. Keterbatasan penggunaan

BMI adalah tidak dapat digunakan pada anak-anak yang sedang dalam

masa pertumbuhan, wanita hamil, dan orang yang sangat berotot.

Rumas perhitungan BMI :

BMI = berat badan (kg) : tinggi badan (cm) : tinggi badan (cm) x

10.000
42

E. Status Berat Badan

1) Berat badan kurang : 18,5 – 24,9

2) Berat badan normal : 25,5 – 29,5

3) Kelebihan berat badan : + 30,0

F. Komplikasi Obesitas

1. Diabetes militus

2. Hipertensi

3. Dislipidemia ( kadar kolesterol dan trigliserida darah tinggi )

4. Preklamsia

5. Mengganggu penampilan

6. Kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah

4. Dasar Teori Kebutuhan Cairan

A. Pengertian

Cairan merupakan komponen tubuh yang berperan dalam

memerihara fungsi tubuh dan proses homeostatis. Tubuh kita terdiri

atas sekit 60% air yang tersebar di dalam sel maupun di luar sel.

Namun demikian, besarnya kandungan air tergantung dari usia, jenis

kelamin, dan kandungan lemak. Cairan tubuh menempati kompartmen

intrasel dan ekstrasel.

B. Volume dan Distribusi Cairan Tubuh

1. Volume Cairan Tubuh

Total jumlah volume cairan tubuh kira-kira 60% dari berat

badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini
43

tergantung pada kandungan lemak badan dan usia. Lemak jaringan

sangat sedikit menyimpan cairan, dimana lemak pada wanita lebih

banyak dibandingkan lemak pada pria sehingga jumlah volume

cairan lebih rendah daripada pria. Usia juga berpengaruh terhadap

total jumlah volume cairan, dimana makin tua usia makin sedikit

kandungan airnya.

2. Distribusi Cairan

Cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen,

yaitu pada intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler 40%

dari berat badan, sedangkan cairan ekstraseluler 20% dari berat

badan. Cairan ini terdiri dari atas plasma (cairan intravaskular) 5%,

cairan interstisial (cairan disekitar tubuh seperti limfa) 10-15%, dan

cairan transeluler (misalnya cairan serebrospinal, sinovial, cairan

dalam peritonium, cairan dalam rongga mata dan lain-lain) 1-3%.

C. Komposisi Cairan Tubuh

Cairan tubuh mengandung :

1. Oksigen yang berasal dari paru-paru

2. Nutrisi yang berasal dari saluran pencernaan.

3. Produk metabolisme seperti karbon dioksida

4. Ion-ion yang merupakan bagian dari senyawa atau molekul atau

disebut juga elektrolit.


44

D. Fungsi Cairan

1. Mempertahankan suhu tubuh

2. Sebagai pengatur suhu tubuh

3. Transpor nutrisi ke sel

4. Transpor hasil sisa metabolisme

5. Transpor hormon

6. Pelumas antar organ

7. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem kardiovaskuler

E. Pergerakan Cairan Tubuh

Mekanisme pergerakan cairan tubuh melalui tiga proses, yaitu :

1. Difusi

Difusi merupakan proses dimana partikel yang terdapat dalam

cairan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah

sampai terjadi keseimbangan. Cairan didifusikan menembus

membaran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh ukuran molekul,

konsentrasi larutan dan temperatur.

2. Osmosis

Osmosis merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui

membran semipermoabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih

rendah ke konsentrasi lebih tinggi yang bersifat menarik.

3. Transpor Aktif

Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke konsentarsi tinggi

karena adanya daya aktif dari tubuh seperti pompa jantung.


45

F. Keseimbangan Cairan

Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake atau masukan cairan

dan pengeluaran cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan

makanan. Kebutuhan cairan setiap hari antara 1800-2500 ml/hari.

Sekitar 1200 ml berasal dari minuman dan 1000 ml berasal dari

makanan. Sedangkan pengeluaran cairan melalui ginjal dalam bentuk

urine 1200-1500 ml/hari, feses 100 ml, paru-paru 300-500 ml dan

kulit 600-800 ml.

G. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Cairan

1. Usia

Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme

yang di perlukan dan berat badan. Tubuh bayi memiliki proporsi

air lebih besar daripada orang dewasa. Namun juga memiliki

kerentanan untuk mengalami kehilangan volume cairan. Pada

lansia, eleatisitas kulit menurut, 45% sampai 50% dari berat badan,

kehilangan massa otot dan proporsi lemak meningkat.

2. Temperatur Lingkungan

Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat

kehilangan NaCL melalui keringat sebanyak 15-30 gram/hari

3. Diet

Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan

energi, proses ini menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial

ke intraseluler.
46

4. Ukuran Tubuh

Individu yang memiliki tubuh gemuk dan wanita memiliki sedikit

proporsi air karena wanita memiliki lemak pada payudara dan paha

dibanding pria..

5. Stres

Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel,

konsentrasi darah dan glikolisis otot, mekanisme ini dapat

menimbukan retensi sodium dan air. Proses ini dapat

meningkatkan produksi ADH dan menurunkan produksin urine.

6. Gaya Hidup

Kebiasaan yang mempengaruhi keseimbangan cairan yaitu : diet,

stress dan olahraga.

7. Sakit

Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan

jantung, gangguan hormon akan mengganggu keseimbangan cairan

H. Cara Pengeluaran Cairan

Pengeluaran cairan terjadi melaui organ-organ sepert :

1. Ginjal

a. Merupakan pengatur utama keseimbangan cairan yang

menerima 170 liter darah untu disaring setiap hari

b. Produksi urine untuk semua usia 1ml/kg/jam

c. Pada orang dewasa produksi urine sekitar 1,5 liter/hari


47

d. Jumlah urine yang diproduksi oleh ginjal dipengaruhi oleh

ADH dan aldosteron

2. Kulit

a. Hilangnya cairan melalui kulit diatur oleh saraf simpatis yang

merangsang aktivitas kelenjar keringat.

b. Rangsangan kelenjar keringat dapat dihasilkan dari aktivitas

otot, temperatur lingkungan yang meningkat dan demam

c. Disebut juga IWL ( Isensible Water Loss ) sekitar 15-20 ml/24

jam

3. Paru-paru

a. Menghasilkan IWL sekitar 400 ml/hari

b. Meningkatnya cairan yang hilang sebagai respon terhadap

perubahan kecepatan dan kedalaman napas akibat pergerakan

atau demam

4. Gastrointerstinal

a. Dalam kondisi normal cairan yang hilang dari gastrointestinal

setiap hari sekitar 100-200 ml

b. Perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 100-15

cc/kgBB/24 jam, dengan kenaikan 10% dari IWL pada setiap

kenaikan temperatur 10 C
48

I. Pengatur Keseimbangan Cairan

Pengatur keseimbangan cairan dapat dilakukan melalui sistem

endokrin (ADH, aldosteron, dan glukokortikoid), prostaglandin,

dan mekanisme rasa haus

a. Hormon antidiretik (antidiuretic hormon atau ADH)

ADH berperan dalam meningkatkan reabsopsi air dalam

tahap pembentukan urine. Dengan demikian, hormon ini

mengendalikan keseimbangan air dalm tubuh. ADH dibentuk

di hipotalamus dan disimpan dalam neurohipofisis pada

hipofisis posterior. Salah satu stimulus untuk sekresi ADH

adalah peningkatan osmolaritas dan penurunan cairan

eksternal. Ketika jumlah cairan ekstrasel berkurang,

hipotalamus akan memerintahkan hipofisis posterior untuk

melepaskan ADH. ADH kemudian meningkatkan reabsopsi air

pada duktus pengumpul sehingga dapat menahan air.

Akibatnya. Volume cairan ekstrasel dapat dipertahankan.

Sekresi ADH dapat juga terjadi pada kondisi stres, trauma,

pembedahan, nyeri dan pada penggunaan beberapa jenis

anestetik dan obat-obatan. ADH disebut juga vasopresin karena

dapat memberikan efek vasokonstruksi (penyempitan) minor

pada arterior yang dapat mengakibatkan tekanan darah

meningkat.
49

b. Aldosteron

Aldosteron merupakan hormonyang disekersi oleh kelenjar

adrenal. Hormon ini bekerja di tubulus ginjal dan

meningkatkan absorpsi natrium. Retensi natrium

mengakibatkan retensi air. Berarti secara tidak langsung,

aldosteron berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan.

Pelepasan aldosteron distimulasi oleh perubahan konsentrasi

kalium, kadar natrium serum, dan sistem renin-angiotensin.

c. Glukokortikoid

Glukokortikoid merupakan hormon yang disekresi oleh

korteks adrenal. Hormon ini meningkatkan reabsorpsi natrium

dan air sehingga menyebabkan volume darah meningkat dan

mengakibatkan retensi natrium.

d. Prostaglandin

Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat

di ginjal. Asam leamk ini berperan dalam merespon radang,

mengendalikan tekanan darah, dan kontraksi uterus serta

pergerakan (motilitas) gastrointestinal. Di ginjal, prostaglandin

berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal dan reabsorpsi

natrium.

e. Mekanisme Rasa Haus

Rasa haus merupakan keinginan yang disadari terhadap

kebutuhan akan cairan. Mekanisme rasa haus diawali dengan


50

peningkatan osmolalitas cairan ekstrasel. Hal ini merangsang

ginjal untuk melepaskan renin yang dapat mengakibatkan

produksi angiotensin II. Angiotensin II merangsang

hipotalamus sehingga menghasilkan sensasi haus.

J. Gangguan Keseimbangan Cairan

a. Hipovolume

Hipovolume adalah kondisi ketidakseimbangan yang

ditandai dengan defisisensi cairan di ruang ekstraseluler.

Hipovolume dikenal juga dengan sebutan dehidrasi atau defisit

volume cairan. Hipovolume dapat disebabkan oleh banyak faktor,

misalnya kekurangan asupan cairan dan kelebihan asupan zat

terlarut.Dehidrasi dapat terjadi pada pasien yang mengalami

gangguan pada hipotalamus, kelenjar gondok, dan ginjal.

Selain itu, dehidrasi juga dapat terjadi pada pasien yang

mengalami diare dan muntah secara terus-menerus.

Secara umum, dehidrasi dapat dibagi menjadi tiga macam,

yaitu:

1. Dehidrasi elektrolit, yaitu jumlah cairan yang hilang

sebanding dengan jumlah elektrolit yang hilang.

2. Dehidrasi hipertonik, yaitu jumlah cairan yang hilang

lebih besar daripada jumalah elektrolit yang hilang

3. Dehidrasi hipotonik, yaitu jumlah cairan yang hilang

lebih sedikitbdaripada jumlah elektrolit.


51

Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapatb

menyebabkan penurunan volume ekstrasel (hipovolume) dan

perubahan hematokrit. Berdasarkan derajat keparahan, dehidrasi

dapat dibagi menajadi :

1. Dehidrasi Ringan

Pada dehidrasi ringan, tubuh kehilangan cairan sebesar 5%

dari berat badan atau sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan

yang berlebihan dapat berlangsung melalaui kulit, saluran

pencernaan, saluran kemih, paru, atau pembuluh darah.

2. Dehidrasi Sedang

Pada dehidrasi sedang, tubuh kehilangan cairan sebesar 5-

10% dari berat badan atau sekitar 2-4 lietr. Natrium serum

dalam tubuh mencapai 152-158 mEq/L. Salah satu ciri-ciri

fisik dari penderita dehidrasi sedang adalah mata cekung

3. Dehidrasi Berat

Pada dehidrasi berat, tubuh kehilangan cairan sebesar 4-6

liter atau lebih dari 10% dari berat badan. Natrium serum

mencapai 159-166 mEq/L. Penderita dehidrasi berat dapat

mengalami hipotensi, oliguria, turgor kulit buruk, serta

peningkatan laju pernapasan.

b. Hipervolume

Hipervolume adalah kondisi ketidakseimbangan yang

ditandai dengan kelebihan (retensi) cairan dan natrium di ruang


52

ekstraseluler. Hipervolume dikenal juga dengan sebutan

overhidrasi atau devisit volume cairan. Kelebihan cairan di dalam

tubuh dapat menimbulkan dua manifestasi, yaitu peningkatan

volume darah dan edema. Kelebihan cairan ekstraseluler memiliki

maniferstasi sebagai berikut :

1. Edema perifer atau edema pitting

2. Asites

3. Kelopak mata bengkak

4. Suara napas ronkhi basah

5. Penambahan berat badan yang tidak normal


53

5. Kerangka Teori

Dari beberapa dasar teori yang telah saya paparkan sebelumnya

dapat diambil kerangka teori sebagai berikut :

Komplikasi Faktor-faktor Obesitas :


Obesitas :
1. Kurang aktifitas fisik
1. Diabetes 2. Jenis makanan tinggi
Melitus Obesitas kalori
2. Hipertensi 3. Kurang tidur
3. Dislipidemia 4. Mengonsumsi obat-
4. Preeklamsia obat tertentu
5. Kematian 5. Genetia
6. Pola makanan yang
berlebihan

Kebutuhan Cairan Urolithiasis Perilaku Diet

Pergerakan cairan Mengatur asupan nutrisi :


tubuh:
1. Menurunkan berat
1. Difusi badan
2. Osmosis 2. Meningkatkan berat
3. Tranpor Aktif badan
3. Pantangan terhadap
makanan tertentu

Faktor-faktor yang
mempengaruhi cairan :

1. Usia
2. Temperatur
lingkungan
3. Diet
4. Ukuran tubuh
5. Stress
6. Gaya hidup
7. Sakit
54

6. Hipotesis

H1 :

1. Ada hubungan antara perilaku diet dengan kejadian penyakit

urolithiasis di ruangan perawatan bedah RSUD Haji Provinsi Sulawesi

Selatan Tahun 2017

2. Ada hubungan antara obesitas dengan kejadian penyakit urolithiasis di

ruangan perawatan bedah RSUD Haji Provinsi Sulawesi Selatan Tahun

2017

3. Ada hubungan antara kebutuhan cairan dengan kejadian penyakit

urolithiasis di ruangan perawaatn bedah RSUD Haji Provinsi Sulawesi

Selatan Tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai